Pernahkah kamu berada di posisi pertemanan yang dipaksakan ? Bagaimana tanggapanmu terkait persoalan ini?

Seringkali kita merasa bahwa teman atau sahabat adalah segalanya, tetapi seringkali juga merasa bahwa teman hanyalah sesaat saja. Ketika dua orang atau lebih saling dipertemukan, pastinya akan ada perbedaan mulai dari pemikiran, cara pandang, kebiasaan dll. Perbedaan tersebutlah yang seringkali menjadi timbulnya sebuah permasalahan.

Perbedaan karakter seharusnya bukanlah penghalang dalam pertemanan yang sesungguhnya. Tapi bagaimana jika pertemanan kalian dengan sahabat-sahabat kalian hanya dipaksakan? Dimana salah satu teman kalian sebenarnya sudah tidak ingin berteman bahkan dekat dengan kalian, namun karena suatu hal ia tetap memaksakan diri untuk berteman denganmu.

Pernahkah kalian berada di posisi tersebut ? Entah sebagai orang yang memaksakan berteman atau orang yang merasakan teman terpaksa dekat denganmu. Bagaimana tanggapanmu terkait persoalan ini ?

2 Likes

Sebenarnya berada pada lingkungan yang dipaksakan adalah sesuatu yang tidak nyaman. Apalagi kalau merasa terpaksa, artinya mereka sedang tidak tulus dalam menjalankan hubungan pertemanan. Dari ketidaktulusan tersebut, lama kelamaan mereka pasti akan saling menyakiti satu sama lain. Sebagai teman, bukan kah kita seharusnya saling mendukung dan menjadi tempat bersandar untuk satu sama lain?

Apabila salah satu dari mereka merasa terpaksa, biasanya dia merasa tidak nyaman berteman dengannya. Solusinya adalah mencari tahu kenapa rasa ketidaknyamanan ini muncul, dan berusaha diperbaiki apabila ada kesalahan di sana. Namun kalau memang tidak bisa dipaksakan dan jika dilanjutkan pertemanannya akan memicu dampak buruk, menurut saya ya lebih baik berhenti. Namun bukan berarti, mereka akhirnya tidak saling sapa atau menegur, namun hanya tidak menjadikan satu sama lain menjadi teman dekat.

Apabila ada kesalahpahaman di antara mereka, lebih baik diselesaikan dulu agar tidak ada perasaan benci pada masing-masing. Ketika sudah diselesaikan, ya kembali pada pilihan mereka, apakah mau untuk tetap berhubungan baik sebagai sahabat atau hanya sebagai teman sebatas relasi. Menurut fine-fine saja kalau mereka hanya berteman sebagai relasi. Membatasi pertemanan bukan sesuatu yang buruk, hanya saja kita berusaha untuk memfilter mana teman yang bisa dijadikan sahabat dan orang yang dapat dipercaya, mana teman yang hanya sebagai relasi…

3 Likes

Sebelumnya, coba tanyakan pada diri sendiri, alasan apa yang membuatmu menjalin hubungan pertemanan dengan seseorang? Menurutku hubungan itu didasari oleh adanya pemenuhan kebutuhan antar individu yang terhubung. Kebutuhannya bisa beraneka ragam, dan ini cukup menjelaskan kenapa jenis circle pertemanan beragam juga.

Misalnya kamu butuh teman untuk belajar, maka orang-orang dengan kebutuhan yang sama akan menjalin pertemanan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Nah seiring berjalannya waktu, saat individu-individu tersebut saling mengenal dan mendapati adanya kebutuhan lain yang bisa terpenuhi, maka hubungan tadi bisa berkembang, Misalnya tadinya teman belajar, lalu berkembang jadi teman main dan belajar. Tapi selain case tadi, ada juga tipe pertemanan yang memang hanya dapat memenuhi satu kebutuhan tertentu saja. Makanya nggak heran orang biasanya punya lebih dari satu circle pertemanan. Kalau mau belajar sama circle A, kalau mau nongkrong sama circle B, dan seterusnya. Circle-circle tadi diikuti untuk memenuhi kebutuhan seseorang sehingga ia merasa “terpenuhi”.

Sekarang aku masuk ke opiniku tentang pertemanan yang dipaksakan. Menurutku keterpaksaan itu bermula saat kebutuhan seseorang tidak lagi bisa dipenuhi oleh individu lain dalam circle pertemanan tersebut. Namun, karena masih ada kepentingan atau alasan lain yang menyebabkan mereka tetap bersama, maka ketidakpuasan atas kebutuhan yang tidak terpenuhi tadi berkembang menjadi keterpaksaan. Misalnya, kamu membutuhkan teman yang bisa mendengarkan, tapi ternyata temanmu bukan pendengar yang baik. Kamu merasa tidak puas dan tidak dimengerti sehingga lama-lama muncul perasaan terpaksa berteman dengan orang tadi.

Nah, untuk kasus semacam ini, seseorang harus memahami bahwa tidak semua hubungan dengan seseorang bisa all in one. Ada teman yang hanya kompatibel untuk kondisi tertentu. Nggak semua teman belajar bisa jadi teman main, nggak semua teman main bisa diajak curhat, begitu juga sebaliknya. Jadi jangan memaksakan kompatibilitas tadi. Nggak semua temen cocok untuk segala situasi. Kalau merasa tidak terpenuhi di satu aspek, ya jangan berharap mendapatkan aspek tersebut dari teman tersebut. Kamu bisa mendapatkannya dari teman yang lain.

Walaupun kedengarannya ribet, tapi yang tadi itu berjalan secara natural. Dua atau lebih orang yang merasakan adanya kecocokan dengan sendirinya menemukan satu sama lain. Tapi jangan pernah memaksakan kecocokan. Memaksakan kecocokan itu membuat pertemanan bukannya fulfilling tapi malah draining. Selain bikin stress, memaksakan hubungan pertemanan bisa memicu permasalahan yang lebih besar.

Bagaimanapun hubungan pertemanan itu trial and error. If it meant to be, it meant to be aja. Kalau ada hal yang nggak kamu suka komunikasikan, barangkali bisa menemukan titik temunya. Tapi kalau sudah confirmed nggak cocok, cari teman lainnya. Selain itu perluas pergaulan deh. Banyak banget orang di luar sana bisa jadi teman yang asik buat kamu.

2 Likes

Sepakat!
Terkadang problem berasal dan bersumber dari kita loh! Tidak selalu dari orang lain.

Saya pribadi sih memang tidak pernah memaksakan untuk berteman dengan seseorang jadi ya saya tidak pernah merasakan bagaimana di posisi tersebut. Tapi jika saya membayangkan ada diposisi tersebut sepertinya jika ada seseorang yang tidak cocok dengan saya, saya akan meminimalisir interaksi dengan dirinya.

Karena dalam sebuah pertemanan adalah cocok atau tidak cocok, kita akan merasa menjadi diri sendiri ketika berteman dengan orang yang cocok dengan diri kita. Kita akan merasa terpaksa jika kita tidak cocok dalam pertemanan tersebut.

1 Like

Yup! That’s the point. Bukan berarti akhirnya kita ngak berteman dengan semua orang. Silahkan berteman dengan siapa saja, tapi kita harus tahu mana yang bisa dijadikan teman dekat, mana yang bisa jadi teman belajar, atau dijadikan sahabat yang bisa dipercaya. Tidak semua teman sama. Walau kamu merasa tidak suka dengan dia atau tidak nyaman dengan dia, yaa jangan nggak pelu main bareng. Tapi tidak perlu juga sampai memutuskan hubungan dan tidak saling sapa dan saling musuh-musuhan.

Di usia kita yang sudah dewasa, permusuhan sudah tidak zamannya. Orang lain datang dan pergi pada hidupmu, apabila dia pergi ya just let them go. Tidak perlu dipaksakan untuk stay.

1 Like

Hmm sepertinya persoalan dengan teman sangatlah kompleks yaaa, salah satunya mungkin ini “Pertemanan yang dipaksakan”. Sebelum menjudge bahwa persoalan dengan teman tidak hanya berasal dari diri teman kita, tapi juga harus sadar bahwa bisa jadi persoalan itu datang dari diri kita. Entah sikap atau sifat kita yang menjadikan seorang teman menjadi terpaksa dalam pertemanan itu.

Kedua pihak harus saling mengerti dan memahami, meminimalisir ego masing-masing. Tapi saya rasa sebuah pertemanan yang murni itu tidak ada rasa terpaksa. Jika terpaksa itu bukanlah arti dari sebuah pertemanan. Saya sendiri pernah berada di posisi ini, saya merasa teman saya hanya terpaksa berteman dengan saya. Sampai hari inipun saya kurang paham apa arti semua ini dan mengapa ia merasa terpaksa berteman dengan saya ?

Namun seiring berjalannya waktu saya rasa jika ada teman seperti itu saya akan membiarkan saja, yang terpenting saya sudah meminta maaf apabila selama berteman ada salah kata maupun perbuatan. Saya tersadar bahwa berteman itu cocok atau tidak cocok ya, karena jika kita sefrekuensi pasti akan nyambung dan sebaliknya.

Saya memegang konsep hubungan yang take and give karena saya mempercayai semua manusia itu saling memanfaatkan dan menerapkan sistem simbiosis mutualisme.

Ketika seeorang itu adalah orang yang bisa memberi keuntungan baik itu dalam hal kecil saya akan mencoba dan tetap menjaga hubungan dengannya, meskipun sebenarnya ada beberapa hal yang tidak saya suka akan sifatnya dan menurut saya itu termasuk pertemanan yang dipaksakan.

Saya juga meyakini bahwa relasi itu adalah sebuah investasi. Mempunya hubungan pertemanan dengan orang yang hebat akan setidaknya membantu kita menjejaki langkahnya dan tidak menutup kemungkinan akan menjadi sama hebatnya dengan orang tersebut. Pernah dengar kan, lingkungan yang sehat akan memberikan aura yang positif? Begitu juga dengan hubungan pertemanan.
Jadi tidak ada salahnya memaksakan hubungan perteman kepada orang-orang yang memiliki aura yang positif agar kita ikut mendapatkan sinarnya. Menurutku begitu sih, hahaha

Beruntungnya kita jika setiap saat dikelilingi oleh teman yang terbaik. Di saat suka maupun duka, kita bisa selalu merasa tenang dan bahagia selama terus dikelilingi oleh orang-orang yang bisa memahami kita dengan baik. Tak masalah jumlah teman kita sedikit, selama mereka selalu ada untuk kita, kita pasti akan bahagia. Tapi sadar nggak sih kalau hubungan pertemanan itu sebenarnya seperti jodoh? Jadi memang ada unsur “cocok-cocokkan”. Juga kadang ada konflik yang terjadi mirip dengan konflik yang biasa ada dalam sebuah hubungan asmara.

Aku pernah berada di posisi pertemanan yang dipaksakan dan itu berjalan cukup lama, sekitar 4-5 tahun mulai dari SMP hingga SMA. Banyak hal yang aku rasain dari senang maupun yang tidak senang. Ada fase dimana aku bisa merasakan “kok kayanya aku temenan sama si A ini banyak hal yang berubah dari aku ya?” mulai dari menjadi boros untuk membeli sesuatu yang tidak dibutuhkan, banyak konflik yang sering terjadi dipertemananku ini, banyak hal negatif juga yang aku alami seperti aku mulai menjadi sedikit egois, suka mengkritik orang lain hingga memaksakan orang lain untuk berubah menjadi sesuai yang aku mau.

Cara aku keluar dari pertemanan yang dipaksakan dan kesannya jadi pertemanan yang toxic adalah yang pasti aku menjadi pilih-pilih kalau mencari teman. Karna kalau ga cocok bisa jadi terpaksa lagi dan sulit untuk membangun pertemanan yang solid dan semakin dipaksakan akan semakin tidak nyaman. Yang kedua aku mencoba untuk berani bilang “tidak” untuk setiap hal yang aku rasa itu bakal bawa aku menjadi pribadi yang buruk lagi. Semua tindakan yang dia atau mereka lakukan atau perkataan yang aku rasa itu berlebihan, sebisa mungkin aku coba untuk melawan (dalam batas yang masih wajar) supaya tidak merugikan diriku sendiri.

Kalau kamu sedang berada di dalam pertemanan yang dipaksakan, cobalah untuk membuat batasan dan jangan sampai kamu mengorbankan segalanya untuk pertemananmu yang bisa dibilang toxic, dan cobalah untuk berteman dengan yang lain yang mampu memberikan lingkaran pertemanan yang positif dan saling membangun.

Saya pribadi tidak pernah berada disuatu kondisi dimana kita tetap memaksakan berteman dengan seseoorang karena suatu hal karena menurut saya berteman itu sesuai dengan kecocokan. Jika ada satu atau dua hal yang sudah tidak sesuai apalagi sampai dapat merugikan diri sendiri, saya akan menjaga jarak. Tidak 100% memutus hubungan karena saya percaya hubungan manusia semuanya adalah bisnis, jadi tetap menjaga dan tetap berkomunikasi karena ditakutkan paara suatu hari kedepan akan ada suatu hal dimana kita membutuhkan dirinya.

Aku sendiri belum pernah berada di posisi pertemanan yang dipaksakan karena pertemanan itu butuh kecocokan meskipun tetap ada sedikit perbedaan karakter dari masing-masing individu. Tetapi kalau aku ada diposisi tersebut sudah pasti aku bakal meminimalisir interaksi dan lebih hati-hati dalam mencari teman karena kalau sudah merasa tidak cocok dan terpaksa dalam berteman akan sangat tidak nyaman dan itu akan merugikan diri sendiri

betul banget, dan jika hal itu malah sebaliknya untuk apa kita masih menjalin hubungan pertemanan yang erat dengan mereka apalagi sampai merasa kalau mereka udah ga menghargai kita sebagai teman. Jadi menurutku, jika kita berada di posisi terpaksa menjalin sebuah pertemanan dengan orang lain yang mungkin ga cocok dengan kita, alangkah lebih baik untuk segera membatasinya. Maksud membatasi disini artinya menjalin komunikasi jika memang diperlukan namun tetap bersikap baik :grin:

Hmm, pertemanan yang dipaksakan.

Pernah gak pernah sih, karena sepemikiran ku ya kita berteman itu dengan siapa aja kan gak menutup kemungkinan juga ada hal dibelakang itu seperti sistem ‘pemanfaatan’ yang bisa jadi salah satu faktor untuk kasus pertemanan yang dipaksakan tersebut.

Misal, A adalah anak hitz sekolah yang tidak terlalu pintar.

B adalah anak rumahan, kurang bergaul namun juara kelas.

Suatu hari, A mendekati si B menggunakan alasan ‘pertemanan’ padahal A hanya ingin memanfaatkan B untuk kebutuhan nilai ujiannya. Nah yang di alami oleh A ini adalah pertemanan yang dipaksanakan karena adanya ‘kebutuhan’.

Menurutku kurang baik ya, apalagi sesuatu hal yang dipaksakan itu membuat keadaan tidak nyaman. Terkait kasus tersebut, B bisa berteman dengan tulus tanpa keterpaksaan dan bukan untuk mendapatkan sekedar jawaban, namun B bisa belajar bersama untuk nilainya bisa meningkat dan B bisa menjadi pandai bergaul dan beradaptasi dengan lingkungan.

kalo menurut gua pertemanan itu suatu hal yang simple tapi sebenarnya sedikit rumit. ketika ada seseorang yang merasa terpaksa berteman dekat dengan kita, pasti itu sangat terlihat dari tingkah lakunya dan lebih baik ditanyakan ada apa/ kenapa? karena pasti ada sebab - akibat kenapa hal itu bisa terjadi. jika memang sudah tidak bisa dibicarakan lagi lebih baik pisah, karena tidak baik menjalani hubungan pertemanan karena paksaan.

Pada saat masih sekolah, aku sering merasakan hal itu. Memang nggak mudah buatku untuk mencari teman. Temanku hanya sedikit sekali dan malah tidak terlalu dekat hingga bisa dibilang sahabat. Aku mengalami hal itu karena aku merasa aku masih butuh orang lain. Kalau aku nggak dekat sama siapapun, pikirku aku akan kesulitan sendiri di suatu hal nantinya. Misalnya saja seperti saat kesulitan mencari teman kelompok atau mengerjakan tugas. Akhirnya, aku mendekat ke salah satu circle dan mencoba membaur meskipun nggak terlalu intens. Jujur saja, dalam circle itu ada beberapa karakter orang yang nggak aku sukai. Namun waktu itu kupikir itulah satu-satunya kesempatan yang paling memungkinkan untuk ku. Jadinya aku tetap memendam perasaan itu dan seolah-olah nggak ada masalah apa-apa dengan mereka. Itu aku lakukan hanya untuk mendapatkan teman. Tapi sekarang, aku sudah nggak terlalu memikirkan tentang dunia pertemanan. Sekarang siapa yang masih ingin tinggal silakan, kalau yang mau menjauh juga silakan.

Saya tidak pernah berada di kondisi pertemanan yang dipaksa. Berdasarkan pengalaman saya pernah bertemu dengan seseorang yang saya rasa tidak sefrekuensi dengan saya, obrolan terasa menjadi awkward dan kita tidak memiliki ketertarikan terhadap bidang ataupun hal yang sama. Hal itu membuat situasi sangat tidak enak, dan sejak hari saya merasa kita tidak sefrekuensi saya putuskan untuk tidak bertemu tanpa orang ketiga. Dan menurut saya bertemu dengan teman yang sefrekuensi itu sebenarnya sangat penting. Karena dengan teman yang sefrekuensi kita dapat saling support, kita dapat saling mengerti perasaan satu sama lain, dan kita dapat membicarakan apapun tanpa rasa tidak nyaman.

setuju banget dengan statementnya kak, maka dari itu jangan pernah membatasi diri dalam berteman. memilih siapa yang pantas dijadikan teman itu penting, tapi jangan membatasi diri untuk membuka peluang untuk orang baru yang ingin berteman, bisajadi orang tersebut adalah orang yang mampu memenuhi aspek yang kamu butuhkan.

menurut pandanganku, ketika adanya keterpaksaan dalam berteman itu merupakan awal mula terjadinya sebuah pertemanan yang tidak sehat (toxic friendship). maka sebelum terjadinya hubungan pertemanan yang tidak sehat, lebih baik tidak udah dipaksakan. bukan berarti harus memutuskan sebuah pertemanan, melainkan lebih menjaga/ membatasi diri dari pertemanan itu. Dalam hal ini jika kita terus memaksakan menjalin sebuah pertemanan, mampu membuat seseorang merasa stres, sedih, cemas, meragukan diri sendiri, merasa disalahgunakan, merasa tidak menjadi diri sendiri, hilang kepercayaan, hingga membuat individu selalu merasa dimanfaatkan karena terus melakukan giving.

menurutku, menjalin hubungan pertemanan sama dengan bisnis. jika hal menguntungkannya lebih banyak daripada merugikannya maka hubungan tersebut akan terjalin dengan baik. jika tidak, maka tinggalkan saja mereka yang membuatmu rugi. ingat kata pepatah berteman dengan orang jual parfum dan berteman dengan pandai besi. orang yang jual parfum ga akan merugikan kita, kita bisa beli parfum darinya atau setidaknya mendapatkan wanginya.