Apa Makna Dunia Ini Adalah Kesenangan Yang Menipu?

Dunia Ini Adalah Kesenangan Yang Menipu

Allah Ta’ala menjelaskan dalam Firman-Nya di Al-Qur’an Surah ke[57]Al-Hadid Ayat ke 20.

“Ketahuilah,bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.”

Syaikh As Sa’di rahimahullah mengatakan,

”Dalam ayat ini, Allah Ta’ala menceritakan mengenai bagaimanakah hakikat dunia yang sebenarnya. Diterangkan pula berbagai tujuan dunia serta semangat manusia untuk menggapainya. Sungguh dunia ini hanyalah mainan dan melalaikan. Badan jadi dibuat kepayahan dan hati pun dibuat lalai. Inilah realitas yang ada pada pengagung dunia. Lihat bagaimana pengagum dunia menghabiskan waktu dan umur mereka dalam hati yang penuh kelalaian, lalai dzikir pada Allah, lalai dari berbagai ancaman dan peringatan Allah. Lantas lihatlah mereka ketika mereka menjadikan agama sebagai candaan dan kesia-siaan. Hal ini jauh berbeda dengan orang yang sadar akan dunia akhirat (yang pasti ia jumpai). Hati mereka akan senantiasa rindu berdzikir pada Allah, mengenal dan mencintai-Nya. Orang yang memperhatikan akhirat benar-benar akan beramal untuk mendekatkan diri mereka pada Allah.”

Lalu bagaimana cara menyikapinya???

إذا رأيت الرجل ينافسك في الدنيا فنافسه في الآخرة

“Apabila engkau melihat seseorang mengunggulimu dalam hal dunia,maka
unggulilah dia dalam hal Akhirat".

3 Likes

Maksud dari pernyataan dunia ini adalah kesenangan yang menipu adalah dunia dengan tipu dayanya dapat menyesatkan orang yang tersesat dan dengan tipuannya juga menggelincirkan orang yang tergelincir. Mencintai dunia merupakan pangkal dari segala keburukan, dan tidak menyukainya menjadi pokok ketaatan dan asas dari hal-hal yang mendekatkan diri kepada Allah Swt. Di dalam al-Qur’an disebutkan bahwa kehidupan dunia hanyalah kesenangan yang menipu, sebagaimana firman Allah Swt., dalam surat al-Ḥadīd ayat 20 :

“Ketahuilah bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian hancur. Dan di akhirat (nanti) ada adzab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya, dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu. (al-Ḥadīd/57: 20).

Dalam ayat ini Allah Swt., menjelaskan kepada umat manusia bahwa hakikat kehidupan dunia hanyalah seperti sebuah permainan dan sesuatu yang lucu, menjadi bahan gurauan antara mereka serta perhiasan untuk melengkapi gaya hidup mereka yang dengan itu membuat mereka hidup dengan bermegah-megahan serta berbangga-bangga dengan harta dan keturunan yang telah dianugerahkan kepada mereka.

Mengenai ayat ini al-Qurṭubī memberi perumpamaan bahwa kehidupan dunia itu seperti tanaman yang menyejukkan pandangan orang- orang yang melihatnya, semua tanaman itu berwarna hijau karena diairi dengan hujan yang cukup, namun tidak berapa lama kemudian tanaman tersebut dilanda kekeringan hingga seperti tidak pernah hijau sebelumnya. Perumpamaan ini menyajikan sebuah hikmah tentang kehidupan dunia yang pada hakikatnya dunia ini hanya tipuan dan berlangsung hanya sementara.

Allah Swt., pun telah menegaskan di dalam beberapa ayat al- Qur’an bahwa dunia adalah suatu yang menipu. Misalnya firman Allah Swt., dalam surat Ālī ‘Imrān penggalan ayat 185:

“Dan tidaklah kehidupan dunia melainkan kesenangan yang memperdayakan”. (QS Ālī ‘Imrān/3: 185).

Dalam Tafsir Kemenag dikatakan bahwa kehidupan di dunia ini tidak lain kecuali kesenangan yang memperdayakan. Kesenangan yang dirasakan di dunia ini berupa makanan, minuman, pangkat, kedudukan dan sebagainya, pada umumnya memperdayakan manusia. Disangkanya itulah kebahagiaan, maka tenggelamlah ia dan asyik dengan kenikmatan dunia. Padahal kalau manusia kurang pandai mempergunakannya, maka kesenangan itu akan menjadi bencana yang menyebabkan di dunia dan di akhirat kelak mendapat azab yang pedih.

Mengenai hal ini tersirat perintah berzuhud di dunia, karena dengan berzuhud manusia akan selamat dari terperdaya dengan kesenangan dunia, selain itu dengan berzuhud juga menjadikan manusia dicintai oleh Allah Swt., sebagaimana sabda Nabi Saw.,

“Ada seorang lelaki datang kepada Nabi Saw., lalu berkata: “Ya Rasulullah, tunjukkanlah padaku sesuatu amalan yang apabila amalan itu saya lakukan, maka saya akan dicintai oleh Allah dan juga dicintai oleh seluruh manusia.” Nabi Saw., bersabda: “Berzuhudlah di dunia, tentu engkau dicintai oleh Allah dan berzuhudlah dari apa yang dimiliki oleh para manusia, tentu engkau akan dicintai oleh para manusia.” (HR. Ibnu Mājah).

Referensi

1 Imām al-Gazālī, Ihya ‘Ulumuddin Menghidupkan Kembali Ilmu-Ilmu Agama, tp (Jakarta: Republika, 2013).
2 Muḥammad b. Aḥmad b. Abī Bakr al-Qurṭubī, Jāmi’ Li Aḥkām al-Qur‘an (Beirut: al-Risālah, 2006), Jilid 20.
3 Sayyid ‘Abdullāh b. Alwī al-Ḥaddād, Risalah al-Muawwanah, terj. Munawwir az- Zahidy (Surabaya: Mutiara Ilmu, 2007).
4 Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya (Jakarta: Lembaga Percetakan al- Qur’an Kementrian Agama, 2010), Jilid 2.

2 Likes

Bayangkan hari ini kamu mendapatkan hadiah uang tunai dalam jumlah besar. Tentu saja hal ini membuat kamu senang. Kamu menggunakan uang itu untuk membeli hal-hal yang kamu suka, berlibur ke tempat-tempat yang kamu inginkan, bersenang-senang dengan teman-temanmu dan lain sebagainya. Lalu setelah itu apa? Beberapa waktu setelah semua kesenangan itu kamu lalui, bisa jadi rasa senangnya tidak berbekas sama sekali.

Hilangnya rasa senang tadi sangat mudah terjadi. Bahkan oleh hal-hal sepele. Misalnya setelah kamu berlibur ke tempat A, kamu mengetahui kalau temanmu berlibur ke tempat B yang lebih mewah dan kamu merasa iri. Atau misalnya lagi, setelah melalui segala kenikmatan tadi, uangmu sudah habis, kamu kembali ke kehidupan biasanya dan menghadapi masalah biasa. Ingatan tentang kenikmatan tadi bisa jadi menyiksamu.

Masih banyak skenario lain yang bisa membuat kesenangan dunia hilang dalam sesaat. Hal ini karena memang sifat dari kesenangan dunia itu temporer, tidak abadi. Sayangnya manusia memiliki kecenderungan untuk mengejar kesenangan-kesenangan temporer ini tanpa henti. Seperti yang disabdakan Rasulullah dalam sebuah hadits, kita mengetahui bahwa manusia adalah makhluk yang tidak pernah puas.

لَوْ كَانَ لاِبْنِ آدَمَ وَادِيَانِ مِنْ مَالٍ لاَبْتَغَى ثَالِثًا ، وَلاَ يَمْلأُ جَوْفَ ابْنِ آدَمَ إِلاَّ التُّرَابُ ، وَيَتُوبُ اللَّهُ عَلَى مَنْ تَابَ

Seandainya manusia diberi dua lembah berisi harta, tentu ia masih menginginkan lembah yang ketiga. Yang bisa memenuhi dalam perut manusia hanyalah tanah. Allah tentu akan menerima taubat bagi siapa saja yang ingin bertaubat. ” (HR. Bukhari no. 6436)

Semakin manusia menuruti hawa nafsunya, maka semakin ia terbelenggu hingga pada akhirnya ia menjadi budak dari hawa nafsunya sendiri. Di sinilah letak tipu daya kesenangan dunia. Kesenangan-kesenangan tadi akan menuntut manusia untuk terus mengejar kesenangan yang lebih dari yang telah ia rasakan sebelumnya. Manusia yang mejadi budak bagi hawa nafsunya di dunia tidak akan pernah merasa cukup. Ibarat minum air laut, hausnya bukan hilang, malah semakin menjadi-jadi.

Ditambah lagi manusia memiliki kecenderungan untuk membanding-bandingkan kenikmatan yang ia terima dengan kenikmatan orang lain. Hal ini membuat kesenangan dunia sifatnya relatif. Bagi orang yang tidak bersyukur, kesenangan orang lain bisa mengancam kesenangannya. Apa yang sebetulnya menyenangkan bisa berubah jadi tidak menyenangkan karena ia membandingkan dengan kenikmatan orang lain. Jadi ia akan terus merasa tertuntut untuk melebihi orang lain. Dan tentu saja hal ini tidak akan ada habis-habisnya. Orang yang tidak bersyukur dan selalu membandingkan kenikmatannya dengan orang lain tidak akan bahagia.

Satu hal yang manusia lupa, waktu di dunia amat terbatas, begitupula dengan kesenangannya. Kesenangan dunia ini ikut berakhir bersama dengan dicabutnya nyawa. Padahal kehidupan kita tidak berhenti sampai di kehidupan dunia. Masih ada kehidupan akhirat yang abadi. Kalau orang terlena mengejar kesenangan dunia, ia cenderung lupa dengan kebahagiaan yang lebih hakiki dan lebih kekal di akhirat nanti.

Jangan sampai di dunia ini fokus kita hanya mengejar kesenangan-kesenangan yang sifatnya sementara dan melupakan kebahagiaan yang sejati.

3 Likes

Saya sepakat bahwasannya dunia ini memang kesenangan yang menipu.Maksudnya apa? Maksudnya adalah kesenangan yang anya bersifat sementara saja, tidak kekal abadi. Sebagai seorang muslim seharusnya kita mempercayai kehidupan dunia dan akhirat, di mana kehidupan akhirat adalah tempat manusia kekal di sana.

Apabila kesenangan atau kebahagiaan manusia distandarkan hanya pada kesenangan dunia saja (bukan kesenangan atau kebahagiaan akhirat) maka sebagai muslim kita gagal memakanai kebahagiaan sejati. Bahkan duniaRasulullah analogikan bagai sayap nyamuk

Sebagaimana hadits Rasulullah, bahwa Rasululah pernah bersabda :

“Seandainya dunia ini sama nilainya dengan sayap nyamuk di sisi Allah…” (HR. Tirmidzi)

Dunia hanyalah tempat persinggahan bagi manusia sebelum menuju ke kehidupan yang kekal (akhirat). Ayaknya tempat persinggahan, dunia seharusnya menjadi tempat untuk para musafir (manusia) untuk mencari bekal yaitu mencari pahala sebanyak-banyaknya dan Ridha Allah SWT.

Adapun makna dari ayat ini menurut tafsir para muffasir (Al Maragi, 1989; Az Zuhaili,2014; Hamka, 1983; Ibnu Katsir 1994) di antaranya (Khoerunnisa, 2020) :

  1. Seorang muslim tidak boleh memiliki sifat mencintai dunia karena mencintai dunia adalah pokok dari segala kejahatan

  2. Allah menunjukkan tentang peremehan urusan dunia dimana Allah mengibaratkan dunia sebagai permainan yang memiliki awal dan akhir. Para pemain kelelahan dan akhirnya akan mengakhiri permainan. Ada yang menang dan ada yang kalah, yang menang akan tertawa dan yang kalah akan menangis. Itulah hakikat dunia

  3. Dunia pasti akan hancur dan banyak manusiayang tergoda karenanya. Padahal dunia hanyalah ibarat benih yang ditanam oleh petani yang disirami air hujan lalu tanaman itu tumbuh menghijau yang membuat para petani kagum. Perlahan-lahan tanaman itu akan layu dan rapuh. Hingga yang semula dikagumi, akan hilang tertiup angina. Jadi sangat disayangkan apabila manusia terlalu fokus pada urusan dunia saja.

Referensi

Khoerunnisa, Sani. (2020). Implikas Pendidikan QS. Al Hadid Ayat 20 Tentang Sikap Terhadap Hidup dalam Upaya Menghindari Perilaku Ujub. Prosiding Pendidikan Agama Islam Universitas Islam Bandung.

3 Likes

Makna Dunia ini adalah kesenangan yang menipu memanglah benar. Dunia ini hanya sementara, kita pasti akan kembali kepada Sang Pencipta Dunia ini. Perjalanan hidup yang sesungguhnya adalah di akhirat. Seperti dalam al-Quran telah banyak yang menyampaika bahwa dunia ini hanyalah kesenangan yang menipu

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

كُلُّ نَفْسٍ ذَآئِقَةُ الْمَوْتِ ۗ وَاِ نَّمَا تُوَفَّوْنَ اُجُوْرَكُمْ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ ۗ فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّا رِ وَاُ دْخِلَ الْجَـنَّةَ فَقَدْ فَا زَ ۗ وَمَا الْحَيٰوةُ الدُّنْيَاۤ اِلَّا مَتَا عُ الْغُرُوْرِ
kullu nafsing zaaa-iqotul mauut, wa innamaa tuwaffauna ujuurokum yaumal-qiyaamah, fa mang zuhziha 'anin-naari wa udkhilal-jannata fa qod faaz, wa mal-hayaatud-dun-yaaa illaa mataa’ul-ghuruur

“Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Dan hanya pada hari Kiamat sajalah diberikan dengan sempurna balasanmu. Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, sungguh, dia memperoleh kemenangan. Kehidupan dunia hanyalah kesenangan yang memperdaya.”
(QS. Ali 'Imran 3: Ayat 185)

Jadi tak sepaptutnya kita terlalu mengejar dunia sampai lupa menabung untuk kehidupan kelak di akhirat. Allah menciptakan kita untuk menjadi mansuia yang bertaqwa, dan yang membedakan antara satu mansia dengan manusia lain adalah nilai ketaqwaan pada dirinya.

Janganlah kita tertipu daya dengan dunia yang fana ini. Jika ingin mengejar, kejarlah kehidupan akhirat mu maka kehidupan duniamu akan mengikutimu.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

اَللّٰهُ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَّشَآءُ وَيَقْدِرُ ۗ وَفَرِحُوْا بِا لْحَيٰوةِ الدُّنْيَا ۗ وَمَا الْحَيٰوةُ الدُّنْيَا فِى الْاٰ خِرَةِ اِلَّا مَتَا عٌ
allohu yabsuthur-rizqo limay yasyaaa-u wa yaqdir, wa farihuu bil-hayaatid-dun-yaa, wa mal-hayaatud-dun-yaa fil-aakhiroti illaa mataa’

“Allah melapangkan rezeki bagi siapa yang Dia kehendaki dan membatasi (bagi siapa yang Dia kehendaki). Mereka bergembira dengan kehidupan dunia, padahal kehidupan dunia hanyalah kesenangan (yang sedikit) dibanding kehidupan akhirat.”
(QS. Ar-Ra’d 13: Ayat 26)

4 Likes

Saya juga sepakat bahwa hamba yang bertaqwa untuk mencegah dari penafsiran Makna Dunia Ini Adalah Kesenangan Yang Menipu?. Sebagai tambahan juga terdapat cara untuk mengetahui betapa dunia itu adalah kesenangan yang menipu, yaitu dengan memahami nama Allah Al-Qahhar Yang Maha Mengalahkan.

“Perumpamaan orang yang mencintai dunia seperti orang yang menanam benih tapi tidak kunjung ada hasil. Orang yang hatinya mencintai dunia, jasad fisiknya bisa saja melakukan ibadah sepanjang usianya tapi hatinya menjauhkan diri dari Allah. Sesungguhnya pemimpin yang mampu mengatur dan menundukkan dunia adalah kezuhudan. Tetapi merindukan sesuatu yang dikehendaki hawa nafsu, berarti ia menjadi hawa baginya (hawa nafsu).” Ibnul Jauzi

Allah Yang Maha Mengalahkan berarti Dia yang menjinakkan mereka yang menentang-Nya dengan jalan memaparkan bukti-bukti keesaan-Nya seperti menundukkan para pembangkang dengan kekuasaan-Nya serta mengalahkan makhluk seluruhnya dengan mencabut nyawanya. Ulama Sayyid Husain al-Hambadi dalam bukunya yang berjudul Syarh al-Asma al-Husna memaknai Allah Al-Qahhar sebagai keperkasaan Allah dalam tataran perbuatan. Allah telah menjelaskan kepada kita, bagaimana kekuasaan-Nya terhadap seluruh makhluk. Allah telah mengalahkan Fir’aun sebagai contoh dan bahkan telah tertulis dalam Al-Quran:

Berkatalah pembesar dari kaum Fir’aun (kepada Fir’aun): Apakah kamu membiarkan Musa dan kaumnya untuk membuat kerusakan di negeri ini (Mesir) dan meninggalkan kamu serta tuhan-tuhanmu? Fir’aun menjawab, Akan kita bunuh anak-anak lelaki mereka dan kita biarkan hidup perempuan-perempuan mereka dan sesungguhnya kita berkuasa penuh di atas mereka. Q.S Al-A’raf: 127

Memahami Allah Al-Qahhar membuat kita sebagai hamba untuk memaknai dunia sebagai kesenangan yang menipu dengan mengalahkan kecintaan pada dunia. Apa yang harus kita cintai dari dunia ini apabila segala cita rasa dunia yang dianggap milik kita pada dasarnya bukan milik kita. Semuanya fana…

Referensi

Al-Hambadi. Syarh al-Asma al-Husna

4 Likes

Wow, penjelasan kak @akiradpramono terkait “kesenangan yang menipu” sangat jelas banget dan memang seperti itulah dunia, semuanya serba relatif. Tidak ada yang mutlak di dunia ini. Bahkan semakin kita mengejar kesenangan, semakin “haus” diri kita akan kesenangan tersebut. Mengejar kesenangan adalah never ending journey, dan sesuai dengan artinya, never ending journey adalah kegiatan yang sangat melelahkan.

Quote diatas bisa bersifat produktif, tetapi juga bisa bersifat kontraproduktif. Butuh penjelasan lebih lanjut terkait dengan pertanyaan, “mencintai dunia seperti apa yang menjadi pokok dari segala kejahatan?”

Banyak orang yang saya kenal menjadi “membenci” dunia, untuk menjadi lawan kata “mencintai” dunia. Mereka menganggap dunia adalah tempat yang “hina” sehingga tidak mempedulikan dunia lagi. Bahkan sering mengolok-olok orang yang menurut kesan mereka adalah “mencintai” dunia.

Kalau itu berlaku umum, rasa-rasanya kok tidak mungkin ya, karena bagaimanapun dunia dan segala isinya diberikan oleh Allah swt kepada makhluk yang sangat dicintai-Nya, yaitu manusia.

Saya sangat senang sekali dengan firman Allah berikut,

Artinya: “Dan kehidupan dunia tak lain adalah permainan dan senda gurau.” (QS. Al-An’am: 32)

Allah menganalogikan dunia sebagai permainan dan senda gurau. Adakah permainan yang tidak menyenangkan ? Kalau tidak menyenangkan bukan permainan namanya. Begitu juga sendau gurau, bukankah sendau gurau adalah sesuatu yang sangat menyenangkan ?

Selain itu, saya juga suka dengan analogi yang diberikan oleh Gus Baha,

Ibarat kamu mempunyai tamu, lalu kamu berikan makanan, minuman, tempat dan pelayanan yang terbaik, lalu tamu-mu tidak mau menikmati pelayanan yang kamu berikan, apa yang kamu rasakan ? Mestinya kamu merasa kecawa bukan ? Dunia diberikan oleh Allah salah satunya adalah agar dapat kita nikmati

Bagi saya, dunia hanyalah tempat sementara, tempat kita singgah untuk melanjutkan perjalanan yang lebih panjang lagi. Dunia bukanlah satu-satunya fase kehidupan manusia. Nikmatilah dunia selagi kita berada di kehidupan dunia, dan disaat yang sama juga mempersiapkan bekal untuk perjalanan kita selanjutnya.

2 Likes

Banyak orang yang saya kenal ketika saya menanyakan “apa yang ada dipikiran mereka ketika mendengar kata zuhud”, jawabannya adalah “hidup sederhana, bahkan cenderung miskin”. Zuhud dilawankan dengan kaya.

Tetapi saya juga pernah mendengar bahwa Nabi Sulaiman adalah salah satu manusia yang paling zuhud. Padahal kita tahu sendiri bahwa Nabi Sulaiman adalah salah satu Nabi Allah yang sangat kaya.

Saya sangat suka dengan penjelasan zuhud dari Mbah Jalil Tulungagung, ketika ditanya oleh santrinya tentang makna zuhud,

Mbah, zuhud yang dimaksud dalam kitab Ihya Ulumuddin itu seperti apa ?

Mbah Jalil menjawab,

Oh kamu belum paham ya, ya sudah sana, kamu nimba air untuk ngisi bak mandi dulu

Santri, “Iya mbah”

Mbah Jalil,

Sudah selesai kan (nimba airnya), terasa capek atau tidak ?

Santri, “Sudah mbah, iya capek”

Mbah Jalil menjawab,

Sudah sana kamu mandi dulu

Setelah santrinya selesai mandi, ditanya lagi sama Mbah Jalil

Air 2 bak besar (yang kamu timba tadi) kamu habiskan semua buat mandi atau tidak ?

Santri menjawab, “Ya tidak mbah, saya gunakan secukupnya saja”

Mbah Jalil,

Ya seperti itu zuhud itu, kamu cari sebanyak-banyaknya, tetapi kamu ambil secukupnya saja buat dirimu, sisanya biar dirasakan manfaatnya untuk orang lain.

2 Likes

Menurut saya statement ini pun bisa menjadi ambigu… :rofl: tahu kan apa yang biasa dikatakan anak muda masa kini untuk menikmati hidup “You Only Live Once” , kamu hanya hidup satu kali… Hal ini menjadi landasan untuk mereka berbuat kemaksiatan… “nikmati dulu aja… tobatnya bisa nanti…” astaghfirullah :joy: :sob:

Menikmati dunia memiliki banyak definisi, bahkan setiap orang memiliki definisi yang berbeda-beda terkait “menikmati dunia”… Ada yang memang mereka mensyukuri nikmat Allah yang telah diberikan kepadanya, ada juga yang menikmati dengan melakukan banyak hal yang sia-sia atau bahkan hal yang membawa pada kemaksiatan.

Yang paling menyedihkan menurut saya… ketika kita berada pada kondisi kehidupan yang sangat nyaman… bisa beribadah dengan baik… bisa menikmati kehidupan dengan baik… namun banyak di luar sana saudara-saudara muslim kita tidak bisa merasakan hal yang sama… contohnya seperti muslim di Palestina, Xinjiang, Rohingya…. Membayangkan kondisi mereka saja, tidak sanggup rasanya saya menginginkan kesenangan untuk menikmati dunia. Entah kenapa di sisi lain dari diri saya, saya merasa tidak pantas tidur enak, tidak pantas makan enak, ketika saudara muslim di sana menangis dan tersiksa.

Mungkin kita belum merasa hal yang demikian, namun ketika hal yang seperti itu menimpa keluarga kita, ayah ibu kita, pastinya setiap hari kita tidak akan tidur dengan nyenyak, makan dengan lahap, beraktivitas dengan lancar… Menikmati dunia di saat yang seperti ini entah menjadi hal yang tidak enak untuk dinikmati…

Kemudian banyak hal yang telah kita lakukan di dunia masih membawa pada hal yang penuh kesia-siaan, biasanya hal yang berhubungan dengan duniawi…. Padahal bisa saja satu detik kesia-siaan yang kita lakukan hari ini akan kita sesali pada Hari Akhir, di mana semua amal kita ditimbang oleh Allah SWT… seringkali saya mendengar kata-kata seperti ini…

”Seorang pendosa akan menyesal di hari akhir berharap ia bisa bertaubat, seorang yang shalih akan menyesal di hari akhir berharap ia bisa menambah amalnya”

Semua orang pun akan menyesal ketika semua sudah berlalu… ketika dunia hanya sekedar menjadi mimpi bagi orang-orang yang sudah dibangkitkan di akhirat. Tinggal bagaimana kita memanfaatkan waktu sebaik-baiknya di dunia ini…

Wallahu a’lam… Semoga kita termasuk salah satu orang yang selamat dari kesenangan semu/ tipudaya dunia :pray: :pray:

4 Likes

Itu pinsip anak muda yang kurang tepat sih menurut saya. Yang lebih tepat itu You Live Everyday, Not Live Once. Tapi yang paling bener ya You Only Die Once :joy:.

Pernyataan itu, walaupun terkesan sederhana, tapi sejalan juga dengan pendapat ulama Abī Bakr al-Qurṭubī yang berpendapat bahwa, Allah menciptakan manusia untuk kematian dan kehidupan. Maksudnya, untuk kematian di alam dunia dan kehidupan di akhirat.


Ok back to topic.

Wow luar biasa sekali. Ini bener-bener seusai dengan hadist Nabi yang menyebutkan bahwa,

‘‘Perumpamaan orang-orang yang beriman di dalam saling mencintai, saling menyayangi dan mengasihi adalah seperti satu tubuh, bila ada salah satu anggota tubuh mengaduh kesakitan, maka anggota-anggota tubuh yang lain ikut merasakannya, yaitu dengan tidak bisa tidur dan merasa demam.’’ (HR Bukhari dan Muslim).

Kalau level kecintaannya sudah sampai level seperti itu, memang wajar apabila kak @Ariana_Belle sampai susah untuk menikmati dunia. Ibarat orangtua kepada anaknya, kalau anaknya sakit, sakit juga orangtuanya.

Tapi kalau saya pribadi, untuk kasus Rohingya, Palestina dan kasus-kasus umat Islam lainnya, daripada saya berlarut-larut ikut “menderita” hingga tidak dapat menikmati dunia, saya lebih memilih berbuat sesuatu semampu saya. Yang perlu diingat, manusia adalah makhluk yang lemah, sehingga mempunyai keterbatasan untuk merubah sesuatu. Hanya Allah yang Maha Kuasa atas segala sesuatunya.

Jangankan kondisi umat Islam yang ada di seberang lautan, masih banyak kasus-kasus umat Islam yang ada di sekitar saya (di lingkungan terdekat saya) yang saya sendiri tidak mampu untuk membantu memberikan solusinya. :sob:

Terkait pernyataan saya “Nikmatilah dunia selagi kita berada di kehidupan dunia”, maksud saya adalah selama cara saya menikmati dunia tidak dengan cara yang dilarang oleh Allah swt, saya pikir sah-sah saja saya melakukannya. Bahkan menurut saya, hal itu bisa menjadi sarana ibadah saya kepada Allah swt. Bukankah bersyukur (dengan cara menikmati pemberian Allah swt) adalah juga termasuk ke dalam ibadah ?

2 Likes

Bicara tentang kenikmatan, definisi menikmati kehidupan dunia berbeda untuk setiap orang. Memang, untuk manusia dengan sifat dasarnya, kesenangan dunia umumnya diasosiasikan dengan hal-hal profan yang sifatnya materialistis. Tapi ada juga orang-orang mu’min yang telah merasakan kenikmatan dalam ibadah sehingga ia dapat menikmati tugas kehidupannya sebagai hamba Allah di kehidupan dunia ini.

Ada banyak sekali kisah mengenai para sahabat Rasulullah salallahu 'alaihi wa salam yang telah menemukan kenikmatan dalam ibadah. Bahkan dalam salah satu ceritanya, ada seorang sahabat yang menyayangkan ketika mengetahui bahwa di surga ia tidak lagi diperintahkan untuk sholat.

Mungkin kisah para sahabat ini levelnya dirasa terlalu tinggi untuk umat-umat akhir zaman seperti kita. Namun tidak menutup kemungkinan, kita bisa sampai pada level mampu menggeser paradigma tentang kenikmatan dunia yang tadinya materialistis menjadi kenikmatan yang lebih hakiki dalam kehidupan kita. Dan lagi-lagi, ibadah tidak melulu ibadah ritual. Ada juga ibadah-ibadah lain yang dapat mendatangkan kenikmatan hidup, misalnya menjalin silaturahmi, berbagi dengan orang lain, menjaga kerukunan umat beragama dan lain sebagainya.

2 Likes

Menurut saya analogi ini sudah memberikan gambaran paling tepat mengenai kesenangan dunia. Benar yang disampaikan bahwa permainan sifatnya pasti menyenangkan. Begitu pula dengan senda gurau. Namun selain menyenangkan keduanya mudah membuat orang terlalai dan melupakan prioritas lain yaitu kehidupan akhirat.

Kalau dipikir lagi, dalam praktiknya di kehidupan nyata, permainan dan senda gurau tidak jarang menimbulkan masalah. Ada orang yang kalah dalam permainan dan melakukan hal-hal buruk, ada yang kecanduan dan tidak bisa berhenti, ada senda gurau yang menyinggung orang lain dan menimbulkan masalah dalam kehidupan sosial dan lain sebagainya.

Buat saya, analogi yang dikatakan oleh Allah ini mengandung pesan bahwa dibalik kesenangan yang tampak, kita juga perlu berhati-hati dengan keburukan yang mungkin ada di baliknya. Intinya, dalam kehidupan dunia ini diperlukan juga sifat waspada agar kita tidak termasuk dalam golongan orang-orang yang terjerumus dalam tipu daya.

1 Like

Maka kita sebagai seorang muslim seharusnya sangat mempergunakan waktu sebaik-baiknya, karena manusia dan dunia yang menipu ini hanya sementara, kita diciptakan oleh Allah memiliki fungsi dan peran, hendaklah kita beribadah kepada Allah menjalankan seluruh perintahnya dan menjauhi larangan-nya, dan fokuslah kepada akhirat.

2 Likes

Dunia adalah kesengan yang menipu. Maksud kalimat tersebut , kesenangan di dunia sifatnya sementara. Bahkan tak ada apa-apanya dibandingkan dengan kesenangan yang didapatkan bila masuk surga. Allah menurunkan 1 rahmatnya di dunia ini, dan yang 99 ada di akhirat. 1 rahmat itu bagaikan setetes air dari lautan. Dan setetes air itulah yang kita rebutkan di dunia. Maka, janganlah bersedih bila kehilangan dunia, karena kita hanya kehilangan setetes. Dan jangan terlampau bangga serta sombong bila mendapat dunia, karena kita hanya mendapat setetes. Wallahua’lam

1 Like

Memang seperti itu adanya, dan Allah sudah memberi tahu ke kita tentang kesenangan yang bersifat materi. Firman Allah swt,

“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (QS. Ali ‘Imran/3: 14).

Begitu juga nasihat dari Nabi Muhammad saw,

Ada empat indiktor kebahagiaan seseorang, yakni istri salehah, tetangga yang baik, kendaraan yang nyaman, dan rumah yang lapang (HR Ahmad).

Kendaraan yang nyaman dan rumah yang lapang (bersifat materialisme) juga merupakan salah satu alat untuk mendapatkan kebahagiaan manusia.

Menurut Al-Ghazali, terdapat tiga alasan mengapa seseorang harus memikirkan materalisme (aktivitas ekonomi), yaitu: Pertama, Untuk memenuhi kebutuhan hidup masing-masing. Kedua, Untuk menciptakan kesejahteraan bagi dirinya dan keluarganya dan Ketiga, Untuk membantu orang lain yang sedang membutuhkan (Al-Ghazali, 1991: 482).

Definisi kesejahteraan begitu luas, yang tiap orang mempunyai kriterianya masing-masing. Itulah indahnya hidup, semuanya bersifat relatif, tanpa adanya ukuran yang pasti. Tetapi kebanyakan orang akan menterjemahkan kesejahteraan dengan materialisme.

Cuman masalahnya, rejeki yang berlimpah itu juga merupakan ujian dari Allah swt, yang bisa jadi malah menjadi buruk bagi diri kita sendiri. Bisa jadi karena kita terlalu haus akan materialisme maka kita mendapatkannya dengan cara yang haram. Atau kita menjadi sombong karena banyaknya harta yang dimiliki. Dan yang lebih parah lagi adalah mengejar-ngejar harta tanpa mempedulikan hal lainnya (tamak). Bisa jadi Qarun kedua kita .

Sebagai catatan akhir, Al-Ghazali menegaskan bahwa harta hanyalah wasilah yang berfungsi sebagai perantara dalam memenuhi kebutuhan, dengan demikian harta bukanlah tujuan final atau sasaran utama manusia di muka bumi ini, melainkan hanya sebagai sarana bagi seorang muslim dalam menjalankan perannya sebagai khalifah di muka bumi di mana seseorang wajib memanfaatkan hartanya dalam rangka mengembangkan segenap potensi manusia dan meningkatkan sisi kemanusiaan manusia di segala bidang, baik pembangunan moral maupun material, untuk kemanfaatan seluruh manusia.

Couldnt agree more. Setiap kebaikan pasti ada keburukannya, dan setiap keburukan pasti ada kebaikannya.

Berkaitan dengan permainan, pada dasarnya permainan itu diciptakan untuk fun. Apabila dalam permainan ada pertikaian yang menjadi tidak menyenangkan lagi, maka ada yang salah dengan pelaku permainan itu sendiri.

Biasanya pertikaian itu muncul ketika pelaku permainan lebih fokus pada hasilnya (menang-kalah) dibandingkan dengan prosesnya (bermain itu sendiri). Makannya, nikmati saja prosesnya, selama kita sudah bermain dengan baik, jujur dan mengeluarkan seluruh kemampuan kita, menang kalah sudah tidak ada artinya.

Kalau dalam dunia olahraga, itulah yang disebut dengan sportifitas. Banyak contoh atlet yang rela kalah demi menjunjung tinggi sportifitas. Walaupun terdapat juga banyak kasus dimana atlet melakukan kecurangan untuk mendapatkan kemenangan.

Itulah kehidupan, selalu ada baik dan buruk.

Banyak orang yang tertipu dengan dunia karena seakan-akan dunia (permainan) adalah segalanya dan berlangsung selamanya. Mereka lupa bahwa setiap permainan (dunia) selalu mempunyai akhir.

Begitu banyak ayat-ayat al-Qur’an yang menjelaskan tentang Dunia Adalah Kesenangan yang Menipu. Seperti pada surat Ali Imron ayat 185 :

Artinya: “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.”. (Q.S. Ali Imron: 185).

Kata mata yang diterjemahkan di atas dengan kesenangan, ada juga yang memahaminya dalam arti alat kecil, seperti pacul, periuk, piring dan sebagainya yang sifatnya tidak terlalu berharga dan cepat rusak. Dunia tidak lain seperti itu, tetapi karena ia memperdaya, maka banyak orang yang memandangnya sebagai sesuatu yang sangat berharga, bertahan lama bahkan kekal. Mereka yang terperdaya itu bukanlah orang muslim.

Menurut Tafsir Jalalayn, maksud hidup di dunia ini hanyalah kesenangan yang memperdayakan semata artinya kesenangan di dunia bukanlah kesenangan yang sebenarnya karena kesenangan di dunia dinikmati hanya sementara lalu ia segera sirna.

Dalam surat Al-Hadid juga diserukan hal yang serupa, sehingga Allah mengingatkan umat manusia agar jangan terbujuk oleh kehidupan dunia yang merupakan kesenangan semu (sementara) bila dibandingkan dengan kehidupan akhirat. begitu juga dalam Surat Luqman ayat 33 disebutkan:

Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu dan takutilah suatu hari yang (pada hari itu) seorang bapak tidak dapat menolong anaknya dan seorang anak tidak dapat (pula) menolong bapaknya sedikitpun. Sesungguhnya janji Allah adalah benar, maka janganlah sekali-kali kehidupan dunia memperdayakan kamu, dan jangan (pula) penipu (syaitan) memperdayakan kamu dalam (mentaati) Allah.

Dari ayat diatas terlihat bahwa kesenangan dunia yang menipu adalah kesenangan yang dibisikkan oleh penipu, yaitu setan, agar manusia tidak mentaati Allah swt. Berapa banyak kesenangan-kesenangan dunia yang akhirnya malah menjerumuskan manusia itu sendiri, misalnya kesenangan akan minuman keras, obat-obatan terlarang dan free sex.

Semoga kita semua terhindar dari kesenangan dunia yang menipu dan mendapatkan kesenangan dunia yang penuh berkah, aamiin.

1 Like

Kehidupan dunia adalah bagaikan memetik setangkai bunga lalu kemudian layu. Dalam surah Thaha ayat 131 Allah berfirman “Dan janganlah kamu tujukan kedua matamu kepada apa yang telah Kami berikan kepada golongan-golongan dari mereka, sebagai bunga kehidupan dunia untuk Kami uji mereka dengannya. Dan karunia Tuhan kamu adalah lebih baik dan lebih kekal.” Ayat ini mejelaskan bahwa kehidupan dunia ini ibarat sekuntum bunga yg indah saat mekar lalu ada hasrat dalam diri kita untuk memetik dan membawanya pulang. Namun, ternyata setelah kita memetiknya tak lama bunga itu pun layu. Kemudian si pemetik akan membuangnya begitu saja. Berbeda jika kita menunggunya hingga bisa menghasilkan buah yang dapat kita konsumsi. Ibarat harta, tahta, keturunan yang sangat indah dan ada hasrat memilikinya, semua hal ini adalah bersifat sementara dan jangan sampai kita terlena terhadapnya.
Begitulah kehidupan dunia yang hanya fatamorgana bukan tempat kita istirahat dan bersenang-senang tetapi tempat kita mencari bekal akhirat demi memetik buah amal di akhirat. Apa yang kita tanam baik di dunia maka kita akan memetik yang baik juga di akhirat. Wallahua’lam

1 Like

yaas bener banget padahal dunia merupakan hukuman bagi adam dan hawa, tetapi manusia masih saja mencari kesenangan yang hanya menipu dirinya sesunnguhnya tujuan kita hanyalah kembali kepada Allah, mengejar akhirat bukan dunia.

1 Like

kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu bagi saya sangat tepat. Karena dunia cuma sebentar, kesenangannya pun cuma sementara hanya titipan. Jadi, jangan sampai seorang muslim merasa cukup bahkan terlena dengan kesenangan yang didapatkannya di dunia. Seorang muslim yang memegang aqidah Islam pasti sadar ada kehidupan setelah mati yang disanalah kehidupan yang kekal itu. Itu kenapa surga dan neraka yang Allah janjikan letaknya di akhirat, karena kesenangan dan kesengsaraan yang kekal semuanya ada disana. Sedangkan dunia, cuma tempat singgah. Ibarat dalam perjalanan berhenti sejenak di rest area. Walau di rest area itu ada berbagai fasilitas lengkap udah selayaknya rumah yang nyaman banget, itu cuma rest area, kita pasti ga akan berlama-lama disana karena bukan tujuan dari perjalanan kita. Jadi, kesenangan/kenyamanan dunia yang kita peroleh ga malah membuat kita merasa cukup dengan ini saja tapi bagaimana kita menjadikan itu sarana untuk mengumpulkan kebahagiaan akhirat.