Bener gak sih, jangan jadi apa adanya salah satu bentuk 'Self Improvment'?

Aileen Diva Nirwana Budi

SMA Negeri 8 Denpasar

Dictio_Challenge

WhatsApp Image 2021-04-28 at 22.30.36

Topik diskusi ini terinspirasi dari sebuah podcast yang saya dengar, judul podcastnya itu ‘Jangan jadi apa adanya’ dari podcast Beban Keluarga by Kak Baim Nasa. Pertamanya, memang agak aneh sama judul yang dipakai untuk podcastnya itu, sampai-sampai memperkirakan kira-kira tema apa sih yang diangkat sampai bisa membuahkan judul ‘Jangan jadi apa adanya’

Detailnya podcast tersebut membahas topik antara menjadi diri sendiri dan menjadi apa adanya. Menurut Kak Baim, ada perbedaan yang signifikan antara menjadi diri sendiri dan menjadi apa adanya. Perbedaan antara menjadi diri sendiri dan menjadi apa adanya menurutnya, tergambar dari sebuah lagu yakni ‘Jangan Cintai Aku apa adanya’ by tulus. Tepatnya pada penggalan lirik ‘Jangan cintai aku apa adanya, tuntutlah sesuatu biar kita jalan ke depan’. Menurutnya konteks pada penggalan lirik tersebut tidak hanya seputar sebuah hubungan percintaan belaka. Namun, pengaplikasiannya juga bisa diterapkan pada diri kita sendiri. Dalam podcastnya, Kak Baim mengatakan menjadi diri sendiri itu fungsinya untuk menampilkan keunikan dari diri kita masing-masing. Seperti yang kita tahu, setiap orang itu unik dan itu dengan caranya masing-masing, dimisalkan dalam podcast itu kita bisa mengetahui seseorang lewat suaranya saat mengisi podcast, bisa jadi karena orang tersebut memiliki suara yang khas sehingga bisa langsung ditebak dia siapa meski hanya lewat suara. Berbeda halnya dengan misal ni ya, kamu memiliki teman yang wataknya emosional, dikit-dikit marah, dikit-dikit tersinggung, ditambah lagi terkadang tidak pada tempatnya, bisa dimana saja marah-marahnya, dalam kondisi dan situasi apapun bisa. Kemudian, orang tersebut dikritik oleh temannya untuk belajar mengontrol watak emosionalnya tersebut, tetapi dia malah beralasan “Aku mah emang gini orangnya”. Bagaimana sudah bisa dibayangkan kejadiannya? Wkwkwkw…… :sweat_smile:

Konteks seperti inilah yang seharusnya menerapkan konsep jangan jadi apa adanya. Disaat kamu menerima sebuah kritik, apalagi konteksnya membangun atau bisa dibilang demi kebaikanmu sendiri lah kritik tersebut, janganlah beralasan “Aku mah emang kayak gini orangnya”. Kritik tersebut sebaiknya diposisikan sebagai reminder, diposisikan sebagai langkah awal menjadi pribadi yang lebih baik ke depanya. Secara tidak sengaja juga, kamu akan belajar soft skill baru dengan menerima kritik tersebut, yang pastinya menjadikan dirimu pribadi yang lebih baik kan? Ingat ya! Kritik yang konteksnya membangun, kalau konteksnya hanya berisi kata-kata meremehkan atau bahkan malah mencari-cari kesalahan, sudah ditelan mentah-entah saja, oke?

Terkadang memang, kita harus menuntut sesuatu pada diri kita agar kita bisa terus berkembang. Jangan sampai kita hanya stuck di satu titik saja karena melibatkan alasan “Aku mah emang kayak gini”. Konteks terus berkembang itu, juga tidak melulu soal pelajaran misal matematika, fisika maupun biologi ya… Soft skill seperti mengatur waktu, mengatur pengeluaran, mengontrol emosi, bersosialisasi dengan baik atau apapun itu juga penting untuk diasah, untuk ditingkatkan. Toh, manfaat juga kita yang mendapatkan, juga kita pula yang merasakan.

Jadi menjadi diri sendiri itu penting karena hal inilah yang menbedakan kita dengan orang lain, kita unik dengan value kita masing-masing, tetapi menjadi apa adanya juga terkadang kurang sesuai di berbagai konteks. Apalagi jika konteknya untuk ‘Self Improvement”.

Jadi menurut kalian gimana, apa menjadi diri sendiri dan menjadi apa adanya berbeda juga kah atau malah sama?

Oh ya, btw aku nulis topik ini sambal dengerin lagu “Jangan Cintai aku apa adanya” by tulus biar dapet feelnya gitu hihihihi…… :crazy_face:

4 Likes

“apa menjadi diri sendiri dan menjadi apa adanya berbeda juga kah atau malah sama?”
Bagiku, itu beda. Menjadi diri sendiri artinya kita menerima pribadi kita, bagaimana personalitas diri kita sementara apa adanya itu menerima kondisi kita, dan kenyataan hidup. Anggap saja diri sendiri itu aspek internal sementara apa adanya itu aspek eksternal.

Singkatnya, menurutku yang kamu maksud jangan jadi apa adanya itu bukanlah hal yang baik. Tapi pembahasannya disini apakah hal tersebut merupakan self-improvment? Uh, mungkin bisa dibilang self-improvement yang condong ke sisi negatif. Karena seperti yg kubilang tadi, menjadi apa adanya itu menerima kondisi kita atau kenyataan hidup (yang dimaksudkan aspek eksternel diri),Jadi pasti sudah tau kan yang ku maksudkan seperti apa? Intinya, gitu.
btw, ini bukan bantahan atau kritikan yang objektif ya, hanya pendapatku yang sepenuhnya jawaban subjektif, Silahkan koreksi aku kalau salah, terima kasih.

1 Like

Saya saya hal itu tepat namun pada moment tertentu
Kita terkadang harus keras pada diri sendiri, karena hidup ini juga keras
Jika kita hanya bermain-main lalu menganggap diri kita 'apa adanya" ?
Itu 0 besar
Saat ada hal buruk dalam diri kita itu perlu kita rubah buka hanya pasrah dengan alasan " apa adanya"
Demikian pendapat saya, mari kita saling berdiskusi juga di artikel saya(Bagaimana pendapatmu mengenai “inspirasi” sebagai salah satu katalisator Self-Improvement ? Apakah sudah tepat?. Ditunggu kehadirannya.

Halo kak…
Izin beri pendapat ya kak.

Menurut saya kak, artikel kakak itu benar. Jangan lah kita jadi apa adanya jika ingin meningkatkan self improvement, Karena jika Kita selalu Dan terus menjadi apa adanya maka peningkatan atau pengembangan diri tidak lah akan maju, Karena Kita selalu pesimis misal nya kata " ya sudahlah, begini sajalah, apa boleh buat, apa adanya ajalah"
Sebaik nya jangan lah Ada kata-kata seperti itu Karena akan susah untuk meningkatkan self improvement Kita. Tapi katakan Aku harus bisa Aku pasti bisa.
Jadi artikel kakak Aku setuju.
Terimakasih kak…
Jangan lupa berkunjung di artikel saya kak :hugs:

Saya cukup setuju dengan pendapat anda bahwa sebagai manusia jangan hanya mengandalkan orisinalitas diri sendiri. Jika orisinalitas tersebut baik maka patut kita embrace jika sebaliknya kita harus mau meningkatkan kualitas diri. Hanya saja, tidak semua masyarakat memiliki pemikiran tersebut. Karena sebenarnya baik dan buruk itu sifatnya subjektif. Jika berkenan, bisa cek postingan terbaru saya Apakah Tingkat Literasi Masyarakat Indonesia Berpengaruh terhadap Self Improvement?

menjadi diri sendiri artinya kamu tidak berpura-pura atau memaksa dirimu untuk fit in sesuai streotipe dan kemauan orang-orang, alih-alih menetap pada bentuk aslimu, karakter aslimu dan kesejatianmu. sedangkan untuk menjadi apa adanya bisa berarti 2 hal : menjadi sesuai porsimu tanpa ingin kelihatan lebih atau kurang, juga bisa berarti menjadi versi dirimu saat ini tanpa digandrungi keinginan untuk berkembang dan meningkat di masa mendatang

Waah kerenn Aileen artikel nya. Masya Allah.
Yup, saya setuju dgn statement menjadi apa adanya dalam self improvement.

Tapi apa adanya disini adl menampilkan kita sebagai versi kita sendiri ya, tidak ikut2 style org lain,

Apakah juga masuk pada “menampilkan apa adanya kita dgn versi sebaik2nya kita”?
Atau betul apa adanya banget?

Kalau yg dimaksud “menampilkan apa adanya kita dgn versi sebaik2nya kita” maka saya setuju. Maaf ya saya spesifik kan lagi. Karena dari lingkungan saya, dan yg saya ketahui, Banyak org menampilkan apa adanya mrk sebagai ciri khas mereka, namun sebenarnya itu akan menjadi nilai plus lagi ketika ia menambah lagi keunikan dari “apa adanya” yg ia tampilkan.

Spti ia sedang menggambar pemandangan desa, krna ia menampilkan apa adanya dia, dia cukup menambahkan gunung, sawah dan jalanan saja. Padahal ia tahu, pemandangan desa yg estetik adl memiliki burung kecil yg beterbangan misalnya, dan juga pemandangan anak2 yang tengah jalan2 disawah. Tapi menurut nya gambar pertamanya itu udah cukup menampilkan apa adanya dia.
Ini kak tidak fair.

Berarti kita sepakat gak, maksud apa adanya adl utk menampilkan apa adanya dgn versi terbaik dirinya dalam self improvement?

Ini menurut saya hehehe.
Mari sama2 belajar.

Yuk diskusi seru! kunjungi artikel saya juga:

Ambis & Toxic Environment, Gaya Hidup Kekinian yang Merugikan? - #4 by DIALoveLife

Sebetulnya yang kakak sampaikan dari podcast Baim tadi sudah menjawab pertanyaan ini. Setiap manusia punya kelebihan dan keunikannya masing-masing. Dan hal itu harus diterima dan disyukuri. Dengan menyadari apa yang ada pada diri kita, kita jadi tau apa potensi yang bisa kita kembangkan dan bagaimana cara mengatasi kekurangan yang kita miliki. Itu yang dimaksud dengan menjadi diri sendiri. Kita tidak berpura-pura untuk menjadi orang lain dengan penyangkalan atau kepura-puraan.

Nah selanjutnya, berbekal pengetahuan yang kita miliki tentang diri kita, kita bisa mengembangkan diri. Jadi kita mengasah potensi yang kita miliki agar lebih maksimal dan juga memperbaiki kekurangan kita. Kita tidak boleh menjadi “apa adanya”, bila yang dimaksud dengan apa adanya adalah berhenti memgembangkan diri.