Agroforestry yang ada di Indonesia dapat jadi salah satu alternatif untuk memecahkan pemasalahan penurunan kualitas dan kuantitas sumberdaya alam, termasuk didalamnya berupa upaya-upaya penguatan atau pemberdayaan masyarakat dalam mencapai peningkatan kesejahteraannya. Menurut BPS (2005) dan Departemen Pertanian (2006) menyatakan kegiatan-kegiatan petani kecil yang berbasis hutan ataupun pohon ataupun berbasis agroforestry mampu menyumbang USD 6,2 Milyar pada setiap tahunnya dan mampu memberikan lapangan kerja bagi sekitar 4 juta orang penduduk. Masyarakat mempunyai tantangan ekologi dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-harinya, yaitu harus menjaga kelestarian hutan yaitu lestari keberadaan dan juga lestari fungsi hutannya. Dinilai dari segi ekonomi dengan meningkatnya jumlah penduduk akan diikuti oleh meningkatnya jumlah kebutuhan pangan, papan dan kebutuhan hidup lainnya. Hal ini mendorong terjadinya konversi lahan hutan menjadi lahan pertanian dan pemukiman dikarenakan para petani yang mengandalkan system agroforestry bakal kesulitan mendapatkan penghasilan jika hasilnya dialih fungsikan. Pengelolaan system agroforestry yang ada di Indonesia contohnya Pengelolaan produksi karet karena kebutuhan bahan karet terus meningkat karena meningkatnya industri mobil.
Perbandingan system agroforestry Indonesia dengan Malaysia, dengan jumlah penduduk lebih sedikit daripada di Indonesia lebih cenderung memilih sistem perkebunan, maka dengan jumlah penduduk yang sedikit memungkinkan untuk kondisi ekologi disana sangat baik karena pemanfaatan hutan masih lestari. Namun, Malaysia telah menyadari bahwa sistem pengelolaan perkebunan yang masih terus dipraktekan hingga kini mempunyai risiko cukup tinggi terhadap fluktuasi harga pasar. Untuk meningkatkan pendapatan negara, pemerintah Malaysia memberikan ijin kepada perusahaan swasta atau semi pemerintah untuk membuka perkebunan kelapa sawit dalam jumlah luasan cukup besar. Upah yang ditawarkan perusahaan kepada pekerja hariannya dua kali lebih besar daripada upah yang diperoleh pekerja pada sektor pertanian lainnya. Maka dengan kondisi perekonomian ini, kemungkinan besar perkembangan agroforestri akan tertekan karena ada peluang untuk mendapatkan penghasilan yang lebih besar bagi petani sehingga peluang pengembangan sistem perkebunan menjadi semakin besar.
Dari hasil perbandingan diatas kenapa negara Malaysia memiliki potensi perkembangan agroforestri yang meningkat dengan adanya peluang pengembangan sistem perkebunan menjadi besar, sedangkan Di indonesia sulit berkembang karena alih fungsi lahan dengan dibarengi kepadatan penduduk yang terus meningkat ? Apa solusi yang harus dilakukan agar sistem pengelolaan agroforestry di Indonesia dapat berkembang ?
Untuk menambah wawasan mengenai perbandingan Agroforestry Indonesia dengan Luar Negeri bisa membaca file dibawah ini:
Buku Agroforestry 2011 (wecompress.com).pdf (2.9 MB)
Prospek_Penelitian_dan_Pengembangan_Agroforestri_d.pdf (671.6 KB)