Apa yang dimaksud dengan Stres?

Stres

Stres merupakan sistem tanda bahaya dari dalam tubuh yang mempersiapkan tubuh untuk bertindak menghadapi pemicu dari stres tersebut. Stres dapat didefinisikan sebagai suatu reaksi individu terhadap tuntutan atau tekanan yang berasal dari lingkungan atau dari dalam diri sendiri.

Apa yang dimaksud dengan stres ?

1 Like

Stres,menurut Charles D, Spielberger, dapat diartikan sebagai tekanan, ketegangan atau gangguan yang tidak menyenangkan yang berasal dari luar diri seseorang.

Sedangkan menurut Stranks (2005), stres dapat didefinisikan dalam banyak cara, antara lain :

  • Stres merupakan respon umum untuk menyerang.
  • Stres merupakan pengaruh apa saja yang mengganggu keseimbangan natural dari tubuh yang hidup.
  • Stres merupakan daya dalam tubuh yang dikeluarkan dalam rangka merespon keadaan- keadaan lingkungan tertentu.
  • Stres merupakan respon umum terhadap perubahan lingkungan.
  • Stres merupakan respon psikologis yang terjadi saat gagal mengatasi masalah.
  • Stres merupakan suatu perasaan gelisah yang berlarut-larut, dimana setelah periode waktu tertentu, menimbulkan penyakit.
  • Stres merupakan respon non-spesifik dari tubuh atas tuntutan-tuntutan yang ditimpakan kepadanya.

Secara lebih lengkap, Mason mendeskripsikan stres dalam beberapa cara berbeda saat kata stres itu sendiri digunakan, yaitu :

  • The stimulus : merupakan definisi kita mengenai stressor .
  • The response : merupakan definisi kita mengenai stress reactivity .
  • The whole spectrum of interacting factors : merupakan definisi stres dari Lazarus.
  • The stimulus-response interaction .

Stres dapat dikonsptualisasikan sebagai perbedaan antara pressure (tekanan) dan adaptability (kemampuan menyesuaikan diri). Jadi, stres = pressure - adaptability .

Stressor


Disebutkan dalam Greenberg (2009), stressor adalah suatu stimulus yang memiliki potensi memicu terjadinya ‘ fight-or-flight response ’. Menurut beliau, stressor dimana tubuh kita terlatih untuk menghadapinya adalah juga ancaman bagi keselamatan kita, dan ’ fight-or- flight response ’ merupakan respon alami yang diperlukan tubuh, dan kecepatannya vital bagi pertahanan ( survival ).

Fight-or-flight response” merupakan reaksi stres di dalam tubuh yang mencakup meningkatnya detak jantung, pernafasan, tekanan darah, dan serum kolesterol. Filosofi dari “fight-or-flight response” ini adalah: saat berhadapan dengan suatu ancaman, tubuh mempersiapkan dirinya untuk; apakah akan tetap berada di tempat dan menghadapi ancaman tersebut (fight), ataukah akan kabur/lari menjauhi ancaman tersebut (flight).

Stressor tidak hanya datang dalam bentuk ancaman terhadap keselamatan fisik yang membuat kita mampu mengambil tindakan cepat seperti segera lari atau diam di tempat dan menghadapinya. Terdapat jenis stressor lain dimana kita tidak dapat mengambil tindakan cepat seperti itu karena dianggap tidak pantas ataupun tidak memungkinkan untuk dilakukan. Stressor jenis ini disebut stressor simbolik, contohnya kehilangan status, ancaman terhadap self-esteem , beban kerja yang berlebih, atau terlalu sesak (over crowding).

Dalam hidup ini kita menghadapi beragam stressor . Sebagian diantaranya berkaitan dengan lingkungan (panas, dingin, toxin), sebagian psikologis (depresi, ancaman terhadap self-esteem ), beberapa lainnya sosiologis (kematian orang yang kita cintai, unemployment ) dan filosofis (tujuan hidup, pemanfaatan waktu).

Stress Reactivity


The fight-or-flight response” disebut sebagai stress reactivity. Reaksi ini secara garis besar mencakup meningkatnya ketegangan otot; meningkatnya detak jantung, volume dan output stroke; meningkatnya tekanan darah; meningkatnya rangsangan syaraf; kurangnya saliva (air liur) di mulut; meningkatnya penyimpanan sodium; meningkatnya produksi peluh/keringat; perubahan kecepatan respirasi/pernafasan; meningkatnya serum glukosa; meningkatnya pelepasan asam hidrokolik dalam perut; perubahan gelombang otak; dan meningkatnya urinase. Reaksi ini mempersiapkan kita untuk segera bertindak saat respon seperti itu dibenarkan/dapat dilakukan. Saat kita membangun produk-produk stres yang tidak kita digunakan, reaksi stres ini menjadi tidak sehat. Semakin lama (durasi) fisiologi kita bervariasi dari ukuran dasarnya dan semakin besar (tingkat) varian dari ukuran dasar tersebut, maka semakin cenderung kita mengalami efek illness yang diakibatkan dari stress reactivity ini (Greenberg, 2009).

Dalam hal reactivity ini, Greenberg (2009) menyebutkan bahwa terdapat beberapa perbedaan antara cara pria dan wanita mengatasinya, dimana Shelly Taylor dan para koleganya menemukan bahwa wanita cenderung memperlihatkan aktivitas nurturing yang didesain untuk melindungi diri mereka dan orang lain dalam upayanya mengatasi stres. Aktivitas ini disebut “tend-and-befriend”. Para peneliti berargumen bahwa wanita lebih menggunakan kelompok sosial dalam merespon stres ketimbang pria dan sebaliknya, pria lebih cenderung memperlihatkan “flight-or-fight” dalam merespon stres ketimbang wanita.

Stres merupakan suatu kondisi internal seseorang yang dirasakan membahayakan, tidak terkontrol ataupun kejadian diluar batas kemampuan individu yang disebabkan oleh fisik atau lingkungan dan situasi sosial. Stres merupakan keadaan atau kejadian yang tegang atau melebihi kemampuan individu untuk mengatasinya. (Lazarus & Folkman)

Stres merupakan peristiwa yang dirasakan dapat membahayakan kesejahteraan fisik dan psikologis seseorang. Situasi / peristiwa yang dirasakan membahayakan kesejahteraan individu disebut sebagai penyebab stres dan reaksi individu terhadap situasi stres ini disebut sebagai respon stres. (Atkinson, 2000)

Stres merupakan segala masalah atau tuntutan penyesuaian diri dan karena itu mengganggu keseimbangan kita. Bila kita tidak dapat mengatasinya dengan baik, maka akan muncul gangguan badan taupun gangguan jiwa. (Maramis, 2005)

Selye mengatakan bahwa rangkaian reaksi fisiologis terhadap stressor terdiri dari: reaksi waspada ( alarm reaction ) terhadap adanya ancaman yang ditandai oleh proses tubuh secara otomatis, seperti meningkatnya denyut jantung yang kemudian diikuti dengan reaksi penolakan terhadap stressor ( resistance ) dan akan mencapai tahap kehabisan tenaga ( exhaustion ) jika individu merasa tidak mampu untuk terus bertahan.

Cannon mengatakan bahwa dalam diri setiap individu terdapat suatu keseimbangan ( homeostatis ) dan bila terganggu diperlukan usaha untuk menyesuaikan diri dengan perubahan dan apabila individu mampu menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut maka individu akan kembali pada keadaan seimbang. Individu yang tidak mampu untuk menyesuaikan diri dengan perubahan akan mengalami stres.


Stres, menurut Sarafino (1994), didefinisikan sebagai kondisi yang disebabkan oleh interaksi antara individu dengan lingkungan, menimbulkan persepsi jarak antara tuntutan-tuntutan yang berasal dari situasi yang bersumber pada sistem biologis, psikologis dan sosial dari seseorang. Stres adalah tekanan internal maupun eksternal serta kondisi bermasalah lainnya dalam kehidupan (an internal and eksternal pressure and other troublesome condition in life).

Menurut Richard (2010) stres adalah suatu proses yang menilai suatu peristiwa sebagai sesuatu yang mengancam, ataupun membahayakan dan individu merespon peristiwa itu pada level fisiologis, emosional, kognitif dan perilaku. Keadaan ini dapat mengakibatkan munculnya cukup banyak gejala, seperti depresi, kelelahan kronis, mudah marah, gelisah, impotensi, dan kualitas kerja yang rendah (Richard, 2010).

Aspek-aspek Stres

Pada saat seseorang mengalami stres ada dua aspek utama dari dampak yang ditimbulkan akibat stres yang terjadi, yaitu aspek fisik dan aspek psikologis (Sarafino, 1998), yaitu:

  • Aspek fisik
    Berdampak pada menurunnya kondisi seseorang pada saat stres sehingga orang tersebut mengalami sakit pada organ tubuhnya, seperti sakit kepala, gangguan pencernaan.
  • Aspek psikologis
    Terdiri dari gejala kognisi, gejala emosi, dan gejala tingkah laku. Masing-masing gejala tersebut mempengaruhi kondisi psikologis seseorang dan membuat kondisi psikologisnya menjadi negatif, seperti menurunnya daya ingat, merasa sedih dan menunda pekerjaan.

Faktor-Faktor Stres

Setiap teori yang berbeda memiliki konsepsi atau sudut pandang yang berbeda dalam melihat penyebab dari berbagai gangguan fisik yang berkaitan dengan stres. Di bawah ini akan dijelaskan beberapa sudut pandang tersebut.

  • Sudut pandang psikodinamik
    Sudut pandang psikodinamik mendasarkan diri mereka pada asumsi bahwa gangguan tersebut muncul sebagai akibat dari emosi yang direpres. Hal-hal yang direpres akan menentukan organ tubuh mana yang terkena penyakit. Sebagai contoh, apabila seseorang merepres kemarahan, maka berdasarkan pandangan ini kondisi tersebut dapat memunculkan essential hypertension.

  • Sudut pandang biologis
    Salah satu sudut pandang biologis adalah somatic weakness model. Model ini memiliki asumsi bahwa hubungan antara stres dan gangguan psikofisiologis terkait dengan lemahnya organ tubuh individu. Faktor biologis seperti misalnya genetik ataupun penyakit yang sebelumnya pernah diderita membuat suatu organ tertentu menjadi lebih lemah daripada organ lainnya, hingga akhirnya rentan dan mudah mengalami kerusakan ketika individu tersebut dalam kondisi tertekan dan tidak fit.

  • Sudut pandang kognitif dan perilaku
    Sudut pandang kognitif menekankan pada bagaimana individu mempersepsi dan bereaksi terhadap ancaman dari luar. Seluruh persepsi individu dapat menstimulasi aktivitas sistem simpatetik dan pengeluaran hormon stres. Munculnya emosi yang negatif seperti perasaan cemas, kecewa dan sebagainya dapat membuat sistem ini tidak berjalan dengan berjalan lancar dan pada suatu titik tertentu akhirnya memunculkan penyakit.

Ada beberapa istilah psikologis populer yang sering dikaburkan sebagai “stres”. Pada hakikatnya, tentunya kata ini merujuk pada sebuah kondisi seseorang yang mengalami tuntutan emosi berlebihan dan atau waktu yang membuatnya sulit memfungsikan secara efektif semua wilayah kehidupan. Keadaan ini dapat mengakibatkan munculnya cukup banyak gejala, seperti depresi, kelelahan kronis, mudah marah, gelisah, impotensi, dan kualitas kerja yang rendah (Richards, 2010).

Hawari (dalam Yusuf, 2004) berpendapat bahwa istilah stres tidak dapat dipisahkan dari distress dan depresi, karena satu sama lainnya saling terkait. Stres merupakan reaksi fisik terhadap permasalahan kehidupan yang dialaminya dan apabila fungsi organ tubuh sampai terganggu dinamakan distress. Sedangkan depresi merupakan reaksi kejiwaan terhadap stressor yang dialaminya. Dalam banyak hal manusia akan cukup cepat untuk pulih kembali dari pengaruh-pengaruh pengalaman stres. Manusia mempunyai suplai yang baik dan energi penyesuaian diri untuk dipakai dan diisi kembali bilamana perlu.

Sarafino (1994) mendefinisikan stres adalah kondisi yang disebabkan oleh interaksi antara individu dengan lingkungan, menimbulkan persepsi jarak antara tuntutan-tuntutan yang berasal dari situasi yang bersumber pada sistem biologis, psikologis dan sosial dari seseorang. Stres adalah tekanan internal maupun eksternal serta kondisi bermasalah lainnya dalam kehidupan ( an internal and eksternal pressure and other troublesome condition in life ). Ardani (2007) mendefinisikan stress merupakan suatu keadaan tertekan baik itu secara fisik maupun psikologis.

Menurut Richard (2010) stres adalah suatu proses yang menilai suatu peristiwa sebagai sesuatu yang mengancam, ataupun membahayakan dan individu merespon peristiwa itu pada level fisiologis, emosional, kognitif dan perilaku. Peristiwa yang memunculkan stres dapat saja positif (misalnya merencanakan perkawinan) atau negatif (contoh : kematian keluarga). Sesuatu didefinisikan sebagai peristiwa yang menekan ( stressful event ) atau tidak, bergantung pada respon yang diberikan oleh individu terhadapnya.

Compas (dalam Preece, 2011) berpendapat bahwa stres adalah suatu konsep yang mengancam dan konsep tersebut terbentuk dari perspektif lingkungan dan pendekatan yang ditransaksikan. Baum (dalam Yusuf, 2004) mendefinisikan stres sebagai pengalaman emosional yang negatif yang disertai dengan perubahan-perubahan biokimia, fisik, kognitif, dan tingkah laku yang diarahkan untuk mengubah peristiwa stres tersebut atau mengakomodasikan dampak-dampaknya.

Menurut Dilawati (dalam Syahabuddin, 2010) stres adalah suatu perasaan yang dialami apabila seseorang menerima tekanan. Tekanan atau tuntutan yang diterima mungkin datang dalam bentuk mengekalkan jalinan perhubungan, memenuhi harapan keluarga dan untuk pencapaian akademik.

Lazarus dan Folkman (dalam Evanjeli, 2012) yang menjelaskan stres sebagai kondisi individu yang dipengaruhi oleh lingkungan. Kondisi stres terjadi karena ketidakseimbangan antara tekanan yang dihadapi individu dan kemampuan untuk menghadapi tekanan tersebut. Individu membutuhkan energi yang cukup untuk menghadapi situasi stres agar tidak mengganggu kesejahteraan mereka.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa stres adalah suatu peristiwa atau pengalaman yang negatif sebagai sesuatu yang mengancam, ataupun membahayakan dan individu yang berasal dari situasi yang bersumber pada sistem biologis, psikologis dan sosial dari seseorang.

Aspek-Aspek Stres


Pada saat seseorang mengalami stres ada dua aspek utama dari dampak yang ditimbulkan akibat stres yang terjadi, yaitu aspek fisik dan aspek psikologis (Sarafino, 1998) yaitu :

  1. Aspek fisik
    Berdampak pada menurunnya kondisi seseorang pada saat stres sehingga orang tersebut mengalami sakit pada organ tubuhnya, seperti sakit kepala, gangguan pencernaan.

  2. Aspek psikologis
    Terdiri dari gejala kognisi, gejala emosi, dan gejala tingkah laku. Masing-masing gejala tersebut mempengaruhi kondisi psikologis seseorang dan membuat kondisi psikologisnya menjadi negatif, seperti menurunnya daya ingat, merasa sedih dan menunda pekerjaan. Hal ini dipengaruhi oleh berat atau ringannya stres. Berat atau ringannya stres yang dialami seseorang dapat dilihat dari dalam dan luar diri mereka yang menjalani kegiatan akademik di kampus.

Faktor-Faktor Stres


Setiap teori yang berbeda memiliki konsepsi atau sudut pandang yang berbeda dalam melihat penyebab dari berbagai gangguan fisik yang berkaitan dengan stres. Di bawah ini akan dijelaskan beberapa sudut pandang tersebut.

  1. Sudut pandang psikodinamik
    Sudut pandang psikodinamik mendasarkan diri mereka pada asumsi bahwa gangguan tersebut muncul sebagai akibat dari emosi yang direpres. Hal-hal yang direpres akan menentukan organ tubuh mana yang terkena penyakit. Sebagai contoh, apabila seseorang merepres kemarahan, maka berdasarkan pandangan ini kondisi tersebut dapat memunculkan essensial hypertension .

  2. Sudut pandang biologis
    Salah satu sudut pandang biologis adalah somatic weakness model . Model ini memiliki asumsi bahwa hubungan antara stres dan gangguan psikofisiologis terkait dengan lemahnya organ tubuh individu. Faktor biologis seperti misalnya genetik ataupun penyakit yang sebelumnya pernah diderita membuat suatu organ tertentu menjadi lebih lemah daripada organ lainnya, hingga akhirnya rentan dan mudah mengalami kerusakan ketika individu tersebut dalam kondisi tertekan dan tidak fit.

  3. Sudut pandang kognitif dan perilaku
    Sudut pandang kognitif menekankan pada bagaimana individu mempersepsi dan bereaksi terhadap ancaman dari luar. Seluruh persepsi individu dapat menstimulasi aktivitas sistem simpatetik dan pengeluaran hormon stres. Munculnya emosi yang negatif seperti perasaan cemas, kecewa dan sebagainya dapat membuat sistem ini tidak berjalan dengan berjalan lancar dan pada suatu titik tertentu akhirnya memunculkan penyakit. Berdasarkan penelitian diketahui bahwa bagaimana seseorang mengatasi kemarahannya ternyata berhubungan dengan penyakit tekanan darah tinggi (Fausiah dan Widury, 2005),

Stres bersumber dari frustasi dan konflik yang dialami individu dapat berasal dari berbagai bidang kehidupan manusia. Dalam hal hambatan, ada beberapa macam hambatan yang biasanya dihadapi oleh individu seperti :

  1. Hambatan fisik : kemiskinan, kekurangan gizi, bencana alam dan sebagainya.
  2. Hambatan sosial : kondisi perekonomian yang tidak bagus, persaingan hidup yang keras, perubahan tidak pasti dalam berbagai aspek kehidupan. Hal-hal tersebut mempersempit kesempatan individu untuk meraih kehidupan yang layak sehingga menyebabkan timbulnya frustasi pada diri seseorang.
  3. Hambatan pribadi : keterbatasan-keterbatasan pribadi individu dalam bentuk cacat fisik atau penampilan fisik yang kurang menarik bisa menjadi pemicu frustasi dan stres pada individu. Konflik antara dua atau lebih kebutuhan atau keinginan yang ingin dicapai, yang ingin dicapai, yang terjadi secara berbenturan juga bisa menjadi penyebab timbulnya stres. Seringkali individu mengalami dilema saat diharuskan memilih diantara alternatif yang ada apalagi bila hal tersebut menyangkut kehidupan di masa depan. Konflik bisa menjadi pemicu timbulnya stress atau setidaknya membuat individu mengalami ketegangan yang berkepanjangan yang akan mengalami kesulitan untuk mengatasinya.

Yusuf (2004) faktor pemicu stres itu dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa kelompok berikut :

  1. Stressor fisik-biologik , seperti : penyakit yang sulit disembuhkan, cacat fisik atau kurang berfungsinya salah satu anggota tubuh, wajah yang tidak cantik atau ganteng, dan postur tubuh yang dipersepsi tidak ideal (seperti : terlalu kecil, kurus, pendek, atau gemuk).

  2. Stressor psikologik , seperti : negative thinking atau berburuk sangka, frustrasi (kekecewaan karena gagal memperoleh sesuatu yang diinginkan), hasud (iri hati atau dendam), sikap permusuhan, perasaan cemburu, konflik pribadi, dan keinginan yang di luar kemampuan.

  3. Stressor Sosial , seperti iklim kehidupan keluarga : hubungan antar anggota keluarga yang tidak harmonis (broken home), perceraian, suami atau istri selingkuh, suami atau istri meninggal, anak yang nakal (suka melawan kepada orang tua, sering membolos dari sekolah, mengkonsumsi minuman keras, dan menyalahgunakan obat-obatan terlarang) sikap dan perlakuan orang tua yang keras, salah seorang anggota mengidap gangguan jiwa dan tingkat ekonomi keluarga yang rendah, lalu ada faktor pekerjaan : kesulitan mencari pekerjaan, pengangguran, kena PHK (Pemutusan Hubungan Kerja), perselisihan dengan atasan, jenis pekerjaan yang tidak sesuai dengan minat dan kemampuan dan penghasilan tidak sesuai dengan tuntutan kebutuhan sehari-hari, kemudian yang terakhir ada iklim lingkungan : maraknya kriminalitas (pencurian, perampokan dan pembunuhan), tawuran antar kelompok (pelajar, mahasiswa, atau warga masyarakat, harga kebutuhan pokok yang mahal, kurang tersedia fasilitas air bersih yang memadai, kemarau panjang, udara yang sangat panas atau dingin, suara bising, polusi udara, lingkungan yang kotor (bau sampah dimana-mana), atau kondisi perumahan yang buruk, kemacetan lalu lintas bertempat tinggal di daerah banjir atau rentan longsor, dan kehidupan politik dan ekonomi yang tidak stabil.

Ada dua macam stres yang dihadapi oleh individu yaitu :

  1. Stres yang ego-envolved : stres yang tidak sampai mengancam kebutuhan dasar atau dengan kata lain disebut dengan stres kecilkecilan.

  2. Stres yang ego-involved : stres yang mengancam kebutuhan dasar serta integritas kepribadian seseorang. Stres semacam ego involved membutuhkan penanganan yang benar dan tepat dengan melakukan reaksi penyesuaian agar tidak hancur karenanya.

Kemampuan individu dalam bertahan terhadap stres sehingga tidak membuat kepribadiannya “berantakan” disebut dengan tingkat toleransi terhadap stres. Setiap individu memiliki tingkat toleransi yang berbeda antara satu individu dengan individu lainnya. Individu dengan kepribadian yang lemah bila dihadapkan pada stres yang kecil-kecil sekalipun akan menimbulkan perilaku abnormal. Berbeda dengan individu yang berkepribadian kuat, meskipun dihadapkan pada stres yang ego envolved kemungkinan besar akan mampu mengatasi kondisinya (Ardani, 2013).

Menurut Greenwood III dan Greenwood Jr (dalam Yusuf, 2004) faktor-faktor yang mengganggu kestabilan (stres) organisme berasal dari dalam maupun luar. Faktor yang berasal dari dalam diri organisme adalah :

  1. Faktor Biologis , stressor biologis meliputi faktor-faktor genetik, pengalaman hidup, ritme biologis, tidur, makanan, postur tubuh, kelelahan, penyakit.

  2. Faktor Psikologis , stressor psikologis meliputi faktor persepsi, perasaan dan emosi, situasi, pengalaman hidup, keputusan hidup, perilaku dan melarikan diri.

  3. Faktor Lingkungan (luar individu) , stressor lingkungan ini meliputi lingkungan fisik, biotik dan sosial.

Stres adalah reaksi pikiran (jiwa) dan tubuh (raga) terhadap situasi yang nyata atau pun situasi yang dibayangkan. Situasi yang menyebabkan stres disebut stresor.

Komponen Stres

Menurut pendapat Satria dan Eka, komponen stres terdiri dari tiga hal, yaitu stresor, proses (interaksi), dan respon stres.

  1. Stresor merupakan situasi yang mengancam individu.

  2. Respon merupakan reaksi yang dimunculkan.

  3. Proses stres adalah mekanisme interaktif yang dimulai dari datangnya stresor sampai munculnya respon stres.

Penyebab Timbulnya Stres

Adapun penyebab dari stres adalah:

  1. Kebutuhan Fisiologis.
    Kebutuhan ini adalah dasar yang harus dipenuhi oleh setiap manusia untuk hidup, misal makan, minum, dan istirahat. Orang tidak akan memikirkan kebutuhan lainnya sebelum kebutuhan dasar terpenuhi.

  2. Kebutuhan akan rasa aman.
    Pada dasarnya orang ingin bebas dari rasa takut dan cemas. Kebutuan ini diantaranya adalah perlunya tempat tinggal, pekerjaan, pakaian dan lain sebagainya.

  3. Kebutuhan akan rasa kasih sayang.
    Perasaan memiliki dan dimiliki oleh orang lain atau kelompok masyarakat adalah sesuatu kebutuhan yang diperlukan setiap manusia. Kebutuhan ini akan terpenuhi jika terdapat sifat saling perhatian dan saling mengunjungi sesama anggota masyarakat menjadi suatu cara yang dapat memenuhi kebutuhan ini.

  4. Kebutuhan akan harga diri.
    Bila kebutuhan ditingkat rasa kasih sayang telah terpenuhi, maka akan muncul kebutuhan akan harga diri. Pada tingkat ini seseorang ingin dirinya dihargai sebagai manusia atau sebagai warga negara.

  5. Kebutuhan akan aktualisasi diri.
    Kebutuhan pada tingkat ini adalah kebutuhan yang paling tinggi, menurut teori Maslow, pada tingkat ini manusia ingin berbuat sesuatu yang merupakan keinginan dari dalam dirinya. Dia ingin menuntut penghargaan orang lain atas apa yang diperbuatnya. Sesuatu yang ingin dikejar pada tingkat ini adalah keindahan, kesempurnaan, keadilan, dan kebermaknaan.

Aspek-Aspek Stres

1) Aspek Biologis

Aspek biologis dari stres berupa gejala fisik. Adapun gejala fisik yang biasa dialami individu antara lain adalah: sakit kepala, gangguan tidur, gangguan pencernaan, gangguan makan, gangguan kulit dan produksi keringat yang berlebihan.

2) Aspek Psikologis

Aspek psikologis stres berupa gejala psikis. Adapun gejala psikis dari stres antara lain adalah:

  • Gejala kognisi : Kondisi stres dapat menganggu proses pikir individu. Individu yang mengalami stres akan mudah mengalami gangguan daya ingat, perhatian dan konsentrasi. Adanya level stres yang cukup tinggi akan merusak fungsi kognitif individu, sehingga dapat berpengaruh terhadap ingatan dan perhatian individu.

  • Gejala emosi: kondisi stres dapat menganggu kestabilan emosi individu. Dimana individu yang mengalami stres akan menunjukkan gejala seperti mudah marah. Selain itu, gejala emosi juga dapat menghasilkan kecemasan yang berlebihan terhadap segala sesuatu, seperti merasa sedih dan depresi.

  • Gejala tingkah laku : Kondisi stres yang diikuti dengan rasa marah dapat mempengaruhi tingkah laku individu sehari-hari. Tingkah laku yang dimunculkan akan cenderung negatif sehingga menimbulkan perbuatan agresif dan hal ini akan mampu memunculkan masalah dalam hubungan interpersonal.