Wajarkah Mural SosialPolitik Dihapus Karena Dianggap Menghina Kepala Negara?

Mural

Mural SosialPolitik ramai menjadi perdebatan di masyarkat. Kalau di luar negeri, mural SosialPolitk masuk kedalam kategori Sociopolitical art. Seni sosiopolitik digunakan untuk membantu masyarakat memahami masalah sosial atau politik tertentu. Dengan kata lain, seni tersebut digunakan sebagai alat untuk menjelaskan masalah politik dan sosial saat ini kepad masyarakat.

Mural-mural yang menjadi perdebatan adalah mural-mural yang oleh petugas pemerintahan dihapus. Berikut mural-mural yang dianggap bermasalah oleh pemerintah,




Bagaimana pendapatmu ?

2 Likes

Di negara yang mengikuti paham demokrasi, fenomena-fenomena penyampaian pendapat dengan berbagai media merupakan hal yang sangat wajar, dimana salah satunya adalah dengan menggunakan media seni.

Bukan hal yang baru menyarakan pendapat sosial politik dengan menggunakan media seni. Jaman Orde baru-pun, yang menggunakan pendekatan “demokrasi terpimpin”, sudah marak penyuaraan isu sosial politik menggunakan seni. Salah satu yang terkenal adalah penyanyi Iwan Fals dengan lagu-lagunya. Bahkan kalau kita runut ke belakang, sejak Indonesia masih berbentuk kerajaan (bukan demokrasi), penggunaan seni sebagai media penyampaian pendapat melalui seni sudah dilakukan, yaitu menggunakan Wayang Kulit dan pentas-pentas seni lainnya.

So… seni sosial politik sudah ada sejak awal sejarah negara kita berdiri.

Peran seni dalam penyampaian pendapat isu-isu sosial politik dirasa efektif karena penyampainnya yang “halus”. Bandingkan dengan demonstrasi misalnya, yang kemungkinan munculnya anarki menjadi lebih besar. Kalau kita lihat, seni sosial politik terdiri dari 4 unsur, yaitu :

  • Peran Artis. Jelas unsur ini adalah unsur yang utama. Seniman menyajikan sudut pandang tertentu dalam karya kreatif. Seringkali seniman tidak terlalu “fanatik dengan politik” tertentu, tetapi mereka lebih condong menyuarakan fenomena yang menjadi interpretasi mereka terhadap iklim sosial politik yang ada.

  • Propaganda. Meskipun seniman membuat karya yang tidak selalu menunjukkan kecenderungan politik mereka, seni politik digunakan sebagai propaganda untuk mendukung tujuan tertentu. Salah satu contoh yang paling efektif adalah selama Perang Dunia II, Amerika Serikat dan Nazi menggunakan propaganda untuk menggalang dukungan dari warganya. Tidak salah kalau ada ahli sejarah yang menyebut PD II adalah “perang propaganda”.

  • Protes. Seni sosial politik juga telah digunakan oleh masyarakat sebagai bentuk protes terhadap pemerintah atau sebagai cara untuk memberi tahu para politisi bahwa mereka tidak senang dengan cara mereka menangani masalah tertentu. Sebagai contoh, pada tahun 1980-an, banyak poster dibuat oleh aktivis AIDS yang ingin memberi tahu pemerintah AS betapa tidak puasnya mereka terhadap penanganan pemerintah.

  • Sindiran atau Sarkasme. Isu-isu sosial politik seringkali bersifat serius. Namun, seni sosial politik memiliki cara untuk membantu warga negara melihat isu-isu tersebut dari sudut pandang yang berbeda, bahwa isu-isu politik tidak selamanya menjadi “isu-isu sakral” yang tidak dapat dibicarakan di ruang publik.


Kembali ke kasus mural-mural politik yang bermasalah, seperti contoh yang ada di topic starter, saya pikir hal itu adalah hal yang wajar. Bahkan mural-mural tersebut masih dalam bentuk Sindiran atau Sarkasme, yang sifatnya jauh lebih halus apabila dibandingkan dengan yang berbentuk protes atau propaganda.

Menurut saya, tidak wajar mural itu dihapus karena semua masyarakat bebas berekspresi di mana pun dan dengan media apapun. Apa salah nya sih menyampaikan pendapat dimuka umum, toh kita juga hidup di negara demokrasi dan setiap orang bebas untuk berargumen. Hanya saja kita harus menggunakan bahasa yang benar dan sopan. Sangat disayangkan jika mural tersebut dihapus. Karena itu merupakan karya anak bangsa yang patut untuk diapresiasi. Masyarakat hanya menginginkan janji-janji yang di berikan oleh presiden ditepati. Apa salahnya kita sebagai warga menagih janji tersebut. Mungkin ada yang salah tapi untuk apa dihapus.

Kebebasan berekspresi sangat dipertaruhkan untuk saat ini. Jika kebebasan itu dilarang maka bagaimana masyarakat bisa meminta atau emnyuarakan hak-hak nya sebagai warga negara. Bagaimana cara nya kita berekspresi, kalau pemerintahan nya saja tidak mendukung.

Singkatnya untuk yang seperti ini akan lebih baik tidak di hapus karena banyak pertimbangan yang ada, selain karena menghina kepala negara.

Coba kita lihat dari sisi pemerintah. Apa sih alasan-alasan mereka menghapus dan menindak orang-orang yang membuat mural-mural tersebut,

  • Mural 404 Not Found. Kasubag Humas Polres Metro Tangerang Kota, Kompol Abdul Rochim mengatakan penghapusan mural tersebut dikarenakan mirip dengan wajah Jokowi. Menurutnya, hal tersebut merupakan sebuah penghinaan lantaran presiden merupakan simbol negara.

    “Kami ini sebagai aparat negara melihat sosok Presiden dibikin kayak begitu, itu kan pimpinan negara, lambang negara. Kalau untuk media kan beda lagi penampakan, pengertian penafsiran. Kalau kami, itu kan pimpinan, panglima tertinggi TNI-Polri,” saat dihubungi, Jumat (13/8). (Sumber CNN Indonesia)

  • Mural Dipaksa Sehat di Negara yang Sakit. Kepala Satpol PP Kabupaten Pasuruan Bakti Jati Permana mengatakan, mural tersebut telah melanggar Pasal 19 Peraturan Daerah Kabupaten Pasuruan Nomor 2 Tahun 2017 tentang ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat.

    Meski berada di tembok rumah kosong, pihaknya menilai lokasi itu tetap sarana umum lantaran berada di tepi jalan. Tidak hanya itu, Bakti juga menilai pesan yang termuat dalam mural itu mengandung provokasi atau penghasutan. Ia khawatir masyarakat akan terhasut pesan mural itu.

    “Kalau kami mengartikan provokasi juga, menghasut lah. Sekarang kalau misalnya bahasanya ‘Dipaksa Sehat di Negara yang Sakit’ apakah memang negara kita sakit,” ujarnya. Sumber : CNN Indonesia

  • Mural Wabah Sesungguhnya Adalah Kelaparan. Petugas kecamatan Ciledug mengklaim penghapusan tersebut dilakukan atas permintaan warga.

    “Pas 17 Agustus kita abis apel ada info warga, ‘Pak ada tulisan ini nih di pintu masuk lahan yang saya urus, tolong dong dihapus’, warga bilang gitu ya kita hapus,” ujar Camat Ciledug Syarifuddin saat dihubungi, Rabu (18/8). Sumber : CNN Indonesia

Dalam sumber berita yang sama, juga terdapat informasi berikut,

Komjen Pol Agus Andrianto (selaku Kabareskrim) pada Kamis (18/8) lalu berjanji bahwa Polri tidak akan responsif dan represif terhadap persoalan tersebut sesuai dengan amanat Presiden Jokowi atas pendapat-pendapat kritis. Sebagai pucuk pimpinan reserse di kepolisian, Agus mengatakan bahwa konten-konten satire semacam itu tak perlu ditanggapi secara terlalu reaktif, apalagi sampai diproses hukum. Ia meminta agar masyarakat mengajukan komplain jika ada tindakan polisi yang dinilai membungkam kritik.

Kalau dilihat dari alasan-alasan diatas, terlihat bahwa permasalahan utamanya bukan dari sisi kebebasan berpendapat tetapi lebih ke aturan-aturan lainnya yang dianggap melanggar sehingga terjadi penghapusan mural-mural tersebut.

Kalau memang itu alasan murni sebagai pembenar bahwa mural-mural itu harus dihapus karena melanggar aturan-aturan yang ada, bagi saya bukanlah suatu masalah, asal semua mural juga diperlakukan sama.

Pertanyaannya, benarkah semua mural-mural yang ada diperlakukan sama dan mendapatkan reaksi secepat itu dari pemerintah (berupa penghapusan) ?

Bagaimana dengan mural seperti ini,

Dimana mural tersebut juga menunjukkan kepala negara dan bahkan sudah tidak masuk kedalam kategori sarkasme lagi tetapi sudah masuk ke unsur Protes. Apakah ada berita penghapusan mural tersebut ?

Masyarakat menjadi lebih susah mencerna kalau terjadi dualisme seperti itu, sehingga kita menjadi sangat susah membedakan mana yang merupakan kebenaran dan mana yang merupakan pembenar.

Izin menanggapi kembali dengan pernyataan kakak untuk salah satu alasan yang disampaikan

  • Apakah kepala negara adalah lambang negara?
    Yang tidak boleh bukan nya lambang negara saja ya

Saya juga ingin bertanya apa semua mural yang mengandung pendapat atau argumen dalam tanda kutip “penghinaan terhadap negara” seluruhnya akan di hapus terus-menerus, padahal itu juga merupakan karya anak bangsa?

Kita hidup dimana keadilan di tiadakan?

Bagaimana dengan kasus penangkapan pembuat kaos sablon yang menjual kaos dengan desain mural 404: Not Found ? Beritanya baca disini aja.

Ini postingan jualan kaosnya di twitter-nya,

image

Kira-kira aturan mana yang dilanggar ? Coba dilihat di video permohonan maaf dari pembuat desain kaos tersebut,

" Saya atas nama Riswan dengan ini menyatakan maaf sebesar-besarnya kepada seluruh masyarakat Indonesia atas unggahan di akun saya yang tidak pantas dan meminta maaf kepada Institusi Polri, kehakiman serta rakyat Indonesia ,"

Padalah Kabareskrim sudah menyatakan bahwa konten-konten satire seperti itu jangan dianggap terlalu serius, tetapi mengapa terjadi penagkapan yang berujung permohonan maaf dari pembuat kaos ?

Bukan. Lambang negara Indonesia adalah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Sedangkan Presiden adalah kepala negara. Kasubag Humas Polres Metro Tangerang Kota, Kompol Abdul Rochim melakukan kesalahan disana.

Poin dari argumentasi saya adalah penghapusan mural-mural tersebut didasari oleh adanya pelanggaran aturan, misalnya tentang ketertiban umum dan ketentraman masyarakat atau karena adanya permintaan dari pemilik tembok yang dijadikan media mural.

Di twitter Faldo Maldini, staf khusus Menteri Sekretaris Negara, dia juga mengatakan seperti ini,

“Jadi, mural itu, ga salah. Kalau ada ijinnya. Kalau tidak, berarti melawan hukum, berarti sewenang-wenang. Makanya, kami keras. Ada hak orang lain yang dicederai, bayangkan itu kalau tembok kita, yang tanpa ijin kita. orang yang mendukung kesewenang-wenangan, harus diingatkan,"

“Sekali lagi, saya minta maaf, agak keras. Yang jadi masalah, bukan konten atau kritiknya. Kritik selalu terus dijawab dengan kinerja yang baik. Tapi ini tindakan yang sewenang-wenang. Setiap warga negara harus dilindungi dari tindakan yang sewenang-wenang,”

Pegawai pemerintah, selaku manusia, tidak bisa lepas dari psikologi manusia itu sendiri. Motivasi apa yang membuat mereka berbuat sangat didasari oleh diri manusia itu sendiri. Sangat sulit untuk “melakukan generalisasi” terhadap kasus per kasus.

Disitulah akhirnya muncul perlakuan yang berbeda, walaupun kasusnya mirip. Kenapa ada mural yang tidak dihapus dan mengapa ada mural yang dihapus. Belajar berbaik sangka saja. Kalaupun motivasi yang disampaikan mereka tidaklah benar, biarlah menjadi masalah pribadi dirinya dengan Tuhannya.

Mural merupakan salah satu bentuk street art , menjadi media komunikasi yang cukup sering digunakan masyarakat dalam menyampaikan pesan, harapan serta kritik kepada pihak yang memiliki privilege atau kekuasaan terhadap sesuatu tertentu. Mural memiliki makna dan pesan yang mendalam, biasanya memang kebanyakan ditempatkan di ruang publik dengan tujuan dilihat banyak orang.

Jika dilihat mengenai etika, penghinaan, ataupun sebuah karya seni yang ditempatkan di ruang publik, hal tersebut dapat dilihat dari beberapa sudut pandang. Karena jika karya seni terikat aturan, pesan yang terkandung dalam karya seni tersebut tidak akan sampai pada publik. Oleh karena itu, untuk menyampaikan pesan yang terkandung dalam sebuah karya seni terkadang harus bertolak belakan dari aturan dan justru menabrak etika.

Jadi menurut pendapat saya mural sosial politik seharusnya tidak perlu dihapus. Dan seharusnya pemerintah dapat menjadikan mural sosial politik tersebut menjadi introspeksi. Bagaimana seharusnya bisa memahami dan mengetahui kondisi sebenarnya di lapangan, sebelum mereka mengekspresikan kegundahannya melalui mural. Karena gambar mural bisa mewakili kegelisahan masyarakat akan kondisi negara saat ini, terlebih di tengah pandemi. Dan sudah menjadi peran pemerintah untuk mencari tahu dimana akar permasalahan kegelisahan masyarakat tersebut, dan mencarikan solusi yang terbaik.