Apa yang dimaksud dengan Self Consciousness?

Self consciousness

Self consciousness adalah kecenderungan di mana orang yang mengalaminya selalu diliputi pikiran-pikiran tentang dirinya sendiri, tentang aktivitas yang sedang dilakukannya, tentang penampilan fisiknya, tentang caranya berbicara, tentang bagaimana ia melakukan aktivitasnya, dan tentang bagaimana orang lain menilainya.

Apa yang dimaksud dengan Self consciousness ?

Istilah consciousness digunakan untuk pengertian kesadaran diri secara lebih luas dan didukung munculnya Journal of Consciousness Studies. Menurut Fenigstein, Scheier dan Buss (1975), self consciousness merupakan penilaian individu terhadap diri yang mengarahkan pada perhatian diri baik secara internal maupun eksternal.

Fenigstein, Scheier dan Buss (1975) menjelaskan bahwa self consciousness dikonseptualisasikan sebagai perhatian yang konsisten diarahkan pada diri individu. Individu sebagai objek sosial yang membahas tentang atribut internal dan eksternal diri, intropeksi diri dan semua ciri self consciousness pada orang dewasa.

Sedangkan menurut Fenigstein, Scheier dan Buss (dalam Labrie dkk, 2008), self consciousness mencakup sejumlah domain tertentu yang berkaitan erat dengan self consciousness dan relevan bagi individu, yaitu kebahagiaan di masa lalu, sekarang, dan perilaku di masa depan, kepekaan terhadap perasaan batin, perasaan positif dan negatif secara pribadi, introspeksi, kecenderungan untuk gambaran diri atau membayangkan diri sendiri, kesadaran penampilan, dan pentingnya tentang penilaian orang lain terhadap diri.

Berdasarkan pendapat beberapa tokoh dipaparkan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa self consciousness adalah kesadaran pikiran batin dan perasaan emosional individu dalam menilai dirinya dan pandangan orang lain terhadap dirinya, baik secara internal maupun eksternal.

Mead (1934, dalam Fenigstein, Scheier, & Buss, 1975) mengartikan self- consciousness yaitu ketika individu menjadi sadar akan pandangan orang lain yang kemudian menyebabkan individu tersebut memandang dirinya sebagai objek sosial.

Sedangkan, Fenigstein, Scheier, & Buss (1975) mendefinisikan self- consciousness dengan mencari persamaan antara teori-teori self-awareness dan terapi Rogerian, yang memiliki kesamaan yaitu terjadinya proses individu fokus pada pikiran, perasaan, perilaku atau penampilannya, ketika berefleksi, berfantasi, atau berkhayal mengenai dirinya sendiri atau ketika membuat keputusan yang berhubungan dengan dirinya.

Fenigstein, Scheier, & Buss (1975) menyimpulkan bahwa self-consciousness merupakan kecenderungan individu yang secara konsis- ten mengarahkan atensinya ke dalam atau ke luar dirinya.

Aspek-aspek self-consciousness

Fenigstein, Scheier, & Buss (1975) pada awalnya mengidentifikasi perilaku- perilaku yang merupakan indikator dari self-consciousness yang kemudian ter- konstruksi menjadi tujuh macam perilaku. Kemudian, dilakukan penelitian pilot yang menghasilkan kesimpulan adanya tiga aspek dari self-consciousness, meliputi :

  1. Private self-consciousness yaitu aspek yang menunjukkan kecenderungan in- dividu untuk fokus terhadap pikiran dan perasaannya. Konsep ini serupa dengan teori Jung mengenai introversi. Pribadi introvert umumnya berorientasi terhadap dunia yang ada di dalam dirinya yang terdiri dari ide dan gagasan. Namun perbe- daannya, individu dengan private self-consciousness yang tinggi secara spesifik memfokuskan ide dan gagasannya hanya pada dirinya sendiri (the self).

  2. Public self-consciousness didefinisikan sebagai kesadaran diri sebagai objek sosial yang memiliki efek terhadap orang lain. Konsep ini berhubungan dengan konsep self-consciousness yang diungkap oleh Mead (1934, dalam Fenigstein, Scheier,& Buss, 1975). Maka disimpulkan bahwa public self-consciousness merupakan individu yang menyadari pandangan orang lain sehingga mampu me- mandang dirinya sebagai objek sosial.

  3. Social anxiety merupakan ketidaknyamanan terhadap kehadiran orang lain. Berbeda dengan dua aspek sebelumnya yang merupakan proses pengarahan fokus atensi individu, social anxiety merupakan reaksi terhadap proses tersebut. Ketika atensi mengarah ke dalam diri, seseorang dapat menemukan suatu hal yang mem- buat Ia menjadi cemas. Sedangkan, ketika individu menjadi lebih peka terhadap dirinya sebagai objek sosial, individu cenderung akan mengevaluasi dirinya dan menjadi cemas terhadap pandangan orang lain terhadap dirinya.

Pengukuran Self-Consciousness

Self-consciousness dapat diukur menggunakan Self-consciousness Scale (Fenigstein, Scheier,& Buss, 1975) yang merupakan kuesioner yang terdiri dari 23 item pernyataan yang mengukur perbedaan individu dalam private dan public self- consciousness . Dalam mengukur kedua perbedaan tersebut, skala ini juga menambahkan dimensi social anxiety yang dianggap sebagai reaksi dari proses self-consciousness (Fenigstein, Scheier,& Buss, 1975).

Namun, skala pengukuran ini dianggap terlalu membingungkan bagi partisipan yang bukan merupakan mahasiswa, sehingga Carver & Scheier (1985) mengembangkan The Self-consciousness Scale: A Revised Version for Use with General Populations. Terdapat beberapa perubahan yang dilakukan oleh Carver & Scheier (1985), diantaranya mengubah istilah-istilah yang sulit dimengerti istilah yang lebih sederhana dan juga memodifikasi kalimat agar lebih sesuai mengukur aspek yang ingin diukur.

The Self-consciousness Scale: A Revised Version for Use with General Populations terdiri dari 22 item pernyataan dengan menggunakan format jawaban 3=sangat sesuai, 2=cukup sesuai, 1=Tidak terlalu sesuai dan 0=sama sekali tidak sesuai.

Kesadaran diri ( Self consciousness) adalah kemampuan untuk mengenali perasaan dan mengapa seseorang merasakannya seperti itu dan pengaruh perilaku seseorang terhadap orang lain. Kemampuan tersebut diantaranya; kemampuan menyampaikan secara jelas pikiran dan perasaan seseorang, membela diri dan mempertahankan pendapat (sikap asertif), kemampuan untuk mengarahkan dan mengendalikan diri dan berdiri dengan kaki sendiri (kemandirian), kemampuan untuk mengenali kekuatan dan kelemahan orang dan menyenangi diri sendiri meskipun seseorang memiliki kelemahan (penghargaan diri), serta kemampuan mewujudkan potensi yang seseorang miliki dan merasa senang (puas) dengan potensi yang seseorang raih di tempat kerja maupun dalam kehidupan pribadi (aktualisasi).

Kesadaran diri merupakan dasar kecerdasan emosional. Kemampuan untuk memantau emosi dari waktu ke waktu merupakan hal penting bagi wawasan psikologi dan pemahaman diri. Seseorang yang mempunyai kecerdasan emosi akan berusaha menyadari emosinya ketika emosi itu menguasai dirinya. Namun kesadaran diri ini tidak berarti bahwa seseorang itu hanyut terbawa dalam arus emosinya tersebut sehingga suasana hati itu menguasai dirinya sepenuhnya.

Sebaliknya kesadaran diri adalah keadaan ketika seseorang dapat menyadari emosi yang sedang menghinggapi pikirannya akibat permasalahan-permasalahan yang dihadapi untuk selanjutnya ia dapat menguasainya. Orang yang mempunyai keyakinan lebih tentang emosinya diibaratkan pilot yang handal bagi kehidupannya. Karena ia mempunyai kepekaan yang lebih tinggi akan emosi mereka yang sesungguhnya. Orang yang kesadaran dirinya bagus maka ia mampu untuk mengenal dan memilih-milah perasaan, memahami hal yang sedang dirasakan dan mengapa hal itu dirasakan dan mengetahui penyebab munculnya perasaan tersebut.

Kesadaran diri merupakan pondasi hampir semua unsur kecerdasan emosional, langkah awal yang penting untuk memahami diri sendiri dan untuk berubah. Sudah jelas bahwa seseorang tidak mungkin bisa mengendalikan sesuatu yang tidak ia kenal. Para ahli mempunyai pendapat yang beragam tentang kesadaran diri. Diantaranya menurut Mayer seorang ahli psikologi dari University of new Hampshire yang menjadi koformulator teori kecerdasan, berpendapat bahwa kesadaran-diri berarti waspada baik terhadap suasana hati maupun pikiran seseorang tentang suasana hati. Goleman menjelaskan kesadaran diri yaitu perhatian terus menerus terhadap keadaan batin seseorang. Dalam keadaan refleksi diri ini, pikiran mengamati dan menggali pengalaman, termasuk emosi.

May seorang psikiater yang mempelopori pendekatan eksistensial yang dikutip oleh Koesworo menjelaskan bahwa kesadaran-diri adalah sebagai kapasitas yang memungkinkan manusia mampu mengamati dirinya sendiri maupun membedakan dirinya dari dunia (orang lain), serta kapasitas yang memungkinkan manusia mampu menempatkan diri di dalam waktu (masa kini, masa lampau, dan masa depan). Binswanger dan Boss menggambarkan kesadaran-diri adalah salah satu ciri yang unik dan mendasar pada manusia, yang membedakan manusia dari makhluk lainnya.