Menurut Abdul Baqi, dalam kitabnya Mu’jam Mufahras li Alfaz al- Quranulkarim , dalam Islam, istiqomah sangatlah dianjurkan, hal itu sebagaimana tertuang dalam Al-quran yang menjadi pedoman utama dalam islam, yakni terdapat sembilan ayat yang memuat bentuk kata jadian dari istiqomah, antara lain :
Q.S. at-Taubah : 7, Q.S. Yunus : 89, Q.S. Hud : 112, Q.S. Fussilat : 6 dan 30, Q.S. al Ahqaf : 13, Q.S. asy Syura : 15, Q.S. al Jin : 16 dan Q.S. at Takwir : 28.
Salah satu ayat Al-Quran yang membahas istiqomah adalah sebagai berikut,
“Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepada kamu dan (juga) orang-orang yang bertaubat bersama kamu dan janganlah kamu melampaui batas,sesungguhnya Dia Maha melihat apa yang kamu kerjakan (Q.S. Hud : 112)
Pada ayat di atas istiqomah diungkapkan dalam bentuk perintah, menurut Sayyid Qutub (1971), istaqim adalah perintah untuk istiqomah, yakni: “Keseimbangan serta menelusuri jalan yang telah ditetapkan tanpa penyimpangan.” Sedangkan menurut Al-Maraghi, istiqomah adalah: keseimbangan dalam bertaat baik yang berhubungan dengan i’tikad, ucapan, maupun perbuatan dengan melanggengkan sikap seperti itu. Ayat tersebut ditunjukkan dan ditekankan kepada Nabi SAW, karena Nabi merupakan suri tauladan bagi umatnya.
Menurut Quraisy Shihab (2002) dalam ayat ini Nabi diperintahkan untuk konsisten didalam menegakkan tuntunan wahyu Illahi sebaik mungkin sehingga terlaksana secara sempurna sebagaimana mestinya, adapun tuntunan wahyu itu mencakup seluruh persoalan agama dan kehidupan, baik kehidupan dunia maupun akhirat. Dengan demikian perintah tersebut mencakup perbaikan kehidupan duniawi dan ukhrowi, pribadi, masyarakat dan lingkungan. Serupa dengan ayat tersebut yaitu Q.S. asy Syura:
Maka karena itu serulah (mereka kepada agama ini) dan tetaplah sebagai mana diperintahkan kepadamu dan janganlah mengikuti hawa nafsu mereka dan katakanlah: “Aku beriman kepada semua Kitab yang diturunkan Allah dan aku diperintahkan supaya berlaku adil diantara kamu. Allah-lah Tuhan kami dan Tuhan kamu. Bagi kami amal-amal kami dan bagi kamu amal-amal kamu. Tidak ada pertengkaran antara kami dan kamu, Allah mengumpulkan antara kita dan kepada-Nya-lah kembali (kita)”. (QS. Asy-Syura :15)
Pada hakekatnya perintah istiqomah bukan hanya untuk Nabi, Nabi hanya diperintahkan untuk memberikan contoh saja, hal itu sebagaimana firman Allah SWT di bawah ini:
“Katakanlah bahwasanya aku hanyalah manusia seperti kamu, diwahyukan kepadaku bahwasanya Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa, maka tetaplah pada jalan yang lurus menuju kepadaNya dan mohonlah ampun kepadaNya, dan kecelakan yang besarlah bagi orang- orang yang musyrik.(Q.S. Fussilat: 6)
Menurut Al-Maraghi yang dimaksud istiqomah dalam ayat diatas adalah memurnikan penghambaan kepada Allah SWT. Dalam surat yang sama juga diterangkan tentang istiqomah yaitu:
" Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan Tuhan kami adalah Allah kemudian beristiqomah maka malaikat akan turun kepada mereka (seraya berkata) janganlah kamu takut dan janganlah kamu sedih, dan Bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan (Q.S. Fussilat : 30).
Menurut Wahbah Az Zuhaili, dalam kitab tafsir Al- Munir, yang dimaksud dengan istiqomah dalam ayat tersebut adalah kekal dalam pengakuan bahwa Allah SWT adalah satu- satunya Tuhan dan tidak pernah berpaling dengan mengakui Tuhan selain Allah SWT, kemudian konsisten dan menetapi perintah-Nya, beramal karena Dia, menjauhi maksiat hingga akhir hayatnya.
Senada dengan hal itu, Al-Maraghi mengungkapkan bahwa yang dimaksud dengan istiqomah dalam ayat tadi adalah teguh dalam beriman sehingga tidak tergelincir, dalam hal ini adalah ibadah dan i’tikad-i’tikadnya tidak dilanggarnya. Dari ayat-ayat dan keterangan-keterangan tadi maka dapat disimpulkan bahwa istiqomah itu berkaitan dengan keyakinan, perbuatan dan tujuan hidup.
Hal itu sebagaimana pendapat para sahabat Nabi tentang istiqomah yakni, Abu Bakar memberi pengertian tentang tidak menyekutukan Allah SWT, dengan pendirian baik lahir maupun batin, Umar bin Khattab mengartikan dengan tetap atau teguh dengan cara mengerjakan perintah dan menjauhi larangan tanpa menyeleweng seperti kancil, sedangkan Ustman bin Affan mengartikannya dengan keikhlasan, sedangkan menurut Ali bin Abi Thalib, istiqomah adalah melaksanakan kefarduan-kefarduan.
Sebuah hadits menyebutkan :
“Diriwayatkan oleh Sufyan bin Abdillah Assaqafi R.A. dia berkata : aku pernah bertanya (kepada Rasullullah) wahai Ya Rasulullah, wasiatilah aku tentang Islam yang tidak kutanyakan lagi kepada orang sesudah engkau, maka beliau menjawab : Katakanlah ! Aku beriman kepada Allah SWT kemudian beristiqomahlah.” (H.R. Muslim)
Sabda nabi di atas tergolong singkat tetapi padat. Dalam kitab Sahih Muslim Syarhan Nawawi menjelaskan bahwa hadist tersebut ekuivalen dengan perintah Allah SWT dalam Q.S. Fussilat: 30 tadi, yang mengajarkan agar orang yang telah beriman untuk istiqomah dalam beragama, yakni senantiasa beriman kepada Allah SWT dan senantiasa menjalani semua perintah-Nya. Menurut Abu Al-Qasim Al-Qusyair, istiqomah hanya dimiliki oleh orang-orang yang benar benar beriman dan bertakwa kepada Allah SWT, mengenai keutamaannya dia berkata,
“barang siapa memiliki sifat istiqomah maka ia akan meraih segala kesempurnaan dan segala kebajikan, sebaliknya orang yang tidak memiliki sifat istiqomah maka semua usahanya akan sia-sia dan semua perjuangan akan kandas."
Sementara itu Assayyid Al-Allamah Abdullah Haddad (1989) berpendapat bahwa istiqomah adalah tetap bertahan dalam perilaku–perilaku bersih dengan bersandarkan kepada Al-Quran dan Al-Hadist. Sedangkan menurut Said bin Wahif Al-Qahtani (1994), istiqomah adalah pelaksanaan addin secara total, yakni berbuat lurus dalam segala hal, yang dimulai dari niat, ucapan kemudian perbuatan.