Apa saja nilai-nilai bushido yang diterapkan hingga masa kini?

Walaupun Samurai telah dihapus dan peperangan tidak terjadi lagi di Jepang, ajaran bushido pada jaman modern ini masih dilaksanakan dan diwariskan kepada generasi muda melalui pendidikan dasar di rumah dan di sekolah-sekolah. Ajaran dan etika bushido masih sangat relevan diterapkan dalam berbagai bidang kehidupan masa kini. Etika bushido yang menjadi karakter bangsa Jepang secara menyeluruh terakumulasi dalam :

  • Gi ( Integritas)
    Gi merupakan etika Samurai yang berkaitan dengan kemampuan untuk memecahkan masalah dan mengambil keputusan yang tepat berdasarkan pada alasan-alasan yang rasional (Nitobe, Inazo.1972). Gi merupakan dasar dari keseluruhan sikap mental terkait dengan keselarasan pikiran, perkataan dan perbuatan dalam menegakkan kejujuran dan kebenaran. Ketika seseorang sudah memutuskan sesuatu tindakan, tentu sudah melalui proses kajian dan pertimbangan mendalam serta sudah dipertimbangkan pula akibat yang akan timbul dari keputusan tersebut. Keberhasilan atau kegagalan dari keputusan tersebut adalah bagian dari beban yang harus diterima dengan penuh tanggung jawab. Kebenaran mutlak dalam gi adalah bersumber dari hati nurani, sehingga ketika terjadi kesalahan dalam pengambilan keputusan, orang Jepang selalu melakukan instrospeksi diri, melihat ke dalam diri mereka sendiri. Bagi orang Jepang perbuatan mencari kambing hitam atau menyalahkan orang lain adalah perbuatan yang tidak terpuji. Kegagalan bagi orang Jepang dimaknai sebagai proses penempaan diri dan dasar untuk melakukan perbaikan terus menerus.

    Dalam konsep gi terkandung unsur pencarian ilmu dan pengetahuan yang berkesinambungan. Penguasaan ilmu dan pengetahuan penting untuk pengambilan keputusan yang cepat dan tepat. Bagi masyarakat Jepang pengambilan keputusan yang cepat dan tepat diperlukan untuk menghadapi segala situasi yang kadang terjadi tidak terduga. Penerapan gi secara menyeluruh mempresentasikan kualitas pribadi seseorang. Secara umum seorang pemimpin berada pada puncak kariernya setelah melalui tahap-tahap penyempurnaan gi. Jadi orang yang menerapkan gi secara total dapat dikategorikan sebagai orang bijak yang telah mencapai tingkat kesempurnaan secara mentalitas maupun spiritual. Gi merupakan salah satu dasar penilaian untuk menentukan kemampuan seseorang menjadi pemimpin masyarakat yang dapat dijadikan teladan.

  • Yu (keberanian)
    Yu (keberanian) adalah etika yang penting dalam semua aspek kehidupan masyarakat Jepang. Nilai-nilai yang berkaitan dengan yu adalah modal yang sangat menentukan perjalanan hidup masyarakat maupun bangsa Jepang. Yu merupakan ekspresi kejujuran dan keteguhan jiwa untuk mempertahankan kebenaran, walaupun dalam menegakkan kebenaran penuh tekanan dan hambatan. Di dalam yu terkandung kesiapan menerima resiko dalam upaya mengatasi masalah atau kesulitan. Dahulu keberanian merupakan ciri khas para Samurai, yang siap menerima risiko apapun termasuk resiko menerima kematian untuk membela kebenaran dan keyakinan. Keberanian mereka tercermin dalam prinsipnya yang menganggap hidup dan mati sama indahnya. Walau demikian, keberanian Samurai bukan semata-mata keberanian yang tanpa perhitungan, melainkan keberanian yang dilandasi latihan yang keras dan penuh disiplin. Setelah era Samurai usai masyarakat Jepang menerapkan nilai-nilai yang terkandung dalam keberanian dalam bentuk keberanian bersaing dalam upaya mencapai kedudukan sebagai bangsa terhormat.

  • Jin (Murah Hati)
    Makna jin adalah mencintai sesama, kasih sayang dan simpati. Nilai bushido yang terkait dengan jin berasal dari etika Konfusius dan Tao yang mengekspresikan aspek keseimbangan antara maskulin (yang) dan feminin (yin). Dahulu Samurai yang memiliki keahlian bertempur yang hebat, dia juga harus memiliki sifat-sifat yang penuh kasih, murah hati, memiliki kepedulian sosial yang tinggi kepada sesama manusia, memiliki kemauan dan kemampuan untuk memaafkan orang-orang atau pihak yang melakukan kesalahan terhadap dirinya. Secara umum masyarakat dan generasi Jepang saat ini masih memiliki dan menerapkan nilai-nilai jin dalam bentuk kepedulian pada lingkungan, kepedulian pada masalah-masalah sosial masyarakat. Masyarakat Jepang saat ini sangat ekspresif mengungkapkan bentuk-bentuk cinta dan kasih sayang serta sangat menghargai eksistensi kemanusiaan terkait dengan agama, budaya, politik, ekonomi.

  • Rei (Hormat dan Santun Kepada Orang Lain)
    Salah satu sikap Samurai yang diterapkan secara mendalam adalah sikap hormat dan sopan santun yang tulus yang ditujukan kepada semua orang, tidak hanya kepada atasan, pimpinan dan orang tua. Bahkan sikap hormat, santun dan hati-hati juga terlihat dalam penggunaan benda-benda dan senjata. Samurai sangat menghindari sikap ceroboh yang tidak tertata. Sikap hormat dan santun tercermin dalam sikap duduk, cara berbicara, cara menghormati dengan menundukkan badan dan kepala.

    Penerapan rei pada masyarakat Jepang saat ini masih terlihat dan bahkan menjadi salah satu karakter masyarakat Jepang. Penanaman rei dilakukan sejak usia dini di rumah dan sekolah, sehingga dalam semua aspek kehidupan masyarakat Jepang rei sangat diutamakan.

  • Makoto-Shin (Kejujuran dan Ketulusan)
    Makoto-Shin merupaka etika Samurai yang sangat menjunjung tinggi kejujuran dan kebenaran. Samurai selalu mengungkapkan apa yang ada dalam pikirannya, dan melakukan apa yang mereka katakan. Samurai sangat menjaga ucapannya, tidak berkata buruk (bergunjing) tentang keburukan seseorang atau situasi yang tidak menguntungkan sekalipun. Janji yang diucapkan seorang Samurai harus ditepati bagaimanapun sulitnya, karena janji bagi seorang Samurai ibarat hutang yang harus dibayar.Penerapan Makoto-Shin pada masayarakat Jepang dewasa ini terlihat pada seluruh aspek kehidupan masyarakat. Ketidakjujuran dan ketidakbenaran dianggap sebagai hal yang memalukan sehingga ajaran tentang Makoto-Shin diberikan sejak usia dini di dalam rumah tangga dan sekolah. Sanksi moral yang diberikan masyarakat terhadap pelanggaran Makoto-Shin merupakan sanksi yang dihindari karena akan merusak nama baik pribadi, keluarga, lembaga atau masyarakat dan bangsa.

  • Meiyo (Menjaga Nama Baik dan Kehormatan)
    Meiyo merupakan etika Samurai untuk menjaga nama baik dan menjaga kehormatan. Bagi Samurai lebih utama menghormati dan menerapkan etika secara benar dan konsisten dibandingkan dengan penghormatan kepada kharisma dan talenta pribadi. Samurai lebih mementingkan penghormatan pada perbuatan nyata dari pada pengetahuan.Penghormatan yang tinggi seorang Samurai ditujukan kepada atasan/majikan, orang tua dan keluarga. Kehormatan dan harga diri Samurai diekspresikan dalam bentuk konsistensi sikap dan kekokohan mereka memegang dan mempertahankan prinsip kehidupan yang diyakini. Bila seorang Samurai tidak menunjukkan sikap terpuji dan terhormat, maka dia tidak mendapatkan pengehormatan yang layak dari masyarakat. Dalam menegakkan kehormatan dan harga dirinya, tidak jarang samurai harus melakukan seppuku. Meiyo dalam keseharian masyarakat Jepang tampak sangat menonjol. Salah satu sikap Meiyo adalah menjaga kualitas diri dengan cara tidak membuang-buang waktu untuk hal-hal yang tidak penting dan menghindari perilaku yang tidak berguna. Secara umum di ruang publik kita tidak pernah menemui orang Jepang sedang bersantai tanpa kegiatan atau bergunjing. Dalam keadaan bersantaipun orang Jepang tetap melakukan kegiatan seperti membaca atau mengirim email, membuat catatan atau kegiatan lainnya. Oleh karena itu bangsa Jepang merupakan salah satu bangsa yang gila kerja untuk meraih tingkat kehormatan yang tinggi.

  • Chugo (Kesetiaan Pada Pemimpin)
    Chugo merupakan etika Samurai yang berkaitan dengan kesetiaan pada pimpinan. Kesetiaan pada pimpinan dilakukan secara total dan penuh dedikasi dalam pelaksanaan tugas. Kesetiaan dan pembelaan Samurai pada pimpinan/atasan dilakukan sepanjang hayat, dalam keadaan senang atau susah. Puncak pengabdian dan kesetiaan Samurai kepada atasannya adalah ketika Samurai melakukan pembelaan kepada atasan atau pimpinan sampai harus mengorbankan jiwanya. Bagi Samurai kematian yang indah adalah kematian ketika sedang menjalankan tugas dan kewajibannya.Ekspresi Chugo dalam masyarakat Jepang dewasa ini adalah kesetiaan kepada pimpinan, atasan dan guru. Demi menjaga nama baik dan kehormatan pimpinan, atasan maupun guru, masyarakat Jepang mau bekerja keras semaksimal mungkin. Upayanya dalam bekerja keras adalah selain untuk kesetian dan penghormatan kepada atasan, pimpinan dan guru, juga untuk kehormatan dirinya sendiri. Ajaran Chugo secara menyeluruh ditanamkan di dalam rumah-tangga dan sekolah sejak usia dini.

  • Tei (Peduli)
    Tei merupakan etika bushido yang berkaitan dengan kepedulian terhadap lingkungan, baik lingkungan keluarga, masyarakat, negara, bangsa maupun lingkungan alam, yang harus diekspresikan secara nyata. Tei merupakan dasar semua prinsip moral bushido , karena tanpa kepedulian yang nyata seseorang tidak akan bisa diharapkan memiliki atau melaksanakan Gi, Yu, Jin, Rei, Makoto – Shin, Meiyo dan Chugo. Dalam lingkungan masyarakat Jepang modern etika yang terkait dengan tei terlihat nyata. Secara umum masyarakat Jepang mulai dari usia dini sampai dewasa taat kepada aturan-aturan yang dibuat untuk keamanan, keselamatan dan ketertiban. Mayarakat Jepang secara tertib mentaati aturan lalu luntas, tata tertib di tempat pelayanan umum, tata tertib di ruang publik dan sebagainya.

Akumulasi dari keseluruhan etika bushido memunculkan sikap-sikap yang berkaitan dengan amae, on, gimu, giri, yang sampai saat ini mewarnai perilaku umum bangsa Jepang. Amae merupakan sikap individu dalam kelompok, yang selalu menjaga keharmonisan hubungan antarindividu dalam kelompok tersebut. Kehidupan dalam kelompok menuntut toleransi yang tinggi, yang setiap anggotanya diharapkan tidak menunjukkan emosi yang berkaitan dengan kesenangan, kesedihan, kemarahan, kegembiraan. Anggota kelompok juga diharapkan tidak bersikap menguasai anggota lainnya. On adalah perasaan berhutang budi yang mendalam terhadap orang tua, para pemimpin/penguasa, masyarakat, bangsa dan Negara. On ini harus dibayar dalam bentuk pengabdian tanpa batas. Gimu adalah pelaksanaan kewajiban dalam upaya membalas kebaikan-kebaikan yang diberikan orang tua, pemimpin/penguasa, bangsa dan Negara yang tak terbatas baik dalam jumlah maupun waktunya. Giri adalah kewajiban untuk membalas kebaikan-kebaikan yang telah diberikan oleh orang lain. Sikap-sikap tersebut menunjukkan bentuk-bentuk solidaritas kelompok, sikap patriotisme dan nasionalisme yang tinggi, yang menjadi karakter bangsa Jepang saat ini.