Apa yang dimaksud dengan sikap?

Sikap adalah tingkah laku atau gerakan-gerakan yang tampak dan ditampilkan dalam interaksinya dengan lingkungan sosial. Interaksi tersebut terdapat proses saling merespon, saling mempengaruhi serta saling menyesuiakan diri dengan lingkungan sosial.

Apa pengertian dari sikap?

Sikap merupaan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial.

Sikap merupakan kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku.

Allport (1954) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen pokok yaitu :

  1. Kepercayaan (Keyakinan.), ide dan konsep terhadap suatu objek.
  2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.
  3. Kecenderungan untuk bertindak

Ketiga komponen ini bersama-sama membentuk sikap yang utuh. Berbagai tingkatan sikap yaitu :

  1. Menerima, diartikan subjek mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan objek

  2. Merespon, memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap

  3. Menghargai, Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

  4. Bertanggung jawab, bertanggun jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi ( Notoatmodjo, 2003)

Ciri-ciri Sikap

Sikap menentukan jenis tabiat tingkah laku dalam hubungannya dengan perangsangan yang relevan, orang-orang atau kejadian-kejadian. Dapatlah dikatakan bahwa sikap itu faktor internal, tetapi tidak semua factor internal adalah sikap.

Adapun ciri-ciri sikap adalah sebagai berikut:

  1. Sikap itu dipelajari
    Sikap merupakan hasil belajar ini perlu dibedakan dengan motif-motif psikologi lainnya yang tidak dipelajari misalnya lapar, haus adalah motif psikologi yang tidak dipelajari sedangkan pilihan ke makanan Eropa adalah sikap. Beberapa sikap dipelajari tidak sengaja atau tanpa kesadaran sebagian individu. Barangkali yang terjadi adalah mempelajari sikap dengan sengaja bila individu mengerti bahwa hal ini akan membawa lebih baik untuk dirinya sendiri, membantu tujuan kelompok, atau memperoleh sesuatu nilai yang sifatnya perseorangan.

  2. Memiliki kestabilan (Stability)
    Sikap bermula dari dipelajari, kemudian menjadi lebih kuat, tetap dan stabil melalui pengalaman

  3. Personal societal significance
    Sikap melibatkan hubungan antara seseorang dan orang lain dan juga antara orang dan barang atau situasi.Jika seseorang merasa bahwa orang lain menyenangkan, terbuka serta hangat maka ini akan sangat berarti bagi dirinya, ia merasa bebas dan favorable.

  4. Berisi cognity dan affecti
    Komponen cognity dari pada sikap adalah berisi informasi yang factual. Misalnya objek itu dirasakan menyenangkan atau tidak menyenangkan

  5. Approach avoidance directionality
    Bila seseorang memiliki sikap yang favorable terhadap sesuatu objek, mereka akan mendekati dan membantunya, sebaliknya bila seseorang memiliki sikap yang anfavorable, mereka akan menghindarinya ( Ahmadi, 1999).

Fungsi Sikap

Fungsi sikap dapat dibedakan menjadi empat golongan yaitu :

  1. Sikap berfungsi sebagai alat untuk menyesuaikan diri.
    Bahwa sikap adalah sesuatu yang bersifat communicable artinya sesuatu yang mudah dipelajari sehingga mudah pula menjadi milik bersama. justru karena itu sesuatu golongan yang mendasarkan atas kepentingan bersama biasanya ditandai oleh adanya sikap anggotanya yang sama terhadap sesuatu objek sehingga dengan demikian sikap bisa menjadi rantai penghubung antara orang dengan kelompoknya atau dengan anggota kelompok yang lain. Oleh karena itu anggota kelompok yang mengambil sikap yang sama terhadap objek tertentu dapat meramalkan tingkah laku anggota-anggota lainnya.

  2. Sikap berfungsi sebagai alat pengatur tingkah laku
    Kita tahu bahwa tingkah laku anak kecil dan binatang pada umumnya merupakan aksi-aksi yang spontan terhadap sekitarnya. Antara perangsangan dan reaksi tidak ada pertimbangan, tetapi pada anak dewasa yang sudah lanjut usia perangsangan itu pada umumnya tidak diberi reaksi secara spontan akan tetapi terdapat adanya proses secara sadar untuk menilai perangsangan-perangsangan itu. Jadi antara perangsangan dan reaksi terdapat suatu yang disisipkan yaitu sesuatu yang berwujud pertimbangan-pertimbangan terhadap perangsangan itu.

  3. Sikap berfungsi sebagai alat pengatur pengalaman- pengalaman
    Dalam hal ini perlu dikemukakan bahwa manusia dalam menerima pengalaman- pengalaman dari luar sikapnya tidak pasif tetapi diterima secara aktif artinya semua pengalaman yang berasal dari dunia luar itu tidak semuanya dilayani oleh manusia, tetapi manusia memilih-milih mana yang perlu dan mana yang tidak perlu dilayani. Jadi semua pengalaman itu diberi nilai lalu dipilih.

  4. Sikap berfungsi sebagai pernyataan kepribadian
    Sikap sering mencerminkan pribadi seseorang. Ini sebabnya karena sikap tidak pernah terpisah dari pribadi yang mendukungnya. Oleh karena itu dengan melihat sikap-sikap pada objek-objek tertentu sedikit banyak orang bisa mengetahui pribadi orang tersebut . Jadi sikap sebagai pernyataan pribadi ( Ahmadi, 1999).

Sikap merupakan konsepsi yang bersifat abstrak tentang pemahaman perilaku manusia. Seseorang akan lebih mudah memahami perilaku orang lain apabila terlebih dahulu mengetahui sikap atau latar belakang terbentuknya sikap pada orang tersebut. Perubahan sikap yang sedang berlangsung merupakan perubahan sistem dari penilaian positif ke negatif atau sebaliknya, merasakan emosi dan sikap setuju atau tidak setuju terhadap objek. Objek sikap itu sendiri terdiri dari pengetahuan, penilaian, perasaan dan perubahan sikap.

Sikap menurut beberapa ahli

Pengertian sikap yang dikemukakan menurut Syamsudin (1997) adalah tingkah laku atau gerakan-gerakan yang tampak dan ditampilkan dalam interaksinya dengan lingkungan sosial. Interaksi tersebut terdapat proses saling merepon, saling mempengaruhi serta saling menyesuiakan diri dengan lingkungan sosial.

Selanjutnya menurut Mar’at (2000) sikap adalah tingkatan afeksi (perasaan), baik yang bersifat positif maupun negatif dalam hubungannya dengan objek psikologi. Dengan demikian perasaan dalam merespon suatu objek dapat positif yaitu perasaan senang, menerima, terbuka dan lain-lain dan dapat negatif yaitu perasaan tidak senang, tidak menerima, tidak terbuka dan lain-lain.

Menurut Newcomb dalam Mar’at (2000) mengemukakan bahwa sikap merupakan suatu kesatuan kognitif, afektif dan konasi yang mempunyai valensi dan akhirnya berintegrasi ke dalam pola yang lebih luas.

image
Gambar Hubungan antara nilai, sikap, motivasi dan dorongan Newcomb dalam Mar’at (2000)

Berdasarkan bagan tersebut dapat disimpulkan bahwa sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas tetapi berupa kecenderungan tingkah laku. Hal ini sejalan dengan pendapat Rakhmat (2004) mengemukakan bahwa sikap adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi, berfikir dan merasa dalam objek, ide, situasi atau nilai. Sikap bukan prilaku tetapi merupakan kecenderungan untuk berprilaku dengan cara-cara tertentu terhadap objek sikap. Ahmadi (2003) mengemukakan bahwa penggunaan kata sikap harus diikuti dengan kata “terhadap” atau “pada” objek sikap, sehingga apabila ada orang yang berkata “sikap positif” ia harus mempertanyakan sikap terhadap apa atau siapa?

Menurut Sarwono (2009: 201) sikap adalah istilah yang mencerminkan rasa senang, tidak senang, atau perasaan biasa-biasa saja (netral) dari seseorang terhadap sesuatu. Sesuatu itu bisa benda, kejadian, situasi, orang-orang atau kelompok, kalau yang timbul terhadap sesuatu itu adalah perasaan senang, maka disebut sikap positif. Sedangkan perasaan tidak senang disebut sikap negatif. Kalau tidak timbul perasaan apa-apa berarti sikapnya netral. Sikap menurut Djaali (2008: 114) adalah kecenderungan untuk bertindak berkenaan dengan objek tertentu.

Sikap adalah cara menempatkan atau membawa diri, atau cara merasakan, jalan pikiran, dan perilaku. Lebih lanjut konsep tentang sikap atau dalam bahasa Inggris disebut attitude adalah suatu cara bereaksi terhadap suatu perangsang. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Harsono (2000: 141) bahwa sikap merupakan suatu kecenderungan untuk bereaksi dengan cara tertentu terhadap sesuatu perangsang atau situasi yang akan dihadapi.

Menurut Sarnoff dalam Sarwono (2009: 205) mengidentifikasikan sikap sebagai kesediaan untuk bereaksi (disposition to react) secara positif (favorably) yaitu sikap dalam bentuk tindakan baik atau secara negatif (unfavorably) yaitu sikap buruk yang tercermin terhadap objek-objek tertentu.

D.Krech dan R.S Crutchfield dalam Sarwono (2009: 209) berpendapat bahwa sikap sebagai organisasi yang bersifat menetap dari proses motivasional, emosional, perseptual dan kognitif mengenai aspek dunia individu.

La Pierre dalam Azwar (2003: 189) mendefinisikan sikap sebagai suatu pola perilaku, tendensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau secara sederhana, sikap adalah respon terhadap stimulasi sosial yang telah terkondisikan.

Sedangkan menurut Soetarno (2004: 148), sikap adalah pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk bertindak terhadap obyek tertentu. Sikap senantiasa diarahkan kepada sesuatu artinya tidak ada sikap tanpa objek. Sikap diarahkan kepada benda-benda, orang, peristiwa, pandangan, lembaga, norma dan lain-lain.

Menurut Notoatmodjo (2005: 96) sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang, baik-tidak baik, dan sebagainya).

Newcomb dalam Notoatmodjo (2005: 97) menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Fungsi sikap belum merupakan tindakan (reaksi terbuka) atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi prilaku (tindakan) atau reaksi terbuka.

Berkowitz menemukan adanya lebih dari tiga puluh definisi sikap. Puluhan definisi ini pada umumnya dapat dimasukkan ke dalam salah-satu diantara tiga kerangka pemikiran utama terkait dengan pengertian sikap.

Kelompok Pertama

Kelompok pemikiran yang pertama diwakili oleh Louis Thurstone, Rensis Likert, dan Charles Osgood. Mereka mendefiniskan sebagai suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan (Azwar, 2003). Secara lebih spesifik, Thurstone mengemukakan sikap sebagai derajat afek positif atau afek negatif terhadap suatu objek psikologis. Pendapat serupa diungkapkan oleh ahli psikologi lain seperti Berkowitz.

Berkowitz mengatakan bahwa sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable) pada objek tersebut.

Ajzen (1991) mengemukakan bahwa Human behavior is guided by three kinds of consideration, “behavioral beliefs,” “normative beliefs,” and “control beliefs.” In their respective aggregates, “behavioral beliefs” produce a favorable or unfavorable “attitude toward the behavior”; “normative beliefs” result in “subjective norm”; and “control beliefs” gives rise to “perceived behavioral control.”

Kelompok Kedua

Kelompok pemikiran kedua diwakili oleh para ahli psikologi sosial dan psikologi kepribadian seperti Chave, Bogardus, LaPiere, Mead, dan Gordon Allport, yang mana konsep mereka mengenai sikap lebih kompleks, tidak hanya sekedar reaksi perasaan semata. Menurut mereka sikap merupakan semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara tertentu.

Pendapat ini juga didukung oleh ahli psikologi lain seperti Gagne, Calhoun, Thomas, Znaniecki,dan Aiken LaPiere mendefinisikan sikap sebagai suatu pola perilaku, tendensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial.

Sedangkan Gagne dalam Ramdhani (2009) bahwa sikap merupakan keadaan kesiapan mental dan susunan syaraf, yang mempengaruhi atau yang dinamis terhadap respons individu atas semua obyek atau situasi yang berhubungan.

Menurut Calhoun dalam Ramdhani (2006) sikap adalah sekelompok keyakinan dan perasaan yang melekat tentang objek tertentu dan kecenderungan untuk bertindak terhadap objek tersebut dengan cara tertentu.

Sedangkan Thomas dan Znaniecki dalam Ramdhani (2009) merumuskan sikap sebagai predisposisi untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku tertentu. Istilah kecenderungan (predisposition), terkandung pengertian arah tindakan yang akan dilakukan seseorang berkenaan dengan suatu objek (Djaali, 2008).

Arah tersebut dapat bersifat mendekati atau menjauhi suatu objek (orang, benda, ide, lingkungan, dan lain-lain), dilandasi oleh perasaan penilaian individu yang bersangkutan terhadap objek-objek tersebut. Misalnya, ia menyukai atau tidak menyukainya, menyenangi atau tidak menyenanginya, menyetujui atau tidak menyetujuinya.

Aiken mendefinisikan sikap sebagai predisposisi atau kecenderungan yang dipelajari dari seorang individu untuk merespons secara positif atau negatif dengan intensitas yang moderat dan atau memadai terhadap objek, situasi, konsep, atau orang lain.

Kelompok Ketiga

Kelompok pemikiran ketiga adalah kelompok yang berorientasi pada skema triadik (triadic scheme). Menurut kerangka pemikiran ini, sikap merupakan konstelasi komponen-komponen kognitif, afektif, dan konatif yang saling berinteraksi satu sama lain dalam memahami, merasakan dan berperilaku terhadap suatu objek.

Berdasarkan pendapat Eagly & Chaiken, mengemukakan bahwa sikap dapat diposisikan sebagai hasil evaluasi terhadap objek sikap, yang diekspresikan ke dalam proses-proses kognitif, afektif, dan perilaku.

Katz dan Stolen mendefiniskan sikap sebagai suatu kesimpulan dari berbagai pengamatan terhadap objek yang diekspresikan dalam bentuk respons kognitif, afektif, dan perilaku individu. Sikap terhadap objek, gagasan atau orang tertentu merupakan orientasi yang bersifat menetap dengan komponen-komponen kognitif, afektif, dan perilaku.

  • Komponen kognitif terdiri dari seluruh kognisi yang dimiliki seseorang mengenai objek sikap tertentu fakta, pengetahuan dan keyakinan tentang objek.
  • Komponen afektif terdiri dari seluruh perasaan atau emosi seseorang terhadap objek, terutama penilaian.
  • Komponen perilaku terdiri dari kesiapan seseorang untuk bereaksi atau kecenderungan untuk bertindak terhadap objek.

Berdasarkan pengertian sikap yang dijelaskan di atas, dapat dipahami bahwa:

  1. Sikap ditumbuhkan dan dipelajari sepanjang perkembangan orang yang bersangkutan dalam keterkaitannya dengan objek tertentu

  2. Sikap merupakan hasil belajar manusia sehingga sikap dapat tumbuh dan dikembangkan melalui proses belajar

  3. Sikap selalu berhubungan dengan objek, sehingga tidak berdiri sendiri

  4. Sikap dapat berhubungan dengan satu ob jek, tetapi dapat pula berhubungan dengan sederet objek sejenis.

  5. Sikap memiliki hubungan dengan aspek motivasi dan perasaan atau emosi. Salah-satu aspek yang sangat penting guna memahami sikap dan perilaku manusia adalah masalah pengungkapan (assement) atau pengukuran (measurement) sikap. Salah-satu definisi sikap merupakan responss evaluatif yang dapat berbentuk positif maupun negatif.

Dimensi-dimensi Sikap


Pada buku yang berjudul Principles of educational and Psychological Measurementand Evaluation, Sax (2000) menunjukkan beberapa karakteristik (dimensi) sikap yaitu: arah, intensitas, keluasan, konsistensi dan spontanitasnya (characteristics of behaviour are aim, intensity, vastness, consistency, spontanity). Penjelasannya sebagai berikut:

  1. Sikap mempunyai arah, artinya sikap terpilah pada dua arah kesetujuan yaitu apakah setuju atau tidak setuju, apakah mendukung atau tidak mendukung, apakah memihak atau tidak memihak terhadap sesuatu seseorang sebagai objek,

  2. Sikap memiliki intensitas, artinya kedalaman atau kekuatan sikap terhadap sesuatu belum tentu sama walaupun arahnya mungkin tidak berbeda,

  3. Sikap mempunyai keluasaan, maksudnya kesetujuan atu ketidaksetujuan terhadap suatu obyek sikap dapat mengenai hanya yang sedikit dan sangat spesifik akan tetapi dapat mencakup banyak sekali aspek yang ada dalam obyek sikap,

  4. Sikap juga memiliki konsistensi, maksudnya kesesuaian antara pernyataan sikap yang dikemukakan dengan responssnya terhadap objek sikap tersebut,

  5. Sikap yang memiliki spontanitas, artinya menyangkut sejauhmana kesiapan individu untuk menyatakan sikapnya secara spontan.

Sikap


Sikap merupakan suatu kecenderungan untuk bertindak dan bereaksi terhadap obyek tertentu baik secara positif maupun negatif. Sikap dapat mendukung perilaku tetapi juga dapat bertolak belakang dengan perilaku seseorang. Thomas & Znaniecki (1920) dalam A. Wawan (2010) menegaskan bahwa sikap adalah predisposisi untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku tertentu, sehingga sikap bukan hanya kondisi internal psikologis yang murni dari individu (purely psychic inner state), tetapi sikap lebih merupakan proses kesadaran yang sifatnya individual. Artinya proses ini terjadi secara subjektif dan unik pada diri setiap individu. Keunikan ini dapat terjadi oleh adanya perbedaan individual yang berasal dari nilai-nilai dan norma yang ingin dipertahankan dan dikelola oleh individu.

Komponen sikap


Baron dan Byrne juga Myers dan Gerungan menyatakan bahwa ada tiga komponen yang membentuk sikap yaitu :

  1. Komponen kognitif (komponen perseptual)
    Komponen yang berkaitan dengan pengetahuan, pandangan, keyakinan yaitu hal-hal yang berhubungan dengan bagaimana orang mempersepsikan terhadap sikap.

  2. Komponen afektif (komponen emosional)
    Komponen yang berhubungan dengan rasa senang atau tidak senang terhadap objek sikap. Rasa senang merupakan hal yang positif, sedangkan rasa tidak senang merupakan hal yang negatif. Komponen ini menunjukkan arah sikap, yaitu positif dan negatif.

  3. Komponen konatif (komponen perilaku, atau action component)
    Komponen yang berhubungan dengan kecenderungan bertindak terhadap objek sikap. Komponen ini menunjukkan intensitas sikap, yaitu menunjukkan besar kecilnya kecenderungan bertindak atau berperilaku seseorang terhadap objek sikap.

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Sikap


Berikut in faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan sikap seseorang :

  1. Pengalaman pribadi
    Sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor emosional.

  2. Pengaruh orang lain yang dianggap penting.
    Pada umumnya, individu cenderung untuk memiliki sikap yang konformis atau searah dengan sikap orang yang dianggap penting. Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut.

  3. Pengaruh kebudayaan.
    Tanpa disadari kebudayaan telah menanamkan garis pengarah sikap kita terhadap berbagai masalah. Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota masyarakatnya, karena kebudayaanlah
    yang memberi corak pengalaman individu-individu masyarakat asuhannya.

  4. Media massa.
    Dalam pemberitaan surat kabar maupun radio atau media komunikasi lainnya, berita yang seharusnya faktual disampaikan secara obyektif cenderung dipengaruhi oleh sikap penulisnya, akibatnya berpengaruh terhadap sikap konsumennya.

  5. Lembaga pendidikan dan lembaga agama.
    Konsep moral dan ajaran dari lembaga pendidikan dan lembaga agama sangat menentukan sistem kepercayaan, tidaklah mengherankan jika pada gilirannya konsep tersebut mempengaruhi sikap.

  6. Faktor emosional.
    Kadang kala, suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego.

Menurut seorang tokoh Rensis Likert (1932) dan Charles Osgood mengatakan Sikap merupakan suatu bentuk reaksi atau evaluasi perasaan, sikap seorang pada objek ialah memihak atau mendukung (Favorable) atau perasaan tidak memihak, mendukung (unfavorable) pada suatu objek tersebut (Azwar, 2016).

Sikap adalah respon atau reaksi yang tertutup dalam seseorang pada suatu stimulus atau objek, setelah seorang mengetahui objek selanjutnya akan menilai dan bersikap (Notoatmodjo, 2010). Sikap ialah pandangan-pandangan atau perasaan disertai kecenderungan untuk bertindak sesuai sikap objek tadi (Wawan, A & M, 2010).

Fungsi sikap

Sikap memiliki lima fungsi diantaranya adalah sebagai berikut:

  1. Fungsi instrumental
    Fungsi sikap ini adalah berkaitan dengan alasan manfaat atau praktis yang mengambarkan keadaan keinginan sebagaimana kita memahami tujuan, dan diperlukannya sasaran yang disebut sikap.

  2. Fungsi pertahanan ego
    Sikap individu dalam melindungi diri dari kecemasan serta ancaman harga dirinya (Sunaryo, 2013).

  3. Fungsi ekspresi nilai
    Sikap ini yaitu mengekpresikan nilai dalam diri individu, nilai yang terdapat pada diri individu dapat dilihat dari sikap yang diambil bersangkutan dengan nilai tertentu (Sunaryo, 2013).

  4. Fungsi pengetahuan
    Individu terdorong untuk mengerti dengan pengalaman dalam memperoleh pengetahuan. Berarti ini adalah seorang yang memiliki sikap terhadap suatu objek menujukkan tentang pengetahuan orang dengan objek sikap yang bersangkutan (Wawan, A & M, 2010)

  5. Fungsi penyesuaian sosial
    Sikap individu ini membantu merasa menjadi bagian dari masyarakat, sikap yang diambil pada individu akan sesuai dengan lingkungannya (Sunaryo, 2013).

Tingkatan sikap

Menurut Notoatmodjo, (2010) sikap terdiri dari empat tingkatan yaitu :

  1. Menerima (Receiving). Menerima adalah bahwa orang mau memperhatikan pada objek yang telah diterima oleh stimulus.

  2. Merespon (Responding). Merespon adalah sikap memberikan jawaban pada saat ditanya dan menyelesaikan tugas yang telah diberikan karena suatu usaha dalam mengerjakan tugas dan menjawab pertanyaan.

  3. Menghargai (Valuing). Menghargai merupakan mengajak orang untuk mengerjakan, mendiskusikan dengan orang lain dalam masalah.

  4. Bertanggung jawab (Responsible). Bertanggung jawab ialah segala sesuatu yang telah di kerjakan kemudian bertanggung jawab dengan apa yang telah dipilih dengan segala resiko ialah mempunyai sikap yang paling tinggi.

Sifat sikap

Menurut Wawan, (2010) sifat sikap terdapat 2 yaitu sebagai berikut :

  1. Sikap positif
    Sikap positif ialah tindakan menyenangi, mendekati dan mengharapkan objek tertentu.

  2. Sikap negatif
    Sikap negatif ialah kecenderungan untuk menghindari, membenci, menjauhi dan tidak memnyukai objek tertentu.

Faktor yang mempengaruhi Sikap

Menurut Walgito, 2001 dalam Sunaryo, (2013) terdapat empat faktor penentu sikap adalah sebagai berikut :

  1. Faktor fisiologis
    Faktor fisiologis ialah kesehatan dan umur yang menentukan sikap pada individu. Seperti contoh misalnya pada orang muda bersikap kurang perhitungan mengunakan akal, sedangkan pada orang tua bersikap dengan penuh kehati-hatian.

  2. Faktor pengalaman
    Faktor pengalaman ialah pengalaman yang langsung dengan objek sikap. Pengalaman yang dialami oleh individu dengan objek, sikap bisa berpengaruh dengan sikap individu dalam menghadapi objek.

  3. Faktor kerangka acuan
    Faktor kerangka acuan ialah Kerangka acuan yang tidak sesuai, bisa menimbulkan sikap negatif kepada objek sikap tersebut.

  4. Faktor komunikasi sosial
    Individu yang menerima informasi bisa menyebabkan perubahan sikap pada diri individu tersebut (Sunaryo, 2013).

Cara pengukuran sikap

Menurut Sunaryo, (2013) Pengukuran sikap dapat dibedakan menjadi dua yaitu secara langsung dan tidak langsung. Pengukuran sikap dengan cara langsung yaitu subjek langsung dimintai pendapat bagaimana sikapnya dengan suatu masalah hal yang dihadapinya. Jenis pengukuran sikap secara langsung ialah secara langsung dan berstruktur.

  1. Langsung berstruktur
    Cara ini dilakukan dengan mengukur sikap melalui pertanyaan yang sudah disusun dalam suatu instrument yang telah ditentukan dan diberikan kepada subjek yang diteliti. Pengukuran sikap dapat dilakukan dengan menggunakan skala Likert, skala Bogardus dan Thurston.

  2. Langsung tidak berstruktur
    Cara ini pengukuran sikap yang sederhana, tidak memerlukan persiapan yang cukup mendalam. Contohnya mengukur sikap dengan cara wawancara free (Bebas) atau pengamatan langsung (Survey).

Sedangkan pengukuran sikap secara tidak langsung ialah pengukuran sikap dengan mengunakan tes. Pengukuran sikap secara tidak langsung menggunakan skala semantik-diferensial yaitu mengunakan skala berjenjang dalam membahas arti kata yang berstandar (Sunaryo, 2013).

Sikap adalah pernyataan-pernyataan atau penilaian evaluatif berkaitan dengan objek, orang atau suatu peristiwa (Robbins, 2006). Sikap adalah evaluasi umum yang dibuat manusia terhadap dirinya sendiri, orang lain, objek, atau isu (Petty, Cocopio, 1986 dalam Azwar, 2000).

Sedangkan definisi sikap menurut Allport dalam Setiadi (2003) adalah suatu mental dan syaraf sehubungan dengan kesiapan untuk menanggapi, diorganisasi melalui pengalaman dan memiliki pengaruh yang mengarahkan dan atau dinamis terhadap perilaku. Definisi yang dikemukakan oleh Allport tersebut mengandung makna bahwa sikap adalah mempelajari kecenderungan memberikan tanggapan terhadap suatu objek baik disenangi ataupun tidak disenangi secara konsisten.

Komponen Sikap

Struktur sikap terdiri atas 3 komponen yang saling menunjang yaitu (Azwar, 2000):

  1. Komponen kognitif merupakan representasi apa yang dipercayai oleh individu pemilik sikap. Komponen kognitif berisi kepercayaan stereotipe yang dimiliki individu mengenai sesuatu dapat disamakan penanganan (opini) terutama apabila menyangkut masalah isu atau problem yang kontroversial.

  2. Komponen afektif merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional. Aspek emosional inilah yang biasanya berakar paling dalam sebagai komponen sikap dan merupakan aspek yang paling bertahan terhadap pengaruh-pengaruh yang mungkin adalah mengubah sikap seseorang komponen afektif disamakan dengan perasaan yang dimiliki seseorang terhadap sesuatu.

  3. Komponen konatif merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki oleh seseorang. Dan berisi tendensi atau kecenderungan untuk bertindak atau bereaksi terhadap sesuatu dengan caracara tertentu. Dan berkaitan dengan objek yang dihadapinya adalah logis untuk mengharapkan bahwa sikap seseorang adalah dicerminkan dalam bentuk tendensi perilaku.

Ciri-ciri Sikap

Ciri-ciri sikap adalah (Purwanto, 1998):

  1. Sikap bukan dibawa sejak lahir melainkan dibentuk atau dipelajari sepanjang perkembangan itu dalam hubungan dengan objeknya. Sifat ini membedakannnya dengan sifat motif-motif biogenis seperti lapar, haus, kebutuhan akan istirahat.

  2. Sikap dapat berubah-ubah karena itu sikap dapat dipelajari dan sikap dapat berubah pada orang-orang apabila terdapat keadaan-keadaan dan syarat-syarat tertentu yang mempermudah sikap pada orang itu.

  3. Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mempunyai hubungan tertentu terhadap suatu objek dengan kata lain, sikap itu terbentuk, dipelajari atau berubah senantiasa berkenaan dengan suatu objek tertentu yang dapat dirumuskan dengan jelas.

  4. Objek sikap itu merupakan suatu hal tertentu tetapi dapat juga merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut.

  5. Sikap mempunyai segi-segi motivasi dan segi-segi perasaan, sifat alamiah yang membedakan sikap dan kecakapan-kecakapanatau pengetahuanpengetahuan yang dimiliki orang.

Fungsi Sikap

Sikap menurut Loudon dan Della Bitta (2004) mempunyai empat fungsi:

  1. Fungsi Penyesuaian. Fungsi ini mengarahkan manusia menuju objek yang menyenangkan atau menjauhi objek yang tidak menyenangkan. Hal ini mendukung konsep utilitarian mengenai maksimasi hadiah atau penghargaan dan minimisasi hukuman.

  2. Fungsi Pertahanan Diri. Sikap dibentuk untuk melindungi ego atau citra diri terhadap ancaman serta membantu untuk memenuhi suatu fungsi dalam mempertahankan diri.

  3. Fungsi Ekspresi Nilai. Sikap ini mengekspresikan nilai-nilai tertentu dalam suatu usaha untuk menerjemahkan nilai-nilai tersebut ke dalam sesuatu yang lebih nyata dan lebih mudah ditampakkan.

  4. Fungsi Pengetahuan. Manusia membutuhkan suatu dunia yang mempunyai susunan teratur rapi, oleh karena itu mereka mencari konsistensi, stabilitas, definisi, dan pemahaman dari suatu kebutuhan yang selanjutnya berkembanglah sikap ke arah pencarian pengetahuan.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sikap

Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap keluarga terhadap objek sikap antara lain (Azwar, 2000):

  1. Pengalaman Pribadi
    Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman pribadi haruslah meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu, sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor emosional.

  2. Pengaruh orang lain yang dianggap penting
    Pada umumnya, individu cenderung untuk memiliki sikap yang konformis atau searah dengan sikap orang yang dianggap penting. Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut.

  3. Pengaruh Kebudayaan
    Tanpa disadari kebudayaan telah menanamkan garis pengarah sikap kita terhadap berbagai masalah. Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota masyarakatnya, karena kebudayaanlah yang memberi corak pengalaman individu-individu masyarakat asuhannya.

  4. Media Massa
    Dalam pemberitaan surat kabar maupun radio atau media komunikasi lainnya, berita yang seharusnya faktual disampaikan secara objektif cenderung dipengaruhi oleh sikap penulisnya, akibatnya berpengaruh terhadap sikap konsumennya.

  5. Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama
    Konsep moral dan ajaran dari lembaga pendidikan dan lembaga agama sangat menentukan sistem kepercayaan tidaklah mengherankan jika kalau pada gilirannya konsep tersebut mempengaruhi sikap.

  6. Faktor Emosional
    Kadang kala, suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego.

Sikap pada umumnya sering diartikan sebagai suatu tindakan yang dilakukan individu untuk memberikan tanggapan pada suatu hal. Pengertian sikap dijelaskan oleh Saifudin Azwar (2010) sikap diartikan sebagai suatu reaksi atau respon yang muncul dari seorang individu terhadap objek yang kemudian memunculkan perilaku individu terhadap objek tersebut dengan cara-cara tertentu.

Gerungan (2004) juga menguraikan pengertian sikap atau attitude sebagai suatu reaksi pandangan atau perasaan seorang individu terhadap objek tertentu. Walaupun objeknya sama, namun tidak semua individu mempunyai sikap yang sama, hal itu dapat dipengaruhi oleh keadaan individu, pengalaman, informasi dan kebutuhan masing masing individu berbeda. Sikap seseorang terhadap objek akan membentuk perilaku individu terhadap objek.

Pengertian mengenai sikap juga disampaikan oleh Sarlito dan Eko (2009), Sikap adalah suatu proses penilaian yang dilakukan oleh seorang individu terhadap suatu objek. Objek yang disikapi individu dapat berupa benda, manusia atau informasi. Proses penilaian seorang terhadap suatu objek dapat berupa penilaian positif dan negatif.

Pengertian sikap juga diuraikan oleh Slameto (1995), sikap merupakan sesuatu yang dipelajari dan menentukan bagaimana individu bereaksi terhadap situasi serta menentukan apa yang dicari oleh individu dalam hidupnya.

Sikap adalah suatu reaksi atau respon berupa penilaian yang muncul dari seorang individu terhadap suatu objek. Sikap juga dapat dikatakan sebagai suatu perwujudan adanya kesadaran terhadap lingkunganya. Proses yang mengawali terbentuknya sikap adalah adanya objek disekitar individu memberikan stimulus yang kemudian mengenai alat indra individu, informasi yang yang ditangkap mengenai objek kemudian diproses di dalam otak dan memunculkan suatu reaksi.

Faktor-faktor pembentuk Sikap

Sikap manusia tidak terbentuk sejak manusia dilahirkan. Sikap manusia terbentuk melalui proses sosial yang terjadi selama hidupnya, dimana individu mendapatkan informasi dan pengalaman. Proses tersebut dapat berlangsung di dalam lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat. Saat terjadi proses sosial terjadi hubungan timbal balik antara individu dan sekitarnya.

Sarlito dan Eko (2009) juga menjelaskan mengenai pembentukan sikap. Yaitu:

  1. Pengondisian klasik, proses pembentukan ini terjadi ketika suatu stimulus atau rangsangan selalu diikuti oleh stimulus yang lain, sehingga rangsangan yang pertama akan menjadi isyarat bagi rangsangan yang kedua.

  2. Pengondisian instrumental, yaitu apabila proses belajar yang dilakukan menghasilkan sesuatu yang menyenangkan maka perilaku tersebut akan diulang kembali, namun sebaliknya apabila perilaku mendatangkan hasil yang buruk maka perilaku tersebut akan dihindari.

  3. Belajar melalui pengamatan atau observasi. Proses belajar ini berlangsung dengan cara mengamati orang lain, kemudian dilakukan kegiatan serupa.

  4. Perbandingan sosial, yaitu membandingkan orang lain untuk mengecek pandangan kita terhadap suatu hal tersebut benar atau salah.

Pembentukan sikap seorang individu juga dipengaruhi oleh adanya interaksi dengan sekitarnya melalui proses yang kompleks. Gerungan (2004) menguraikan faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap seorang individu yang berasal dari faktor internal dan eksternal.

Faktor internal pembentuk sikap adalah pemilihan terhadap objek yang akan disikapi oleh individu, tidak semua objek yang ada disekitarnya itu disikapi. Objek yang disikapi secara mendalam adalah objek yang sudah melekat dalam diri individu. Individu sebelumnya sudah mendapatkan informasi dan pengalaman mengenai objek, atau objek tersebut merupakan sesuatu yang dibutuhkan, diinginkan atau disenangi oleh individu kemudian hal tersebut dapat menentukan sikap yang muncul, positif maupun negatif.

Faktor eksternal mencakup dua pokok yang membentuk sikap manusia, yaitu:

  1. Interaksi kelompok, pada saat individu berada dalam suatu kelompok pasti akan terjadi interaksi. Masing-masing individu dalam kelompok tersebut mempunyai karakteristik perilaku. Berbagai perbedaan tersebut kemudian memberikan informasi, atau keteladanan yang diikuti sehingga membentuk sikap.

  2. Komunikasi, melalui komunikasi akan memberikan informasi. Informasi dapat memeberikan sugesti, motivasi dan kepercayaan. Informasi yang cenderung diarahkan negatif akan membentuk sikap yang negatif, sedangkan informasi yang memotivasi dan menyenangkan akan menimbulkan perubahan atau pembentukan sikap positif.

Komponen Sikap

Bimo Walgito (1978) mendieskripsikan komponen sikap sebagai berikut:

  1. Kognitif, yaitu komponen yang berkaitan dengan pengetahuan, pandangan dan keyakinan terhadap objek sikap.

  2. Afektif, yaitu komponen yang berhubungan dengan rasa senang atau tidak senang terhadap objek sikap.

  3. Konatif, yaitu komponen yang berhubungan dengan kecenderungan bertindak terhadap objek sikap.

Sikap merupakan respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau obyek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya). Newcomb, salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan dan kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Dengan kata lain fungsi sikap belum merupakan tindakan (reaksi terbuka) atau aktifitas, akan tetapi merupakan predisposisi perilaku (tindakan) atau reaksi tertutup (Notoatmodjo, 2005).

Rakhmat (2007), menyimpulkan definisi sikap dalam 5 (lima) kelompok, yaitu :

  1. Sikap adalah kecenderungan bertindak, berpikir dan merasa dalam menghadapi obyek, ide, situasi atau nilai. Sikap bukan perilaku tetapi merupakan kecenderungan untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu terhadap suatu obyek.

  2. Sikap mempunyai daya pendorong atau motivasi. Sikap bukan sekedar rekaman masa lalu, tetapi juga menentukan apakah orang harus pro atau kontra terhadap sesuatu obyek ; menentukan apa yang disukai, diharapkan dan diinginkan ; mengesampingkan apa yang tidak diinginkan, apa yang harus dihindari

  3. Sikap relatif lebih menetap.

  4. Sikap mengandung aspek evaluatif, artinya mengandung nilai menyenangkan atau tidak menyenangkan.

  5. Sikap timbul dari pengalaman, artinya tidak dibawa sejak lahir tetapi merupakan hasil belajar. Oleh karena itu, sikap dapat diperteguh atau diubah (Rakhmat, 2007).

CIRI-CIRI SIKAP

Adapun sikap mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

  1. Sikap tidak dibawa orang sejak dilahirkan, melainkan dibentuk atau dipelajarinya sepanjang perkembangan orang itu dalam hubungan dengan obyek tersebut. Sifat ini membedakan sikap dengan motif-motif biogenetis seperti : lapar, haus, kebutuhan akan istirahat dan lain-lain penggerak kegiatan manusia yang menjadi pembawaan sejak dilahirkan.

  2. Sikap dapat berubah-ubah, karena itu dapat dipelajari orang. Sikap dapat berubah pada orang bila terdapat keadaan-keadaan dan syarat-syarat tertentu yang mempermudah berubahnya sikap tersebut.

  3. Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mengandung relasi tertentu terhadap suatu obyek. Dengan kata lain, sikap itu terbentuk, dipelajari atau berubah senantiasa berkenaan dengan suatu obyek tertentu yang dapat dirumuskan dengan jelas.

  4. Obyek sikap dapat merupakan satu hal tertentu, tetapi dapat juga merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut. Jadi sikap itu dapat berkenaan dengan satu obyek saja, tetapi juga berkenaan dengan sederetan obyek-obyek yang serupa.

  5. Sikap mempunyai segi-segi motivasi dan segi-segi perasaan. Sifat inilah yang membedakan sikap dari kecakapan-kecakapan atau pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki orang.

Sikap dapat merupakan suatu pandangan, tetapi dalam hal ini masih berbeda dengan pengetahuan yang dimiliki orang. Pengetahuan mengenai suatu obyek tidak sama dengan sikap terhadap obyek tersebut. Pengetahuan saja belum menjadi penggerak seperti halnya sikap, pengetahuan mengenai suatu obyek baru menjadi sikap terhadap obyek tersebut apabila pengetahuan itu disertai oleh kesiapan untuk bertindak sesuai dengan pengetahuan terhadap obyek tersebut. Sikap mempunyai segi motivasi, berarti segi dinamis menuju ke suatu tujuan, berusaha mencapai tujuan. Sikap dapat merupakan suatu pengetahuan, tetapi pengetahuan yang disertai kesediaan dan kecenderungan bertindak sesuai dengan pengetahuan itu.

PEMBENTUKAN DAN PERUBAHAN SIKAP

Pembentukan sikap tidak terjadi dengan sendirinya atau dengan sembarangan saja. Pembentukannya senantiasa berlangsung dalam interaksi manusia dan berkenaan dengan obyek tertentu. Interaksi sosial di dalam kelompok maupun di luar kelompok dapat mengubah sikap atau membentuk sikap yang baru. Yang dimaksudkan dengan interaksi sosial di luar kelompok ialah interaksi antara manusia dengan hasil kebudayaan manusia yang sampai pada manusia tersebut melalui alat- alat komunikasi seperti : surat kabar, radio, televisi, majalah dan lain-lain. Tetapi pengaruh dari luar diri manusia karena interaksi di luar kelompoknya sendiri, belum cukup menyebabkan berubahnya sikap atau terbentuknya sikap baru. Faktor-faktor lain yang turut memegang peranan adalah faktor-faktor intern di dalam pribadi manusia itu sendiri, yakni selektifitas (daya pilih) atau minat perhatian untuk menerima dan mengolah pengaruh-pengaruh yang datang dari luar diri manusia itu. Pilihan terhadap pengaruh dari luar itu biasanya disesuaikan dengan motif dan sikap lainnya yang sudah terdapat dalam diri pribadi orang itu (Gerungan, 1988).

Didalam perkembangannya sikap banyak dipengaruhi oleh lingkungan, norma-norma atau kelompok. Sikap tidak akan terbentuk tanpa interaksi manusia dengan obyek tertentu. Faktor-faktor yang menyebabkan perubahan sikap :

1.Faktor-Faktor Internal

Faktor intern yaitu faktor yang terdapat dalam pribadi manusia itu sendiri. Faktor ini berupa selectifity atau daya pilih seseorang untuk menerima dan mengolah pengaruh-pengaruh yang datang dari luar. Pilihan terhadap pengaruh dari luar itu biasanya disesuaikan dengan motif dan sikap lain didalam diri manusia, terutama yang menjadi minat perhatiannya.

Motif adalah sesuatu yang ada pada diri individu yang menggerakkan atau membangkitkan sehingga individu berbuat sesuatu, yang timbul karena adanya kebutuhan dari dalam individu itu atau ditentukan oleh hubungan individu itu dengan lingkungan, dalam hal ini individu lain atau benda.

2. Faktor-Faktor Eksternal

Faktor ekstern yaitu faktor yang terdapat di luar pribadi manusia. Faktor ini berupa interaksi sosial di luar kelompok. Misalnya : interaksi antara manusia dengan hasil kebudayaan manusia itu sendiri yang sampai pada manusia itu melalui alat-alat komunikasi, seperti surat kabar, radio, televisi, majalah dan sebagainya. Jadi dalam pembentukan dan perubahan sikap, faktor-faktor intern dan faktor-faktor ekstern pribadi individu memegang peranan penting.

Sherif mengemukakan bahwa sikap itu dapat dibentuk dan diubah dalam interaksi kelompok (terdapat hubungan timbal balik yang langsung antara manusia) dan karena komunikasi massa dimana terdapat pengaruh-pengaruh (hubungan) langsung dari satu pihak saja.

I. Interaksi Kelompok

Proses interaksi dalam kelompok cenderung menghasilkan norma-norma yang seragam dan menjadi dasar sikap-sikap anggota kelompok tersebut. Dalam perkembangannya, seseorang mungkin mempunyai kelompok yang sekaligus menjadi reference-group dan membership-group misalnya, pada kelompok keluarga. Kelompok keluarga menjadi kelompok pegangan hidup seseorang dimana dalam kelompok ini orang tersebut merasa adanya hubungan batin karena norma-norma dan nilai-nilai kehidupan serta sikap-sikap keluarga terhadap bermacam-macam hal sesuai dengan diri pribadi orang tersebut. Kelompok keluarga disini, menjadi reference-group.

Bersamaan dengan itu, orang tersebut secara nyata dan formal adalah anggota keluarganya, dimana orang itu mengadakan interaksi tiap-tiap hari dan secara lahir juga ikut serta dengan kegiatan kelompok (keluarga sebagai membership-group). Demikian halnya perkembangan pribadi individu. Individu pertama-tama mengalami proses sosialisasi diri dalam kerangka kehidupan keluarga. Individu memperoleh norma-norma dan sikap tertentu pertama-tama di dalam lingkungan keluarga. Tetapi suatu saat, seseorang mungkin harus meninggalkan kelompok keluarga atau berjauhan dari keluarga. Di tempat dimana orang itu datangi, orang tersebut akan menggabungkan diri dengan kelompok baru. Misalnya, sebuah kelompok mahasiswa. Sekarang kelompok mahasiswa, dimana ornag tersebut bergabung secara formal, secara lahir menjadi membership-group orang itu. Biasanya kelompok mahasiswa itu sudah mempunyai norma-norma dan nilai-nilai kehidupan kelompok yang berlainan dengan nilai dan norma-norma kehidupan kelompok keluarga orang itu.

Ada 2 (dua) kemungkinan yang akan terjadi pada orang tersebut : 1) Menetap pada norma dan sikap-sikap kehidupan kelompok keluarga (reference-group), atau 2) Melepaskan norma dan sikap-sikap reference- group (keluarga) dan menyesuaikan dirinya dengan norma-norma dan sikap-sikap dari membership-group (kelompok mahasiswa), sehingga dengan demikian orang tersebut menyetujui norma/sikap yang baru. Hal ini berarti bahwa reference-group orang itu bukan lagi kelompok keluarga melainkan kelompok mahasiswa, ini disebut dengan shifting of reference-groups. Jadi sikap seseorang pertama-tama dapat berubah karena shifting of reference-groups itu (Gerungan, 1988).

Interaksi kelompok memberikan kesempatan bagi anggota kelompok untuk berkomunikasi antarpribadi, antara orang yang satu dengan orang yang lain baik perorangan maupun kelompok. Di dalam pelayanan kesehatan, komunikasi antarpribadi ini terjadi antara petugas kesehatan atau health provider dengan client atau kelompok masyarakat dan para anggota masyarakat. Komunikasi antarpribadi merupakan pelengkap komunikasi massa. Artinya pesan-pesan kesehatan yang telah disampaikan lewat media massa (televisi, radio, koran, dan sebagainya) dapat ditindaklanjuti dengan melakukan komunikasi antarpribadi, misalnya dengan penyuluhan kelompok dan konseling.

II. Adanya Komunikasi Sepihak atau Komunikasi Massa

Menurut Hovland dan Weiss yang menyelidiki pengaruh penyebaran berita yang isinya sama oleh sumber pemberitaan yang berlainan, maka walaupun isi komunikasi itu sama, apabila sumbernya dianggap lebih dapat dipercaya, maka pemberitaan itu lebih dapat diterima daripada apabila dikomunikasikan oleh sumber yang dianggap tidak dapat dipercaya. Jadi sikap terhadap sumber komunikasi itu ternyata memegang peranan penting dalam penerimaan isi komunikasi. Suatu masalah lain yang penting dalam hubungan ini adalah mengenai persoalan, apakah di dalam menjalankan tugas memberi informasi, sumber informasi harus mengadakan kesimpulan mengenai sikap yang hendak disampaikan, ataukah kesimpulan itu harus ditarik sendiri oleh pendengar atau audience.

Berdasarkan hasil eksperimen, Hovland memperoleh kesimpulan bahwa :

  • Apabila isi komunikasi itu rumit (tak mempunyai struktur dan susunan yang jelas), maka komunikatorlah yang harus menarik kesimpulan itu.
  • Apabila isi komunikasi itu tidak ada hubungan yang erat dengan kebutuhan-kebutuhan pendengar, maka komunikator hendaknya menarik kesimpulan itu. Akan tetapi apabila orang-orang itu terlibat sendiri ke dalam isi komunikasi, maka pendengarlah yang sebaiknya dipersilahkan menarik kesimpulan.

Suatu penyeledikan yang lain, oleh Janis dan King, menyelediki bagaimana peranan seorang mediator dalam meneruskan isi penerangan itu, bukan orang yang melancarkan isi penerangan itu sendiri. Hasil penyelidikan menyatakan bahwa mediator yang meneruskan penerangan memberikan manfaat yang lebih baik apabila mereka itu mendapat outline (garis besar) saja mengenai sikap-sikap yang ingin dikomunikasikan. Jadi sebaiknya jangan isi sikap itu diberikan secara terinci, tetapi hanya outlinenya saja, karena dengan memberi outline saja, mediator itu diberi kesempatan untuk mencari argumen-argumen, alasan-alasan sendiri yang memperteguh keyakinan mediator sendiri akan sikap baru tersebut. Dengan peneguhan keyakinan mediator, maka hasil penerusan itu lebih berkeyakinan dan lebih berpengaruh dalam mengubah sikap tersebut (Gerungan, 1988).

Dalam hubungannya dengan pembentukan dan perubahan sikap, pengaruh media massa dapat dilihat pada 5 (lima) prinsip umum berikut :

  1. Pengaruh komunikasi massa diantarai oleh faktor-faktor seperti : predisposisi personal, proses selektif, keanggotaan kelompok.

  2. Karena faktor-faktor tersebut, komunikasi massa biasanya berfungsi memperkokoh sikap dan pendapat yang ada, walaupun kadang-kadang berfungsi sebagai media pengubah (agent of change).

  3. Bila komunikasi massa menimbulkan perubahan sikap, perubahan kecil pada intensitas sikap lebih umum terjadi daripada konversi (perubahan seluruh sikap) dari satu sisi masalah ke sisi yang lain.

  4. Komunikasi massa cukup efektif dalam mengubah sikap pada bidang-bidang dimana pendapat orang lemah.

  5. Komunikasi massa cukup efektif dalam menciptakan pendapat tentang masalah- masalah baru bila tidak ada predisposisi yang harus diperteguh (Rakhmat, 2007).

Komunikasi massa juga merupakan salah satu bentuk komunikasi kesehatan, yang digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan atau informasi-informasi kesehatan kepada khalayak atau masyarakat. Komunikasi melalui media massa kurang efektif bila dibandingkan dengan komunikasi interpersonal, meskipun mungkin lebih efisien. Komunikasi melalui media massa, khususnya di negara- negara berkembang seperti Indonesia masih banyak kendalanya. Kendala yang paling utama adalah tingkat pendidikan dan kecerdasan masyarakat yang masih rendah, oleh karena itu kadang-kadang pesan pembangunan termasuk pesan kesehatan sulit dipahami oleh masyarakat (Notoatmodjo, 2007).

Makin tinggi pendidikan, makin cenderung orang mendengarkan radio atau menonton film, sementara TV diminati oleh semua kelompok pendidikan (Gollin dan Bloom, 1985 dalam Mutmainah dan Fauzi, 1997). Makin terdidik orang, akan cenderung membaca pagi dan sore (Einsiedel, 1983 dalam Mutmainah dan Fauzi, 1997). Orang yang berpendidikan banyak menghabiskan waktu untuk membaca koran, namun lebih banyak lagi untuk majalah dan buku (Robinson, 1975 dalam Mutmainah dan Fauzi, 1997). Pendidikan juga berpengaruh terhadap preferensi format dan isi media (Mobley, 1984 dalam Mutmainah dan Fauzi, 1997). Media yang paling banyak digunakan dalam komunikasi massa atau lebih populer disebut media massa ini bermacam-macam antara lain : media cetak, seperti : koran, majalah, jurnal, selebaran, dan lain-lain, media elektronik seperti : radio, televisi, internet, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2007).

Makin berpendidikan seseorang, makin tinggi kecenderungan untuk menggunakan media cetak, sebaliknya dengan yang berpendidikan rendah. Orang yang berpendidikan lebih menyukai argumen yang kompleks dan canggih, sebaliknya yang berpendidikan rendah hanya membutuhkan penjelasan sederhana. Media massa berfungsi untuk memperteguh keyakinan yang ada, dan hanya salah satu bagian yang mempengaruhi seseorang hal tersebut. Media massa tidak mempengaruhi massa secara seragam, pengaruh media massa berbentuk aktivasi (proses menjadikan orang melakukan apa yang sebenarnya cenderung akan dilakukan), penguatan (memperkuat apa yang sebetulnya sudah diyakini benar dan konversi (perubahan sikap sama sekali). Perubahan yang terjadi pada diri khalayak komunikasi massa meliputi perubahan kognitif (penerimaan informasi), perubahan afektif (perubahan perasaan dan sikap) dan perubahan behavioral (menyangkut perilaku) (Mutmainah dan Fauzi, 1997).

KOMPONEN SIKAP

Travers (1977), Gagne (1977) dan Cronbach (1977) sependapat bahwa sikap melibatkan 3 (tiga) komponen yang saling berhubungan dan diterima sampai saat, yaitu :

  1. Komponen cognitive, berupa pengetahuan, kepercayaan atau keyakinan, ide dan konsep yang berhubungan dengan obyek. Artinya bagaimana keyakinan dan pendapat atau pemikiran seseorang terhadap obyek.

  2. Komponen affective, menunjuk pada emosional atau evaluasi orang terhadap obyek, artinya bagaimana penilaian (terkandung di dalamnya factor emosi) orang tersebut terhadap obyek.

  3. Komponen behaviour atau conative, kecenderungan untuk bertindak, artinya sikap merupakan komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka. Sikap adalah ancang-ancang untuk bertindak atau berperilaku terbuka (tindakan). Ketiga komponen tersebut secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh.

Dalam menentukan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan dan emosi memegang peranan penting (Travers, et.al. 1977, dalam Ahmadi, 1999).

FUNGSI SIKAP

Fungsi sikap dapat dibagi menjadi 4 (empat) golongan, yaitu :

  1. Sebagai alat untuk menyesuaikan diri. Bahwa sikap adalah sesuatu yang communicable, artinya sesuatu yang mudah menjalar sehingga mudah pula menjadi milik bersama.

  2. Sebagai alat pengatur tingkah laku. Tingkah laku anak kecil pada umumnya merupakan aksi-aksi yang spontan terhadap sekitarnya, antara perangsang dan reaksi tidak ada pertimbangan. Pada orang dewasa, perangsang itu tidak diberi reaksi secara spontan, terdapat adanya proses secara sadar untuk menilai perangsang-perangsang itu. Jadi antara perangsang dan reaksi terdapat sesuatu yang disisipkannya, yaitu sesuatu yang berwujud pertimbangan-pertimbangan atau penilaian-penilaian terhadap perangsang itu, yang erat hubungannya dengan cita-cita orang, tujuan hidup orang, peraturan-peraturan kesusilaan yang ada dalam masyarakat, keinginan-keinginan pada orang itu dan sebagainya.

  3. Sebagai alat pengatur pengalaman-pengalaman. Dalam hal ini perlu dikemukakan bahwa manusia di dalam menerima pengalaman-pengalaman dari luar bersikap tidak pasif tetapi diterima secara aktif. Artinya semua pengalaman yang berasal dunia luar itu tidak semuanya dilayani oleh manusia, tetapi manusia memilih mana-mana yang perlu dan mana yang tidak perlu dilayani. Jadi semua pengalaman itu diberi nilai lalu dipilih. Tentu saja pemilihan itu ditentukan atas tinjauan apakah pengalaman-pengalaman itu mempunyai arti bagi orang itu atau tidak.

  4. Sebagai pernyataan kepribadian. Sikap sering mencerminkan pribadi seseorang, karena sikap tidak pernah terpisah dari pribadi yang mendukungnya. Oleh karena itu dengan melihat sikap seseorang terhadap obyek tertentu, sedikit banyak orang bisa mengetahui pribadi orang tersebut. Dalam mengubah sikap seseorang, perlu diketahui terlebih dahulu keadaan yang sesungguhnya dari sikap orang tersebut dan dengan mengetahui keadaan sikap itu, akan dapat diketahui pula mungkin tidaknya sikap tersebut diubah dan bagaimana cara mengubahnya (Ahmadi, 1999).

Referensi:
Notoatmodjo, S. 2007, Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Jakarta : Rineka
Cipta.

Rakhmat, J. 2007, Psikologi Komunikasi, Bandung : Remaja Rosdakarya
Gerungan, WA. 1988, Psikologi Sosial, Bandung : Eresco
Mutmainah, N & Fauzi, M. 1997, Psikologi Komunikasi, Universitas Terbuka.
Ahmadi, A. 1999, Psikologi Sosial, Jakarta : Rineka Cipta