Apa Saja Prinsip-Prinsip Goal Setting?


Darvis (1981, dalam Irmawati 2004) mengemukakan bahwa goal setting digunakan untuk keberhasilan mencapai performansi (performance). Lalu, apa saja prinsip prinsip goal setting?

Locke dan Latham (1990, dalam Bakar, Yun, Keow, dan Li, 2014) menunjukkan lima prinsip utama goal-setting sebagai berikut:

  • Clarity
    Clarity didefinisikan sebagai goal yang produktif, jelas, dan terukur. Goal harus didefinisikan dengan baik, memiliki batas waktu yang jelas dan mengurangi informasi yang tidak mengarah pada harapan dan pencapaian.

  • Challenging
    Goal yang menantang adalah goal dengan tingkat kesulitan yang memotivasi individu untuk memberikan usaha lebih dalam mencapai tujuan. Ketika individu merasa tertantang, muncul ketertarikan dan keharusan untuk mencapai goal tersebut. Goal yang menantang menimbulkan rasa percaya diri dalam proses pencapaian. Hal tersebut diimbangi dengan optimisme, keyakinan menyelesaiakan tantangan yang harus dilakukan untuk mencapai goal.

  • Commitment
    Komitmen merupakan usaha untuk mengerahkan seluruh kemampuan, waktu dan tenaga dalam mengejar, memperoleh, serta menjaga tujuannya. Komitmen berhubungan dengan tingkat kesulitan tugas, yaitu menerima goal dengan tingkat kesulitan tinggi sehingga terdorong dan terinspirasi untuk mencapai goal. Komitmen muncul karena individu merasa menjadi bagian dari pencapaian tujuan. Komitmen tampak dalam keterlibatan membuat perencanaan, menetapkan tujuan, dan proses pengambilan keputusan.

  • Feedback
    Feedback merupakan umpan balik yang diberikan ketika individu melakukan sesuatu untuk mengejar goal. Dalam membuat tujuan, perlu monitoring dan feedback berupa evaluasi untuk mengetahui kendala yang dialami, sejauh mana proses pencapaian goal dilakukan, memberikan solusi dan kebutuhan sumber daya tambahan. Monitoring dan evaluasi lebih memberikan pengaruh jika dilakukan oleh diri sendiri daripada orang lain atau lingkungan.

  • Complexity Task
    Suatu goal terdiri dari beberapa hal yang saling berhubungan dan kompleks untuk diselesaikan. Goal yang kompleks memastikan individu merasa tidak mudah untuk mencapainya, sehingga harus memiliki waktu yang cukup, memperoleh pelatihan dan bimbingan untuk mencapainya.

Berdasarkan pendapat Locke dan Latham, (2006) ada lima komponen utama goal setting, yaitu:

  • Komponen utama yang pertama adalah clarity atau kejelasan yaitu bahwa tujuan itu harus yang spesifik, menantang dan sulit sehingga membawa pada hasil yang lebih tinggi dari pada tujuan yang samar-samar atau tidak jelas. Tujuan yang spesifik juga membawa pada kinerja yang lebih tinggi dar pada tujuan yang umum seperti “kerjakan sebaik mungkin” (do your best). Locke dkk, (2005) yang telah melakukan ulasan pada beberapa penelitian tentang goal setting menyimpulkan bahwa lebih kurang 90% dari penelitian-penelitian yang mereka lakukan menyatakan bahwa tujuan yang spesifik, menantang dan sulit membawa pada kinerja yang lebih baik dari pada tujuan yang sedang, mudah, sebaik mungkin (do your best) dan tanpa tujuan.

  • Komponen yang kedua challenge atau tantangan, bahwa target yang sulit menghadirkan suatu tantangan yang membangkitkan dorongan untuk mencapai tujuan dalam diri siswa, tetapi target ini dalam batas masih dapat dicapai.

  • Komponen yang ketiga adalah task complexity atau kompleksitas tugas yaitu jika menggunakan tugas yang relatif simpel dan tujuan dapat ditetapkan dengan mudah.

  • Komponen yang keempat adalah komitmen yaitu mengaplikasikan bahwa seseorang telah setuju untuk mengikatkan dirinya dengan tujuan yang ditetapkan. Komitmen penerimaan tujuan dan keterikatan tujuan merupakan hal yang hampir sama, meskipun secara konseptual dapat dibedakan. Keterikatan pada tujuan mengaplikasikan penentuan untuk mencoba berusaha mencapai tujuan atau tetap berusaha untuk mencapai tujuan, sedangkan sumber dari tujuan tersebut tidak dispesifikasi. Tujuan tersebut bisa merupakan tujuan yang telah ditetapkan (assigned goal), atau ditetapkan secara partisipatif, atau tujuan yang ditetapkan oleh dirinya sendiri. Sedangkan penerimaan tujuan mengimplikasikan bahwa seseorang telah setuju untuk mengikatkan dirinya dengan tujuan yang ditetapkan atau diusulkan oleh orang lain.

  • Komponen yang kelima adalah umpan balik (feedback), seseorang akan melakukan pekerjaan dengan lebih baik jika diberi umpan balik yang menunjukkan seberapa hasil atau kemajuan yang dicapai terhadap tujuan, karena umpan balik menolong untuk mengidentifikasi ketidaksesuaian antara apa yang mereka telah kerjakan dan apa yang mereka akan capai, maka umpan balik bertindak sebagai petunjuk (guide) tingkah laku, sehingga umpan balik membawa pada kinerja yang lebih tinggi dar pada tanpa umpan balik (Robbin, 2009).

Moran (Sukadji, 2010) mengajukan prinsip goal setting yang disebut dengan SMART. Akronim ini sebenarnya berasal dari dari buah pikiran dari Bull, Albinson dan Shambrook. Penjabaran SMART adalah sebagai berikut:

  1. Spesific (spesifik), semakin jelas dan spesifik sasaran belajar yang dibuat, maka akan lebih besar kemungkinan untuk mencapainya. Misalnya, menghafalkan kata kerja “saya ingin hafal kata kerja tak beraturan, dan setiap hari harus hafal 20 kata” akan lebih besar pengaruhnya terhadap motivasi dari pada “saya mungkin akan menghafalkan kata kerja bila memiliki waktu”.

  2. Measurable (terukur), terukur apabila tidak mampu mengukur kemajuan terhadap sasaran, maka seseorang cenderung akan kehilangan minat dalam mencapai sasaran. Oleh karena itu, sangat penting untuk selalu menyimpan dokumen kemajuan. Misalnya, bila sasaran belajar di atas, maka perlu memiliki dokumen mengenai peningkatan pelaksanaan. Apabila kemarin hanya hafal 20 kata, maka setelah tiga hari akan hafal 60 kata.

  3. Action related (langkah-langkah), agar tidak dibingungkan oleh urutan langkah yang perlu dilakukan, perlu menentukan sejumlah langkah yang berurutan semakin dekat dengan pencapaian sasaran. Langkah-langkah tersebut harus berada di bawah kendali. Misalnya, pagi hari setelah bangun tidur menghafal 10 kata, dan sore hari lima kata, kemudian menjelang tidur lima kata.

  4. Realistic (realistis), sasaran belajar harus realistik dan dapat dicapai dengan memanfaatkan sumber yang dapat diperoleh. Misalnya, mempertimbangkan kemampuan dalam dalam menghafal, tidak menetapkan target terlalu sulit maupun terlalu mudah.

  5. Time based (waktu), seringkali kita bekerja saat mendekati batas akhir penyampaian tugas tertentu. Tekanan waktu menimbulkan kepentingan yang membuat kita termotivasi, meskipun rasa panik seringkali ikut mengiringi penyelesaian tugas tersebut. oleh karena itu, sebaiknya mengatur waktu dan menetapkan waktu dalam mencapai tujuan.