Istilah bulimia berasal dari bahasa Yunani, “boulimia” yang berarti rakus/sangat lapar dengan asal kata “bous” yang berarti lembu dan “limos” yang berarti lapar (NN C, 2008; Carlson dan Buskist, 1997). Grosvenor dan Smolin (2002) mengatakan bahwa bulimia nervosa adalah sebuah penyimpangan yang mengikutsertakan episode binge-eating yang sering dan hampir tiap kali diikuti oleh perilaku purging dan perilaku kompensasi lainnya yang tidak semestinya.
American Psychiatric Association menggariskan beberapa kriteria untuk mendiagnosa kejadian bulimia nervosa. Seseorang dikatakan mengalami bulimia nervosa jika memenuhi kriteria diagnosis berikut ini.
Kriteria Diagnosis untuk Bulimia Nervosa Menurut DSM-IV (Brown, 2005)
-
Adanya episode binge eating yang berulang kali. Episode tersebut ditandai dengan dua kriteria berikut:
-
Makan dengan periode waktu yang tetap (contoh: tiap 2 jam) dengan porsi yang jelas lebih besar daripada porsi makan kebanyakan orang dalam periode dan situasi yang sama.
-
Adanya perasaan tidak dapat mengendalikan porsi makan saat episode tersebut berlangsung (contoh: merasa tidak dapat berhenti makan, atau tidak dapat mengendalikan apda atau berapa banyak porsi yang dimakan).
-
Adanya perilaku kompensasi yang tidak sesuai berulang kali dengan tujuan mencegah kenaikan berat badan. Contohnya: muntah yang disengaja, penyalahgunaan laksatif, diuresis, enema atau obat lainnya, berpuasa atau latihan fisik yang berlebihan.
-
Baik episode binge eating maupun perilaku kompensasi, keduanya berlangsung rata-rata setidaknya dua kali seminggu dalam tiga bulan.
-
Terlalu mengutamakan berat badan dan bentuk tubuh dalam mengevaluasi diri.
-
Gangguan tersebut tidak terjadi secara eksklusif selama episode anoreksia nervosa.
Menurut DSM-IV, terdapat dua subtipe penderita bulimia nervosa (Brown, 2005). Kedua subtipe tersebut, yaitu:
Purging type
Selama episode bulimia nervosa, penderita secara reguler melakukan muntah yang disengaja, penyalahgunaan laksatif, diuresis atau enema.
Nonpurging type
Selama episode anoreksia nervosa, penderita secara reguler melakukan perilaku kompensasi lainnya seperti berpuasa atau latihan fisik secara berlebihan. Namun tidak secara reguler melakukan muntah yang disengaja, penyalahgunaan laksatif, diuresis atau enema.
Selain kriteria dari DSM-IV, ICD-10 juga menetapkan kriteria untuk mendeteksi kejadian bulimia nervosa sebagai berikut:
Kriteria Diagnosis untuk Bulimia Nervosa Menurut ICD 10 (Treasure dan Murphy dalam Gibney, et al., 2005)
- Adanya rasa keasyikan terhadap makanan dan keinginan yang sangat akan makanan. Orang tersebut mengalah terhadap episode makan yang terlalu banyak dimana porsi yang besar dikonsumsi dalam periode waktu yang singkat.
- Orang tersebut mencoba untuk mengimbangi efek ”penggemukan” oleh makanan dengan satu atau lebih perilaku berikut: muntah yang disengaja, penyalahgunaan pencahar, mengubah periode lapar, menggunakan obat seperti penurun nafsu makan, atau diuresis.
- Psikopatologi terdiri dari rasa ketakukan yang berlebihan akan kegemukan dan orang tersebut menjaga berat badannya agar tetap berada pada batas yang ditetapkan, jauh di bawah batas berat badan yang merupakan berat badan optimal atau berat badan yang sehat menurut pada ahli kesehatan.
Statistik Bulimia Nervosa
Bulimia telah menjadi bagian dari komunitas manusia sejak zaman kuno. Di masa Mesir Kuno, praktik emesis disebutkan dalam Eber’s Papyrus. Dokumen tersebut meneybutkan bahwa masyarakat Mesir Kuno telah melakukan praktik mengosongkan perut menggunakan berbagai macam ramuan. Perilaku ini dilakukan tiga hari setiap bulannya. Mereka percaya bahwa praktik ini dapat membantu mereka menjaga kesehatan (Treasure dan Murphy dalam Gibney, et al, 2005).
Bulimia kemudian berkembang secara sporadis di zaman Romawi. Di tahun 1960, bulimia kembali muncul dan di tahun 1980-an bulimia sudah diklasifikasikan tersendiri. McDuffie dan Kirkley dalam Krummel dan Etherton (1996) menyebutkan bahwa diperkirakan kasus bulimia nervosa sebesar 4-10% pada remaja putri dan mahasiswi dengan perkiraan terjadi peningkatan hingga 19-20%. Berfokus pada populasi spesifik dan menggunakan kriteria dari DSM-III, beberapa studi menemukan prevalensi bulimia mendekati 4-9% pada siswa sekolah menengah atas dan mahasiswa (Romano dalam Goldstein, 2005).
Tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian sebelumnya, NIMH memperkirakan 1,1-4,2% wanita pernah mengalami bulimia nervosa semasa hidupnya (Departmen of Health and Human Services, 2006). Fairburn dan Hill dalam Geissler dan Powers (2005) menyebutkan bahwa insiden bulimia sebesar 13 kasus per 100.000 populasi per tahun dan dengan menggunakan diagnosis yang ketat, rerata poin prevalensi bulimia sebesar 1.000 kasus per 100.000 populasi (1%). Dalam hal ini hanya 0,1% kasus bulimia yang diderita oleh laki-laki. Menurut Treasure dan Murphy dalam Gibney, et al (2005), insiden kasus bulimia pada pelayanan kesehatan primer di Inggris sebesar 12 kasus per 100.000 populasi. Insiden bulimia meningkat selama tahu 1980-an dan meningkat tiga kali lipat diantara tahun 1988 dan 1993. Sedangkan angka prevalensi bulimia menurut Treasure dan Murphy yaitu sebesar 1- 3% pada remaja dan keluarga.
Menurut Eating Disorder Coalition for Research, Policy & Action, prevalensi bulimia di tahun 2000 berkisar antara 1,1-4,2% pada perempuan. Statistik lainnya menyebutkan bahwa dua per tiga dari 100 wanita Amerika dan sekitar 4% atau 4 dari 100 mahasiswa perempuan menderita bulimia. Brown (2005) menyebutkan perkiraan yang tidak jauh berbeda, yaitu prevalensi bulimia berkisar antara 1-3% pada remaja putri dan wanita muda. Tiemeyer (2007) juga menyatakan hal yang serupa, 1-2% remaja putri dan wanita muda memnuhi kriteria untuk didiagnosis menderita bulimia nervosa.
Dampak Bulimia Nervosa
Siklus binge-purge (makan berlebihan kemudian dimuntahkan) merupakan fenomena yang paling membahayakan bagi penderita bulimia nervosa. Mengosongkan perut dengan memuntahkan isinya turut membawa asam lambung ke dalam mulut. Jika perilaku memuntahkan makanan seringkali dilakukan, maka bisa menyebabkan terjadinya pengeroposan gigi dan kerusakan pada seluran pencernaan. Gejala-gejala kerusakan pada saluran pencernaan bisa berupa heartburn, luka pada mulut dan bibir, pembengkakan kelenjar saliva dan rahang, iritasi pada tenggorokan, inflamasi pada esofagus dan perubahan pada kapasitas lambung (Grosvenor dan Smolin, 2002).
Herzog dan Bradburn dalam Cooper dan Stein (1992) menyebutkan komplikasi medis pada bulimia nervosa merupakan akibat dari perilaku muntah yang kronis maupun penyalahgunaan laksatif. Perilaku muntah menganggu keseimbangan cairan dan elektrolit dan dapat memicu terjadinya hipokalemia dan alkalosis hipokloremia. Perilaku muntah kronis juga memicu timbulnya luka pada tenggorokan, rasa sakit pada abdominal, esofagitis dan muntah darah.
Treasure dan Murphy dalam Gibeny, et al (2005) menyebutkan bahwa penggunaan laksatif dan perilaku muntah pada penderita bulimia nervosa dapat berpengaruh pada penurunan fungsi ginjal akibat terjadinya hipokalemia dan deplesi volume. Penurunan fungsi ginjal ini dapat timbul akibat adanya penurunan glomerular filtration rate (GFR). Sumber lain menyebutkan bahwa bulimia bisa menyebabkan efek merugikan bagi kesehatan. Beberapa diantaranya, yaitu terjadinya malnutrisi, defisiensi vitamin dan mineral, dehidrasi, anemia dan ketidakseimbangan elektrolit yang bisa berujung pada berhentinya jantung atau kerusakan otak akibat stroke (NN C, 2008).
Dampak negatif pada kesehatan yang lain yang bisa timbul pada penderita bulimia adalah kerusakan enamel gigi, penurunan kadar Kalium darah secara signifikan yang bisa berujung pada kematian jantung, pembengkakan kelenjar saliva, ulserasi perut dan perdarahan esofagus, konstipasi dan keracunan akibat penggunaan obat perangsang muntah (Wardlaw dan Kessel, 2002).
Ung (2005) menyebutkan bahwa penderita bulimia dapat mengalami aritmia jantung, asidosis metabolik (akibat penyalahgunaan obat pencahar), alkalosis metabolik (akibat perilaku muntah), esofagitis, hipokalsemia, hipomagnesia, hipofosfatemia dan hipertrofi kelenjar parotid. Woodside dalam Brown (2005) menyebutkan bahwa angka kematian penderita bulimia nervosa akibat komplikasi yang dialaminya sekitar 5% dengan kegagalan jantung merupakan penyebab utama kematian.
Karakteristik Khas Pada Penderita Bulimia
Penderita bulimia cenderung lari kepada makanan saat berhadapan dengan situasi kritis. Selain itu, penderita bulimia juga menyadari bahwa perilaku mereka tidaklah normal. Mereka juga seringkali memiliki rasa percaya diri yang sangat rendah dan merasa tertekan atau depresi. Penderita bulimia cenderung untuk bertindak impulsif, yang bisa dimanifestaikan dengan mencuri, penyalahgunaan obat-obatan atau alkohol, mutilasi atau bunuh diri.
Banyak orang dengan perilaku bulimik seringkali tidak terdiagnosis. Hal ini karena penderita bulimia cenderung hidup dengan kerahasiaan unuk menyambunyikan perilaku makan mereka yang abnormal. Diantara penderita bulimia, peraturan yang rumit tentang makanan seringkali mereka ciptakan seperti menghindari semua cemilan. Mengkonsumsi sebuah donat atau kue dapat menyebabkan penderita bulimia merasa telah melanggar peraturannya. Maka makanan tersebut harus dihilangkan. Biasanya perasaan ini akan memicu orang tersebut menjadi makan secara berlebihan. Hal ini karena sejumlah besar makanan akan lebih mudah dimuntahkan daripada hanya sepotong kue (Wardlaw dan Kessel, 2002).
Pada umumnya penderita bulimia lebih suka mengkonsumsi kue, es krim dan makanan tinggi karbohidrat sejenisnya saat episode binge karena makanan ini relatif lebih mudah dikeluarkan dengan dimuntahkan kembali. Pada awal onset bulimia, penderita seringkali memicu agar dia muntah dengan memasukkan jari mereka jauh ke dalam mulut. Jika tidak hati-hati mereka bisa saja mengigit jari tersebut. Jika ini terjadi, maka akan terdapat bekas gigitan pada jari tangan mereka. Tanda ini seringkali dijadikan karakteristik khas bagi penderita bulimia. Perilaku kompensasi lainnya yaiu hipergymnasia dengan kata lain latihan fisik yang berlebihan untuk menghabiskan sejumlah besar energi. Mereka akan melakukan hitung-hitungan berapa jumlah energi yang telah dikonsumsi. Maka sejumlah itu pula-lah meraka akan melakukan latihan fisik guna meniadakan asupan energi tersebut. Orang dengan bulimia nervosa tidaklah bangga dengan perilaku mereka. Setelah makan berlebihan, biasanya mereka merasa bersalah dan depresi. Sejalan dengan waktu, mereka menjadi rendah diri dan merasa tidak ada harapan dengan situasi yang mereka alami tersebut (Wardlaw dan Kessel, 2002).
Keadaan ini akan terus berulang menjadi sebuah siklus yang dapat dilihat di bawah ini.
Gambar Siklus ”Lingkaran Setan” Pada Penderita Bulimia Nervosa (Wardlaw dan Kessel, 2002: 614)
Referensi:
NN C. 2008, “Bulimia Nervosa”, http:/en.wikipedia.org/wiki/Bulimia_nervosa.
Carlson, N.R. & William, B. 1997, Psychology: The Science of Behavior, 5th edition, Allyn & Bacon, Boston
Grosvenor, M.B. & Lori A. S. 2002, Nutrition From Science to Life, Harcourt College Publishers, Orlando.
Brown, J.E. et al. 2005, Nutrition Trough the Life Cycle 2nd edition, Thomson Wadswoth, Belmont.
Gibney, M.J. et al. (ed). 2005, Clinical Nutrition, Blackwell Science, Ltd., Oxford.
Krummel, D.M. & Penny M. K. (ed). 1996, Nutrition in Women’s Health, Aspen Publisher’s Inc, Maryland.
Goldstein, D.J. (ed). 2005, The Management of Eating Disorders and Obesity, Humana Press, Totowa.
Department Health and Human Services. 2006, “Eating Disorders Facts About Eating Disorders and the Search for Solutions”, http://www.nimh.nih.gov.
Geissler, C. & Hilary P. (ed). 2005, Human Nutrition, 11th edition, Elsevier, Churchill Livingstone, London.
Tiemeyer, M. 2007, “Anorexia Statistics”, http://eatingdisorders.about.com.
Cooper, P.J & Alan S. (ed). 1992, Feeding Problems and Eating Disorders in Children and Adolescents. Harwood Academic Publisher, Massachusetts
Wardlaw, G.M. & Margaret W.K. 2002. Perspectives in Nutrition fifth edition McGraw-Hill, New York.
Ung, E.K. 2005, “Eating Disorders in Singapore: coming of age”, Singapore Medical Journal, [Online], vol. 46, no. 6, pp. 254-258.