Apa yang dimaksud dengan pelatihan pegawai atau karyawan ?

Pelatihan pegawai

Pelatihan merupakan bagian pendidikan yang menyangkut proses belajar untuk memperoleh dan meningkatkan keterampilan diluar sistem pendidikan yang berlaku dalam waktu yang relatif singkat dengan metode yang lebih mengutamakan pada praktik daripada teori

Apa yang dimaksud dengan pelatihan pegawai atau karyawan ?

Menurut pasal 1 ayat (9) Undang-undang No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, pelatihan kerja adalah keseluruhan kegiatan untuk memberi, memperoleh, meningkatkan, mengembangkan kompetensi kerja, produktivitas, disiplin, sikap dan etos kerja pada tingkat keterampilan tertentu sesuai dengan jenjang dan kualifikasi jabatan dan pekerjaan.

Pendidikan dan pelatihan adalah merupakan upaya untuk mengembangkan sumber daya manusia, terutama untuk mengembangkan kemampuan intelektual dan kepribadian manusia.

Istilah pelatihan ditujukan kepada pegawai pelaksana dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan keterampilan teknis, sedangkan pengembangan diperuntukkan bagi pegawai tingkat manajerial dalam rangka meningkatkan kemampuan konseptual, kemampuan dalam pengambilan keputusan, dan memperuluas human relation

Pelatihan merupakan wadah lingkungan bagi karyawan, dimana mereka memperoleh atau mempelajari sikap, kemampuan dan keahlian, pengetahuan, dan perilaku spesifik yang berkaitan dengan pekerjaan.

Pelatihan merupakan sebuah proses mengajarkan pengetahuan dan keahlian serta sikap agar karyawan semakin terampil dan mampu melaksanakan tanggung jawabnya semakin baik sesuai dengan standar.

Pelatihan adalah setiap usaha untuk memperbaiki performan pekerja pada suatu pekerjaan tertentu yang sedang menjadi tanggung jawabnya, atau suatu pekerjaan yang ada kaitannya dengan pekerjaannya

Pendidikan dan pelatihan adalah suatu proses yang akan menghasilkan suatu perubahan perilaku sasaran pendidikan dan latihan, sasaran ini berbentuk peningkatan kemampuan dari sasaran pendidikan dan latihan. Serta pendidikan dan latihan juga dapat diartikan keseluruhan proses teknik dan metode belajar mengajar dalam rangka mengalihkan suatu pengetahuan dari seseorang kepada orang lain sesuai dengan yang telah ditetapkan sebelumnya.

Pelatihan adalah salah satu bentuk edukasi dengan prinsip-prinsip pembelajaran. Langkah-langkah berikut dapat diterapkan dalam pelatihan:

  • Pihak yang diberikan pelatihan ( trainee) harus dapat dimotivasi untuk belajar.

  • Trainee harus mempunyai kemampuan untuk belajar.

  • Proses pembelajaran harus dapat dipaksakan atau diperkuat.

  • Pelatih harus menyediakan bahan-bahan yang dapat diperhatikan atau diterapkan.

  • Bahan – bahan yang dipresentasikan harus memiliki arti yang lengkap dan memenuhi kebutuhan.

  • Materi yang diajarkan harus memiliki arti yang lengkap dan memenuhi kebutuhan.

Komponen-Komponen pelatihan antara lain :

  • Tujuan dan sasaran pelatihan dan pengembangan harus jelas dan dapat diukur.

  • Para pelatih ( trainers ) harus memiliki kualifikasi yang memadai.

  • Materi pelatihan dan pengembangan harus disesuaikan dengan tujuan yang hendak dicapai.

  • Metode pelatihan dan pengembangan harus sesuai dengan tingkat kemampuan pegawai yang menjadi peserta.

  • Peserta pelatihan dan pengembangan ( trainee ) harus memenuhi persyaratan yang ditentukan

Berikut adalah beberapa pandangan para ahli mengenai definisi pelatihan:

  • Pelatihan menurut Sastrohadiwiryo (2005) adalah merupakan suatu proses aplikasi yang membantu para tenaga kerja untuk memperoleh efektivitas dalam pekerjaan mereka yang sekarang atau yang akan datang melalui pengembangan kebiasaan tentang pikiran, tindakan, kecakapan, pengetahuan, dan sikap yang layak.

  • Pelatihan menurut LAN (Lembaga Administrasi Negara) lebih menekankan kepada proses peningkatan kemampuan seseorang individu dalam melaksanakan tugasnya.

Pelatihan adalah suatu proses yang sistematis untuk mengembangkan pengetahuan, ketrampilan dari sikap yang diperlukan dalam melaksanakan tugas seseorang serta diharapkan akan dapat mempengaruhi penampilan kerja baik orang yang bersangkutan maupun organisasi tempat bekerja.

Tujuan dan Manfaat


Pelatihan merupakan kunci manajemen lini dan staf. Manajemen lini memiliki tanggung jawab yang besar terhadap penyelenggaraan pelatihan, sedangkan staf memberi teknis operasional untuk membantu lini dalam melaksanakan fungsinya. Pelatihan berhubungan dengan efektivitas pekerjaan individu tenaga kerja dan hubungan antar tenaga kerja yang dikembangkan merupakan program untuk memudahkan pencapaian tujuan perusahaan.

Menurut Sastrohadiwiryo (2005), tujuan pelaksanaan pelatihan adalah agar para manajer mendapat pengetahuan tentang sikap dan kelaluan tenaga kerja yang diperlukan agar kondisi perusahaan efektif.

Moekijat (1991), menyimpulkan bahwa keuntungan diselenggarakannya pelatihan adalah:

  1. Menambah semangat kerja pegawai
  2. Membantu pelaksanaan pekerjaan menjadi lebih efisien
  3. Menjamin kelangsungan calon-calon untuk menduduki jabatan-jabatan yang lebih tinggi tingkatnya
  4. Menambah efisiensi perusahaan
  5. Lebih sedikit pengawasan yang diperlukan oleh pegawai-pegawai yan telah dilatih dengan baik
  6. Menambah produktivitas
  7. Mengurangi adanya kecelakaan
  8. Menjamin bahwa metode-metode standar dipergunakan oleh para peserta latihan
  9. Mengakibatkan perpindahan pegawai menjadi berkurang
  10. Menambah stabilitas dan fleksibilitas organisasi

Berbeda dengan pandangan Atmodiwirio (2002), yang menyebutkan dua sisi tentang manfaat pelatihan yaitu:

1. Dari segi individu

  • Menambah wawasan, pengetahuan tentang perkembangan organisasi baik secara internal maupun eksternal
  • Menambah wawasan tentang perkembangan lingkungan yang sangat mempengaruhi kehidupan organisasi
  • Menambah pengetahuan di bidang tugasnya
  • Menambah keterampilan dalam meningkatkan pelaksanaan tugasnya
  • Meningkatkan kemampuan berkomunikasi antar sesama
  • Meningkatkan kemampuan menangani emosi
  • Meningkatkan pengalaman memimpin

2. Dari segi organisasi

  • Menyiapkan petugas untuk menduduki jabatan yang lebih tinggi dari jabatan sekarang
  • Penyesuaian terhadap perubahan yang terjadi di lingkungannya
  • Merupakan landasan untuk pengembangan selanjutnya
  • Meningkatkan kemampuan berproduksi
  • Meningkatkan kemampuan organisasi untuk menciptakan kolaborasi dan jejaring kerja

Proses Pelatihan


Pelatihan adalah suatu proses yang akan menghasilkan suatu perubahan perilaku sasaran pelatihan. Apabila dilihat dari pendekatan sistem, maka proses pendidikan dan pelatihan itu terdiri dari input (sasaran pelatihan) dan output (perubahan perilaku), dan faktor yang mempengaruhi proses tersebut. Seperti yang ditulis Irianto (2001), proses penyelenggaraan suatu pelatihan pada garis besarnya terdiri dari kegiatan-kegiatan sebagai berikut:

  1. Penjajagan kebutuhan (need assesment) dan analisis kebutuhan pelatihan
  2. Merumuskan tujuan pelatihan
  3. Mengembangkan kurikulum (curriculum development) pelatihan
  4. Menyusun bahan-bahan atau materi-materi pelajaran yang akan dipakai dalam pelatihan
  5. Menentukan metoda dan teknik pelatihan, termasuk alat-alat bantu
  6. Menyusun program pelaksanaannya, termasuk penentuan kriteria peserta dan pengajar, serta pemanggilannya, penyusunan jadwal, penyusunan instrumen, evaluasi, dan sebagainya
  7. Pelaksanaan atau penyelenggaraan pelatihan
  8. Evaluasi hasil kegiatan pelatihan

Menurut Irianto (2001), terdapat beberapa pertimbangan utama dalam implementasi program pelatihan. Pertimbangan tersebut ditujukan agar program pelatihan menjadi lebih efektif. Pertimbangan-pertimbangan utama implementasi program pelatihan antara lain :

  1. Siapa yang akan berpartisipasi dalam program?
  2. Siapa yang akan mengajar program tersebut?
  3. Media apa saja yang akan digunakan dalam program?
  4. Pada level apakah proses pembelajaran tersebut akan dilakukan?
  5. Prinsip-prinsip perancangan apa saja yang dibutuhkan?
  6. Dimana program tersebut akan diselenggarakan?

TNA (Training Development Analysis)


Langkah paling utama dan pertama dalam merancang pelatihan adalah analisis kebutuhan pelatihan. Analisis kebutuhan pelatihan akan mencerminkan keadaan yang sesungguhnya dari apa yang dihadapi oleh para calon peserta pelatihan dalam melaksanakan tugasnya, jika dibandingkan dengan apa yang menjadi standar. Sastrohadiwiryo (2005), mengatakan bahwa dalam menganalisis kebutuhan pelatihan dicoba dibandingkan antara hasil pekerjaan (kinerja) sekarang yang sedang mereka kerjakan dengan apa yang diinginkan (kinerja yang diharapkan) seperti tercantum dalam standar operasional yang telah ditetapkan bagi setiap pegawai

TNA merupakan sebuah analisis kebutuhan workplace yang secara spesifik dimaksudkan untuk menentukan apa sebetulnya kebutuhan pelatihan yang
memang menjadi prioritas. Informasi kebutuhan tersebut akan dapat membantu perusahaan dalam menggunakan sumber daya (waktu, dana, dan lain-lain) secara efektif sekaligus menghindari kegiatan pelatihan yang tidak perlu.
Analisis kebutuhan pelatihan dilakukan melalui sebuah proses tanya jawab. Pertanyaan diajukan kepada setiap karyawan dan kemudian membuat verifikasi dan dokumentasi tentang berbagai masalah dimana akhirnya kebutuhan pelatihan dapat diketahui.

Dengan mengingat bahwa TNA merupakan fundamen informasi bagi para manajer untuk merancang program pelatihan, maka fungsi TNA adalah untuk:

  • Mengumpulkan informasi tentang skills, knowledge, dan feelings pekerja
  • Mengumpulkan informasi tentang job content dan job context
  • Mendefiniskan kinerja standard dan kinerja aktual dalam rincian yang operasional
  • Melibatkan stakeholders dan membentuk dukungan
  • Memberi data untuk keperluan perencanaan

Sedangkan menurut Notoatmodjo (2003), tahap identifikasi kebutuhan ini pada umumnya mencakup 3 jenis analisis, yaitu:

  • Analisis organisasi, yang pada hakikatnya menyangkut pertanyaan: dimana atau bagaimana di dalam organisasi ada personel yang membutuhkan pelatihan. Setelah itu dipertimbangkan biaya, alat-alat, dan perlengkapan yang dipergunakan.

  • Analisis pekerjaan (job analysis), yang antara lain menjawab pertanyaan apa yang harus diajarkan atau diberikan dalam pelatihan, agar para karyawan yang bersangkutan mampu melakukan pekerjaan secara efektif. Tujuan utama analisis ini ialah untuk memperoleh informasi tentang:

    1. tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh karyawan,
    2. tugas-tugas yang telah dilakukan pada saat itu,
    3. tugas-tugas yang seharusnya dilakukan, tetapi belum dilakukan,
    4. sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan dengan baik.
  • Analisis pribadi, yang menjawab pertanyaan siapa yang membutuhkan pelatihan dan pendidikan macam apa. Untuk memperoleh informasi ini dapat dilakukan melalui achievement test, observasi, dan wawancara

Metode Pelatihan


Metode dapat didefinisikan sebagai cara tertentu untuk melaksanakan tugas dengan memberikan pertimbangan yang cukup kepada tujuan, fasilitas yang tersedia, dan jumlah penggunaan uang, waktu, dan kegiatan. Metode dan pelatihan merupakan pendekatan terhadap cara penyelenggaraan dan pelaksanaan pelatihan. Pemilihan metode pelatihan sangat mempengaruhi keberhasilan suatu program pelatihan.

Berikut adalah metode pelatihan menurut Notoatmodjo (2003):

  1. Metode di luar pekerjaan (off the job site)
    Pendidikan atau pelatihan dengan menggunakan metode ini berarti karyawan sebagai peserta pelatihan keluar sementara dari kegiatan atau pekerjaannya.
    Pada umumnya metode ini mempunyai dua macam teknik, yakni:

    • Presentasi informasi, terdiri dari: ceramah biasa, teknik diskusi, teknik pemodelan perilaku, teknik magang
    • Metode simulasi
  1. Metode di dalam pekerjaan (on the job site)
    Pelatihan ini berbentuk penugasan pegawai-pegawai baru kepada atau supervisor-supervisor yang telah berpengalaman (senior). Menurut Beach dalam Veronica (2007), terdapat 6 pertimbangan didalam menentukan metode pelatihan yang akan digunakan:

    • Waktu yang tersedia, untuk menyampaikan suatu keterampilan memerlukan metode tertentu. Tentunya diperlukan waktu untuk menyampaikan keterampilan itu. Waktu itu perlu dipertimbangkan oleh organisasi yang bersangkutan

    • Jenis materinya, dalamnya pengetahuan yang diberikan menentukan metode yang akan dipakai

    • Latar belakang peserta latih. Ini akan berpengaruh secara langsung dalam penentuan metode yang akan dipakai sehubungan dengan tingkat yang sesuai

  • Banyaknya peserta yang akan dilatih, berpengaruh pada penentuan metode agar tujuan dari training itu dapat tercapai

  • Biaya, orang yang melakukan training harus memiliki metode tertentu dalam penentuan masalah metode training. Ada pertimbangan masalah biaya yang harus tersedia. Untuk itu ada 2 pilihan yang dapat diambil. (1) biayanya ditentukan dan metodenya menyesuaikan, (2) metodenya dipilih dan biayanya dipertimbangkan

Pelatih Pelatihan


Ketepatan tujuan pelatihan, secara langsung mencerminkan minat dan kemauan belajar para pengajar. Begitu juga dalam pengelolaan program pelatihan,
peran seorang pengajar atau pelatih sangat dominan. Beberapa kriteria utama dari pengajar menurut Atmodiwirio (2002), adalah:

  • Menguasai materi yang akan diajarkan
  • Terampil mengajar secara sistematik, efektif, dan efisien
  • Mampu menggunakan metode dan media yang relevan dengan tujuan instruksional umum dan tujuan intstruksional khusus mata pelajarannya

Pelatih memegang peranan yang penting terhadap kelancaran dan keberhasilan program pelatihan. Beberapa syarat sebagai pertimbangan untuk menghindarkan kegagalan program pelatihan karena kompetensi pengajar/pelatih yang kurang, adalah sebagai berikut:

  • Telah disiapkan secara khusus sebagai pelatih, yang ahli dalam bidang spesialisasi tertentu
  • Memiliki kepribadian yang baik yang menunjang pekerjaannya sebagai pelatih
  • Pelatih berasal dari lingkungan organisasi/lembaga sendiri lebih baik dibandingkan dengan yang dari luar
  • Perlu dipertimbangkan bahwa seorang pejabat yang ahli dan berpengalaman belum tentu menjadi pelatih yang baik dan berhasil

Mulyadi dan Hutapea seperti dikutip dari Veronica (2007), mengemukakan bahwa kualitas pelatih dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut:

  1. kompetensi kependidikan dan kepelatihan,
  2. penguasaan dalam metode dan teknik dan penyajian bahan,
  3. pengelolaan kelas serta penilaiannya baik formatif maupun sumatif,
  4. pola kerja dalam proses belajar mengajar,
  5. usia yang mempengaruhi semangat dan kecekatan dalam layanan proses belajar mengajar,
  6. pengalaman serta keteladanan.

Evaluasi Pelatihan


Pelatihan apapun bentuk dan tingkatnya pada akhirnya menuju kepada suatu perubahan perilaku baik individu, kelompok, maupun masyarakat. Seberapa jauh perubahan atau peningkatan kemampuan itu terjadi diperlukan suatu mekanisme atau alat ukur yang sering disebut tes, evaluasi, dan pengukuran. Salah satu alat pengukur yang digunakan untuk memperoleh informasi dalam rangka pengukuran dan evaluasi adalah tes atau ujian.

Menurut Irianto (2001), evaluasi adalah tahapan terakhir dari sebuah pelatihan. Selain itu, Stone dalam Irianto (2001), menambahkan jika tahapan assessment tidak cukup diperhatikan, pelatihan boleh jadi tidak akan konsisten dengan kebutuhan aktual. Evaluasi dilakukan untuk memastikan bahwa pelatihan yang telah dilaksanakan telah mencapai target yang ditentukan. Dalam tahapan ini peran besar seorang manajer adalah untuk mengadakan pengukuran sampai sejauh mana efektivitas pelatihan dapat dicapai.

Atmodiwirio (2002), menyatakan bahwa evaluasi pelatihan bertujuan
untuk:

  1. Mendapatkan dan menganalisa informasi untuk mengetahui pencapaian tujuan jangka panjang dan jangka pendek

  2. Mengetahui pengaruh program pelatihan terhadap efisiensi dan efektivitas pelaksanaan tugas instansi peserta pelatihan

Menurut Notoatmodjo (2003), evaluasi dapat didasarkan atas kapan pengukuran dan evaluasi itu dilakukan:

  1. Evaluasi formatif
    Evalusi ini dilakukan dalam proses pelatihan itu sedang berlangsung. Evaluasi ini diperlukan untuk mengadakan perbaikan proses belajar-mengajar, termasuk kurikulum, metode pengajaran, dan sebagainya.

  2. Evaluasi sumatif
    Evaluasi ini dilakukan pada akhir suatu unit proses belajar dan mengajar. Dengan kata lain evaluasi ini diperlukan untuk menentukan kedudukan para “learner” didalam suatu jenjang atau tingkat tertentu, dan untuk memberikan keterangan didalam pengambilan keputusan. Tujuan utama evaluasi ini adalah
    untuk menentukan pendapat tentang keseluruhan proses belajar mengajar yang sudah selesai. Di samping itu, evaluasi juga mencakup dua hal:

    1. Evaluasi terhadap proses pelatihan yang meliputi:
      Organisasi penyelenggara: administrasi, konsumsi, akomodasi, ruang sidangnya, para petugas, dsb.
      Penyampaian materi latihannya: relevansi, kedalaman, pembawa/pengajar, dsb.

    2. Evaluasi terhadap hasilnya
      Secara formal, dengan mengadakan kuesioner yang harus diisi oleh para peserta
      Secara informal, dengan diskusi antara peserta dan panitia

Berbeda pendapat dengan Notoatmodjo, Kirkpatrick dalam Atmodiwirio (2002) mengidentifikasi empat tingkat dimana pelatihan dapat dievakuasi. Kemudahan dalam mengevaluasi suatu pelatihan dapat menjadi lebih sulit karena pelatihan diukur dengan menggunakan pengukuran reaksi, belajar, perilaku, dan hasil penelitian. Akan tetapi, seiring demikian nilai pelatihan juga dapat meningkat.

  1. Reaksi. Organisasi mengevaluasi tingkat dari reaksi para peserta pelatihan dengan mengadakan wawancara atau dengan memberikan kuesioner kepada para peserta pelatihan.

  2. Belajar. Tingkat belajar dapat dievaluasi dengan mengukur seberapa baik peserta pelatihan telah mempelajari fakta-fakta, ide-ide, konsep, teori, serta sikap. Tes terhadap materi pelatihan adalah cara yang umum digunakan untuk mengevaluasi proses belajar dan dapat diberikan baik sebelum maupun sesudah pelatihan untuk membandingkan skornya.

  3. Perilaku. Mengevaluasi pelatihan dalam tingkatan perilaku melibatkan :

    1. pengukuran dari efek pelatihan kepada kinerja kerja melalui wawancara para peserta pelatihan dan rekan kerja mereka dan
    2. mengobservasi kinerja kerja mereka
  4. Hasil pelatihan. Mengevaluasi hasil-hasil dengan mengukur efek pelatihan pada pencapaian dari tujuan-tujuan organisasi

Pendapat yang pertama yaitu dari Armstrong (2006), mengemukakan bahwa pelatihan adalah penggunaan kegiatan pengajaran yang sistematis dan terencana untuk mempromosikan pembelajaran.

Pendapat yang kedua yaitu dari Noe (2003), Pelatihan mengacu pada upaya terencana oleh perusahaan untuk memfasilitasi pembelajaran karyawan tentang kompetensi terkait pekerjaan.

Pendapat yang ketiga yaitu dari Decenzo dan Robbins (1996), mengemukakan bahwa pelatihan adalah pengalaman belajar karena ia mencari perubahan yang relatif permanen pada individu yang akan meningkatkan kemampuan untuk tampil di tempat kerja.

Tujuan Pelatihan

Menurut Amstrong (2006), beberapa tujuan pelatihan yaitu :

  1. Membantu memperoleh tingkat kemampuan yang diperlukan dalam pekerjaan karyawan dengan cepat dan ekonomis.

  2. Membantu mengembangkan kemampuan-kemampuan dari staf yang ada, sehingga prestasi karyawan pada jabatan-jabatan yang sekarang dapat lebih ditingkatkan.

  3. Mempersiapkan karyawan agar mampu menerima tanggung jawab yang lebih besar di masa yang akan datang.

Dimensi Pelatihan

Menurut Killpatrick dalam Noe (2002) dimensi pelatihan memiliki empat dimensi yaitu:

  1. Reactions (Reaksi)

Merupakan suatu hal yang dirasakan oleh karyawan tentang pelatihan yang dilakukan dan apakan karyawan menyukai proses dari pelatihan tersebut atau tidak. Indikator yang dapat dijadikan tolak ukur dalam reaksi adalah sikap dan pengaruh

  1. Learning (Belajar)

Merupakan suatu hal yang digunakan untuk mengetahui sejauh mana karyawan dapat menyerap materi yang diberikan pada saat program pelatihan, dan juga untuk mengetahui dampak dari program pelatihan yang diikuti oleh karyawan dalam hal peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sikap mengenai apa yang dipelajari dalam pelatihan. Indikator yang dapat dijadikan tolak ukur dalam belajar adalah pengetahuan dan keterampilan

  1. Results (Hasil)

Merupakan seberapa jauh perilaku karyawan berubah karena dipengaruhi oleh pelatihan, apakah ada peningkatan produktivitas atau ada penurunan dari apa yang telah dicapai. Indikator yang dapat dijadikan tolak ukur dalam hasil adalah implementasi dan dampak hubungan

  1. Efektifitas biaya

Merupakan cara untuk mengetahui berapa besarnya biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk melaksanakan program pelatihan dan apakah besarnya biaya sebanding dengan tujuan dari program pelatihan. Indikator yang dapat dijadikan tolak ukur dalam efektifitas biaya adalah efisiensi dan efektifitas kerja.

Metode Pelatihan

Menurut Decenzo dan Robbins (1996) metode pelatihan yang paling populer yang digunakan oleh organisasi dapat diklasifikasikan sebagai pelatihan di tempat kerja ( on the job ) atau di luar pekerjaan ( off the job ). Pelatihan lebih berorientasi saat ini; fokusnya adalah pada pekerjaan individu saat ini, meningkatkan keterampilan dan kemampuan khusus untuk segera melakukan pekerjaan mereka.

( On the Job Training ) merupakan metode pelatihan yang paling banyak digunakan di tempat kerja. Pada pelatihan kerja ini menempatkan karyawan dalam situasi kerja yang sebenarnya dan membuat mereka tampak cepat produktif. Metode ini dilakukan dengan cara belajar sambil mempraktekkannya Terdapat dua jenis pelatihan kerja on the job training: program magang dan pelatihan intruksi kerja.

Program magang menempatkan peserta pelatihan di bawah bimbingan seorang pekerja utama. Argumen untuk program pemagangan adalah bahwa pengetahuan dan keterampilan kerja yang diperlukan sangat kompleks sehingga untuk menyingkirkan apa pun yang kurang dari suatu periode waktu di mana peserta pelatihan mengartikan seorang guru yang terampil.

Sedangkan pendekatan sistematis terhadap pelatihan kerja dikembangkan untuk mempersiapkan supervisor untuk melatih karyawan. Pendekatan ini disebut pelatihan instruksi kerja. Pelatihan instruksi kerja terbukti sangat efektif dan menjadi sangat populer. Pelatihan instruksi kerja terdiri dari empat langkah dasar:

  1. Mempersiapkan peserta pelatihan dengan memberi tahu mereka tentang pekerjaan dan mengatasi ketidakpastian mereka.

  2. Menyajikan instruksi, memberikan informasi penting dengan cara yang jelas.

  3. Meminta para peserta untuk mencoba pekerjaan untuk menunjukkan pemahaman mereka.

  4. Menempatkan pekerja ke dalam pekerjaan, dengan sendirinya, dengan narasumber yang ditunjuk untuk dihubungi jika mereka memerlukan bantuan.

Pelatihan di luar pekerjaan ( Off the Job Training ) mencakup sejumlah teknik perkuliahan, film, demonstrasi, studi kasus dan latihan simulasi lainnya, dan instruksi terprogram. Fasilitas yang dibutuhkan untuk masing-masing teknik ini bervariasi dari kelas kecil dan darurat ke pusat pengembangan yang rumit dengan ruang kuliah yang besar, dilengkapi oleh ruang konferensi kecil dengan peralatan teknologi instruksional yang canggih. Karena semakin populernya organisasi yang berorientasi teknologi saat ini, bagaimanapun, instruksi yang diprogram lebih dekat.

Metode Pelatihan Off-the-job

  1. Perkuliahan: Kuliah dirancang untuk berkomunikasi interpersonal, teknis, atau keterampilan pemecahan masalah.

  2. Video dan Film: Menggunakan berbagai produksi media untuk mendemonstrasikan keahlian khusus yang tidak mudah disajikan dengan metode pelatihan lainnya.

  3. Latihan Simulasi: Pelatihan yang terjadi dengan benar-benar melakukan pekerjaan. Ini mungkin termasuk analisis kasus, latihan pengalaman, bermain peran, atau pengambilan keputusan kelompok.

  4. Pelatihan Berbasis Komputer: Mensimulasikan lingkungan kerja dengan memprogram komputer untuk meniru beberapa kenyataan dari pekerjaan.

  5. Pelatihan Vestibule: Pelatihan peralatan aktual yang digunakan pada pekerjaan, tetapi dilakukan jauh dari pengaturan kerja yang sebenarnya - stasiun kerja simulasi.

  6. Instruksi terprogram: Mengisikan materi pelatihan ke dalam urutan yang sangat teratur dan logis. Dapat menyertakan tutorial komputer, disk video interaktif, atau simulasi realitas virtual.