" Self Destructive" Ketika menyakiti diri sendiri dirasa jadi solusi terbaik

Kamu pernah ga denger kasus tentang orang yang memilih untuk mengakhiri hidup karena di putusin pacarnya?

Ternyata perilaku seperti itu, termasuk Self Destructive. Biasanya, terjadi saaat seseorang merasa tertekan, stress dan depresi.

Tapi kamu tau ga sih? ternyata Self Destructive bukan cuma melukai secara fisik aja loh? Melukai sisi emosional jiga bisa termasuk ke dalam Self Destructive.

Nah, Self Destructive yang kaya gini nih, yang secara ga sadar banyak terjadi di kehidupan sehari-hari. Sedih banget yaa.

Kalo pendapat kamu tentang Self Destructive gimana?

1 Like

Mengingat self-destructive ini sangat berbahaya dan penyebabnya sangat marak dirasakan masyarakat. Aku rasa perlu peran masyarakat terkhusus orang terdekat untuk membantu mendengarkan dan memahami. Aku sendiri beranggapan kesepian saat tertekan dapat meningkatkan keinginan self-destructive.
Untuk mengatasinya, perasaan kesepian harus disadari dan diakui. Ketika seseorang berusaha melupakan atau mengabaikannya, hal itu justru akan memperburuk keadaan. Sebagaimana pepatah yang ada, disclosure is the beginning of recovery, ketika individu tersebut berhenti mengasihani diri sendiri dan memiliki keinginan untuk keluar dari zona nyaman, itu adalah langkah awal dari pemulihan. Individu itu sendiri adalah yang bertanggung jawab untuk mengatasi dari dalam, sedangkan dukungan keluarga dan teman akan membantu dari luar dan menemani selama proses pemulihan. “Keywords are awareness and caring. Loneliness requires an awareness not a solution. There is no magical cure for loneliness; sometimes just being there is all that is necessary for the lonely individual"

Referensi
Mustika, E. T., Damajanti, M. N., & Muljosumarto, C. (2017). Design of Social Campaign to Apprehend and Overcome Loneliness. Jurnal DKV Adiwarna , 1 (10), 10.

1 Like

Mungkin menurutku istilah ini lebih akrab dikenal dengan self-harm ya. Keadaan dimana seseorang menyakiti dirinya sendiri untuk mendapatkan kepuasan pada dirinya saat muncul suatu emosi tertentu. Seperti saat mereka sedang stress dan cemas berlebihan, depresi, dan gangguan mental lainnya. Ada beberapa faktor yang menyebabkan perilaku tersebut yaitu :

  • Mengkonsumsi alkohol dalam jumlah yang banyak
  • Mengkonsumsi obat-obatan terlarang
  • Trauma korban pelecehan seksual
  • Dikucilkan oleh lingkungan sekitar
  • Merasa tidak nyaman karena orang-orang terdekat / merasa tertekan

Faktor utama perilaku ini yaitu kondisi psikologis seseorang yang sedang tidak baik. mungkin bedanya dengan self-harm adalah melukai secara fisik seperti melukai tangan dengan benda tajam, memukul kepala dll. Sedangkan kalau self-destcructive dapat melukai secara emosional. Contohnya saat kamu berusaha menjadi apa yang orang inginkan, merasa rendah diri dan tidak bisa diandalkan. Mungkin tanpa disadari kita pasti pernah merasakan contoh dari self-descrtuctive dalam kehidupan sehari-hari. Saat merasa secara tidak sadar membandingkan proses orang lain kemudian berakhir overthinking dan merasa tidak bernilai lantas merasa sedih. Namun tidak jarang juga orang merasa aware dengan ilmu psikologi. Padahal ilmu ini penting untuk mempelajari kepribadian diri kita sendiri dan memahami emosi yang muncul.

Namun memang intensitas setiap orang berbeda-beda ada yang tingkat stresnya tidak lama, ada yang berlarut-larut. Oleh sebab itu, jika dirasa semakin memburuk dan munculnya pikiran yang merugikan sampai bunuh diri maka sebaiknya cepat ambil langkah untuk berkonsultasi kepada psikolog atau psikiater. Atau jika dirasa masih belum yakin dapat mencoba konsultasi secara online yang banyak ditawarkan oleh penyedia atau platform psikologi seperti riliv, bunda id dll.

Pertama - tama, saya setuju dengan statement yang ada di deskripsi pertanyaan mengenai hakikat dari konsep self-destructive yang pada dasarnya hanya diketahui orang sebagai tindakan yang bertujuan untuk melukai diri sendiri dalam ranah fisik yang padahal tindakan self-destructive sendiri juga bisa saja melukai sisi emosional seseorang. Banyak sekali contoh dari tindakan self-destructive yang lazim kita temui sekarang ini semisalnya seperti upaya bunuh diri, penyalahgunaan alkohol dan obat - obatan, kecanduan makan, atau melakukan tindakan - tindakan yang bersifat kompulsif (tindakan - tindakan yang dilakukan terus menerus untuk mencapai sebuah pemuasan) seperti berjudi, terlalu banyak bermain game, dan yang paling ekstrim adalah bentuk tindakan self-destructive yang sifatnya sudah menjurus ke self-harm seperti contohnya menyayat lengan dengan cutter dan sebagainya.

Biasanya kecenderungan self-destructive ini sendiri pada awalnya berasal dari kesehatan mental atau psikologis yang terganggu seperti contohnya stress, gangguan kecemasan, depresi, PTSD, dan sebagainya. Menurut saya, self-destructive adalah sebuah keadaan serius yang memerlukan penanganan. Karena jika tidak ditangani maka di khawatirkan akan menjadi lebih buruk lagi di masa yang akan datang bagi orang yang sedang mengalaminya serta dikhawatirkan akan merusak mental. Cara untuk mengatasinya sendiri ada beragam, mulai dari konsultasi ke psikiater sampai mencoba hal - hal baru.

Self Destructive menurutku dapat digunakan sebagai mekanisme koping ketika seseorang kewalahan. Perilaku Self Destructive juga dapat memanifestasikan dirinya dalam upaya aktif untuk mengusir orang lain. Misalnya, mereka mungkin takut bahwa mereka akan “mengacaukan” suatu hubungan. Alih-alih mengatasi ketakutan ini, ia merusak diri sendiri secara sosial terlibat dalam perilaku yang mengganggu atau mengasingkan, sehingga orang lain akan menolaknya terlebih dahulu. Aspek penting dari perilaku Self Destructive adalah ketidakmampuan untuk menangani stres yang berasal dari kurangnya kepercayaan diri seseorang. Akibatnya, mereka cenderung merasa bahwa menunjukkan bahwa mereka tidak kompeten adalah satu-satunya cara untuk melepaskan diri dari tuntutan.

Referensi

Gvion, Yari (2015). “Traumatic Experiences and Their Relationship to Self-Destructive Behavior in Adolescents”. Journal of Infant, Child, and Adolescent Psychotherapy . 14 (4): 406–422.
Fisman, Raymond J.; Kariv, Shachar; Markovits, Daniel (2005). ["Pareto Damaging Behaviors].
Scherzer, Andrea L. (March 29, 2018), “Understanding self-destructive behaviour in adolescence”, Violent Adolescents , Routledge.