Pelecehan Seksual Pada Anak : Apakah 100% Salah Pelaku?

045378700_1470631513-protothema_gr

Pelecehan seksual dapat dideskripsikan sebagai perilaku yang memiliki rentang dari bahan bercandaan bernuansa seksis sampai tindakan perkosaan (Sbraga dan O’Donohue, 2000). Deputi Bidang Perlindungan Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Nahar mengatakan, sejak Januari hingga 31 Juli 2020 tercatat ada 4.116 kasus kekerasan pada anak di Indonesia (Masabi, 2020). Angka yang cukup fantastis jika kita menilik bahwa negara kita menganut value ketimuran.

Dampak dari kekersan seksual pada anak salah satunya adalah Dampak trauma akibat kekerasan seksual yang dialami oleh anak-anak, antara lain: pengkhianatan atau hilangnya kepercayaan anak terhadap orang dewasa (betrayal); trauma secara seksual (traumatic sexualization); merasa tidak berdaya (powerlessness); dan stigma (stigmatization) (Noviana, 2015).

Nah, menurut Youdics apakah perilaku pelecahan seksual pada anak ini adalah 100 persen kesalahan pelaku?

Sumber :
Mashabi, S. (2020). Kementerian PPPA Sejak Januari Hingga Juli 2020 ada 2556 Anak Korban Seksual. Kompas.com. from Kementerian PPPA: Sejak Januari hingga Juli 2020 Ada 2.556 Anak Korban Kekerasan Seksual
Noviana, I. (2015). Kekerasan seksual terhadap anak: dampak dan penanganannya. Sosio Informa , 1 (1). from https://ejournal.kemsos.go.id/index.php/Sosioinforma/article/viewFile/87/55

2 Likes

Aku sendiri tidak ingin membenarkan pelaku. Namun, dalam pandanganku “bisa jadi” pelaku tidak 100 persen bersalah bila kasusnya adalah pelecehan terhadap anak-anak. Anak-anak yang sifatnya lemah, polos, dan suka bermain cenderung dapat menjadi sasaran yang cukup mudah bagi pelaku pelecehan. Kesepian mungkin juga dapat menjadi salah satu alasan bagi anak-anak untuk terjerumus dalam perangkap si pelaku pelecehan.
Dalam hal ini, aku rasa lingkungan terdekat anak, misalnya keluarga memberikan kontribusi beberapa persen bersalah. Bila anak mendapatkan perhatian dan kasih sayang yang cukup, potensi kemungkinan ia mencari perhatian dari orang lain akan berkurang. Perlu diberikan pengajaran kepada anak agar tidak begitu saja percaya dengan orang asing walau diiming-imingi sesuatu. Anak-anak baiknya juga diajarkan cara untuk membela dirinya bila tiba-tiba diserang oleh orang asing. Apabila anak masih terlalu lemah dan kesulitan memahami larangan untuk ikut dengan orang asing, mungkin lebih baik jika anak tetap berada di bawah pengawasan orang tua.

1 Like

Sebagian besar pelaku pelecahan seksual adalah orang yang dikenal oleh korban mereka; sekitar 30% adalah keluarga dari si anak, paling sering adalah saudara laki-laki, ayah, paman, atau sepupu; sekitar 60% adalah kenalan lainnya seperti ‘teman’ dari keluarga, pengasuh, atau tetangga, orang asing adalah pelanggar sekitar 10% dalam kasus penyalahgunaan seksual anak. Pelanggar lebih cenderung merupakan keluarga atau kenalan dari korban mereka daripada orang asing. Anak-anak yang masih memiliki pola pikir sederhana dan pengalaman hidup yang sedikit mau tidak mau membuat mereka hanya bergantung pada orang dewasa di sekitarnya. pelecehan terjadi karena pelaku melihat korban sebagai bagian dari objek seksual. Pola pikir itulah yang akhirnya menyasar pada perilaku pelecehan seksual. Sehingga menyebutkan bahwa kesalahan 100% ada di pelaku itu benar.

sumber:
Fergusson, DM.; Lynskey, MT.; Horwood, LJ. (1996). “Childhood sexual abuse and psychiatric disorder in young adulthood: I. Prevalence of sexual abuse and factors associated with sexual abuse”. J Am Acad Child Adolesc Psychiatry . 35 (10): 1355–64. doi:10.1097/00004583-199610000-00023. PMID 8885590.

1 Like

Tentu, karena pelecehan adalah jenis tindakan kriminal. Kembali lagi ke pengertian dari Pelecehan seksual, yaitu segala tindakan seksual yang tidak diinginkan, permintaan untuk melakukan perbuatan seksual, tindakan lisan atau fisik atau isyarat.

1 Like

Seringkali kebanyakan orang beranggapan bahwa tindakan pelecehan dilakukan oleh orang asing. Namun, kenyataannya tindakan pelecehan banyak dilakukan oleh orang terdekat yang sudah dikenal seperti saudara, guru, tetangga, teman, asisten rumah tangga, dan sebagainya. Beberapa ahli menunjukkan bahwa tindakan pelecehan paling sering terjadi di lingkungan keluarga dan lingkungan yang orang tersebut kenal dekat dengan korban. Sedangkan tindakan pelecehan yang dilakukan oleh orang asing justru terlihat minoritas di beberapa penelitian, namun menjadi mayoritas di beberapa negara seperti Jepang dan Bangladesh (Goessmann et al., 2020).

Tindakan pelecehan biasanya diawali dengan pelaku membuat anak tidak peka terhadap kontak seksual melalui verbal dan fisik. Lalu, pelaku mencoba mengetes anak melalui menyentuh area terlarang ketika mereka bermain. Alasan pelaku melakukan hal tersebut adalah untuk memeriksa respon anak terhadap konten seksual, lingkungan seksual, atau sentuhan seksual untuk menciptakan lingkungan seksual yang dianggap normal oleh anak. Kemudian, sentuhan atau konten pornografi yang diperlihatkan secara “tidak sengaja” bertujuan untuk mengurangi kepekaan dan perlawanan dari anak sehingga menjadi sinyal bagi pelaku untuk terus-menerus melakukan tindakan pencabulan (Katz & Field, 2020).

Terdapat empat motif yang melatarbelakangi terjadinya tindakan pelecehan diantaranya adalah adanya distorsi kognitif yang didefinisikan sebagai sikap dan keyakinan yang melanggar norma, interpretasi yang bias, minimalisasi, rasionalisasi, dan justifikasi. Distorsi kognitif memungkinkan pelaku untuk membenarkan perilaku pelecehan yang sedang terjadi. Lalu yang kedua adalah adanya masalah pengaturan diri pada pelaku sehingga secara impulsif mereka melakukan perilaku pelecehan. Selanjutnya motif yang ketiga adalah adanya defisit keintiman yang menunjukkan ketidakmampuan individu untuk keintiman yang sesuai dan kurangnya dukungan dan kesempatan interpersonal. Dan yang terakhir adalah adanya penyimpangan seksual pada diri pelaku (Heffernan & Ward, 2015). Sehingga dapat disimpulkan bahwa kasus pelecehan yang terjadi pada anak merupakan 100% kesalahan pelaku, karena mereka memiliki kelainan fantasi seksual yang menyimpang.

Referensi:

Goessmann, K., Ssenyonga, J., Nkuba, M., Hermenau, K., & Hecker, T. (2020). Characterizing the prevalence and contributing factors of sexual violence: A representative cross-sectional study among school-going adolescents in two East African countries. Child Abuse & Neglect , 109 , 104711. https://doi.org/10.1016/j.chiabu.2020.104711

Heffernan, R., & Ward, T. (2015). The conceptualization of dynamic risk factors in child sex offenders: An agency model. Aggression and Violent Behavior , 24 . https://doi.org/10.1016/j.avb.2015.07.001

Katz, C., & Field, N. (2020). Unspoken: Child-Perpetrator Dynamic in the Context of Intrafamilial Child Sexual Abuse. Journal of Interpersonal Violence , 886260520943723. https://doi.org/10.1177/0886260520943723

2 Likes

Kekerasan seksual pada anak sangat memprihatinkan. Dalam pemberitaan di media massa, begitu marak terjadi kasus pelecehan seksual pada anak. Kekerasan seksual pada anak adalah keterlibatan seorang anak dalam segala bentuk aktivitas seksual yang terjadi sebelum anak mencapai batas usia tertentu di mana orang dewasa, anak lain yang usianya lebih tua, atau orang yang dianggap memiliki pengetahuan lebih memanfaatkan anak tersebut untuk kesenangan seksual atau aktivitas seksual. Kekerasan seksual pada anak dilakukan dalam bentuk sodomi, pemerkosaan, pencabulan atau incest. Baik anak laki-laki maupun anak perempuan dapat menjadi korban kekerasan seksual. Namun, anak perempuan lebih cenderung mengalaminya.

Aku setuju dengan pendapat dari @Nawal , pelaku pelecehan seksual pada anak biasanya merupakan orang yang dikenal si korban. Penyebab kekerasan seksual pada anak dapat terjadi akibat pengaruh pornografi, obat-obatan terlarang, atau memiliki historis pernah menjadi korban.

Setuju juga dengan pendapat dari @gadis_karwita korban kekerasan seksual pada anak seringkali tak menceritakan kekerasan yang dialaminya karena berpikir bahwa itu merupakan kesalahannya atau telah diyakinkan oleh pelaku bahwa hal tersebut normal untuk dilakukan dan cukup menjadi rahasia saja. Selain itu, anak juga dapat disuap atau diancam oleh pelaku. Bahkan mungkin pelaku memberitahu si anak bahwa orang-orang tak akan memercayai apa yang dikatakannya. Hal tersebut membuat anak khawatir akan berada dalam masalah sehingga memilih memendamnya.

Terjadinya pelecehan seksual pada anak memang bukan 100% kesalahan pelaku. Untuk mengatasinya orangtua harus bertanggung jawab untuk memastikan anak memiliki hubungan dan lingkungan yang aman dan stabil. Selain itu, pengasuhan orang tua juga harus dilakukan dengan baik, jangan sampai mengabaikan anak bahkan membiarkannya sendirian dengan orang yang mungkin saja dapat menjadi pelaku kekerasan seksual. Ingatlah bahwa orang terdekat juga bisa saja memiliki niatan yang buruk. Sebisa mungkin orangtua selalu pantau anak, dan jalin komunikasi yang baik dengannya sehingga anak tidak akan segan untuk membicarakan apa pun yang ia rasakan atau pikirkan. Bahkan anak juga akan lebih terbuka dan merasa diberi perlindungan oleh orang tua.

1 Like

Kekerasan seksual pada anak sendiri menurut saya adalah sebuah tindakan yang tidak dapat dibenarkan secara moral maupun hukum karena tentu saja seperti yang kita ketahui, kekerasan seksual kepada anak dapat memberikan efek psikis yang sangat besar kepada korban seperti trauma dan kehilangan kepercayaan. Disini saya mau menekankan jika pelaku kekerasan seksual kepada anak memiliki motif dan latar belakang seperti pornografi dan karena memang adanya kesempatan seperti misalnya, ketika anak yang menjadi korban itu sedang dalam posisi sendirian dan tidak ada siapapun. dan seperti yang kita ketahui juga, banyak juga kekerasan seksual kepada anak yang terjadi di bahkan di lingkungan keluarga sendiri seperti contohnya seorang ayah yang tega memperkosa putrinya sendiri yang belakangan ini kasus - kasus seperti ini memang sedang marak - maraknya.

Dalam pandangann saya, anak - anak yang masih polos ini tentunya juga memiliki semacam ketergantungan pada orang dewasa di sekitarnya dan tidak mengetahui jika ancaman itu akan selalu ada tentunya juga jadi sorotan. Untuk inilah saran saya adalah pengetatan Undang - Undang Perlindungan Anak dan Perempuan untuk menekan angka kekerasan seksual pada anak. selain itu, setiap orang tua hendaknya mulai mengajarkan pada anak - anak mereka untuk selalu berhati - hati ketika berinteraksi pada orang dewasa dan segera pergi menjauh dan melapor kepada orang tua jika terjadi sesuatu yang mencurigakan serta pengawasan orang tua dan lingkungan sekitar harus lebih ditingkatkan lagi.