Paid Promote Mahasiswa a.k.a Danus Online, Efisienkah?

Ilustrasi:

Photo by Brett Jordan on Unsplash

Paid promote sudah tidak asing lagi di kalangan mahasiswa terutama yang aktif di kepanitian maupun yang mempunyai teman aktif di kepanitian. Hal ini dilakukan mahasiswa untuk mengatasi kekurangan dana karena tidak bisa mengadakan danus secara offline seperti saat sebelum pandemi. Metode danus online ini cukup diminati mahasiswa karena caranya yang mudah dan tidak perlu modal dalam bentuk uang. Pengguna jasa paid promote mahasiswa ini kebanyakan adalah pemilik usaha yang baru saja berdiri karena harga yang ditawarkan sangat murah.

Konsep paid promote mahasiswa ini sebenarnya mirip dengan yang dilakukan oleh para influencer. Hanya saja, karena kebanyakan mahasiswa bukan influencer profesional, maka yang ditawarkan adalah akun borongan untuk mencapai jumlah followers tertentu yang setara dengan followers influencer. Permasalahannya terletak pada followers akun-akun borongan milik mahasiswa ini, kebanyakan dari mereka menggunakan akun spam atau membuat akun baru dengan followers yang itu-itu saja, mereka-mereka saja, berputar dari 1 akun ke akun yang lainnya, belum lagi kalau ada yang niat sampai membeli followers dulu. Sehingga kalau dipikir-pikir meskipun jumlah followers gabungan dari akun borongan mahasiswa mencapai ribuan, kalau akun followers-nya tidak beragam alias itu-itu saja bukankah artinya jumlah aslinya tidak begitu besar?

Lalu, apakah sebenarnya paid promote ini efisien bagi semua pihak atau hanya mahasiswa saja?

Referensi:

https://mojok.co/terminal/lama-lama-paid-promote-danus-itu-menjengkelkan/

2 Likes

Menurut ku efisien atau tidaknya paid promote tergantung pada sukses atau tidak dari target tersebut. Paid promote ini memang salah satu cara mencari dana. Dana tersebut digunakan untuk melancarkan sebuah kegiatan. Dalam sepengalaman ku, danus online ini tidak begitu efisien untuk mahasiswa. Apabila target followers kadang tidak tercapai maka harus mencari cara lain untuk mencapai target tersebut dengan waktu singkat. Namun apabila dibandingkan dengan dana usaha mahasiswa secara luring (menjual jajanan kepada mahasiswa), paid promote ini lebih ‘memaafkan’. Karena mahasiswa tidak perlu menombok uang jajanan.

Kalau menurutku bisa jadi efisien dan tidak efisien. Tergantung dari cara mahasiswa dalam melakukan paid promote itu. Jujur pengalamanku mengikuti organisasi di kampus, sering melakukan kegiatan paid promote. Dan hasilnya pun lumayan untuk tambahan dana organisasi. Kalau kita berbicara tentang tidak efisiennya kegiatan paid promote, balik lagi ke awal tujuan kita dalam melakukan paid promote itu yaitu untuk tambahan dana. Apabila masih saja tidak efektif kita harus mencari cara lain dalam menambah penghasilan misalnya dengan bekerjasama dengan pihak lain atau bisa mengubah strategi dan disesuaikan dengan target pasar mahasiswa.

Menurutku paid promote ini merupakan suatu bentuk upaya untuk bisa mendapatkan dana dengan modal yang bisa dibilang sedikit, yaitu hanya dengan modal upload ke media sosial saja. Untuk masalah bagaimana cara mahasiswa yang ditugaskan malah upload ke akun spam, ya kalo itu menurutku sah-sah saja. Yang terpenting adalah mahasiswa yang ditugaskan tersebut sudah menunaikan tugasnya untuk upload ke media sosial. Tinggal kebijakan dari divisi yang mengkoordinasikan paid promote tersebut untuk bisa memastikan bahwa setiap mahasiswa yang terlibat harus menguploadnya, misalkan dengan memberikan hukuman ataupun denda bagi mahasiswa yang lupa upload atau terlambat upload, karena hal tersebut dapat merugikan usaha yang menggunakan jasa paid promote mereka.

Menurut sepengalamanku di beberapa kepanitiaan, memang dari adanya jasa paid promote ini setidaknya bisa mengcover sebagian dari kebutuhan keuangan kepanitiaan tersebut. Apalagi kalau kita bicara di saat ini yang masih pandemi, dimana kegiatan offline sangatlah dibatasi. Paid promote bisa menjadi alternatif untuk bisa mencari dana bagi kepanitiaan atau organisasi.

Menurutku kegiatan paid promote ini terbilang cukup efisien dalam menambah pemasukan dan organisasi maupun kepanitiaan karena modal uang yang dikeluarkan hampir tidak ada. Pengalamanku juga saat mengadakan paid promote ini sangat membantu dalam mencari dana tambahan, terlebih lagi pada saat pandemi seperti ini yang segalanya dilakukan secara online Setuju dengan pendapat kak @Yusrilisya

Akan tetap sah-sah saja jika terdapat mahasiswa yang mengupload ke akun spamnya, menurutku tetap ada insight yang didapat. Untuk permasalahan membeli followers juga menurutku tidak masalah asalkan yang dibeli merupakan followers aktif. Bukankah hal tersebut justru dapat meningkatkan insightnya? Menurutku tidak akan dapat dikatakan efisien apabila terdapat anggota atau panitia yang tidak mengupload post-an paid promote tersebut karena hal tersebut jelas akan mengurangi insightny dan dapat merugikan pihak yang menggunakan jasa tersebut.

Aku setuju bagian ini sih, karena pernah mengikuti suatu kepanitiaan yang mana salah satu dana yang diharapkan untuk menunjang pemasukan untuk acara adalah dengan cara membuka paid promote. Namun tidak jarang memang para panitia yang cukup malas dan enggan jika akun pribadinya harus terpakai untuk penggunaan iklan dan alasan lainnya karena penggunaan iklan cukup merusak postingan keseharian baik dirinya atau teman-temannya. Sehingga ada yang harus menggunakan akun kedua dan membeli jumlah followers di akun lain. dimaksudkan agar tidak menganggu atau tidak menggunakan akun pribadinya.

Pertanyaannya, apakah paid promote yang digunakan sudah efisien?

Dalam sebuah promosi perlu yang namanya strategi marketing, yang mana tujuannya agar produk yang ingin dipasarkan tepat dengan sasaran.

Strategi yang efektif biasanya menggambarkan kecermatan dalam menerapkan strategi marketing yang dgunakan. penerapan tersebut tergantung dari kondisi lingkungan dan pasar. sedangkan keberhasilannya digambarkan melalui jumlah permintaan dari lingkungan persaingan (Dr.Suryana,Msi : Kewirausahaan, 2001 : 98).

Ada 6 strategi dalam memenuhi permintaan konsumen dari lingkungan persaingan :

  1. Berorientasi pelanggan (Customer Orientation)
  2. Mengutamakan total quality management (TQM), yaitu efektif, efisien, dan tepat
  3. Memfokuskan perhatian pada kesenangan hidup (convience), kenyamanan, dan kenikmatan
  4. Berinovasi dalam produk jasa maupun proses
  5. Berorientasi kecepatan (speed) atau disebut dengan time compression management (TCM) yang mewujudkan dalam bentuk :
  • Kecepatan untuk menempatkan produk baru dipasar
  • Memperpendek waktu untuk merespons keinginan dan kebutuhan pelanggan
  1. Pelayanan dan kepuasaan pelanggan (Customer satisfaction)

Sedangkan untuk strategi media sendiri karena kebanyakan paid promote menggunakan media sosial terutama instagram biasanya dilihat berdasarkan bagaimana jangkauan follower dan juga rentang waktu mengupload iklan.

Maka dapat disimpulkan bahwa, sebenarnya penggunaan media sosial sebagai paid promote sudah tidak asing lagi. Terutama saat pandemi, penggunaan media secara digital sangat digantungkan terutama pada penyebaran promosi. Namun, penyedia iklan tidak dapat secara langsung memonitoring siapa yang menyebarkan iklan tersebut selain dari seberapa banyak taggar dari iklan yang telah dipublish. Dalam hal ini banyak kemungkinan dipertengah jalan yang membuat suatu iklan tidak sampai pada sasaran. Kemudian salah satu hal yang membuat promosi tersebut tidak efektif yaitu karena bentuk produk yang random yang tidak semua akan sesuai dengan audien akun dari tiap-tiap panitia. Sehingga penggunaan paid promote dapat bersifat untung tidak untung bagi para produsen. Namun pemasukan paid promote berdasarkan pengalaman saya cukup membantu sebagai dana tambahan kepanitiaan.

Summary

Tasruddin, R. (2015). Strategi Promosi Periklanan Yang Efektif. Jurnal Al-Khitabah , 2 (1), 107-116.

1 Like

Menurut pengalaman kakak-kakak tingkatku yang pernah menjalankan paid promote ini, memang jauh lebih bersahabat di kantong mahasiswa, karena tidak perlu modal dan tidak perlu menombok apa-apa (lain soal kalau si mahasiswa telat posting, tentu ada konsekuensinya tersendiri), daripada danus offline yang menjual jajanan kepada mahasiswa. Selain karena perlu modal awal, mahasiswa juga biasanya diharuskan untuk membayar sisa jualan yang tidak laku.

1 Like

Iya kak, saya setuju sekali pada bagian ini. Ketika melihat postingan paid promote milik seorang teman, terkadang saya menemukan produk/jasa yang ditawarkan kurang sesuai dengan followers-nya yang sebagian besar adalah mahasiswa. Hal ini yang membuat paid promote menjadi kurang efektif karena target pasarnya tidak sesuai.

berdasarkan pengalaman yang saya miliki, paid promote untuk mengumpulkan dana usaha kurang efektif dan cenderung merugikan pihak yang akan menggunakan jasa paid promote.

iklan paket paid promote pasti mencantumkan berapa jumlah akun instagram yang akan mengunggah iklan dan total followers yang akan melakukan iklan di instagramnya, akan tetapi pada saat dilaksanakan kebanyakan anggota lain membuat akun baru yang jumlah followersnya sedikit.

Hal tersebut berdampak sekali kepada pengguna jasa yang tentu saja sudah tergiur dengan iklan jumlah followers yang ada pada kesepakatan awal. Selain itu, tidak semua panitia bersedia untuk melakukan paid promote di akun instagramnya dan hal ini akan sangat menyulitkan untuk panitia bisa memenuhi target awal.

Menurutku, paid promote atau danus online di media sosial sangat efektif apalagi di tengah kondisi pandemi seperti ini. Tanpa mengeluarkan modal, dan pendapatan yang kita peroleh cukup untuk menambah dana suatu organisasi untuk melaksanakan program kerjanya. Hanya duduk diam dan memposting ke media sosial tanpa perlu repot-repot jualan kesana kemari saya rasa sudah cukup efektif untuk dilakukan. Pengalaman saya kemarin hanya dalam 1 minggu paid promote mendapatkan dana kurang lebih 1-2 juta rupiah. Bahkan, beberapa customer ingin berlangganan lagi karena insight yang mereka dapat cukup bagus. Dengan demikian, saya rasa paid promote sangat membantu sekali dalam mendukung kelancaran sebuah acara dan membantu meningkatkan pendapatan UMKM di masa pandemi.

Paid promote menjadi hal yang efisien dalam mencari modal kepanitiaan terlebih di masa pandemi Covid-19. Selain tidak perlu mengeluarkan modal, paid promote hanya dilakukan dengan cara mempromosikan produk online shop di aplikasi sosial media saja. Untuk menerapkan paid promote, tim dari kepanitian memerlukan data pengikut atau followers dari anggota kepanitian lainnya kemudian dihitung total jumlah pengikut tersebut. Setelah jumlah pengikut sudah dihitung, tim panitia membuat harga paket promosi dan menyebarkannya lewat media sosial. Tidak lupa untuk menggunakan berbagai macam hastag agar dilihat oleh orang lain. Keuntungan yang didapat dari paid promote menambah pemasukan sebagai modal kepanitiaan.

Pernyataan di atas bikin saya berpikir kalau paid promote yang dilakukan ini memang sedikit kurang efektif, nyatanya teman saya yang melakukan paid promote dengan menyebar tawaran yang sama itu membuat kita sebagai audiens merasa bosan, bukannya malah mengklikt tawaran tersebut namun mengabaikannya. Karena dari yang saya lihat teman teman mahasiswa banyak yang tidak menawarkan suatu produk nya itu secara persuasif namun hanya menyebar konten yang sudah ada, jadi disitu tidak ada daya tarik sama sekali untuk mengetahui produk apa yang di tawarkan.

1 Like

Sepengalaman saya menjadi panitia paid promote, menurut saya kurang efektif. Paid promote ini sebenarnya termasuk pemaksaan, karena media sosial merupakan hak setiap penggunanya untuk memposting apa yang diinginkan. Biasanya dalam sistem paid promote juga berlaku denda, jika ada anggota panitia yang tidak memposting maka ia harus memberikan uang denda, yang menurut saya termasuk pemerasan.

Penghasilan dari paid promote juga terkadang berbeda jauh dari hasil denda yang dilakukan oleh panitia bagian paid promote. Menurut saya, sistem paid promote ini sudah tidak efisien.

Berdasarkan sudut pandang panitia suatu kegiatan maka hal ini terbukti lumayan efektif sebagai penambah pemasukan. Akan tetapi jika kita lihat dari perspektif pihak yang membayar untuk Paid Promote tersebut maka ini kurang terasa dampaknya, karena banyak sekali panitia yang melanggar aturan paid promote, seperti tidak mengunggah di akun utama mereka, kemudian malah dengan sengaja menghapus kembali postingan padahal belum sampai batas waktu yang ditentukan. Hal seperti ini bukannya membantu malah justru merugikan.

Menurutku metode paid promote ini bisa jadi efisien bisa jadi tidak. PP akan efisien apabila kedua belah pihak diuntungkan, mahasiswa mendapat uang, dan pihak client dapat terpromosikan usahanya secara real dan luas. Namun sekarang cukup banyak fenomena bahwa mahasiswa yang menawarkan PP akan mengunggah konten PP mereka diakun khusus PP yang mana isi dari followers mereka sebagian fake account. Hal ini tentu saja merugikan pihak client yang hendak mempromosikan usahanya namun target promosinya justru fake account. Sehingga apabila terjadi peristiwa seperti itu maka kurang efektif karena hanya menguntungkan salah satu pihak.

Menurut saya, Paid Promote atau Danus Online, sangat efisien. Mengingat di masa pandemi ini sangat susah untuk berdagang, dan juga seperti yang kita ketahui, Media sosial sudah menjadi makanan sehari-hari kita. Makanya, menurut saya Danus online atau paid promote sangat efisien.

Menurut saya lebih efisien paid promote. Paid promote sendiri hanya mempublikasikan produk-produk dari penjual dan tanpa modal berupa uang. Paid juga lebih mudah untuk memperoleh uang dengan hanya mempromosikan suatu produk dari penjual. Kegiatan paid promote ini juga merupakan promosi yang efektif dan banyak yang memanfaatkan jasa tersebut. Sedangkan, untuk danus online ini menurut saya kurang efisien. Apalagi danus dilakukan secara online, karena banyak pesaing dari berbagai produk yang dijual secara online. Dan juga apabila produk danus ini kurang diminati maka mahasiswa harus mengganti rugi untuk dana usaha tersebut.

Benar sekali, kak. Saya juga sering menemukan konten paid promote yang sama dari banyak akun instagram teman-teman saya sehingga saya merasa bosan dan terkadang me-mute akun mereka untuk sementara waktu. Hal ini terjadi karena konten yang akan disebar untuk paid promote memang tidak dibuat beragam untuk tiap orang, entah apa penyebabnya, jadi mereka hanya menyebarkan template saja tanpa harus berusaha mempromosikannya secara persuasif.

Hal serupa juga dikeluhkan oleh beberapa teman saya yang menjadi panitia. Di satu sisi mereka merasa berat untuk terus-terusan memposting konten paid promote di akun pribadi karena khawatir mengganggu kenyamanan followers mereka, tapi di sisi lain mereka juga tidak mau terus-terusan membayar denda yang jumlahnya fantastis. Bahkan, terkadang penghasilan dari paid promote ini justru lebih didominasi oleh uang denda panitianya daripada uang dari customer paid promote itu sendiri.