Apakah yang dimaksud dengan Identitas Ego?

Identitas ego adalah salah satu bagian dari perkembangan manusia yang dimulai dari anak-anak hingga dewasa. Dimana pembentukan identitas ego mencakup perpaduan antara kemampuan, kepercayaan, dan identifikasi menjadi suatu keterkaitan, sesuatu yang unik dan utuh yang menciptakan rasa kontinuitas pada masa lalu dan arahan untuk masa depan. Kroger & Marcia (2011)

1 Like

Menurut Kroger & Marcia (2011), identitas ego biasa disebut “perasaan”, “sikap”, “resolusi” dan lain-lain. Cara lain dalam menafsirkan identitas adalah sebagai self-structure yaitu sekumpulan dorongan internal, kemampuan, kepercayaan, dan sejarah individu.

Semakin baik individu membangun struktur, semakin besar individu tersebut menyadari keunikan dan persamaan dengan orang lain, kelemahan dan kekuatan dirinya. Struktur identitas ego bersifat dinamis, unsur-unsurnya terus menerus ditambahkan dan dikesampingkan (Kroger & Marcia, 2011).

Menurut Levesque (2014) identitas ego adalah identitas yang dimana individunya mengenal siapa mereka, dan juga bertindak atas pengertian siapa mereka tersebut, secara berkelanjutan dan sama.

Erikson (dalam Levesque, 2014) menjelaskan identitas ego sebagai sarana untuk kelangsungan individu. Erikson juga melihat identitas ego sebagai pelindung individu dalam menghadapi perubahan yang dihasilkan oleh perubahan mendadak karena faktor pribadi atau situasional.

Sedangkan menurut Erik Erikson (dalam Marcia, 1993) pemahaman tentang identitas merupakan konsep dalam skema pengembangan kepribadian normal, dimana pemahaman tersebut terdiri dalam tiga aspek, yaitu :

  1. Struktur mengacu pada konsekuensi identitas yang dimiliki untuk keseimbangan seluruh proses psikodinamik.
  2. Fenomenologis mengacu pada komponen yang dapat diamati dari proses formasi identitas atau yang disebut gaya identitas individu.
  3. Dari aspek perilaku, identitas adalah upaya untuk melampaui intrapsikis dan fenomenologi ke dalam empiris.

Sehingga, dapat disimpulkan bahwa identitas ego merupakan proses pengenalan diri dan pemahaman diri secara utuh agar dapat mengetahui keunikan kita yang membedakan diri kita dengan orang lain dan dapat mengkategorikan diri kita dalam kelompok sosial tertentu.

Dimensi Identitas Ego

Menurut Marcia (dalam Santrock, 2003), didalam proses pembentukan identitas ego terdapat dua dimensi, yaitu exploration dan commitment.

  1. Exploration
    Menurut Marcia (dalam Santrock, 2003), Exploration merupakan sebagai suatu masa perkembangan identitas di mana remaja memilah-milah berbagai alternatif yang berarti dan tersedia. Exploration tertuju pada periode individu mulai mempertanyakan secara lebih mendalam mengenai tujuan, nilai dan keyakinan yang akan atau telah dianut. Ia harus memilah-milah berbagai alternatif tujuan, nilai dan keyakinan yang di tawarkan untuk kemudian memilih yang paling sesuai dengan dirinya.

    Menurut Marcia (1976), eksplorasi merupakan suatu aktivitas yang dilakukan untuk menggali dan mencari informasi sebanyak-banyaknya. Berbagai informasi dan alternatif lain tersebut selanjutnya dibandingkan di antara satu dengan yang lain. Soenens (dalam Purnama, 2009) mengatakan bahwa eksplorasi adalah ketertarikan individu dalam mencari jati diri mengenai nilai, kepercayaan, tujuan dan proses eksplorasi menunjukkan percobaan dengan perbedaan aturan sosial, rencana dan ideologi.

    Eksplorasi melibatkan pertimbangan terhadap elemen identitas dengan kemungkinan alternatif dalam pencarian yang lebih lengkap terhadap diri

  2. Commitment
    Menurut Marcia (dalam Santrock, 2003), Commitment atau komitmen merupakan bagian dari perkembangan identitas dimana remaja menunjukan adanya suatu investasi pribadi pada apa yang akan mereka lakukan. Commitment tertuju pada ketetapan individu terhadap tujuan dan rencana yang telah dibuatnya. Apabila ia telah membuat sebuah keputusan yang tetap dan pasti tentang tujuan, nilai dan keyakinannya, ia tidak ragu dan juga tidak mudah terpengaruh oleh hal-hal lain yang dapat membuatnya mengubah keputusan tesebut.

    Menurut Whitbourne (2012) individu yang memiliki komitmen memiliki rasa yang kuat, mengetahui siapa mereka, dan merasa yakin dengan pilihan yang telah mereka buat.

Status Identitas Ego

Menurut Marcia (dalam Santrock, 2003), berdasarkan dua dimensi dasar identitas ego, Marcia kemudian bisa mengklasifikasikan perkembangan pembentukan identitas ego seseorang kepada empat status, antara lain:

  1. Identity Foreclosure, seorang remaja yang telah membuat komitmen namun belum pernah mengalami krisis atau eksplorasi.

  2. Identity Diffusion, menandakan seorang remaja yang belum pernah mengalami krisis (sehingga mereka belum pernah mengeksplorasi adanya alternatif yang berarti) atau membuat suatu komitmen.

  3. Moratorium Identity, biasa disebut dengan krisis identitas

  4. Identity Achivement. sudah mengalami masa krisis identitas dan telah membuat komitmen terhadap identitasnya.

1 Like

Definisi Identitas Ego


Erikson (dalam Semium, 2013) melihat ego sebagai agen pengatur yang sebagiannya tidak sadar yang menyatukan pengalaman-pengalaman saat ini dengan masa lalu, dan juga dengan diri-diri yang diharapkan. Erikson (dalam Semium, 2013) juga mengidentifikasikan tiga aspek ego yang saling berhubungan.

  1. Ego badaniah (body ego), yang mengacu pada pengalaman-pengalaman dengan tubuh seseorang.
  2. Ego ideal, yang mengacu pada gambaran yang dimiliki oleh seseorang tentang dirinya sendiri dan perbandingan dengan suatu hal ideal yang sudah ditentukan.
  3. Identitas ego, yaitu gambaran yang dimiliki oleh seseorang mengenai dirinya sendiri dalam berbagai peranan sosial.

Pembentukan identitas ego merupakan peristiwa besar dalam pengembangan kepribadian. yang terjadi selama masa remaja akhir, melalui hal yang memperkuat identitas menandai akhir dari masa kanak-kanak dan awal masa dewasa. Identitas dianggap sebagai struktur, mengacu pada bagaimana pengalaman ditangani serta pengalaman apa yang dianggap penting (Marcia, Waterman, Matteson, Archer, & Orlofsky, 1993).

Menurut Erikson (dalam Kroger, 2013),

Identitas ego adalah harga diri yang tumbuh secara bertahap menjadi keyakinan bahwa ego mampu mengintegrasikan langkah-langkah yang efektif menuju masa depan kolektif yang nyata, dan hal tersebut berkembang menjadi ego yang terorganisir dalam realitas sosial.

Erikson pertama kali menggunakan istilah identitas ego untuk menggambarkan apa yang tampaknya hilang dalam kehidupan beberapa veteran, yang kembali dari perang dunia kedua dan menderita trauma setelah perang.

Menurut Erikson (dalam Kroger, 2013) yang paling mengesankan dan membuat kaget adalah orang-orang veteran tersebut seperti kehilangan identitasnya. Mereka tahu siapa mereka, mereka memiliki identitas pribadi tapi itu hanya seperti subjektif. Mereka tidak lagi hidup bersama-sama. Hal itu terjadi karena terdapat gangguan pada apa yang disebut dengan identitas ego.

Menurut Levesque (2014) identitas ego adalah identitas yang di dalamnya sang individu mengenal siapa dirinya, dan juga bertindak atas pengertian akan dirinya tersebut, secara berkelanjutan dan sama.

Memiliki identitas ego yang kuat, berarti memiliki kemampuan untuk mensintesis “diri” yang berbeda ke dalam satu identitas yang koheren di seluruh waktu, serta dapat menciptakan koherensi (tersusunnya uraian atau pandangan sehingga bagian-bagiannya berkaitan satu dengan yang lain). Identitas ego dapat dikatakan sebagai elemen kunci dalam pengembangan seseorang, dan masa remaja telah dicatat sebagai saat penting dalam membentuk perkembangan tersebut (Levesque, 2014).

Dari penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa identitas ego adalah hal yang menggambarkan seperti apa diri seseorang. Contohnya apabila seseorang memiliki status identity foreclosure maka penggambaran orang itu adalah seseorang berperilaku sesuai dengan keinginan dari orang lain bukan karena keinginannya sendiri.

Menurut Fuhrmann (1990), seseorang telah dikatakan mempunyai identitas ego berarti ia mempunyai suatu konsep diri yang realistik, yang meliputi baik penguasaan fisik maupun kognitif terhadap lingkungan serta mempunyai kesadaran sosial di dalam suatu masyarakat tertentu. Individu yang mempunyai identitas yang kuat menyadari adanya kontuinitas dirinya dengan orang lain maupun keunikan individualitasnya.

Atwater (1992) mengatakan bahwa identitas ego remaja adalah suatu perasaan tentang siapa dirinya dan akan menjadi apa dirinya kelak. Disamping itu identitas ego juga memberikan suatu perasaan adanya kesamaan dan kontuinitas ditengah-tengah perubahan yang terjadi didalam hidup remaja. Adanya perasaan ini penting, terutama karena dewasa ini terjadi perubahan yang terus-menerus di dalam masyarakat yang akibatnya banyak nilai tradisional yang berubah, misalnya : terjadi perubahan terhadap apa yang diharapkan sebagai seorang laki-laki atau sebagai seorang wanita atau terjadinya perubahan terhadap apa yang diharapkan masyarakat dari seorang remaja dan seorang yang telah dewasa. Dengan adanya suatu identitas ego, individu tidak akan terombang-ambing dalam menghadapi perubahan di dalam hidupnya.

Pendapat yang hampir sama dikemukakan oleh Scarr (1986) bahwa identitas ego merupakan suatu perasaan mengenai keunikan diri dan munculnya kesadaran diri terhadap perbedaannya dengan orang lain yang meliputi kemampuan dan kebutuhannya serta kesadaran diri terhadap bagaimana seharusnya remaja di dalam lingkungan sosial.

Erikson (dalam Berszonsky, 1981) mendefinisikan identitas ego sebagai kelanjutan dari tahap perkembangan psikososial sebelumnya (sebelum mencapai usia remaja) dan bagaimana remaja mensintesiskan pengalaman yang didapatkan sebelumnya, sehingga remaja mampu menjawab pertanyaan mengenai “siapa dirinya” dan “akan kemana dirinya kelak”. Untuk meraih identitas ego ini, menurut Erikson semua individu harus menyadari kemampuan, keunikan, kekuatan dan kelemahan-kelamahan yang dimiliki yang mana berbeda dengan individu lainnya di lingkungan remaja tersebut hidup. Individu yang mampu menyelesaikan tugas-tugasnya tersebut dengan sukses adalah individu yang secara aktif menguasai lingkungannya, yang menunjukkan keutuhan kepribadian dan mampu untuk menerima dunia dan dirinya sendiri secara tepat.

Identitas menurut Marcia (dalam Irmawati,1996) adalah suatu struktur diri, konstruksi diri yang bersifat internal, organisasi yang dinamis dan dorongan-dorongan, komponen-komponen dan kepercayaan-kepercayaan serta sejarah individu yang bersangkutan. Semakin baik berkembangnya struktur ini, semakin sadar individu akan menjadi apa ia kelak dengan keunikan-keunikan yang ada pada dirinya dan dengan kesamaannya dengan orang lain dan dengan kekuatan-kekuatan dan kelemahannya.

Sebaliknya semakin buruk berkembangnya struktur ini semakin bingung individu dalam membedakan dirinya dengan orang lain serta semakin sering ia harus mencari dukungan pada sumber-sumber eksternal di dalam mengevaluasi dirinya. Selanjutnya menurut Marcia struktur identitas ini bersifat dinamis dalam arti elemen-elemen di dalamnya senantiasa bertambah dan berganti.

Identitas ego, dengan demikian dapat disimpulkan adalah struktur diri yang berisi kesadaran individu mengenai kekuatan-kekuatan dan kelemahan- kelemahan serta keunikan maupun kesamaan-kesamaannya dengan individu lain, yang pada akhirnya membantu individu tersebut sadar tentang siapa dirinya dan akan menjadi apa dia kelak.

Definisi Identitas Ego


Menurut Kroger & Marcia (2011), identitas ego adalah salah satu bagian dari perkembangan manusia yang dimulai dari anak-anak hingga dewasa. Menurut Kroger & Marcia (2011), pembentukan identitas ego mencakup perpaduan antara kemampuan, kepercayaan, dan identifikasi menjadi suatu keterkaitan, sesuatu yang unik dan utuh yang menciptakan rasa kontinuitas pada masa lalu dan arahan untuk masa depan. Menurut Kroger & Marcia (2011), identitas ego juga biasa disebut “perasaan”, “sikap”, “resolusi” dan lain-lain. Cara lain dalam menafsirkan identitas adalah sebagai selfstructure yaitu sekumpulan dorongan internal, kemampuan, kepercayaan, dan sejarah individu. Semakin baik individu membangun struktur, semakin individu menyadari keunikan dan persamaan dengan orang lain, kelemahan dan kekuatan dirinya. Struktur identitas ego bersifat dinamis, unsur-unsur terus menerus ditambahkan dan dikesampingkan (Kroger & Marcia, 2011).

Menurut Levesque (2014) identitas ego adalah identitas yang dimana individunya mengenal siapa mereka, dan juga bertindak atas pengertian siapa mereka tersebut, secara berkelanjutan dan sama. Erikson (dalam Levesque, 2014) menjelaskan identitas ego sebagai sarana untuk kelangsungan individu. Erikson (dalam Levesque, 2014) melihat identitas ego sebagai pelindung individu dalam menghadapi perubahan yang dihasilkan oleh perubahan mendadak karena faktor pribadi atau situasional.

Sedangkan menurut Erik Erikson (dalam Marcia, 1993) pemahaman tentang identitas merupakan konsep dalam skema pengembangan kepribadian normal. Menurut Erikson (dalam Marcia, 1993) dalam tiga aspek yaitu :

  1. Struktur mengacu pada konsekuensi identitas yang dimiliki untuk keseimbangan seluruh proses psikodinamik.

  2. Fenomenologis mengacu pada komponen yang dapat diamati dari proses formasi identitas atau yang disebut gaya identitas individu.

  3. Dari aspek perilaku, identitas adalah upaya untuk melampaui intrapsikis dan fenomenologi ke dalam empiris.

Dapat disimpulkan bahwa identitas ego merupakan proses pengenalan diri dan pemahaman diri secara utuh agar dapat mengetahui keunikan kita yang membedakan diri kita dengan orang lain dan dapat mengkategorikan diri kita dalam kelompok sosial tertentu

Dimensi Identitas Ego


Menurut Marcia (dalam Santrock, 2003), didalam proses pembentukan identitas ego terdapat dua dimensi, yaitu exploration dan commitment .

  1. Exploration
    Menurut Marcia (dalam Santrock, 2003), Exploration merupakan sebagai suatu masa perkembangan identitas di mana remaja memilah-milah berbagai alternatif yang berarti dan tersedia. Exploration tertuju pada periode individu mulai mempertanyakan secara lebih mendalam mengenai tujuan, nilai dan keyakinan yang akan atau telah dianut. Ia harus memilah-milah berbagai alternatif tujuan, nilai dan keyakinan yang di tawarkan untuk kemudian memilih yang paling sesuai dengan dirinya. Menurut Marcia (1976), eksplorasi merupakan suatu aktivitas yang dilakukan untuk menggali dan mencari informasi sebanyak-banyaknya. Berbagai informasi dan alternatif lain tersebut selanjutnya dibandingkan di antara satu dengan yang lain. Soenens (dalam Purnama, 2009) mengatakan bahwa eksplorasi adalah ketertarikan individu dalam mencari jati diri mengenai nilai, kepercayaan, tujuan dan proses eksplorasi menunjukkan percobaan dengan perbedaan aturan sosial, rencana dan ideologi. Eksplorasi melibatkan pertimbangan terhadap elemen identitas dengan kemungkinan alternatif dalam pencarian yang lebih lengkap terhadap diri (Purwadi, 2004)

  2. Commitment
    Menurut Marcia (dalam Santrock, 2003), Commitment atau komitmen merupakan bagian dari perkembangan identitas dimana remaja menunjukan adanya suatu investasi pribadi pada apa yang akan mereka lakukan. Commitment tertuju pada ketetapan individu terhadap tujuan dan rencana yang telah dibuatnya. Apabila ia telah membuat sebuah keputusan yang tetap dan pasti tentang tujuan, nilai dan keyakinannya, ia tidak ragu dan juga tidak mudah terpengaruh oleh hal-hal lain yang dapat membuatnya mengubah keputusan tesebut. Menurut Whitbourne (2012) individu yang memiliki komitmen memiliki rasa yang kuat, mengetahui siapa mereka, dan merasa yakin dengan pilihan yang telah mereka buat.

Status Identitas Ego


Menurut Marcia (dalam Santrock, 2003), berdasarkan dua dimensi dasar identitas ego, Marcia kemudian bisa mengklasifikasikan perkembangan pembentukan identitas ego seseorang kepada empat status, antara lain:

  1. Identity Foreclosure
    Foreclosure merupakan sebuah istilah yang menandakan seorang remaja yang telah membuat komitmen namun belum pernah mengalami krisis atau eksplorasi.

  2. Identity Diffusion
    Difusi identitas tau identitiy diffusion merupakan sebuah istilah yang dipakai untuk menandakan seorang remaja yang belum pernah mengalami krisis (sehingga mereka belum pernah mengeksplorasi adanya alternatif yang berarti) atau membuat suatu komitmen. Selain tidak mampu membuat keputusan mengenai pekerjaan dan ideologi, remaja pada status ini juga tidak menunjukkan adanya minat pada kedua hal tersebut.

  3. Moratorium
    Seseorang yang berada dalam status identity moratorium sudah ataupun sedang mengalami masa eksplorasi (krisis) terhadap alternatif-alternatif pilihan namun belum membuat komitmen pada aspek identitas.

  4. Identity Achivement
    Seseorang yang berada dalam status identity achievement telah mengalami sebuah moratorium psikologis, telah menyelesaikan krisis identitas mereka dengan secara berhati-hati mengevaluasi sejumlah alternatif dan pilihan, dan telah menyimpulkan dan memutuskan sendiri setiap pilihan yang akan dilakukan. Seseorang yang berada dalam tipe ini sudah mengalami masa krisis dan telah membuat komitmen.

Ego berasal dari bahasa Latin yang berarti ”aku”. Ego merupakan bagian dari pikiran yang bereaksi terhadap kenyataan eksternal dan yang dianggap oleh seseorang sebagai ”din”. Ego adalah sistem kepribadian yang bertindak sebagai pengarah individu kepada objek dari kenyataan dan menjalankan fungsinya berdasarkan realitas. Freud menjelaskan bahwa ego adalah bagian dari id yang berkembang dalam rangka menghadapi ancaman dari dunia luar.

Ia mengibaratkan ego dan id dengan joki dan kudanya. Kuda yanng menyediakan tenaga, tapi jokilah yang menentukan kemana harus pergi. Ego secara konstan membuat rencana untuk memuaskan id dengan cara yang terkendali. Umpamanya, seorang anak lapar tapi tahu bahwa Ia harus menunggu dulu datangnya waktu makan barulah ia bisa memperoleh makanan (Jeffry Navid, 2003).

Ciri-ciri Ego adalah :

  1. Merupakan aspek psikologis kepribadian karena timbul dari kebutuhan organisme untuk berhubungan secara baik dengan dunia nyata dan menjadi perantara antara kebutuhan instinktif organisme dengan keadaan lingkungan.

  2. Bekerja dengan prinsip kenyataan ( reality principle ) yaitu menghilangkan ketegangan dengan mencari objek yang tepat di dunia nyata untuk mengurangi ketegangan.

  3. Proses yang dilalui dalam menemukan objek yang tepat adalah proses sekunder, yaitu proses berfikir realistis melalui perumusan rencana pemuasaan kebutuhan dan mengujinya (secara teknis disebut reality testing ) untuk mengetahui berhasil tidaknya melalui suatu tindakan.

  4. Merupakan aspek eksekutif kepribadian karena merupakan aspek yang mengatur dan mengontrol jalan yang ditempuh serta memilih objek yang tepat untuk memuaskan kebutuhan.