Apa saja Jenis-jenis Academic Goal orientation?

Jenis-jenis Academic Goal orientation

Academic goal orientation adalah tujuan akademik yang dimiliki siswa dalam menentukan sikap mereka dalam proses belajar di kelas atau di sekolah, serta kaitannya dengan proses belajar mereka di rumah dalam mencapai tujuan belajar.

Apa saja Jenis-jenis Academic Goal orientation ?

Jenis-jenis Academic Goal orientation


Academic goals sendiri memiliki tiga jenis goal orientation lain yang menentukan sikap seorang siswa dalam kegiatan belajar mereka (Arias, 2004), di antaranya adalah:

1. Learning, Mastery, Task or Task-Involved Goals (Tujuan Penguasaan)
Mastery goal merupakan suatu orientasi motivasional yang dimiliki individu, yang menekankan diperolehnya pengetahuan dan perbaikan diri. Mastery goal didefinisikan sebagai fokus pada pembelajaran, menguasai tugas sesuai dengan standar yang ditetapkan sendiri atau pengembangan diri, mengembangkan keterampilan baru, meningkatkan atau mengembangkan kompetensi, mencoba mencapai suatu hal yang menantang, dan mencoba untuk mendapatkan pemahaman atau wawasan.

Jenis goal orientation ini menunjuk pada berbagai macam orientasi tugas (Anderman & Midgley, 1997; Kaplan & Midgley, 1997; Middleton & Midgley, 1997, dalam Arias, 2004) atau mastery goals (tujuan penguasaan) (Ames, 1992, dalam Arias, 2004). Mastery goal berorientasi pada penguasaan suatu kompetensi. Siswa yang berorientasi tujuan ini memiliki kepuasaan pada dirinya ketika mereka bisa menguasai suatu kompetensi atau ketika mereka bisa menyelesaikan suatu permasalahan atau tugas yang diberikan. Mereka memiliki tingkatan yang lebih tinggi pada segi self-efficacy, penghargaan pada tugas, perhatian atau minat, emosi positif, upaya positif, ketekunan yang baik, penggunaan strategi kognitif dan metakognitif, serta tingkah laku yang baik (Pintrich, 2006, dalam Arias, 2004).

Santrock (2008) menjelaskan mastery goal ini dengan: a personal stance that involves mastery of task, positive affect, and solution-oriented strategies. Menurut Woolfolk (2009) mastery goal ini dimaksudkan sebagai intens pribadi untuk memperbaiki kemampuan dan memahami apa yang dipelajari, tanpa mempedulikan buruknya performa yang ditampilkan. Seorang individu yang memiliki orientasi tujuan penguasaan akan memfokuskan diri pada kegiatan belajar itu sendiri, berusaha menguasai tugas, mengembangkan keterampilan baru, memperbaiki kompetensinya, bertahan dalam kesulitan, menyelesaikan tugas yang menantang dan secara umum mendekati tugas-tugas akademiknya dengan lebih percaya diri.

Menurut pendapat Wolters (2004, dalam Santrock, 2008) bahwa siswa yang berorientasi untuk menguasai tetap berharap berhasil atau menang, tapi bagi mereka kemenangan tidak sepenting seperti yang dibayangkan oleh murid yang berorientasi kinerja. Bagi mereka, pengembangan keahlian jauh lebih penting. Motivasi untuk menguasai mirip dengan konsep Csikszentmihalyi tentang flow atau terserap dalam konsentrasi selama menjalankan suatu aktivitas. Murid berorientasi untuk menguasai menenggelamkan diri dalam tugas dan memfokuskan konsentrasi mereka pada pengembangan keahlian dan tidak terlalu memusingkan apakah mereka akan lebih unggul ketimbang orang lain atau tidak. Murid yang berorientasi penguasaan ini sering kali menyuruh diri mereka sendiri untuk memperhatikan, berfikir cermat, dan mengingat strategi yang sukses di masa lalu. Sehingga dalam keadaan flow ini murid menjadi sangat konsentrasi sehingga sulit untuk diganggu.

Kemudian Ormord (2008) mengemukakan bahwa siswa dengan mastery goal cenderung terlibat dalam berbagai aktivitas yang akan membantu mereka belajar. Mereka memusatkan perhatian di kelas, memproses pengetahuan dalam cara-cara yang mempromosikan penyimpanan memori jangka panjang yang efektif, dan belajar dari kesalahan. Selain itu siswa dengan mastery goal memiliki perspektif yang sehat tentang pembelajaran, usaha dan kegagalan. Mereka menyadari belajar adalah suatu proses berusaha keras dan terus bertahan bahkan saat menghadapi kegagalan.

Selanjutnya Ormord (2008) memberikan gambaran yang lebih lengkap mengenai karakteristik siswa dengan mastery goal sebagai berikut :

  1. Lebih cenderung tertarik dan termotivasi secara intrinsik untuk mempelajari materi pelajaran di kelas.

  2. Percaya bahwa kompetensi berkembang seiring waktu melalui latihan dan usaha.

  3. Menunjukkan pembelajaran dan perilaku yang lebih bersifat self-regulated (diatur sendiri).

  4. Menggunakan strategi belajar yang mempromosikan pemahaman yang sejati (misal elaborasi, monitoring pemahaman), transfer, dan pemecahan masalah yang efektif.

  5. Memilih tugas-tugas yang memaksimalkan kesempatan belajar, mencari tantangan.

  6. Lebih mungkin mengalami perubahan konseptual ketika dihadapkan dengan bukti-bukti meyakinkan yang bertentangan dengan kepercayaan saat ini.

  7. Bereaksi terhadap tugas-tugas yang mudah dengan perasaan bosan atau kecewa.

  8. Mencari umpan balik yang secara akurat menggambarkan kemampuan mereka dan membantu mereka berkembang.

  9. Bersedia berkolaborasi dengan teman-teman ketika hal tersebut dirasa meningkatkan kalitas pembelajaran.

  10. Mengevaluasi performa mereka sendiri dalam kerangka kemajuan yang mereka lakukan.

  11. Menafsirkan kegagalan sebagai suatu tanda bahwa mereka harus berusaha lebih keras lagi.

  12. Memandang kesalahan sebagai bagian yang normal dan berguna dari proses belajar; menggunakan kesalahan untuk memperbaiki performa.

  13. Puas dengan performa mereka jika mereka bekerja keras dan membuat kemajuan.

  14. Memandang guru sebagai sumber daya dan guide yang membantu mereka belajar.

  15. Tetap relatif tenang selama mengerjakan tes dan tugas-tugas kelas.

  16. Cenderung lebih antusias dan terlibat secara aktif dalam aktivitas-aktivitas sekolah.

2. Performance goal (Tujuan Performa)
Performance goal dapat juga disebut dengan goals atau tujuan yang berfokus pada kemampuan (Nichols, 1984, dalam Arias, 2004). Selain itu juga berfokus pada menunjukkan kompetensi atau kemampuan dan bagaimana kemampuan akan dinilai relatif terhadap orang lain, misalnya mencoba untuk melampaui standar kinerja normatif, mencoba untuk menjadi orang terbaik dengan menggunakan standar perbandingan sosial, berjuang untuk menjadi yang terbaik dalam grup atau kelas pada saat mengerjakan tugas, menghindari penilaian kemampuan rendah atau tampak bodoh tentang dirinya.

Woolfolk (2009) mengemukakan bahwa siswa dengan performance goal ingin mendemonstrasikan kemampuannya kepada orang lain. Mereka mungkin bertindak dengan cara-cara atau menempuh jalan pintas untuk menyelesaikan tugasnya, dengan cara-cara yang sebenarnya mengintervensi pembelajaran. Sebagai contoh, mereka mungkin curang atau menempuh jalan pintas untuk menyelesaikan tugasnya, hanya mau bekerja keras pada tugas- tugas yang diberi nilai dan memilih tugas-tugas yang mudah.

Pendapat diatas didukung oleh pendapat Santrock (2008: 461) bahwa performance goal merupakan: a personal stance of concern with outcome rather than the process; for performance-oriented individuals, winning is what matters and happiness is believed to result from winning. Yang berarti bahwa siswa dengan orientasi kinerja lebih mementingkan hasil daripada proses. Kemenangan atau keberhasilan itu penting dan kebahagiaan dianggap sebagai hasil dari kemenangan atau keberhasilan. Menurut Stipek (2002, dalam Santrock, 2008), murid yang berorientasi kinerja yang tidak percaya dengan kesuksesannya akan menghadapi problem tersendiri. Jika mereka berusaha lalu gagal, mereka sering mengangggap kegagalan itu sebagai bukti dari kemampuan yang rendah. Untuk menghindari kesan tidak mampu, beberapa murid tidak mau mencoba, atau menipu (misalnya mencontek); yang lainnya mungkin menggunakan strategi lain seperti menghindari, mencari-cari alasan, bekerja setengah hati atau menentukan tujuan yang tidak realistis.

Menurut Ormord (2008) individu dengan performance goal mungkin akan menjauhi tugas-tugas yang sulit yang akan membantu mereka menguasai keterampilan baru. Selain itu mereka juga sering mengalami kecemasan akan tes dan tugas-tugas kelas lainnya, yang justru memperlemah usaha mereka untuk belajar dan mengerjakan tugas- tugas tersebut. Ormord (2008) berpendapat ada beberapa karakteristik performance goal sebagai berikut :

  1. Lebih cenderung termotivasi secara ektrinsik dan mungkin mencoba menyontek untuk memperoleh nilai bagus.

  2. Percaya bahwa kompetensi adalah karakteristik yang stabil (artinya, orangorang entah punya bakat atau tidak memiliki bakat); berpikir bahwa orangorang yang kompeten seharusnya tidak perlu bekerja telalu keras.

  3. Menunjukkan pengaturan diri yang rendah.

  4. Menggunakan strategi belajar yang hanya mempromosikan pembelajaran hafalan (mis., pengulangan, penyalinan, ingatan kata demi kata); mungkin menunda-nunda tugas.

  5. Memilih tugas yang memaksimalkan kesempatan untuk menunjukkan kompetensi; menghindari tugas dan tindakan yang membuat mereka tampak tidak kompeten (mis., meminta bantuan).

  6. Cenderung kurang mengalami perubahan konseptual, sebagian karena mereka kurang cenderung memperhatikan perbedaan antara informasi baru dan keyakinan lama.

  7. Bereaksi terhadap kesuksesan di tugas-tugas mudah dengan perasaan bangga atau lega.

  8. Mencari umpan balik yang menyanjung mereka.

  9. Bekerjasama dengan teman ketika dirasa membantu mereka terlihat kompeten atau meningkattkan status sosial.

  10. Mengevaluasi performa mereka sendiri dalam kerangka bagaimana mereka jika dibandingkan dengan orang-orang lain.

  11. Menafsirkan kegagalan sebagai tanda kemampuan yang rendah dan karenanya sebagai tanda yang bersifat prediktif tentang kegagalan di masa depan.

  12. Memandang kesalahan sebagai tanda kegagalan dan ketidakmampuan; terlibat dalam perintangan diri untuk memberikan pembenaran (justifikasi) bagi kesalahan dan kegagalan.

  13. Puas dengan performa mereka hanya jika mereka sukses.

  14. Memandang guru sebagai hakim dan sebagai pemberi hadiah atau pemberi hukuman.

  15. Sering cemas akan tes dan tugas lainnya.

  16. Cenderung mengambil jarak dari lingkungan sosial.

Berdasarkan pendapat para ahli diatas, terdapat perbedaan antara mastery goal dan performance goal. Disimpulkan bahwa mastery goal ini lebih memiliki motivasi instrinsik, dimana siswa dengan mastery goal akan cenderung mementingkan bagaimana cara siswa agar dapat memahami materi, menyukai tugas- tugas yang menantang dan menyelesaikan tugas- tugas akademis dengan lebih percaya diri. Hal ini terjadi sebaliknya pada siswa dengan performance goal, siswa lebih memiliki motivasi ekstrinsik. Siswa cenderung mementingkan mendapatkan nilai baik dan pengakuan secara sosial tentang dirinya yang berkompeten. Selain itu mereka justru menjahui tugas-tugas yang sulit dan menyelesaikan tugas- tugas akademis dengan cara- cara yang curang, misalnya menyontek agar mendapat nilai dan dipuji.

3. Goals Focused on the Ego (work avoidance, ego or ego-involved goals)
Selain kedua jenis orientasi tujuan atau goal orientation di atas, terdapat satu lagi jenis goal orientation yang termasuk ke dalam academic goals, yaitu goals focused on the ego (Arias, 2004). These refer to ideas, judgements and perceptions of ability from a normative, and comparative reference with respect to others. Some authors have classified these into dimensions of performance approach and performance-avoidance (Elliot & Harackiewicz, 1996; Skaalvick, 1993, dalam Arias, 2004). Siswa dengan orientasi tujuan ini hanya mengejar penilaian baik dari orang lain, seperti membaca buku-buku yang mudah supaya terlihat “membaca buku paling banyak (Young, 1977, dalam Woolfolk, 2009). Evaluasi kinerja oleh orang lain, yang penting bukanlah apa yang mereka pelajari. Beberapa ahli lain mengkategorikan orientasi tujuan ini ke dalam performance goal.