Aileen Diva Nirwana Budi
SMA Negeri 8 Denpasar
Dictio_Challenge
Topik diskusi ini terinspirasi dari sebuah podcast yang saya dengar, judul podcastnya itu ‘Jangan jadi apa adanya’ dari podcast Beban Keluarga by Kak Baim Nasa. Pertamanya, memang agak aneh sama judul yang dipakai untuk podcastnya itu, sampai-sampai memperkirakan kira-kira tema apa sih yang diangkat sampai bisa membuahkan judul ‘Jangan jadi apa adanya’
Detailnya podcast tersebut membahas topik antara menjadi diri sendiri dan menjadi apa adanya. Menurut Kak Baim, ada perbedaan yang signifikan antara menjadi diri sendiri dan menjadi apa adanya. Perbedaan antara menjadi diri sendiri dan menjadi apa adanya menurutnya, tergambar dari sebuah lagu yakni ‘Jangan Cintai Aku apa adanya’ by tulus. Tepatnya pada penggalan lirik ‘Jangan cintai aku apa adanya, tuntutlah sesuatu biar kita jalan ke depan’. Menurutnya konteks pada penggalan lirik tersebut tidak hanya seputar sebuah hubungan percintaan belaka. Namun, pengaplikasiannya juga bisa diterapkan pada diri kita sendiri. Dalam podcastnya, Kak Baim mengatakan menjadi diri sendiri itu fungsinya untuk menampilkan keunikan dari diri kita masing-masing. Seperti yang kita tahu, setiap orang itu unik dan itu dengan caranya masing-masing, dimisalkan dalam podcast itu kita bisa mengetahui seseorang lewat suaranya saat mengisi podcast, bisa jadi karena orang tersebut memiliki suara yang khas sehingga bisa langsung ditebak dia siapa meski hanya lewat suara. Berbeda halnya dengan misal ni ya, kamu memiliki teman yang wataknya emosional, dikit-dikit marah, dikit-dikit tersinggung, ditambah lagi terkadang tidak pada tempatnya, bisa dimana saja marah-marahnya, dalam kondisi dan situasi apapun bisa. Kemudian, orang tersebut dikritik oleh temannya untuk belajar mengontrol watak emosionalnya tersebut, tetapi dia malah beralasan “Aku mah emang gini orangnya”. Bagaimana sudah bisa dibayangkan kejadiannya? Wkwkwkw……
Konteks seperti inilah yang seharusnya menerapkan konsep jangan jadi apa adanya. Disaat kamu menerima sebuah kritik, apalagi konteksnya membangun atau bisa dibilang demi kebaikanmu sendiri lah kritik tersebut, janganlah beralasan “Aku mah emang kayak gini orangnya”. Kritik tersebut sebaiknya diposisikan sebagai reminder, diposisikan sebagai langkah awal menjadi pribadi yang lebih baik ke depanya. Secara tidak sengaja juga, kamu akan belajar soft skill baru dengan menerima kritik tersebut, yang pastinya menjadikan dirimu pribadi yang lebih baik kan? Ingat ya! Kritik yang konteksnya membangun, kalau konteksnya hanya berisi kata-kata meremehkan atau bahkan malah mencari-cari kesalahan, sudah ditelan mentah-entah saja, oke?
Terkadang memang, kita harus menuntut sesuatu pada diri kita agar kita bisa terus berkembang. Jangan sampai kita hanya stuck di satu titik saja karena melibatkan alasan “Aku mah emang kayak gini”. Konteks terus berkembang itu, juga tidak melulu soal pelajaran misal matematika, fisika maupun biologi ya… Soft skill seperti mengatur waktu, mengatur pengeluaran, mengontrol emosi, bersosialisasi dengan baik atau apapun itu juga penting untuk diasah, untuk ditingkatkan. Toh, manfaat juga kita yang mendapatkan, juga kita pula yang merasakan.
Jadi menjadi diri sendiri itu penting karena hal inilah yang menbedakan kita dengan orang lain, kita unik dengan value kita masing-masing, tetapi menjadi apa adanya juga terkadang kurang sesuai di berbagai konteks. Apalagi jika konteknya untuk ‘Self Improvement”.
Jadi menurut kalian gimana, apa menjadi diri sendiri dan menjadi apa adanya berbeda juga kah atau malah sama?
Oh ya, btw aku nulis topik ini sambal dengerin lagu “Jangan Cintai aku apa adanya” by tulus biar dapet feelnya gitu hihihihi……