Apa yang dimaksud dengan hutang?

Hutang

Hutang adalah semua kewajiban keuangan perusahaan kepada pihak lain yang belum terpenuhi, dimana hutang ini merupakan sumber dana atau modal perusahaan yang berasal dari kreditor. Hutang merupakan pengorbanan manfaat ekonomi masa datang yang mungkin timbul karena kewajiban sekarang.

1 Like

Secara umum, hutang merupakan semua kewajiban keuangan perusahaan yang belum dipenuhi, dimana hutang merupakan sumber pendapatan yang dapat membantu jalannya usaha, baik di bidang operasional, keuangan, dan investasi.

Menurut FASB (Financial Accounting Standar Board) concept No.3, hutang didefinisikan sebagai pengorbanan manfaat ekonomi di masa mendatang yang timbul akibat adanya kewajiban sekarang suatu entitas untuk menyerahkan aktiva atau memberikan jasa kepada entitas lain di masa mendatang sebagai akibat transaksi di masa lalu.

Sedangkan menurut PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan), hutang merupakan kewajiban perusahaan di masa kini yang timbul dari peristiwa di masa lalu, dimana penyelesaiannya mengakibatkan adanya arus keluar dari sumber daya perusahaan yang mengandung manfaat ekonomi.

Jenis-jenis Hutang


Hutang dapat dibedakan menjadi dua yaitu hutang jangka pendek (short term debt) dan hutang jangka panjang (long term debt).

1. Hutang Jangka Pendek (Short-Term Debt)

Menurut Reeve (2006), hutang jangka pendek merupakan hutang yang memiliki jatuh tempo kurang dari 1 tahun dan seringkali digunakan oleh perusahaan untuk membiayai kegiatan-kegiatan yang bersifat operasional dan pajak. Hutang jangka pendek meliputi :

  • Hutang usaha (account payable) adalah hutang yang timbul karena adanya pembelian barang dagangan untuk dijual kembali.

  • Hutang wesel (notes receivable) adalah janji tertulis untuk membayar sejumlah uang tertentu pada suatu tanggal tertentu di masa depan dan dapat berasal dari pembelian, pembiayaan, atau transaksi lainnya.

  • Biaya yang harus dibayar (accrued expense) yaitu biaya-biaya yang sudah terjadi tetapi belum dilakukan pembayarannya pada periode pembukuan tertentu. Misalnya utang gaji, utang upah, dan utang-utang biaya lainnya.

  • Hutang jangka panjang yang segera jatuh tempo adalah sebagian atau seluruh hutang jangka panjang yang sudah menjadi hutang jangka pendek, karena harus segera dilakukan pembayaran.

  • Penghasilan yang diterima dimuka (deferred revenue) adalah penerimaan uang untuk penjualan barang dan jasa yang belum terealisir.

  • Hutang bank yang memiliki jangka waktu kurang dari satu tahun.

2. Hutang Jangka Panjang (Long-Term Debt)

Menurut Reeve (2006), hutang jangka panjang merupakan hutang yang jangka waktu pembayarannya lebih dari satu tahun dan digunakan oleh perusahaan untuk kegiatan yang bersifat investasi. Hutang jangka panjang terdiri dari :

  • Hutang obligasi merupakan surat pengakuan hutang (dengan bunga) jangka panjang yang akan dibayar pada tanggal tertentu.

  • Hipotek merupakan penggadaian kekayaan nyata tertentu untuk mendapatkan suatu pinjaman dengan beban bunga yang tetap. Kekayaan nyata didefinisikan sebagai real estate, gedung, dan lain-lain. Jika debitor tidak mampu memenuhi kewajiban dalam membayar utang dalam jangka waktu yang ditentukan, maka kreditor berhak menjual barang tersebut untuk menutupi hutang debitor.

  • Hutang Bank yang memiliki jangka waktu lebih dari 1 tahun.

Kebijakan Hutang


Kebijakan hutang berkaitan erat dengan kebijakan pendanaan perusahan yang bersumber dari ekternal perusahaan. Penentuan kebijakan hutang berkaitan dengan struktur modal karena hutang merupakan salah satu komposisi dalam struktur modal. Perusahaan dinilai berisiko apabila memiliki porsi hutang yang besar dalam struktur modal.

Namun sebaliknya, apabila perusahaan menggunakan hutang yang kecil atau tidak sama sekali maka perusahaan dinilai tidak dapat memanfaatkan tambahan modal eksternal yang dapat meningkatkan operasional perusahaan (Hanafi,2004).

Perusahaan yang menggunakan hutang yang semakin banyak akan meningkatkan beban bunga dan pokok pinjaman yang harus dibayar. Hal ini dapat memperbesar kemungkinan perusahaan menghadapi default (kondisi dimana perusahaan tidak dapat memenuhi kewajiban pembayaran hutang pada waktunya yang telah ditentukan). Walaupun demikian, bagi banyak perusahaan hutang menjadi salah satu sumber pendanaan eksternal yang lebih sering digunakan dibandingkan dengan sumber pendanaan eksternal lainnya. Hal ini terkait dengan beberapa kelebihan yang ditawarkan dalam hutang sebagai suatu instrumen pembiayaan eksternal.

Adapun kelebihan hutang dilihat dari sudut pandang pemegang hutang, menurut Weston dan Copeland (1997), adalah ;

  • Dari segi risiko, hutang dipandang lebih menguntungkan dibanding saham biasa atau saham preferen karena hutang memberi prioritas dalam hal pendapatan dan juga dalam hal likuidasi. Hutang juga memiliki masa jatuh tempo yang pasti dan dilindungi oleh covenants dalam indenture.

  • Dari segi laba, para pemegang obligasi memiliki hasil pengembalian tetap, kecuali dalam kasus obligasi pendapatan (income bonds) atau surat hutang dengan suku bunga mengambang. Pembayaran bunga tidak tergantung pada tingkat laba perusahaan atau suku bunga pasar yang sedang berlaku. Sering kali hutang jangka panjang bisa dibatalkan sebelum waktunya. Jika hal ini terjadi, misalnya obligasi ditarik melalui opsi tarik, investor akan menerima kembali uangnya, yang harus ditanam kembali agar dana tersebut tidak mati.

  • Dari segi pengendalian, pemegang obligasi biasanya tidak memiliki hak suara. Meskipun begitu, jika sampai obligasi dinyatakan tidak dapat dibayar, pemegang obligasi dapat mengambil alih kendali perusahaan.

Jika dilihat dari sudut pandang perusahaan (peminjam hutang), terdapat beberapa kelebihan dan kelemahan dalam hutang sebagai suatu sumber pendanaan eksternal.

Menurut Weston dan Copeland (1997), kelebihan dan kelemahan tersebut adalah sebagai berikut :

Keunggulan:

  1. Biaya hutang terbatas, dimana pemegang hutang tidak ikut menikmati laba perusahaan.

  2. Tidak hanya biaya saja yang terbatas, tetapi juga hasil pengembalian yang diharapkan biasanya lebih rendah dibanding ketika perusahaan mengeluarkan saham biasa.

  3. Pemilik perusahaan tidak harus berbagi pengendalian pengelolaannya dengan pemegang hutang.

  4. Pembayaran bunga hutang bisa dikurangi sebagai beban pajak.

  5. Fleksibilitas dalam struktur pembiayaan perusahaan dapat dicapai dengan pencantuman syarat opsi tarik dalam perjanjian hutang.

Kelemahannya:

  1. Hutang memiliki biaya tetap, jika laba perusahaan mengalami penurunan yang tajam maka untuk membayar bunga hutang mungkin tidak dapat dipenuhi.

  2. Hutang biasanya memiliki masa jatuh tempo yang pasti dan perusahaan harus mampu melunasinya sesuai dengan waktu yang ditetapkan.

  3. Hutang jangka panjang merupakan hutang yang memiliki waktu relatif lama sehingga risiko hutang jangka panjang juga cukup tinggi. Risiko ini terkait dengan ketidakpastiannya kondisi perusahaan dimasa yang akan datang dalam memenuhi kewajiban hutang yang akan jatuh tempo di masa yang akan datang.

  4. Perusahaan yang meminjam hutang jangka panjang akan mengalami hambatan yang lebih banyak dibanding perusahaan yang meminjam hutang jangka pendek atau yang menerbitkan saham biasa.

Menurut Hanafi (2004) terdapat beberapa faktor yang memiliki pengaruh terhadap kebijakan hutang, antara lain :

  • NDT (Non-Debt Tax Shield)
    Manfaat dari penggunaan hutang adalah bunga hutang yang dapat digunakan untuk mengurangi pajak perusahaan. Namun untuk mengurangi pajak, perusahaan dapat menggunakan cara lain seperti depresiasi dan dana pensiun. Dengan demikian, perusahaan dengan NDT tinggi tidak perlu menggunakan hutang yang tinggi.

  • Struktur Aktiva
    Besarnya aktiva tetap suatu perusahaan dapat menentukan besarnya penggunaan hutang. Perusahaan yang memiliki aktiva tetap dalam jumlah besar dapat menggunakan hutang dalam jumlah besar karena aktiva tersebut dapat digunakan sebagai jaminan pinjaman.

  • Profitabilitas
    Perusahaan dengan tingkat pengembalian yang tinggi atas investasinya akan menggunakan hutang yang relatif kecil. Laba ditahannya yang tinggi sudah memadai membiayai sebagian besar kebutuhan pendanaan.

  • Risiko Bisnis
    Perusahaan yang memiliki risiko bisnis yang tinggi akan menggunakan hutang yang lebih kecil untuk menghindari risiko kebangkrutan.

  • Ukuran Perusahaan
    Perusahaan yang besar cenderung terdiversifikasi sehingga menurunkan risiko kebangkrutan. Di samping itu, perusahaan yang besar lebih mudah dalam mendapatkan pendanaan eksternal.

Teori-Teori Kebijakan Hutang


Berikut beberapa teori yang membahas tentang kebijakan hutang di dalam sebuah perusahaan.

Teori Modigliani-Miller (MM)

Teori ini pertama kali dikembangkan oleh Franco Modigliani dan Merton Miller pada tahun 1958. Pada teori ini, Modigliani dan Miller mengemukakan beberapa asumsi-asumsi yang mendasari teori struktur modal, yaitu (Megginson, 1997) :

  • Seluruh aset yang berwujud dimiliki oleh perusahaan.

  • Pasar modal sempurna (tidak ada pajak perusahaan maupun pajak perseorangan, sekuritas bisa diperjualbelikan tanpa biaya dan instan, dan tidak ada biaya kebangkrutan).

  • Perusahaan hanya dapat menerbitkan 2 macam sekuritas, yakni ekuitas yang berisiko dan hutang yang bebas risiko.

  • Individu maupun perusahaan dapat meminjam atau meminjamkan uang dengan tingkat suku bunga bebas risiko.

  • Para investor memiliki ekspektasi yang sama terhadap keuntungan perusahaan di masa mendatang.

  • Tidak ada pertumbuhan perusahaan sehingga seluruh aliran kas dianggap konstan.

  • Seluruh perusahaan dapat dikelompokkan dalam satu kelas pengembalian yang sama, yaitu saham perusahaan dengan risiko yang sama akan memiliki expected return yang sama dan berkorelasi dengan semua perusahaan yang ada di dalam kelas tersebut.

Berdasarkan asumsi-asumsi tersebut, Modigliani-Miller membagi teori Modigliani – Miller ke dalam 2 proposisi, yaitu M&M Proposition I dan M&M Proposition II.

  1. M&M Proposition I

    Di dalam Proposisi M&M I terdiri dari :

    • Dunia tanpa pajak (no-tax case)
      Dalam proposisi ini diasumsikan bahwa keadaan pasar modal sempurna dan tidak ada pemberlakuan pajak. Oleh karena itu, nilai perusahaan yang menggunakan hutang dengan perusahaan yang tidak menggunakan hutang menjadi sama. Dengan kata lain, dalam kondisi tanpa pajak, MM menyatakan bahwa struktur modal tidak mempengaruhi nilai perusahaan. Tingkat keuntungan dan risiko usaha (keputusan investasi) yang akan mempengaruhi nilai perusahaan bukannya keputusan pendanaan.

    • Dunia dengan pajak (tax case)
      Proposisi ini mengasumsikan bahwa pasar modal sempurna dan diberlakukan pajak. Implikasinya adalah penggunaan hutang dalam struktur modal menjadi sangat menguntungkan karena adanya tax shield. Oleh karena itu, nilai perusahaan yang menggunakan hutang lebih tinggi daripada perusahaan yang tidak menggunakan hutang karena nilai dari perusahaan yang berhutang sama dengan nilai perusahaan yang tidak berhutang ditambah dengan penghematan pajak karena bunga hutang.

    Proposisi M&M I ini memiliki kelemahan yang terletak pada asumsi dasar proposisi itu sendiri yaitu asumsi yang menyatakan bahwa tingkat hutang tidak berhubungan dengan aliran kas (cash flow) perusahaan. Kelemahan ini disadari oleh Modigliani Miller sehingga Modigliani-Miller menyebutkan bahwa asumsi pasar yang efisien merupakan dasar dari proposisi tersebut.

  2. M&M Proposition II

    Dalam proposisi ini disebutkan bahwa nilai harapan dari tingkat pengembalian hasil terhadap modal (return on equity/ROE) akan bertambah seiring dengan meningkatnya rasio antara hutang terhadap modal (debt to equity ratio/DER). Kenaikan ekspektasi ROE ini akibat dari meningkatnya risiko keuangan karena penambahan hutang atau kenaikan DER. Proposisi M&M II terdiri dari:

    • Dunia tanpa pajak (no-tax case)
      Proposisi ini mengatakan bahwa tingkat keuntungan pada perusahaan yang menggunakan hutang akan sebanding dengan peningkatan rasio utang terhadap saham (Hanafi, 2004). Dengan menggunakan hutang yang semakin banyak, perusahaan dapat menggunakan sumber modal yang lebih murah semakin besar. Penggunaan sumber modal murah yang semakin banyak tersebut akan menurunkan biaya modal rata-rata tertimbang perusahaan (WACC), jika tingkat keuntungan saham adalah konstan. Tetapi dengan semakin meningkatnya hutang, tingkat keuntungan juga akan meningkat. Dua efek yang saling berlawanan tersebut akhirnya menghasilkan nilai modal rata-rata tertimbang yang konstan. Hasilnya adalah nilai perusahaan akan konstan.

      Sehingga kesimpulan dari proposisi M&M II dunia tanpa pajak adalah (Brigham dan Gapenski 2000):

      • Biaya ekuitas akan semakin meningkat seiring dengan penambahan jumlah hutang yang digunakan dalam pembiayaan perusahaan.

      • Dalam dunia tanpa pajak, struktur modal perusahaan tidak akan mempengaruhi nilai perusahaan serta WACC.

    • Dunia dengan pajak (tax case)
      Biaya modal (cost of equity) akan meningkat seiring dengan meningkatnya hutang perusahaan. Penggunaan hutang yang lebih banyak, berarti perusahaan menggunakan sumber pendanaan yang lebih murah karena biaya modal hutang lebih kecil dibandingkan dengan biaya modal saham sehingga akan menurunkan biaya modal rata-rata tertimbangnya (WACC). Implikasi dari teori MM tersebut adalah perusahaan sebaiknya menggunakan hutang sebanyak-banyaknya. Dalam kenyataannya, tidak ada perusahaan yang memiliki hutang sebesar itu karena semakin tinggi tingkat hutang suatu perusahaan, akan semakin tinggi juga kemungkinan terjadinya kebangkrutan. Teori MM menyatakan agar perusahaan menggunakan hutang sebanyak- banyaknya karena MM mengabaikan biaya kebangkrutan.

Pecking Order Theory

Teori ini mengatakan bahwa perusahaan lebih cenderung memilih pendanaan yang berasal dari internal dari pada eksternal perusahaan. Penggunaan dana internal lebih didahulukan dibandingkan dengan penggunaan dana yang bersumber dari eksternal. Penggunaan sumber pendanaan eksternal oleh perusahaan dilakukan apabila sumber internal tidak mencukupi.

Menurut Donaldson (1961), urutan pendanaan menurut pecking order theory
adalah:

  • Perusahaan lebih menyukai mempergunakan sumber pendanaan internal dalam keputusan pendanaannya seperti laba ditahan (retained earning).

  • Penetapan target rasio pembayaran deviden (dividen payout ratio) disesuaikan dengan peluang investasi serta menghindari perubahan deviden secara drastis.

  • “Dividend is sticky", perusahaan tidak mau meningkatkan dan menurunkan pembayaran devidennya kecuali dengan alasan-alasan tertentu.

  • Apabila pendanaan eskternal diperlukan, perusahaan akan menerbitkan sekuritas yang paling aman, mulai dari penerbitan hutang, convertible bond, dan yang terakhir penerbitan saham.

Ada dua alasan mengapa dana eksternal lebih disukai dalam bentuk hutang daripada modal sendiri, antara lain :

  • Pertama adalah pertimbangan biaya emisi. Biaya untuk mengeluarkan hutang/obligasi akan lebih murah dari biaya emisi saham baru. Hal ini disebabkan karena penerbitan saham baru akan menurunkan harga saham lama.

  • Kedua, manajer khawatir kalau penerbitan saham baru akan ditafsirkan sebagai kabar buruk oleh para pemodal dan membuat harga saham akan turun. Hal ini disebabkan antara lain oleh kemungkinan adanya asimetri informasi antara pihak manajer dengan pihak modal.

Teori ini kemudian diperkuat lagi dengan penelitian yang dilakukan oleh Sunder dan Myers (1984) yang mengatakan bahwa dalam bentuk yang paling sederhana, Pecking Order Model menjelaskan bahwa ketika arus kas internal perusahaan tidak cukup untuk mendanai investasi real dan deviden, perusahaan akan menerbitkan hutang. Saham tidak akan pernah diterbitkan, kecuali biaya financial distress perusahaan tinggi. Selain itu, Myers (1984) menemukan bahwa adanya penilaian negatif dari pemegang saham akibat penerbitan saham atau pengurangan leverage.

Static Trade Off Theory

Teori ini menyatakan bahwa semakin banyak hutang perusahaan, maka semakin tinggi beban biaya yang harus ditanggung oleh perusahaan. Beban biaya yang harus ditanggung ini berupa biaya kebangkrutan, biaya keagenan, dan beban bunga yang ke semua itu akan meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah hutang perusahaan.

Teori trade off berasumsi bahwa ketika manfaat pengurangan pajak masih lebih tinggi dibandingkan dengan perkiraan agency cost maka perusahaan masih dapat meningkatkan hutangnya, dan peningkatan hutang harus dihentikan ketika pengurangan pajak atas tambahan hutang tersebut sudah lebih rendah dibandingkan dengan peningkatan agency cost. Oleh karena itu, sebelum mencapai titik maksimum, hutang akan menjadi lebih murah dibandingkan dengan perusahaan melakukan penjualan saham karena adanya pengurangan pajak (tax shield). Namun, setelah mencapai titik maksimum, penggunaan hutang oleh perusahaan menjadi tidak menarik karena perusahaan harus menanggung biaya keagenan, kebangkrutan serta biaya bunga yang menyebabkan nilai saham turun (Kaaro, 2001)

Agency Theory

Agency theory menyebutkan bahwa sebagai agen dari pemegang saham, manager tidak selalu bertindak demi kepentingan pemegang saham. Untuk itu diperlukan biaya pengawasan yang dapat dilakukan melalui cara-cara seperti pengikatan agen, pemeriksaan laporan keuangan, dan pembatasan terhadap pengambilan keputusan oleh manajemen. Kegiatan pengawasan yang dilakukan memerlukan biaya keagenan. Biaya keagenan digunakan untuk mengontrol semua aktivitas yang dilakukan manajer sehingga manajer dapat bertindak konsisten sesuai dengan perjanjian kontraktual antara kreditor dan pemegang saham (Jensen dan Meckling, 1976).

Menurut Horne dan Wachowicz (2005), dalam teori agensi, siapapun yang menimbulkan biaya pengawasan, biaya yang timbul pasti menjadi tanggungan pemegang saham.

Signaling Theory

Hipotesis ini didasarkan pada asumsi adanya asimetris informasi antara manager dan investor. Di dalam hipotesis ini, manajer perusahaan berusaha mengkomunikasikan informasi mengenai prospek perusahaannya kepada investor di pasar (Megginson,1997). Perusahaan dengan prospek yang menguntungkan akan mencoba menghindari penjualan saham dan mengusahakan setiap modal baru yang diperlukan dengan cara-cara lain, termasuk penggunaan hutang yang melebihi target struktur modal yang normal (Brigham dan Houston, 2001).

Hal yang sama disampaikan oleh Ross (1977) yang mengembangkan model penelitian mengenai hutang dalam struktur modal. Dari penelitiannya, Ross menyimpulkan bahwa fenomena hutang dalam suatu perusahaan merupakan suatu sinyal yang baik dari manajemen perusahaan kepada pasar. Dengan berhutang lebih banyak menunjukkan bahwa manajemen perusahaan percaya dengan prospek perusahaan ke depannya.

Dasar pertimbangan ini adalah penggunaan dan penambahan hutang akan meningkatkan biaya-biaya yang lain, seperti biaya bunga dan pokok pinjaman. Biaya-biaya ini akan menjadi beban keuangan perusahaan sehingga manajer hanya akan menerbitkan hutang yang lebih banyak apabila mereka yakin perusahaan dapat memenuhi kewajibannya serta adanya prospek yang menguntungkan bagi perusahaan.

Utang merupakan salah satu sumber pembiayaan eksternal atau modal yang berasal dari kreditur yang digunakan oleh perusahaan untuk membiayai kebutuhan dananya. Semakin tinggi tingkat utang, maka bisa menyebabkan pengembalian bagi para pemegang saham biasa menjadi tidak pasti.

Klasifikasi Utang

Menurut Fahmi (2013) klarifikasi utang dibagi menjadi dua yaitu :

Utang jangka pendek (S hort-term liabilities )

Short term liabilities (utang jangka pendek) sering disebut juga dengan utang lancar ( current liabilities ). Penegasan utang lancar karena sumber utang jangka pendek dipakai untuk mendanai kebutuhan-kebutuhan yang sifatnya mendukung aktivits perusahaan yang segera dan tidak bisa ditunda. Dan utang jangka pendek ini umumnya harus dikembalikan kurang dari satu tahun.

Utang dagang ( account payable ) adalah pinjaman yang timbul karena pembelian barang-barang dagang atau jasa kredit

Utang wesel ( notes payable ) adalah promes tertulis dari perusahaan untuk membayar sejumlah uang atas perintah pihak lain pada tanggal tertentu yang akan datang ditetapkan (utang wesel)

Penghasilan yang ditangguhkan ( deferred revenue ) adalah penghasilan yang sebenarnya belum menjadi hak perusahaan. Pihak lain telah menyerahkan uang lebih dahulu kepada perusahaan sebelum perusahaan menyerahkan barang atau jasanya

Kewajiban yang harus dipenuhi ( accrual payable ) adalah kewajiban yang timbul karena jasa-jasa yang diberikan kepada perusahaan selama jangka waktu tetapi pembayarannya belum dilakukan (misalnya : upah, bunga, sewa, pensiun, pajak harta milik dan lain-lain)

  • Utang gaji

  • Utang pajak

  • Dan lain sebagainya.

  • Utang Jangka Panjang ( long-term Liabilities )

Long-term Liabilities (utang jangka panjang) sering disebut dengan utang tidak lacar ( non current liabilities ). Penyebutan utang tidak lancar karena dana yang dipakai dari sumber utang ini dipergunakan untuk membiayai kebutuhan yang bersifat jangka panjang. Alokasi pembiayaan jangka panjang biasanya bersifat tangiable asset (asset yang bisa disentuh), dan memiliki nilai jual yang tinggi jika suatu saat dijual kembali. Karena itu penggunaan dana utang jangka panjang ini dipakai untuk kebutuhan jangka panjang, seperti pembangunan pabrik, pembelian tanah gedung, dan sebagainya.

Adapun yang termasuk dalam kategori utang jangka panjang ( long-term liabilities ) ini adalah :

  • Utang obligsi

  • Wesel bayar

  • Utang perbankan yang kategori jangka panjang. Dan lain sebagainya.

Kebijakan Utang

Kebijakan utang merupakan keputusan yang sangat penting dalam perusahaan. Dimana kebijakan utang merupakan salah satu bagian dari kebijakan pendanaan perusahaan yang diambil oleh pihak manajemen dalam rangka memperoleh sumber pendanaan dari pihak ketiga untuk membiayai aktivitas operasional perusahaan. Kebijakan utang mempunyai pengaruh pendisiplinan manajer karena utang yang cukup besar akan menimbulkan kesulitan keuangan dan atau risiko kebangkrutan.

Menurut Harmono (2011) keputusan pendanaan oleh manajemen akan berpengaruh pada penelitian perusahaan yang terfleksi pada harga saham. Oleh karena itu, salah satu tugas manajer keuangan adalah menentukan kebijakan pendanaan yang dapat memaksimalkan harga saham yang merupakan cerminan dari suatu nilai perusahaan.

Teori Kebijakan Utang

Kebijakan utang merupakan salah satu sumber pembiayaan eksternal yang digunakan oleh perusahaan untuk membiayai kebutuhan dananya. Terdapat beberapa teori tentang pendanaan utang dengan hubungan terhadap nilai perusahaan (Mardiyati, Gatot, dan Ria, 2012):

  1. Teori struktur modal dari Miller dan Modligiani

Pada teori ini mereka berpendapat bahwa dengan asumsi tidak ada pajak, tidak adanya informasi asimetris antara pihak manajemen dengan para pemegang saham, dan pasar terlibat dalam kondisi yang efisien, maka value yang bisa diraih oleh perusahaan tidak terkait dengan bagaimana perusahaan melakukan strategi pendanaan. Setelah menghilangkan asumsi tentang ketiadaan pajak, utang dapat menghemat pajak yang dibayar (karena utang menimbulkan pembayaran bunga yang mengurangi jumlah penghasilan yang terkena pajak) sehingga nilai perusahaan bertambah.

  1. Trade off theory

Pada teori ini menjelaskan bahwa semakin tinggi perusahaan melakukan pendanaan menggunakan utang maka akan semakin besar pula resiko mereka untuk mengalami kesulitan keuangan karena membayar bunga tetap yang terlalu besar bagi para debt holders setiap tahunnya dengan kondisi laba bersih yang belum pasti.

  1. Teori keagenan

Menurut pendekatan ini, struktur modal disusun untuk mengurangi konflik antara berbagai kelompok berkepentingan. Kelompok pemegang saham dengan manajer sebenarnya dalah konsep free cash flow . tetapi ada kecenderungan bahwa manajer ingin menahan sumber daya sehingga mempunyai kontrol atas sumber daya tersebut. Utang bisa dianggap sebagai cara untuk mengurangi konflik keagenan terkait free cash flow . Jika perusahaan menggunakan utang maka manajer akan dipaksa untuk mengeluarkan kas dari perusahaan (untuk membayar bunga).

  1. Teori signaling

Jika manajer memiliki keyakinan bahwa prospek perusahaan baik, dan karenanya ingin agar harga saham meningkat, manajer tersebut tentunya ingin mengkomunikasikan hal tersebut kepada para investor. Manajer bisa saja menggunakan utang yang lebih banyak yang nantinya berperan sebagai sinyal yang lebih terpercaya. Ini karena perusahaan yang meningkatkan utang bisa dipandang sebagai perusahaan yang yakin dengan prospek perusahaan di masa yang akan datang. Investor diharapkan akan menangkap sinyal tersebut, sinyal yang mengindikasikan bahwa perusahaan mempunyai prospek yang prospektif di masa depan. Jadi, kita dapat menyimpulkan dari penjelasan di atas bahwasannya utang merupakan tanda atau signal positif dari perusahaan.

Kebijakan utang berkaitan dengan struktur modal karena utang merupakan salah satu komposisi dalam struktur modal. Perusahaan dinilai berisiko apabila memiliki porsi utang yang besar dalam struktur modalnya. Namun apabila utang tersebut dapat menghasilkan keuntungan, maka utang akan dapat meningkatkan nilai perusahaan.

Struktur Modal

Struktur modal merupakan perimbangan atau perbandingan antara modal asing dan modal sendiri. Modal asing dapat diartikan dengan utang jangka pendek atau utang jangka panjang. Sedangkan modal sendiri sebagai laba di tahan atau bisa juga dengan penyertaan kepemilikan perusahaan. Struktur modal merupakan masalah yang penting, karena harus memaksimalkan profit bagi keputusan modal sendiri yang diperoleh harus lebih besar dari biaya modal akibat penggunaan struktur modal tersebut.

Menurut Sawir (2005): “Struktur modal adalah pendanaan permanen yang terdiri dari utang jangka panjang, saham preferen, dan modal pemegang saham. Nilai buku dari modal pemegang saham terdiri dari saham biasa, modal disetor atau surplus, modal dan akumulasi ditahan.”

Menurut Fahmi (2013) :“Struktur modal merupakan gambaran dari bentuk proporsi finansial perusahaan yaitu antara modal yang dimiliki yang bersumber dari utang jangka panjang ( long-term liabilities) dan modal sendiri ( shareholders’ equity ) yang menjadi sumber pembiayaan perusahaan.”

Menurut Weston dan Brigham (2005): “struktur modal yang ditargetkan adalah bauran atau perpaduan dari utang, saham preferen, saham biasa yang dikehendaki perusahaan dalam struktur modalnya.”

Dari pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa struktur modal adalah hasil atau akibat dari keputusan pendanaan ( financing decision ) yang intinya memilih apakah menggunakan utang atau ekuitas untuk mendanai operasi perusahaan.

Jika perusahaan dalam memenuhi kebutuhan modalnya lebih mengutamakan modal dari dalam perusahaan sendiri maka, akan mengurangi ketergantungan dari pihak eksternal. Tetapi jika kebutuhan modal sangat besar dan modal dalam perusahaannya terbatas atau kurang mencukupi, maka perusahaan dapat menggunakan dari pihak eksternal yang penggunaan dari masing-masing jenis modal tersebut mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap laba yang dihasilkan.

Mengukur Kebijakan Utang

Kebijakan utang perusahaan merupakan tindakan manajemen perusahaan dalam mendanai kegiatan operasional perusahaan dengan menggunakan modal yang berasal dari utang. Dalam penelitian ini kebijakan utang diukur dengan debt equity ratio (DER) yang merupakan perbandingan dari total utang yang dimiliki perusahaan dengan total ekuitasnya.

Menurut Horne dan Wachowicz (2005) menjelaskan bahwa DER adalah rasio utang dengan ekuitas menunjukan sejauh mana pendanaan dari utang yang digunakan jika dibandingkan dengan pendanaan ekuitas.

Debt to equity Ratio (DER) merupakan salah satu rasio pengelolaan modal yang mencerminkan kemampuan perusahaan untuk membiayai usaha dengan pinjaman yang disediakan oleh pemegang saham. Seperti yang diungkapkan oleh Martono dan Harjito (2007:59) DER adalah “perbandingan total utang yang dimiliki perusahaan dengan modal sendiri (ekuitas).”

Debt to Equity Ratio (DER) mengukur kemampuan pemilik perusahaan dengan equity yang dimiliki untuk membayar utang kepada kreditur. Rasio ini berguna untuk mengetahui jumlah dana yang disediakan kreditor dengan pemilik perusahaan yang berkaitan dengan kebijakan pendanaan. Rasio ini dapat melihat seberapa jauh perusahaan dibiayai oleh pihak luar dengan kemampuan perusahaan yang digambarkan oleh modal. Apabila perusahaan menetapkan bahwa pelunasan utangnya akan diambil dari laba ditahan, berarti perusahaan harus menahan sebagian besar dari pendapatannya untuk keperluan tersebut, sehingga hanya sebagian kecil saja dari pendapatan yang dibayarkan oleh dividen. Pada umumnya makin besar angka DER perusahaan dianggap makin berbahaya secara finansial, makin besar angka DER suatu perusahaan maka manajemennya harus makin kerja keras untuk menjaga arus kas perusahaan. Resiko yang makin tinggi diharapkan memberikan laba yang juga lebih tinggi ( High Risk High Return ).

Hal ini bagi investor saham fundamental diperhitungkan sebagai pertimbangan saat
membeli atau menjual saham. Dengan tingkat resiko yang makin tinggi maka investor fundamental akan menawar makin rendah harga sahamnya. Sebaliknya makin rendah angka DER suatu perusahaan investor fundamental akan menghargai makin tinggi karena tingkat resikonya yang lebih rendah. Investor akan lebih berani membeli saham dengan harga lebih tinggi dengan catatan semua kondisi sama.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Utang

Faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan utang menurut Brigham dan Houston (2001) adalah:

  1. Sales Stability

Perusahaan yang relatif memiliki penjualan yang stabil akan bisa memakai lebih banyak utang karena perusahaan perusahaan yang relative stabil penjualannya berisiko lebih kecil jadi bisa memakai financial leverage lebih banyak.

  1. Asset Structure

Perusahaan yang asetnya cocok dijadikan jaminan akan dapat menggunakan utang lebih banyak, karena asetnya bisa dijadikan jaminan.

  1. Growth Rate

Perusahaan yang sedang berkembang dengan cepat harus mengandalkan pendanaan melalui modal eksternal dan bagi perusahaan juga biasanya biaya menerbitkan saham lebih besar daripada menerbitkan surat utang. Penggunaan utang oleh perusahaan sedang berkembang cepat ini dibatasi oleh ketidakpastian yang dihadapi.

  1. Profitability

Perusahaan yang memiliki profitabilitas yang tinggi cenderung memakai sedikit utang karena perusahaan tersebut mampu mencukupi kebutuhannya dengan dana dari diri sendiri (modal sendiri) dengan memakai laba ditahan ( retained earning ).

  1. Taxes

Beban bunga merupakan penghematan pajak. Jika pajak tinggi maka penghematan pajak semakin besar, penghematan tersebut melalui penggunaan utang. Jika perusahaan menggunakan utang maka perusahaan harus membayar beban bunga dan menurut peraturan perpajakan beban bunga merupakan beban yang boleh dibebankan. Jadi bunga merupakan penghematan pajak. Oleh karena itu jika tingkat pajak tinggi maka perusahaan akan menggunakan utang lebih banyak untuk memaksimalkan keuntungan dari pajak.

  1. Management Attitude

Manajemen dapat menggunakan pertimbangan sendiri terhadap struktur modal yang tepat. Sejumlah management cenderung lebih konservatif dari manajemen lainnya, sehingga menggunakan jumlah utang yang lebih kecil daripada rata-rata dalam perusahaan yang bersangkutan, sementara manajemen lain cenderung menggunakan banyak utang dalam usaha mengejar laba yang lebih tinggi.

Menurut Munawir (2004) dalam Pithaloka (2009) hutang adalah semua kewajiban keuangan perusahaan pihak lain yang belum terpenuhi, dimana hutang ini merupakan sumber dana atau modal perusahaan yang berasal dari kreditor.

Hutang merupakan salah satu sumber pembiayaan ekternal yang digunakan oleh perusahaan untuk membiayai kebutuhan operasionalnya. Dalam pengambilan keputusan penggunaan hutang ini harus mempertimbangkan besarnya biaya tetap yang muncul dari hutang berupa bunga yang akan menyebabkan semakin meningkatnya leverage keuangan dan semakin tidak pastinya tingkat pengembalian bagi para pemegang saham biasa (Pithaloka, 2009).

  1. Hutang Jangka Pendek
    Hutang jangka pendek merupakan hutang yang diharapkan akan dilunasi dalam waktu 1 tahun atau satu siklus operasi normal perusahaan dengan menggunakan sumber aktiva lancar atau dengan menimbulkan hutang jangka pendek yang baru. Siklus operasi periode waktu yang diperlukan antara akuisisi barang dan jasa yang terlibat dalam proses manufaktur serta realisasi kas akhir yang dihasilkan dari penjualan dan penagihan selanjutnya. Hutang jangka pendek meliputi :

    • Hutang dagang atau account payable adalah jumlah uang yang masih harus dibayarkan kepada pemasok, karena perusahaan melakukan pembelian barang atau jasa.
    • Hutang wesel adalah perjanjian tertulis untuk membayar sejumlah uang tertentu pada suatu tanggal tertentu di masa depan dan dapat berasal dari pembelian, pembiayaan, atau transaksi lainnya.
    • Biaya yang harus dibayar adalah biaya-biaya yang sudah terjadi tetapi belum dilakukan pembayarannya.
    • Hutang jangka panjang yang segera jatuh tempo adalah sebagian atau seluruh hutang jangka panjang, yang sudah menjadi hutang jangka pendek, karena harus segera dilakukan pembayarannya.
    • Penghasilan yang akan diterima dimuka (deferred Revenue) adalah penerimaan uang untuk penjualan barang dan jasa yang belum terealisir.
  2. Hutang Jangka Panjang
    Hutang jangka panjang merupakan pengorbanan manfaat yang “probable” dimasa yang akan datang, yang timbul dari kewajiban sekarang yang akan dilunasi dalam jangka waktu lebih dari siklus operasi atau satu tahun dan sumber-sumber untuk melunasi hutang jangka panjang adalah sumber yang bukan dari kelompok aktiva
    lancar. Hutang jangka panjang meliputi :

    • Hutang Obligasi merupakan surat pengakuan hutang (dengan bunga) jangka panjang yang akan dibayar pada tanggal tertentu.
    • Hipotik merupakan penggadaian kekayaan nyata tertentu untuk mendapatkan suatu pinjaman dengan beban bunga yang tetap. Kekayaan nyata didefinisikan sebagai real estate, gedung, dan lain-lain.
    • Hutang bank.

Kebijakan Hutang
Kebijakan hutang merupakan salah satu bagian dari kebijakan pendanaan. Kebijakan hutang merupakan keputusan yang sangat penting dalam perusahaan. Kebijakan hutang adalah kebijakan yang diambil oleh pihak manajemen dalam rangka memperoleh sumber pembiayaan bagi perusahaan sehingga dapat digunakan untuk membiayai aktivitas operasional perusahaan (Phitaloka, 2009). Selain itu kebijakan hutang perusahaan juga berfungsi sebagai mekanisme yang dilakukan dalam pengelolaan perusahaan.

Dalam (Riyanto, 1997) keputusan pembiayaan atau pendanaan perusahaan akan dapat di pengaruhi struktur modal perusahaan. Sumber pendanaan dapat diperoleh dari modal internal dan modal ekternal. Modal internal berasal dari laba ditahan, sedangkan modal eksternal adalah dana yang berasal dari para kreditur dan pemilik, peserta atau pengambil bagian didalam perusahaan. Modal yang berasal dari kreditur adalah merupakan hutang perusahaan.Modal ini sering disebut dengan pembelanjaan asing/hutang.

Keputusan pembiayaan melalui hutang mempunyai batasan sampai seberapa besar dapat digali. Biasanya ada standar rasio tertentu untuk menentukan rasio hutang yang tidak boleh dilampaui. Jika rasio hutang melewati standar ini, maka biaya akan meningkat dengan cepat, dan hal tersebut akan mempengaruhi struktur modal. Salah satu rasio tersebut adalah LDE (Long Term Debt Ratio) yang menunjukan sejauh mana hutang dapat ditutupi oleh modal perusahaan atau berapa porsi hutang harus lebih kecil dari modal. Perusahaan yang menggunakan semakin banyak hutang maka akan meningkatkan bunga dan pokok pinjaman yang harus dibayar. Hal ini memperbesar kemungkinan perusahaan menghadapi default, yaitu tidak dapat memenuhi kewajiban pembayaran hutang pada waktunya akibat kewajiban yang
semakin besar (Pithaloka, 2009).

Dari sudut pasar pemegang hutang jangka panjang, resiko hutang lebih kecil dibanding dengan saham biasa atau saham preferen.Walaupun begitu, hutang dianggap mempunyai keunggulan terbatas dipandang dari segi laba, dan dianggap lemah dipandang dari segi pengendalian. Hal tersebut dapat dijelaskan oleh Weston dan copeland (1997) dalam Pithaloka (2009), sebagai berikut :

  1. Dari segi resiko, hutang dipandang lebih menguntungkan dibanding saham biasa atau saham preferen karena hutang memberi prioritas dalam hal pendapatan dan juga dalam likuidasi. Hutang juga memiliki masa jatuh tempo yang pasti dan dilindungi oleh akad (covenants) dalam indenture.

  2. Dari segi laba, para pemegang obligasi memiliki hasil pengembalian yang tetap, kecuali dalam kasus obligasi pendapatan (income) atau surat hutang dengan suku bunga mengambang. Pembayaran bunga tidak tergantung pada tingkat laba perusahaan atau suku bunga pasar yang sedang berlaku. Meskipun demikian,
    hutang tidak pernah dapat ikut menikmati laba perusahaan yaitu saat bisa berhasil menarik laba yang maksimal. Seringkali hutang jangka panjang bisa dibatalkan sebelum waktunya.

  3. Dari segi pengendalian, pemegang obligasi biasanya tidak memiliki hak suara. Meskipun begitu, jika sampai obligasi dinyatakan tak dapat dibayar, pemegang obligasi dapat mengambil alih perusahaan.