Wkwk. Buat saya komentar ini sangat menarik. Menurut saya saat ini tidak banyak hal yang bisa kita lihat sebagaimana adanya. Terutama manusia. Banyak manusia yang saat ini hidup bukan sebagai seseorang yang memang dirinya, melainkan sebagai sosok yang ia ingin orang lain lihat dari dirinya. Dengan kata lain, ia menjalani hidup dengan menyembunyikan dirinya dalam citra yang ingin ia perlihatkan kepada orang lain, sehingga perkataan dan laku yang ditunjukkan tidak bisa mendefinisikan siapa dia sebenarnya, siapa dia di dalam hati dan diri sejatinya.
Tapi menurut saya, seseorang punya daya yang terbatas dalam berpura-pura sehingga lakon yang ia perankan, yang tidak sesuai dengan hatinya, tidak bisa dimainkan selamanya. Saat orang berhati baik melakukan hal-hal yang buruk, akan ada pertentangan dalam dirinya. Ia bisa berpura-pura baik-baik saja dan menikmati hal itu, tapi di satu titik ia harus memutuskan untuk kembali ke hati baiknya atau membiarkan dirinya tenggelam dalam keburukan yang ia lakukan. Menurut saya, meskipun dunia tidak hitam putih, bagaimanapun manusia tidak bisa condong pada kebaikan dan keburukan secara bersamaan.
Mungkin yang saya bahas tadi kelihatannya terlalu jauh untuk kasus omongan kotor yang ditanyakan, tapi menurut saya justru sangat erat kaitannya. Di sini mulut kotor saya terjemahkan sebagai suka mengumpat, mencela, membicarakan hal-hal jorok dan berghibah. Menurut saya mungkin sesekali orang berhati baik melakukan hal itu, entah karena tidak disengaja atau karena tuntutan pergaulan. Tapi tidak mungkin ia terus menerus melakukannya. Kalau ia benar-benar baik, maka ia setidaknya akan merasa tidak nyaman dengan hal-hal yang tidak sesuai dengan dirinya.
Masalahnya apabila suatu hal dilakukan berulang-ulang, yang tadinya dirasa tidak nyaman akan menjadi nyaman atau biasa, dan kebiasaan yang diulang-ulang akan menjadi karakter. Karakter seseorang ini akan menjadi jati dirinya.
Kalau begitu logikanya, tentu akan berkaitan dengan iman yang ditanyakan di awal. Iman itu tidak hanya ucapan tapi juga tindakan yang dijalankan dengan konsistemsi dan komitmen. Hasil dari iman adalah karakter. Kebiasaan buruk seperti berkata kotor tentu saja bertentangan dengan pembentukan karakter oleh iman. Jadi kalau mau kualitas imannya baik maka seharusnya seseorang menghindari perbuatan-perbuatan buruk, apalagi yang dijadikan kebiasaan.
Sebagai tambahan, ada perbuatan buruk yang dampaknya hanya pada pribadi seseorang, ada juga yang dampaknya dirasakan juga oleh orang lain. Ucapan yang tidak terjaga termasuk perbuatan buruk yang berpotensi besar untuk berdampak pada orang lain. Hmm, bukankah tidak akan sempurna iman seseorang kalau ia masih menyakiti saudaranya dengan lisannya?