Apa yang dimaksud dengan Bulimia Nervosa?

Bulimia Nervosa

Bulimia Nervosa merupakan sebuah kondisi sakit kejiwaan yang berhubungan dengan makan. Seseorang dengan kondisi ini tidak akan ragu untuk menikmati segala makanan yang ada di depannya dengan porsi yang banyak dan bahkan berlebihan, namun setelah itu, ia akan berusaha mengeluarkannya dari tubuh alias memuntahkannya secara paksa; bisa juga dengan memakan obat pencahar.

Apa yang dimaksud dengan Bulimia Nervosa ?

Bulimia Nervosa adalah kelainan cara makan yang terlihat dari kebiasaan makan berlebihan yang terjadi secara terus menerus. Bulimia adalah kelainan pola makan yang sering terjadi pada wanita. Kelainan tersebut biasanya merupakan suatu bentuk penyiksaan terhadap diri sendiri.

Gangguan psikologis ini sebenarnya terjadi pada seseorang yang tidak ingin menaikkan berat badannya tapi memiliki nafsu makan yang sangat tinggi. Akibatnya dia tetap makan secara berlebihan tapi setelah itu memasukkan tangan ke mulutnya atau minum banyak air agar semua makanan itu bisa dimuntahkan. Menurut survei, 75% para pengidap Bulimia Nervosa ini melakukan tindakan demikian yang biasa disebut “pembersihan”.

Penderita bulimia juga cenderung diet sangat ketat dan juga olahraga yang berlebihan. Ciri khas penyakit bulimia yaitu kebiasaan mengeluarkan makanan yang dimakan dengan sangat cepat. Membersihkan atau memuntahkan makanan ini diperkirakan sebagai aksi untuk mengurangi rasa benci atau rasa bersalah karena sudah binge. Pasien berobsesi untuk membersihkan diri mereka dari makanan itu, sehingga makanan yang masuk tidak sempat terserap tubuh.

Seorang pasien penyakit bulimia dalam melakukan pesta makan ini, diduga terdorong oleh depresi atau stress terhadap sesuatu yang berhubungan dengan berat badan, bentuk badan ataupun makanan. Mereka menganggap, makan merupakan kegiatan paling menyenangkan dan bisa menghilangkan depresi. Namun kebahagiaan itu hanya berlangsung sementara karena akhirnya mereka kembali membenci makanan serta marah atas kontrol diri terhadap pesta makan yang kurang. Kebencian ini membuat mereka terobsesi untuk membersihkan makanan tersebut dari tubuh.

Aksi pembersihan biasanya berlangsung seketika, namun pada beberapa penderita bulimia melakukan pembersihan pada beberapa periode setelahnya.

Sama halnya dengan anoreksia, bulimia selalu berhubungan dengan kontrol diet ataupun penurunan berat badan. Penderita bulimia biasanya terlalu memperhatikan berat badan, selalu merasa kurang percaya diri dengan berat badan sehingga cenderung melakukan diet berlebih. Bedanya dengan penderita anoreksia, penderita bulimia memiliki berat badan yang lebih stabil sehingga penyakit ini jarang diketahui oleh masyarakat umum.

Ciri-Ciri Bulimia Nervosa antara lain :

  • Beranggapan negatif setiap kali melihat bentuk tubuh sendiri.

  • Terlalu fokus pada bentuk tubuh maupun berat badan sampai-sampai terkadang tak masuk di akal.

  • Selalu merasa kegemukan atau mengalami ketakutan akan gemuk.

  • Tidak mau makan di depan orang lain atau tempat-tempat umum.

  • Tidak terkendali ketika makan, seperti akan terus makan sampai berlebihan dan sakit perut.

  • Sehabis makan selalu langsung ke kamar mandi dan memuntahkan makanan yang telah dilahap dengan jari dimasukkan ke kerongkongan.

  • Mempunyai gusi dan gigi yang rusak.

  • Sehabis makan justru akan meminum obat pencahar atau semacamnya.

  • Mengonsumsi produk herba atau suplemen untuk membuat berat badan turun.

Bulimia nervosa merupakan salah satu perilaku makan menyimpang dengan karakteristik mengkonsumsi makanan dalam jumlah besar kemudian memuntahkannya kembali dengan paksa (purging) atau menggunakan obat pencahar atau diuretik, berpuasa atau olahraga yang berlebihan (Brown, 2005). Berbeda dengan penderita anorexia nervosa yang memiliki penurunan berat badan drastis, penderita bulimia nervosa memiliki berat badan yang ideal dengan fluktuasi berat badan yang sangat ekstrim karena pengkonsumsian makanan dalam jumlah besar. Seseorang yang menderita bulimia biasanya memiliki rata-rata berat badan yang sesuai dengan tingginya sehingga penderita bulimia jarang dapat dideteksi dan diketahui orang.

Penderita bulimia nervosa memiliki kebiasaan binge eating (makan dalam jumlah besar) yang terus berulang dengan jumlah makanan yang sangat besar melebihi porsi makan manusia pada umumnya dengan periode waktu dua jam (Read, 1997 dalam Wahlqvist, 1997). Selain itu, penderita bulimia nervosa juga tidak bisa mengontrol keinginan makannya yang sangat besar (Kurnia, 2008). Setelah mengkonsumsi makanan dengan jumlah yang cukup besar biasanya penderita bulimia nervosa merasa bersalah dan mengkompensasikannya dengan berbagai macam cara seperti memuntahkan kembali (purging), olahraga berlebihan atau mengkonsumsi obat pencahar dan diuretik (Read, 1997 dalam Wahlqvist, 1997).

Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders IV (DSM-IV), karakteristik penderita bulimia nervosa diantaranya (Brown, 2005) :

  • Episode berulang binge eating dengan karakteristik:

    • Makan dalam periode waktu yang tetap (contoh: tiap 2 jam) dengan porsi yang lebih besar daripada porsi makan kebanyakan orang dalam periode dan situasi yang sama.
    • Adanya perasaan tidak dapat mengontrol porsi makan pada saat episode tersebut berlangsung (contoh: merasa tidak dapat menghentikan atau mengontrol berapa porsi yang dimakan).
  • Adanya perilaku kompensasi yang berulang kali dilakukan untuk mencegah kenaikan berat badan seperti : muntah yang disengaja, penyalahgunaan laksatif, diuretik, enema atau obat-obatan lainnya, puasa atau olahraga berlebihan.

  • Episode binge eating dan perilaku kompensasi lainnya berlangsung setidaknya dua kali seminggu dalam tiga bulan.

  • Penilaian diri dipengaruhi oleh bentuk tubuh dan berat badan.

  • Gangguan tersebut tidak terjadi secara ekslusif selama episode anorexia nervosa.

DSM-IV juga mengklasifikasikan bulimia nervosa menjadi dua subtype (Brown, 2005), yaitu:

  1. Purging Type

Selama episode bulimia nervosa , penderita secara rutin melakukan pemuntahan yang disengaja atau penyalahgunaan laksatif, diuretik atau enema.

  1. Nonpurging Type

Selama episode bulimia nervosa , penderita secara rutin melakukan perilaku kompensasi lainnya seperti puasa atau olahraga yang berlebihan tetapi tidak melakukan pemuntahan dengan sengaja atau penyalahgunaan laksatif, diuretik, atau enema.

Menurut Wardlaw (1999), penderita bulimia nervosa biasanya menyadari bahwa perilaku mereka tidak normal dan cenderung membuat makanan sebagai pelarian jika berada dalam situasi kritis. Mereka yang menderita bulimia nervosa biasanya memiliki berat badan yang normal, ataupun di atas normal. Pada penderita bulimia nervosa biasanya terdapat siklus tertentu yang berulang. Pada awalnya penderita merasakan kecemasan akan sesuatu yang memberikan efek keinginan makan yang amat besar. Kemudian keinginan itu dipuaskan dengan mengkonsumsi makanan dalam porsi yang sangat besar ( bingeing ), setelah keinginan tersebut terpuaskan, penderita merasa takut gemuk sehingga melakukan pemuntahan ( purging ). Setelah melakukan pemuntahan, ketakutan menjadi gemuk hilang dan bergati menjadi perasaan bersalah karena telah mengkonsumsi makanan dalam porsi banyak, kemudian penderita kembali merasakan kecemasan yang luar biasa dan memuaskannya dengan makanan dalam porsi banyak dan begitu seterusnya seperti tahapan yang dijelaskan sebelumnya.

Menurut Brown (2005) bulimia nervosa adalah perilaku makan menyimpang dengan karakteristik penderitanya mengkonsumsi makanan dengan porsi besar dan kemudian melakukan purging berupa muntah secara sengaja, penggunaan obat pencahar, diuretik, enema, dan atau latihan fisik yang berlebih.

Bulimia nervosa pertama kali diungkapkan oleh Gerald Russell di tahun 1979 terhadap 30 orang pasien wanita yang memiliki riwayat anoreksia nervosa. Sebagian besar dari pasien tersebut memiliki berat badan yang normal dan memiliki kebiasaan dalam satu periode, makan dengan porsi sangat besar, lalu melakukan tindakan kompensasi dengan melaparkan diri.

Di bawah ini adalah kriteria untuk mendiagnosis kejadian bulimia nervosa menurut The Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder-IV (DSM-IV) (Brown et al. , 2005). Seseorang dikatakan menderita bulimia nervosa apabila termasuk ke dalam kriteria berikut :

  1. Adanya episode binge yang berulang kali. Episode tersebut mengikuti dua karakteristik berikut ini:
  • Makan dengan periode waktu yang tetap

  • Adanya perasaan tidak dapat mengontrol porsi makan selama episode tersebut

  1. Adanya perilaku kompensasi yang tidak sesuai dilakukan berulang kali dengan tujuan mencegah kenaikan berat badan.

  2. Binge eating dan perilaku kompensasi yang tidak sesuai keduanya dilakukan setidaknya dua kali seminggu dalam tiga bulan.

  3. Evaluasi diri sangat dipengaruhi oleh bentuk tubuh dan berat badan.

  4. Gangguan tersebut tidak terjadi secara eksklusif selama episode anoreksia nervosa.

Tipe Bulimia Nervosa

Menurut DSM-IV terdapat dua tipe spesifik penderita bulimia nervosa. Kedua tipe tersebut adalah :

  1. Purging Type

Selama episode bulimia nervosa, penderita secara reguler melakukan muntah yang disengaja atau menyalahgunakan laksatif, diuretic, atau enema.

  1. Nonpurging Type

Selama episode bulimia nervosa, penderita melakukan perilaku kompensasi tidak sesuai lainnya seperti puasa atau latihan fisik berlebih, tetapi tidak secara reguler melakukan muntah yang disengaja atau menyalahgunakan laksatif, diuretic, atau enema.

Dampak Bulimia Nervosa

Menurut Wardlaw & Hampl (2007), dampak kesehatan pada penderita bulimia nervosa sebagian besar berhubungan dengan muntah yang disengaja, diantaranya:

  1. Gigi menjadi sensitive terhadap dingin, panas, dan asam akibat berulangkali terkena muntah yang bersifat asam. Kelamaan gigi akan mengalami kerusakan, keropos, dan kemudian tanggal atau lepas.

  2. Penurunan kadar kalium darah karena muntah secara reguler dan penggunaan diuretik. Penurunan kadar kalium tersebut dapat mengganggu irama jantung dan dapat menyebabkan mati mendadak.

  3. Pembengkakan kelenjar saliva sebagai efek dari infeksi dan iritasi akibat frekuensi muntah yang tinggi.

  4. Ulserasi perut dan luka di esophagus.

  5. Konstipasi efek dari penyalahgunaan laksatif.

  6. Penggunaan obat yang merangsang muntah dapat berefek racun pada jantung, liver, dan ginjal.

Secara umum, penyebab kematian penderita bulimia nervosa adalah bunuh diri, penurunan kalium darah, dan infeksi yang parah.

Bulimia nervosa (BN) digambarkan dengan episode berulang makan berlebihan (binge eating) dan kemudian dengan perlakuan kompensatori (muntah, berpuasa, beriadah, atau kombinasinya). Makan berlebihan disertai dengan perasaan subjektif kehilangan kawalan ketika makan. Muntah yang dilakukan secara sengaja atau beriadah secara berlebihan, serta penyalahgunaan pencahar, diuretik, amfetamin dan tiroksin juga boleh terjadi.

DSM-IV membagikan BN kepada dua bentuk yaitu purging dan nonpurging. Pada tipe purging, individu tersebut memuntahkan kembali makanan secara sengaja atau menyalahgunakan obat pencahar, diuretik atau enema. Pada tipe nonpurging, individu tersebut menggunakan cara lain selain cara yang digunakan pada tipe purging, seperti berpuasa atau beriadah secara berlebihan.

Epidemiologi

Studi epidemiologi tentang gangguan makan berdasarkan populasi, mengungkapkan bahwa prevalensi bulimia nervosa pada remaja telah meningkat dalam beberapa dekade terakhir. Diperkirakan bahwa bulimia memiliki tingkat prevalensi sekitar 1,1% pada anak perempuan dan 0,2% pada anak laki.

Pada pengamatan klinis bahwa kebanyakan pasien dengan bulimia sering terjadi pada wanita remaja atau usia sekolah. Di Amerika Serikat, bulimia diduga mempengaruhi 3-5% dari seluruh penduduk, dengan prevalensi pada wanita umur sekolah dilaporkan setinggi 19%. Sekali lagi, karena sifat rahasia dari gangguan dan keengganan perempuan muda untuk mencari pengobatan, angka pastinya sulit untuk diukur.

Etiologi dan Faktor Resiko

Faktor risiko untuk terjadinya BN antara lain ialah faktor familial seperti obesitas pada orang tua, gangguan afek, dan kritikan dari keluarga tentang berat badan atau kebiasaan makan. Terdapat juga kerentanan genetik pada anak kembar untuk mengalami BN tetapi bagaimana hal ini terjadi tidak begitu jelas .

Gambaran klinis

Komplikasi fisik BN termasuk kelelahan sebagai akibat dehidrasi, gangguan pencernaan yang disebabkan oleh muntah dan penyalahgunaan pencahar, menstruasi yang tidak teratur dan masalah gangguan kesuburan, dan masalah jantung yang diakibatkan oleh penyalahgunan ipecac . Perlu diberi perhatian jika terdapat pembengkakan kelenjar liur yang disebakan oleh muntah-muntah dan erosi enamel yang diakibatkan oleh regurgitasi asam lambung .

Disebabkan oleh perbuatan muntah yang berulang, individu tersebut mengalami ketidakseimbangan elektrolit seperti, hipokalemia, hipokloremia, dan hiponatremia, dan juga boleh menyebabkan alkalosis. Penggunaan pencahar yang berulang boleh menyebabkan asidosis metabolik yang ringan.

Gangguan mood adalah sering pada pasien dengan BN. Kecemasan (anxiety) dan tegang (tension) sering dialami. Kebanyakan pasien dengan BN mengalami depresi ringan dana sesetengah mengalami gangguan mood dan perilaku yang serius seperti cobaan membunuh diri dan penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan terlarang. Biasanya, pasien dengan BN merasa malu dengan perbuatannya sendiri dan cenderung untuk merahasiakannya daripada keluarga dan teman-teman.

Diagnosis

Diagnosis BN menggunakan kriteria diagnostik yang dikemukakan oleh DSM-IV. Kriteria diagnostik BN ialah;

  1. Episode makan berlebihan yang berulang yang dikarakteristikkan dengan konsumsi sejumlah besar makanan dalam waktu yang singkat (selalunya kurang daripada 2 jam) dan perasaan untuk makan tidak terkontrol.
  2. Perilaku kompensasi makan berlebihan yang berulang, seperti memuntahkan kembali, penggunaan pencahar, berdiet keras atau berpuasa secara berlebihan sebagai melawan perbuatan makan berlebihan.
  3. Perbuatan a dan b telah berlangsung sebanyak sekurang-kurangnya 2 kali/minggu selama sekurang-kurangnya 3 bulan.
  4. Perhatian yang berlebihan terhadap bentuk dan berat badan.

Terapi

Untuk mengurangi dan mengeliminasi perilaku makan/muntah, individu tersebut perlu menjalani kaunseling gizi dan psikoterapi, terutama terapi perilaku kognitif (cognitive behavioral therapy (CBT)) atau diberi pengobatan seperti antidepresan seperti fluoksetin, yang merupakan satu-satunya obat yang dibenarkan oleh Food and Drug Administration untuk mengobati BN (11).

CBT merupakan pengobatan psikologis jangka pendek (4-6 bulan) yang berfokus pada perhatian berlebihan pada bentuk dan berat badan, diet yang persisten dan perilaku makan/muntah yang menggambarkan gangguan ini (10).

Istilah bulimia berasal dari bahasa Yunani, “boulimia” yang berarti rakus/sangat lapar dengan asal kata “bous” yang berarti lembu dan “limos” yang berarti lapar (NN C, 2008; Carlson dan Buskist, 1997). Grosvenor dan Smolin (2002) mengatakan bahwa bulimia nervosa adalah sebuah penyimpangan yang mengikutsertakan episode binge-eating yang sering dan hampir tiap kali diikuti oleh perilaku purging dan perilaku kompensasi lainnya yang tidak semestinya.

American Psychiatric Association menggariskan beberapa kriteria untuk mendiagnosa kejadian bulimia nervosa. Seseorang dikatakan mengalami bulimia nervosa jika memenuhi kriteria diagnosis berikut ini.

Kriteria Diagnosis untuk Bulimia Nervosa Menurut DSM-IV (Brown, 2005)

  • Adanya episode binge eating yang berulang kali. Episode tersebut ditandai dengan dua kriteria berikut:

  • Makan dengan periode waktu yang tetap (contoh: tiap 2 jam) dengan porsi yang jelas lebih besar daripada porsi makan kebanyakan orang dalam periode dan situasi yang sama.

  • Adanya perasaan tidak dapat mengendalikan porsi makan saat episode tersebut berlangsung (contoh: merasa tidak dapat berhenti makan, atau tidak dapat mengendalikan apda atau berapa banyak porsi yang dimakan).

  • Adanya perilaku kompensasi yang tidak sesuai berulang kali dengan tujuan mencegah kenaikan berat badan. Contohnya: muntah yang disengaja, penyalahgunaan laksatif, diuresis, enema atau obat lainnya, berpuasa atau latihan fisik yang berlebihan.

  • Baik episode binge eating maupun perilaku kompensasi, keduanya berlangsung rata-rata setidaknya dua kali seminggu dalam tiga bulan.

  • Terlalu mengutamakan berat badan dan bentuk tubuh dalam mengevaluasi diri.

  • Gangguan tersebut tidak terjadi secara eksklusif selama episode anoreksia nervosa.

Menurut DSM-IV, terdapat dua subtipe penderita bulimia nervosa (Brown, 2005). Kedua subtipe tersebut, yaitu:

Purging type

Selama episode bulimia nervosa, penderita secara reguler melakukan muntah yang disengaja, penyalahgunaan laksatif, diuresis atau enema.

Nonpurging type

Selama episode anoreksia nervosa, penderita secara reguler melakukan perilaku kompensasi lainnya seperti berpuasa atau latihan fisik secara berlebihan. Namun tidak secara reguler melakukan muntah yang disengaja, penyalahgunaan laksatif, diuresis atau enema.

Selain kriteria dari DSM-IV, ICD-10 juga menetapkan kriteria untuk mendeteksi kejadian bulimia nervosa sebagai berikut:

Kriteria Diagnosis untuk Bulimia Nervosa Menurut ICD 10 (Treasure dan Murphy dalam Gibney, et al., 2005)

  • Adanya rasa keasyikan terhadap makanan dan keinginan yang sangat akan makanan. Orang tersebut mengalah terhadap episode makan yang terlalu banyak dimana porsi yang besar dikonsumsi dalam periode waktu yang singkat.
  • Orang tersebut mencoba untuk mengimbangi efek ”penggemukan” oleh makanan dengan satu atau lebih perilaku berikut: muntah yang disengaja, penyalahgunaan pencahar, mengubah periode lapar, menggunakan obat seperti penurun nafsu makan, atau diuresis.
  • Psikopatologi terdiri dari rasa ketakukan yang berlebihan akan kegemukan dan orang tersebut menjaga berat badannya agar tetap berada pada batas yang ditetapkan, jauh di bawah batas berat badan yang merupakan berat badan optimal atau berat badan yang sehat menurut pada ahli kesehatan.

Statistik Bulimia Nervosa

Bulimia telah menjadi bagian dari komunitas manusia sejak zaman kuno. Di masa Mesir Kuno, praktik emesis disebutkan dalam Eber’s Papyrus. Dokumen tersebut meneybutkan bahwa masyarakat Mesir Kuno telah melakukan praktik mengosongkan perut menggunakan berbagai macam ramuan. Perilaku ini dilakukan tiga hari setiap bulannya. Mereka percaya bahwa praktik ini dapat membantu mereka menjaga kesehatan (Treasure dan Murphy dalam Gibney, et al, 2005).

Bulimia kemudian berkembang secara sporadis di zaman Romawi. Di tahun 1960, bulimia kembali muncul dan di tahun 1980-an bulimia sudah diklasifikasikan tersendiri. McDuffie dan Kirkley dalam Krummel dan Etherton (1996) menyebutkan bahwa diperkirakan kasus bulimia nervosa sebesar 4-10% pada remaja putri dan mahasiswi dengan perkiraan terjadi peningkatan hingga 19-20%. Berfokus pada populasi spesifik dan menggunakan kriteria dari DSM-III, beberapa studi menemukan prevalensi bulimia mendekati 4-9% pada siswa sekolah menengah atas dan mahasiswa (Romano dalam Goldstein, 2005).

Tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian sebelumnya, NIMH memperkirakan 1,1-4,2% wanita pernah mengalami bulimia nervosa semasa hidupnya (Departmen of Health and Human Services, 2006). Fairburn dan Hill dalam Geissler dan Powers (2005) menyebutkan bahwa insiden bulimia sebesar 13 kasus per 100.000 populasi per tahun dan dengan menggunakan diagnosis yang ketat, rerata poin prevalensi bulimia sebesar 1.000 kasus per 100.000 populasi (1%). Dalam hal ini hanya 0,1% kasus bulimia yang diderita oleh laki-laki. Menurut Treasure dan Murphy dalam Gibney, et al (2005), insiden kasus bulimia pada pelayanan kesehatan primer di Inggris sebesar 12 kasus per 100.000 populasi. Insiden bulimia meningkat selama tahu 1980-an dan meningkat tiga kali lipat diantara tahun 1988 dan 1993. Sedangkan angka prevalensi bulimia menurut Treasure dan Murphy yaitu sebesar 1- 3% pada remaja dan keluarga.

Menurut Eating Disorder Coalition for Research, Policy & Action, prevalensi bulimia di tahun 2000 berkisar antara 1,1-4,2% pada perempuan. Statistik lainnya menyebutkan bahwa dua per tiga dari 100 wanita Amerika dan sekitar 4% atau 4 dari 100 mahasiswa perempuan menderita bulimia. Brown (2005) menyebutkan perkiraan yang tidak jauh berbeda, yaitu prevalensi bulimia berkisar antara 1-3% pada remaja putri dan wanita muda. Tiemeyer (2007) juga menyatakan hal yang serupa, 1-2% remaja putri dan wanita muda memnuhi kriteria untuk didiagnosis menderita bulimia nervosa.

Dampak Bulimia Nervosa

Siklus binge-purge (makan berlebihan kemudian dimuntahkan) merupakan fenomena yang paling membahayakan bagi penderita bulimia nervosa. Mengosongkan perut dengan memuntahkan isinya turut membawa asam lambung ke dalam mulut. Jika perilaku memuntahkan makanan seringkali dilakukan, maka bisa menyebabkan terjadinya pengeroposan gigi dan kerusakan pada seluran pencernaan. Gejala-gejala kerusakan pada saluran pencernaan bisa berupa heartburn, luka pada mulut dan bibir, pembengkakan kelenjar saliva dan rahang, iritasi pada tenggorokan, inflamasi pada esofagus dan perubahan pada kapasitas lambung (Grosvenor dan Smolin, 2002).

Herzog dan Bradburn dalam Cooper dan Stein (1992) menyebutkan komplikasi medis pada bulimia nervosa merupakan akibat dari perilaku muntah yang kronis maupun penyalahgunaan laksatif. Perilaku muntah menganggu keseimbangan cairan dan elektrolit dan dapat memicu terjadinya hipokalemia dan alkalosis hipokloremia. Perilaku muntah kronis juga memicu timbulnya luka pada tenggorokan, rasa sakit pada abdominal, esofagitis dan muntah darah.

Treasure dan Murphy dalam Gibeny, et al (2005) menyebutkan bahwa penggunaan laksatif dan perilaku muntah pada penderita bulimia nervosa dapat berpengaruh pada penurunan fungsi ginjal akibat terjadinya hipokalemia dan deplesi volume. Penurunan fungsi ginjal ini dapat timbul akibat adanya penurunan glomerular filtration rate (GFR). Sumber lain menyebutkan bahwa bulimia bisa menyebabkan efek merugikan bagi kesehatan. Beberapa diantaranya, yaitu terjadinya malnutrisi, defisiensi vitamin dan mineral, dehidrasi, anemia dan ketidakseimbangan elektrolit yang bisa berujung pada berhentinya jantung atau kerusakan otak akibat stroke (NN C, 2008).

Dampak negatif pada kesehatan yang lain yang bisa timbul pada penderita bulimia adalah kerusakan enamel gigi, penurunan kadar Kalium darah secara signifikan yang bisa berujung pada kematian jantung, pembengkakan kelenjar saliva, ulserasi perut dan perdarahan esofagus, konstipasi dan keracunan akibat penggunaan obat perangsang muntah (Wardlaw dan Kessel, 2002).

Ung (2005) menyebutkan bahwa penderita bulimia dapat mengalami aritmia jantung, asidosis metabolik (akibat penyalahgunaan obat pencahar), alkalosis metabolik (akibat perilaku muntah), esofagitis, hipokalsemia, hipomagnesia, hipofosfatemia dan hipertrofi kelenjar parotid. Woodside dalam Brown (2005) menyebutkan bahwa angka kematian penderita bulimia nervosa akibat komplikasi yang dialaminya sekitar 5% dengan kegagalan jantung merupakan penyebab utama kematian.

Karakteristik Khas Pada Penderita Bulimia

Penderita bulimia cenderung lari kepada makanan saat berhadapan dengan situasi kritis. Selain itu, penderita bulimia juga menyadari bahwa perilaku mereka tidaklah normal. Mereka juga seringkali memiliki rasa percaya diri yang sangat rendah dan merasa tertekan atau depresi. Penderita bulimia cenderung untuk bertindak impulsif, yang bisa dimanifestaikan dengan mencuri, penyalahgunaan obat-obatan atau alkohol, mutilasi atau bunuh diri.

Banyak orang dengan perilaku bulimik seringkali tidak terdiagnosis. Hal ini karena penderita bulimia cenderung hidup dengan kerahasiaan unuk menyambunyikan perilaku makan mereka yang abnormal. Diantara penderita bulimia, peraturan yang rumit tentang makanan seringkali mereka ciptakan seperti menghindari semua cemilan. Mengkonsumsi sebuah donat atau kue dapat menyebabkan penderita bulimia merasa telah melanggar peraturannya. Maka makanan tersebut harus dihilangkan. Biasanya perasaan ini akan memicu orang tersebut menjadi makan secara berlebihan. Hal ini karena sejumlah besar makanan akan lebih mudah dimuntahkan daripada hanya sepotong kue (Wardlaw dan Kessel, 2002).

Pada umumnya penderita bulimia lebih suka mengkonsumsi kue, es krim dan makanan tinggi karbohidrat sejenisnya saat episode binge karena makanan ini relatif lebih mudah dikeluarkan dengan dimuntahkan kembali. Pada awal onset bulimia, penderita seringkali memicu agar dia muntah dengan memasukkan jari mereka jauh ke dalam mulut. Jika tidak hati-hati mereka bisa saja mengigit jari tersebut. Jika ini terjadi, maka akan terdapat bekas gigitan pada jari tangan mereka. Tanda ini seringkali dijadikan karakteristik khas bagi penderita bulimia. Perilaku kompensasi lainnya yaiu hipergymnasia dengan kata lain latihan fisik yang berlebihan untuk menghabiskan sejumlah besar energi. Mereka akan melakukan hitung-hitungan berapa jumlah energi yang telah dikonsumsi. Maka sejumlah itu pula-lah meraka akan melakukan latihan fisik guna meniadakan asupan energi tersebut. Orang dengan bulimia nervosa tidaklah bangga dengan perilaku mereka. Setelah makan berlebihan, biasanya mereka merasa bersalah dan depresi. Sejalan dengan waktu, mereka menjadi rendah diri dan merasa tidak ada harapan dengan situasi yang mereka alami tersebut (Wardlaw dan Kessel, 2002).

Keadaan ini akan terus berulang menjadi sebuah siklus yang dapat dilihat di bawah ini.

image
Gambar Siklus ”Lingkaran Setan” Pada Penderita Bulimia Nervosa (Wardlaw dan Kessel, 2002: 614)

Referensi:
NN C. 2008, “Bulimia Nervosa”, http:/en.wikipedia.org/wiki/Bulimia_nervosa.
Carlson, N.R. & William, B. 1997, Psychology: The Science of Behavior, 5th edition, Allyn & Bacon, Boston
Grosvenor, M.B. & Lori A. S. 2002, Nutrition From Science to Life, Harcourt College Publishers, Orlando.
Brown, J.E. et al. 2005, Nutrition Trough the Life Cycle 2nd edition, Thomson Wadswoth, Belmont.
Gibney, M.J. et al. (ed). 2005, Clinical Nutrition, Blackwell Science, Ltd., Oxford.
Krummel, D.M. & Penny M. K. (ed). 1996, Nutrition in Women’s Health, Aspen Publisher’s Inc, Maryland.
Goldstein, D.J. (ed). 2005, The Management of Eating Disorders and Obesity, Humana Press, Totowa.
Department Health and Human Services. 2006, “Eating Disorders Facts About Eating Disorders and the Search for Solutions”, http://www.nimh.nih.gov.
Geissler, C. & Hilary P. (ed). 2005, Human Nutrition, 11th edition, Elsevier, Churchill Livingstone, London.
Tiemeyer, M. 2007, “Anorexia Statistics”, http://eatingdisorders.about.com.
Cooper, P.J & Alan S. (ed). 1992, Feeding Problems and Eating Disorders in Children and Adolescents. Harwood Academic Publisher, Massachusetts
Wardlaw, G.M. & Margaret W.K. 2002. Perspectives in Nutrition fifth edition McGraw-Hill, New York.
Ung, E.K. 2005, “Eating Disorders in Singapore: coming of age”, Singapore Medical Journal, [Online], vol. 46, no. 6, pp. 254-258.