Ketidakbahagiaan Adalah Sesuatu Yang Kau Pilih Untuk Dirimu Sendiri, Setujukah?

Ketidakbahagiaan Adalah Sesuatu Yang Kau Pilih Untuk Dirimu Sendiri

Youdics apa pendapat kalian setelah membaca judul di atas? Menurut kalian pasti kayak tidak masuk akal kan?

Seperti kita ketahui, beberapa manusia dilahirkan dalam kondisi makmur dengan orangtua yang baik, namun bagi manusia yang terlahir kurang mampu dengan orangtua yang mendidik caranya kurang baik. But ya, it’s world. Dan aku disini tidak bisa membenarkan apapun, tapi yang kita tahu banyak ketidakadilan di dunia ini. Bisa itu dalam kesenjangan yang dalam antar ras, suku dan bangsa. Wajar jika kita memiliki pemikiran tersebut. Namun pemikiran tersebut hanya bersifat teoritis, seringkali kita sebagai manusia mengabaikan dunia yang nyata.

Manusia masih mengabaikan realitas atau dunia nyata. Manusia masih sering menganggap bahwa ketidakbahagiaan sejak lahir itu emang ada. Saat ini mungkin kau tidak bisa merasakan ketidakbahagiaan sejati. Kita seringkali hanya mendapat cobaan, masalah yang bertubi-tubi. Bahkan beberapa dari kita, manusia seringkali tidak bersyukur dan berharap seperti ingin terlahir dari orangtua yang mapan, kaya dan memiliki kekuasaan.

Tapi apakah kaliam pernah berpikir bahwa memang tidak ada yang luar biasa di dunia ini? Kita bisa ambil contoh dari kehidupan penjahat. Apakah kalian tahu bahwa penjahat paling kejam sekalipun yang terlibat dalam kejahatan hanya semata-mata karena ingin terlibat dalam tindakan-tindakan yang jahat? Dibalik semua itu, penjahat pasti memiliki alasannya. Mungkin bisa jadi karena memang fakto ekonomi, perselisihan uang bisa juga membuat seseorang menjadi terlibat dalam sesuatu yang tidak baik. Bagi mereka pelaku penjahat, hal itu bisa menjadi sesuatu yang dapat dibenarkan loh. Hal ini memang bukan baik dalam “moral” tetapi baik dalam arti “menguntungkan bagi dirinya”.

Sampai sini jelas youdics apa perbedaannya? Dunia kita memang penuh dengan ketidakadilan dan kehatan dalam segala bentuknya, namun tidak ada yang menginginkan juga bahwa kejahatan dalam artiann sesuatu yang “tidak menguntungkan”.

Dari semua pembahasan diatas, apa hubungannya dengan ketidakbahagiaan yang sudah kau pilih? Di tahap tertentu dalam kehidupan manusa, manusia masih memilih untuk “menjadi tidak bahagia”. Ini bukan karena kau dilahirkan dalam keadaan yang tidak membahagiakan, bukan. Melainkan, “menjadi bahagia” karena memilih pilihan tersebut adalah yang terbaik untuk manusia.

References : buku “berani tidak disukai” oleh Ichiro Kishimi dan Fumitake Koga

5 Likes

Bahagia atau tidak bahagia bukanlah sebuah pilihan. Kalau memang itu adalah pilihan, tidak ada seorangpun yang memilih untuk tidak bahagia bukan ? Kebahagian atau ketidakbahagiaan adalah kondisi yang dialami oleh setiap manusia, baik kondisi fisik maupun kondisi hati.

Bagi fisik, ketidakbahagiaan akan mempengaruhi fisiologi tubuh, sehingga tubuh menghasilkan hormon-hormon yang akan “menyeimbangkan” tubuh kita. Ambil contoh, ketika kita dalam kondisi stres, hormon kortisol, norepinefrin dan adrenalin kita akan meningkat, dimana hormon-hormon tersebut berguna untuk menyeimbangkan fungsi tubuh kita. Yang bahaya adalah ketika tubuh sudah tidak dapat menyeimbangkan diri, sehingga ketidakbahagiaan kita akan merusak tubuh fisik kita sendiri.

Terkait dengan hati, yang erat hubungannya dengan pikiran, ketidakbahagiaan adalah kondisi dimana kita “berpikir” dengan sudut pandang yang salah. Ada quote bagus dari film The Photographer Of Mauthausen, “Realitas adalah cara pandang kita terhadap sesuatu”. Maksudnya sama seperti kita mengambil foto, foto seperti apa yang ingin kita dapatkan, tergantung dengan kearah mana lensa kamera diarahkan.

Kenyataannya, apa yang kita proses didalam pikiran jauh lebih kompleks dibandingkan dengan apa yang diproses oleh kamera untuk menghasilkan sebuah gambar. Otak manusia adalah “benda” yang paling kompleks di dunia ini.

Selain itu, kalau kita berbicara masalah pilihan, yang ada dibenak kita adalah “keinginan” bukan ? Entah itu pilihan rasional atau pilihan emosional, tetap saja ada “keinginan” yang masuk kedalam proses pemikiran kita. Saya ambil cerita dari Buddha, terkait apakah kebahagiaan adalah sebuah pilihan atau tidak.

Ada seseorang bertanya kepada Budha, “Saya ingin bahagia, bagaimana cara mendapatkan kebahagiaan?”

Buddha menjawab, “Hapus kata saya, kemudian hapus kata ingin, maka yang tertinggal adalah kata bahagia

So, kalau kita masih terjebak dengan kalimat, “Kebahagiaan adalah pilihan”, maka bisa jadi kita stres sendiri ketika ingin memilih untuk bahagia. dan akan lebih tertekan lagi ketika kita tau bahwa kita sedang dalam kondisi tidak bahagia. Dan yang lebih berbahaya lagi, ketidakbahagiaan bisa menjadi adiksi (ketagihan), sehingga kita menjadi terjebak didalamnya.

Sekali lagi, kebahagiaan adalah kondisi atau keadaan. Kebahagiaan bukanlah pilihan. Kebahagiaan selalu ada dalam diri manusia.

5 Likes

Bahagia atau tidak bahagia memang merupakan kondisi yang dirasakan oleh seseorang terhadap suatu hal. Tapi kondisi tersebut menurut saya merupakan hasil dari pilihan. Manusia sering dihadapkan pada situasi-situasi tidak menguntungkan yang mendatangkan kesedihan atau tekanan, namun cara manusia dalam menyikapi hal tersebutlah yang menentukan efek suatu hal terhadap dirinya. Orang yang terkena musibah sangat mungkin untuk menjadi tidak bahagia, tapi saat dia memilh sudut pandang yang “benar” dalam menyikapi, ia bisa mengatasi ketidakbahagiaan tersebut.

Hal yang disinggung dalam kutipan di atas juga pernah dikaji oleh psikolog Austria, Alfred Adler, di mana Adler menyatakan bahwa persepsi individu mempengaruhi realitas subjektifnya. Menurut Adler, meskipun manusia hidup dan menyaksikan realitas faktual, namun persepsi manusia dalam memandang suatu hal menciptakan realitas subjektif yang berbeda untuk masing-masing individu [1]. Hal ini juga didukung oleh Dr. Viktor Frankl, psikiater yang juga penulis buku Man’s Search for Meaning [2]. Ia menulis bahwa semua hal bisa diambil dari seorang manusia kecuali kebebasan finalnya, yaitu kemampuan untuk memilih respon terhadap situasi yang ia hadapi. Dalam ruang untuk memilih respon itulah manusia bisa memilih kebahagiaannya.

between stimulus and response there is a space. In that space is our power to choose our response. In our response lies our growth and our freedom.”

Yang menjadi masalah adalah apabila manusia tidak berani untuk keluar dari persepsi dan perspektif lamanya dalam memandang sesuatu sehingga rentan untuk terjebak dalam ketidakbahagiaan yang berkelanjutan. Dan lagi-lagi, memilih untuk menjadi berani juga pilihan :slight_smile:

Referensi

[1] Kishimi, Ichiro dan Fumitake Koga. 2019. Berani Tidak Disukai. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
[2] Frankl, V.E. 1959. Man Search for Meaning : an introduction to Logotherapy. New
York : Pocket books.

5 Likes

Secara psikologis manusia bisa memilih untuk bahagia atau tidak bahagia, tetapi secara psikologi juga mengenal istilah “alam bawah sadar” yang biasa disebut Doctrine of Unconscious Inference, dimana manusia melakukan penilaian terhadap sesuatu berdasarkan data atau bukti yang terbatas dan dibuat tanpa kesadaran.

Proses kognitif bawah sadar (unconscious cognitive process) adalah "pikiran bawah sadar” di mana manusia belajar, mengingat, berpikir, dan memiliki ide, keinginan, dan perasaan dalam “keadaan tersembunyi”, mungkin muncul secara tiba-tiba dan sepenuhnya tanpa adanya kesadaran sebelumnya.

Selain itu, ketika kita menganggap bahwa kebahagiaan adalah sebuah pilihan, takutnya ketika kita tidak bahagia, maka kesalahan mutlak ada di diri kita, karena kita lebih “memilih” untuk tidak bahagia dibandingkan bahagia. Tetapi ketika kita melihat kebahagiaan dan ketidakbahagiaan sebagai keadaan, maka kita menganggap hal itu adalah suatu hal yang alami saja. Kita menjadi belajar untuk menerima setiap keadaan yang ada pada diri kita.

Dasi sis spiritual-pun, kondisi bahagia dan tidak bahagia adalah keadaan yang pasti dialami oleh manusia. Seperti yang disampaikan oleh Budha,

“Tidak ada seorangpun yang dapat melarikan diri dari kematian dan ketidakbahagiaan. Jika manusia hanya berharap pada kebahagiaan saja dalam hidupnya, mereka akan merasakan kekecewaan”

Paradoks bukan ? Ketika kita hanya berharap kebahagiaan maka kita “memilih” untuk selalu bahagia, padahal pilihan tersebut akan menjurus pada kekecewaan (ketidakbahagiaan).

So, bahagia atau tidak bahagia bukan menjadi fokus kita, karena kedua hal itu adalah hal yang alami. Fokus kita adalah bagaimana reaksi kita ketika berada pada kondisi bahagia atau tidakbahagia. Disitulah kita memilih untuk bereaksi atas kondisi yang kita terima. Ketika kita merasa tidak bahagia apakah kita akan terus merasa tertekan ? Atau “melampiaskannya” pada hal-hal yang negatif (misalnya memilih mabuk-mabukan, menggunakan narkotika atau mencari dukun untuk menyelesaikan maslah kita) ? Bahkan mungkin sampai memilih jalan pintas, yaitu bunuh diri ? Atau kita memilih untuk menerima kondisi kita dan berusaha untuk bangkit ?

Kebahagiaan dan Ketidakbahagiaan

Bagi manusia yang mempunyai tingkat spiritual tinggi, bahagia dan tidak bahagia adalah hal yang sama. Ketika bahagia mereka bersyukur dan ketika tidak bahagia mereka memohon ampun. Bahagia terus juga bisa berakibat buruk, yaitu menjadi sombong, sedangkan tidak bahagia terus juga buruk, karena bisa membuat manusia untuk kufur nikmat. Seperti yang disampaikan oleh Budha,

Kebahagiaan ataupun kesengsaraan. Apapun yang menimpa kita, teruslah berjalan. Jangan sampai kita terpengaruh dan terikat pada keadaan tersebut.

So, kebahagiaan dan ketidakbahagiaan adalah seperti Yin dan Yang, yang keduanya dibutuhkan untuk menjaga keseimbangan hidup. Apabila mengacu konsep Yin dan Yang, maka didalam kebahagiaan ada ketidakbahagiaan dan didalam ketidakbahagiaan ada kebahagiaan.

3 Likes

Seharusnya ada penekanan terhadap kebahagiaan dalam hidup adalah seseorang harus memiliki sebuah “perangkat mental” untuk dirinya sendiri. Ketika seseorang mendapati berbagai peristiwa yang bersangkut paut dengan takdir, seseorang harus mampu memanifestasikan sebuah perilaku maupun keputusan untuk mengolah sebuah takdir tersebut menjadi kebahagian ataupun sesuatu yang “tidak masalah” baginya. Tidak perlu kita menargetkan sebuah kebahagiaan, justru menelaah sebuah takdir menjadi sesuatu yang “tidak masalah” juga mampu mendatangkan kebahagiaan. Kebahagiaan tidak akan terdistorsi oleh sesuatu yang nihil. Hanya persepsi yag mengarah sedih dan lara mampu meluruhkan bahagia.

Perangkat mental adalah syarat agar dapat mentranslasi sebuah rentetan takdir yang berjalan. Tiap insan harus memiliki sebuah “ideal self-guide” sebelum perangkat mental ini dibentuk. Kita harus membentuk identitas kita dalam kehidupan ini. Alih-alih pertanyaan “Siapakah aku?” akan menjadi pekerjaan rumah untuk pikiran dan hati.

Pada akhirnya, semua akan kembali pada tiap insan agar memempersipkan sebuah kebahagiaan yang layak untuknya sendiri.

Nb : beberapa gagasan menggunakan referensi buku “The Art of Good Life” karya Rolf Dobelli

4 Likes

Saya melihat ini berdasarkan sudut pandang dan pengaruh luar lain seperti hasil bacaan sebuah buku. Tulisan @tessanandita menunjukan adanya determinasi yang sangat kontras antara bahagia dan tidak bahagia. Saya yang lebih memilih buku motivasi bukan antitesis seperti buku Asmaul Husna for Success in Business and Life oleh Antonio ketika melihat judul pembuka eksentrik tersebut menjadi merasa bersyukur karena jarang dibuat memiliki sudut pandang kontradiktif ekstrim.

Antonio (2013:6) berpendapat bahwa rata-rata umat manusia menyukai sifat-sifat yang baik dan benci dengan sifat-sifat buruk. Bahkan orang-orang bersifat buruk pun sebenarnya tidak suka dengan sifat mereka. Inilah yang disebut dengan ‘anggukan universal’ dan ‘gelengan universal’. Sama seperti hal tersebut, manusia juga memiliki anggukan universal yang menginginkan kebahagiaan dalam hidup dan selalu berhasil apapun pilihannya.

Coba kita amati dari sebutan anggukan dan gelengan universal yang digagas oleh Antonio.

Sebenarnya telah ada konsep baik dan buruk, bahagia atau sengsara sudah kita miliki secara umum dan persepsi manusia kebanyakan sudah membentuk tolak ukur dimana sesuatu bisa dikatakan bahagia atau sengsara. Contohnya, mendapatkan hadiah merupakan hal yang dikategorisasikan membahagiakan dan mendapat musibah termasuk menyengsarakan. Sukses itu membahagiakan dan gagal itu menyengsarakan. Anggukan dan gelengan universal mengenai bahagia atau sengsara tersebut kemudian memberikan perbedaan kontras secara tangible atau terlihat, namun secara perasaan akan berbeda. Sukses mendatangkan kebahagiaan tetapi ketika dihadapkan dengan kepuasan ketika mencapai sukses tersebut apakah masih tetap dapat dikatakan kebahagiaan? Apabila seseorang dihadapkan dengan pilihan untuk menjadi bahagia atau sengsara pastinya anggukan universal berada pada pilihan untuk berbahagia.


Sumber: tamasia.co.id

Nah, sekarang Youdics telah memahami anggukan dan gelengan universal. Coba kita amati pengertian bahagia menurut KBBI

bahagia/ba·ha·gia/ 1. keadaan atau perasaan senang dan tenteram (bebas dari segala yang menyusahkan): 2 a beruntung; berbahagia

Bahagia merujuk pada perasaan pribadi, mungkin setiap orang memiliki anggukan universal mengenai apa itu bahagia tetapi apda faktanya sebenarnya bahagia berasal dari perasaan dan perasaan hanya dapat dipahami oleh pemilik perasaan tersebut. Tidak lain dan tidak bukan ya diri kita sendiri!

Referensi

Antonio, Syafii Muhammad. 2013. Asmaul Husna for Success in Business and Life. Jakarta: Tazkia Press

2 Likes