Apa saja parameter untuk Mengukur Pembangunan?

Mengukur Pembangunan

Pembangunan merupakan suatu proses perubahan sosial berencana, karena meliputi berbagai dimensi untuk mengusahakan kemajuan dalam kesejahteraan ekonomi, modernisasi, pembangunan bangsa, wawasan lingkungan dan bahkan peningkatan kualitas manusia untuk memperbaiki kualitas hidupnya.

Apa saja parameter untuk Mengukur Pembangunan?

1. Kekayaan Rata-Rata


Upaya untuk meningkatkan taraf hidup serta merealisasikan potensi yang ada secara sistematis. Proses sistematik paling tidak terdiri dari 3 unsur. Pertama, adanya input, yaitu bahan masukan konservasi. Kedua, adanya proses konservasi, yaitu wahana untuk mengolah bahan masukan. Ketiga, adanya output, yaitu sebagai hasil dari proses konservasi yang dilaksanakan (Easton, 1985).

Sebuah negara dikatakan berhasil melaksanakan pembangunan bila pertumbuhan ekonomi masyarakat tersebut cukup tinggi. Dengan demikian, yang diukur adalah produktivitas masyarakat atau produktivitas negara setiap tahunnya. Atau dalam bahasa teknis ekonominya produktivitas ini diukur oleh Produk Nasional Bruto (PNB) atau Gross National Product (GNP). Produk Nasional Bruto (Gross National Product) atau PNB meliputi nilai produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh penduduk suatu negara (nasional) selama satu tahun; termasuk hasil produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh warga negara yang berada di luar negeri, tetapi tidak termasuk hasil produksi perusahaan asing yang beroperasi di wilayah negara tersebut.

Dengan adanya tolak ukur ini, kita bisa membandingkan negara yang satu terhadap negara lainnya. Sebuah negara yang mempunyai GNP US$1000 dianggap lebih berhasil pembangunannya daripada negara lain yang GNPnya US$750. Indonesia saat ini menjadi negara dengan jumlah GNP US$ 3.004,9 per tahun (tahun 2010). Meskipun angka ini naik sekitar 13 persen bila dibandingkan pada tahun 2009, yakni sejumlah 2.349,6 dollar AS, angka ini masih berada di bawah negara-negara yang lebih muda, seperti Malaysia. Dengan ini, kita bisa menilai sejauh mana selama 60 tahun ini pembangunan membawa kesejahteraan bagi rakyat

Konsep pendapatan nasional ini pertama kali dicetuskan oleh Sir William Petty dari Inggris yang berusaha menaksir pendapatan nasional negaranya (Inggris) pada tahun 1665. Dalam perhitungannya, ia menggunakan anggapan bahwa pendapatan nasional merupakan penjumlahan biaya hidup (konsumsi) selama setahun. Namun, pendapat tersebut tidak disepakati oleh para ahli ekonomi modern sebab menurut pandangan ilmu ekonomi modern, konsumsi bukanlah satu-satunya unsur dalam perhitungan pendapatan nasional. Menurut mereka, alat utama sebagai pengukur kegiatan perekonomian adalah Produk Nasional Bruto (Gross National Product, GNP), yaitu seluruh jumlah barang dan jasa yang dihasilkan tiap tahun oleh negara yang bersangkutan diukur menurut harga pasar pada suatu negara.

2. Pemerataan


GNP sebuah negara bukan satu-satunya indikator keberhasilan pembangunan dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat. Karena bisa jadi kekayaan tersebut dimiliki tidak merata oleh penduduknya. Semisal sebagian kecil orang di dalam negara tersebut memiliki kekayaan berlimpah, sedangkan sebagian besar hidup dalam kemiskinan. Hal ini bisa menimbulkan ironi. Kadang, kita bisa melihat sebuah negara yang memiliki pendapatan per kapita tinggi namun di mana-mana kita lihat orang hidup miskin, tidak punya tempat tinggal, tidak bisa makan, dan sebagainya.

Ini pula yang kemudian ternyata terjadi di Indonesia. Pada 13 Desember 2007, majalah Forbes memublikasikan daftar 40 orang terkaya di Indonesia. Di mana bila digabungkan seluruh kekayaan mereka, diperoleh angka US$ 38,02 miliar atau sekitar 372,4 Triliun rupiah. Fantastis! Sekaligus menjadi sebuah paradoks yang luar biasa besar di negeri ini. Sementara, mayoritas rakyat di bawah garis kemiskinan, tidak bisa menikmati akses pendidikan, tak optimal menikmati layanan kesehatan.

Masalah pokok negara berkembang adalah kesenjangan ekonomi atau ketimpangan distribusi pendapatan atau tingkat kemiskinan atau jumlah orang yang hidup di bawah garis kemiskinan.

Kebijakan dan perencanaan pembangunan Orde Baru adalah pembangunan dipusatkan di Jawa (khususnya di Jakarta) dengan harapan akan terjadi “trickle down effect” dengan orientasi pada pertumbuhan yang tinggi.

Masalah kesenjangan, jika tidak berhati -hati dan tidak ditangani secara tepat, mempunyai potensi makin membesar dengan adanya deregulasi. Upaya deregulasi sebagai penyesuaian diri terhadap globalisasi membuka persaingan lebih leluasa. Yang kuat dan mampu bersaing akan lebih mampu memanfaatkannya dibandingkan dengan yang lebih lemah. Aset produktif dapat makin terkonsentrasi pada kelompok yang jumlahnya terbatas. Oleh karena itu, apabila untuk menegakkan ekonomi pasar dan menggerakkan kegiatan ekonomi diperlukan deregulasi maka untuk mengatasi kesenjangan diperlukan intervensi, yakni melindungi dan memberi kesempatan bagi yang lemah untuk tumbuh. Inilah tema keberpihakan kepada yang lemah. Keseimbangan antara kebijakan-kebijakan deregulasi dan regulasi ini amat menentukan kemampuan bangsa untuk tumbuh secara berkesinambungan dengan gejolak yang minimal.

3. Kualitas Kehidupan


Salah satu cara untuk mengukur kesejahteraan penduduk sebuah negara adalah dengan menggunakan tolak ukur PQLI (Physical Quality of Life Index). Tolak ukur ini diperkenalkan oleh Moris yang mengukur tiga indikator, yaitu rata-rata harapan hidup sesudah umur satu tahun, rata-rata jumlah kematian bayi, dan rata-rata persentase buta dan melek huruf.

  • Indeks pembangunan manusia ( Human Development Index )
    The United Nations Development Program (UNDP) telah membuat indikator pembangunan yang lain, sebagai tambahan untuk beberapa indikator yang telah ada. Ide dasar yang melandasi dibuatnya indeks ini adalah pentingnya memperhatikan kualitas sumber daya manusia. Menurut UNDP, pembangunan hendaknya ditujukan kepada pengembangan sumber daya manusia. Dalam pemahaman ini, pembangunan dapat diartikan sebagai sebuah proses yang bertujuan mengembangkan pilihan-pilihan yang dapat dilakukan oleh manusia. Hal ini didasari oleh asumsi bahwa peningkatan kualitas sumber daya manusia akan diikuti oleh terbukanya berbagai pilihan dan peluang menentukan jalan hidup manusia secara bebas. Pertumbuhan ekonomi dianggap sebagai faktor penting dalam kehidupan manusia, tetapi tidak secara otomatis akan mempengaruhi peningkatan martabat dan harkat manusia. Dalam hubungan ini, ada tiga komponen yang dianggap paling menentukan dalam pembangunan, umur panjang dan sehat, perolehan dan pengembangan pengetahuan, dan peningkatan terhadap akses untuk kehidupan yang lebih baik. Indeks ini dibuat dengan mengombinasikan tiga komponen, (1) rata-rata harapan hidup pada saat lahir, (2) rata-rata pencapaian pendidikan tingkat SD, SMP, dan SMA, (3) pendapatan per kapita yang dihitung berdasarkan purchasing power parity. Pengembangan manusia berkaitan erat dengan peningkatan kapabilitas manusia yang dapat dirangkum dalam peningkatan knowledge, attitude, dan skills , di samping derajat kesehatan seluruh anggota keluarga dan lingkungannya.

  • Kerusakan lingkungan
    Sebuah negara yang tinggi produktivitasnya, dan merata pendapatan penduduknya bisa saja berada dalam proses untuk menjadi semakin miskin. Hal ini, misalnya karena pembangunan yang menghasilkan produktivitas tinggi itu tidak memedulikan dampak lingkungannya. Jika alam habis terkuras maka otomatis kehidupan manusia pun terancam. Inilah pula yang kemudian saat ini melanda Indonesia. Kita bisa melihat beberapa waktu yang lalu dan hingga kini bencana terus menerus melanda Indonesia sebagai indikator bahwa alam di negara ini mengalami kerusakan parah, mulai dari pembalakan liar hingga pencemaran laut di luar kadar yang ditoleransikan. Garis-garis Besar Haluan Negara telah menetapkan bahwa di dalam pelaksanaan pembangunan, sumber-sumber alam Indonesia haruslah digunakan secara rasional. Di dalam Garis-garis Besar Haluan Negara selanjutnya digariskan pula bahwa penggalian sumber-sumber kekayaan alam harus diusahakan agar tidak merusak tata lingkungan hidup manusia, dilaksanakan dengan kebijaksanaan yang menyeluruh dan dengan memperhitungkan kebutuhan generasi yang akan datang.