Mengapa Siswa di Indonesia Cenderung Malu Bertanya?

Sekarang sudah bukan zamannya lagi saat sedang belajar di kelas, dosen berceramah berjam-jam, sementara mahasiswa duduk manis menyerap materi yang disampaikan pengajar. Saat ini, pendekatan pembelajaran yang fokus terhadap pengajar (teacher centered) sudah mulai diubah dengan pengajaran berbasis siswa atau Student Centered Learning (SCL). Keaktifan siswa atau mahasiswa di dalam kelas menjadi kunci agar proses pembelajaran berbasis SCL dapat berjalan. Seberapa aktif siswa dan mahasiswa di dalam kelas dapat dilihat dari seberapa sering interaksi yang terbangun, baik antara mahasiswa dan dosen maupun mahasiswa dengan mahasiswa. Dialog setidaknya ditandai aktifnya mahasiswa menjawab pertanyaan yang diberikan pengajar, atau sebaliknya siswa aktif bertanya kepada pengajar.

Namun, meskipun demikian budaya bertanya dalam kelas belum sepenuhnya terbangun di Indonesia. Apalagi model pembelajaran saat ini beralih menggunakan media online. Sesuai dengan pengalaman saya, pembelajaran online ini membuat siswa maupun mahasiswa menjadi lebih pasif di kelas, hanya beberapa orang dan itu-itu saja yang berani mengajukan pertanyaan. Beberapa alasan yang membuat mahasiswa malu dan tidak memiliki keberanian untuk bertanya yaitu adanya suatu ketakutan jika pertanyaan yang diajukan tidak bermutu, tidak berbobot, dan dikira tidak membaca materi pembelajaran. Hal tersebut yang kemudian memicu mereka menjadi mahasiswa yang pasif dan tidak kritis selama di kelas.

Nah, menurut Youdics apa sih yang membuat siswa di Indonesia cenderung malu untuk mengajukan pertanyaan di kelas?

karena metode ini masih melekat dan belum bisa dihilangkan dari sistem pendidikan di Indonesia. Hal ini diperparah oleh ketidakmauan siswa untuk berdiskusi, boro-boro mau mikirin pertanyaan.
selain malu, ketidakmauan siswa Indonesia untuk bertanya menurut saya adalah karena takut, ya takut kalau-kalau pertanyaannya salah atau di luar topik.

Kesadaran diri mahasiawa terhadap pemenuhan rasa ingin tahu atau kebutuhan akan informasi, salah satunya dengan mengajukan pertanyaan sangat penting. Dengan bertanya di kelas dapat mendorong terjadinya interaksi antara mahasiswa dan dosen agar lebih terlibat secara pribadi dan lebih bertanggung jawab terhadap pertanyaan yang diajukan yaitu mahasiswa akan lebih memperhatikan apa yang dsampaikan oleh dosen, menambah wawasan mahasiswa tersebut dan melatih untuk dapat mengeluarkan gagasannya kepada orang lain sehingga mahasiswa akan mempunyai kepercayaan diri yang baik apabila berbicara di forum resmi. Namun, keberanian mahasiswa dalam proses belajar di kelas begitu rendah. Mahasiswa lebih cenderung pasif dan apatis dalam mengikuti pembelajaran. Mereka enggan mengeluarkan pendapat apalagi bertanya yang disebabkan oleh berbagai faktor seperti malu, takut dengan dosen dan sebagainya.

Menurut saya, budaya ingin tahu ini masih kurang melekat pada diri siswa ataupun mahasiswa. Apalagi ketika online seperti ini, kebanyakan dari mereka pasti merasa malas untuk bertanya atau sudah lelah dengan adanya kegiatan atau pembelajaran yang selalu dilakukan secara online. Takut bertanya juga biasa terjadi, seperti saya dulu sekolah saya takut bertanya karena pengalaman saya yang sedang bertanya tetapi direspon tidak baik oleh guru. Bisa juga karena kurangnya dukungan dari teman-teman atau kurang percaya diri. Maka dari itu, budaya bertanya ini memang masih perlu ditingkatkan, karena jika seseorang punya keingintahuan akan sesuatu membuktikan bahwa orang tersebut tertarik akan hal itu. Membangun suasan kelas juga diperlukan.

Hal ini lebih relevan digunakan pada siswa daripada mahasiswa. Saat SD, SMP, dan SMA figur guru adalah seseorang yang mengajari hal yang belum kita ketahui. Namun, sering kali guru menyalahgunakan peran nya. Tidak ada kesetaraan untuk sama-sama belajar antara guru dan siswa. Guru harus selalu benar. Misalnya saja pada pelajaran bahasa inggris yang pada dasarnya sangat memungkinkan jika siswa nya lebih mengerti daripada gurunya mengingat guru biasanya berusia tidak lagi muda dan tidak pernah meng upgrade ilmunya. Namun, saat siswa nya merasa hal yang ia ajarkan tidak benar, ia tidak mau tahu dan tetap merasa benar. tidak ada kesetaraan sehingga, siswa malu bertanya maupun berpendapat.

Pendapat saya dari melihat adik, teman, maupun diri saya sendiri, faktor terbesarnya adalah rasa malu dan takut. Takut untuk dinilai pertanyaannya ‘bodoh’ atau bukan pertanyaan yang patut/bagus dipertanyakan, takut untuk dihakimi, malu ketika mendapat perhatian lebih atau menjadi pusat perhatian, takut dinilai tidak memerhatikan guru/dosen, takut dinilai ‘sok’ oleh orang lain, ataupun takut dengan guru/dosennya.
Apa yang harus dibenahi? dari sisi eksternal, saya rasa guru/dosen sebaiknya sering menekankan dan mengingatkan bahwa tidak apa-apa untuk bertanya dan berdiskusi agar rasa takut ini perlahan mereda. Dari aspek internal, saya rasa sebaiknya kita meningkatkan literasi dan motivasi belajar sehingga rasa keingintahuan yang tinggi dan kita aktif untuk bertanya atau diskusi, selain itu kita tidak boleh merasa sombong atau mudah merasa puas terhadap ilmu dan pengetahuan yang sudah kita miliki.

Menurut pendapat saya ada beberapa faktor. Pertama, takut dianggap bodoh. Jujur saja, sejak SD saya sering mendengar kalimat “masa segampang ini aja gak bisa, sih?” setiap kali ada teman yang bertanya, entah dari sesama siswa atau bahkan dari guru. Pengalaman ini sedikit banyak membentuk konsep bahwa bertanya = tidak paham = bodoh dan membuat saya (atau mungkin teman-teman yang lain) merasa kecil diri dan takut jika ingin bertanya. Padahal, tidak seperti itu. Kedua, takut dianggap cari perhatian atau sok. Ketika bertanya, pasti semua orang di kelas akan ikut memperhatikan dan penanya otomatis menjadi pusat perhatian di kelas. Ada beberapa orang yang menganggap bertanya = cari perhatian. Ketiga, memang kurang memperhatikan atau tidak paham sehingga tidak tahu apa yang ingin ditanyakan.

Kalau menurut saya, di Indonesia orang-orangnya bersifat judgemental. Contohnya, orang yang ingin bertanya dianggap cari perhatian, takut disalahkan dan dipermalukan oleh pengajar, terkadang juga mereka yang ingin bertanya ini menjadi public enemy karena dianggap memperlambat jam pulang sekolah. Jadi, orang-orang yang ingin bertanya menjadi takut untuk bertanya karena takut dipermalukan dan dijudge. Selain itu, sistem pendidikan kita masih disuapi oleh pengajar, siswa tidak diasah dan dilatih untuk berpikir kritis sejak di bangku sekolah, sehingga saat menghadapi dunia perkuliahan banyak individu yang tidak siap dengan transisi yang sangat besar tersebut.

Dari pengalaman personal saya sebagai mahasiswa, saya berpendapat bahwa ada 2 faktor tekanan yang membuat siswa tidak aktif bertanya di dalam kelas, yaitu tekanan dari sesama teman dan tekanan dari pengajar.

Tekanan dari teman sesama siswa sekelas

Bel istirahat sudah berbunyi, sang guru sudah bersiap menyelesaikan ceramahnya dan menutup dengan pertanyaan ‘apakah ada yang ingin bertanya?’ dan karena satu anak yang aktif dan menanyakan suatu hal, sang guru malah melanjutkan ceramahnya, membuat anak-anak yang sudah kebelet atau lapar menjadi kesal. Kebanyakan siswa tidak ingin bertanya karena tidak ingin merepotkan atau dibenci sesama siswanya.

Kasus lain adalah, bila dari sekian banyak siswa di kelas, anak tertentu memang biasa bertanya, siswa lain merasa tidak perlu untuk bertanya karena sudah merasa terwakilkan dan tidak perlu ikut menampu beban. Yang mengampu beban sebagai langganan bertanya pun ikut terbebani dan jadi malas aktif bertanya.

Siswa yang aktif bertanya mendapat tekanan dari teman-temannya. Bertanya kepada guru seakan tabu karena dianggap mengkhianati teman-temannya yang lain, menjual teman lainnya yang tidak aktif agar berada di sisi baik guru.

Tekanan dari pengajar sendiri

Kadang cara pengajar melakukan proses belajar mengajar di Indonesia tidak aktif melibatkan siswanya. Tidak ada proses diskusi dua arah, hanya komunikasi satu arah lewat ceramah yang hanya menggunakan satu perspektif. Jelas ini membuat pelajaran tidak menarik dan membuat siswa malas bertanya, itupun jika mereka diberi kesempatan atau tahu mau bertanya apa.

Dalam beberapa kasus, pengajar malah tidak ingin siswanya bertanya. Kurikulum padat dan jam mengajar terbatas, dan pengajar mengejar waktu untuk mengajarkan teori sebanyak mungkin. Seorang siswa yang tidak mengerti dan minta penjelasan ulang jelas merupakan beban di sistem yang buru-buru ini baik ini baik dari teman dan pengajar.

Dari kedua poin di atas, solusi yang menurut saya bisa mengatasi siswa yang kurang aktif adalah dengan mengubah cara mengajar di Indonesia yang pasif dan tidak menarik menjadi dua arah, penuh dengan diskusi, bukan perintah dan beban.

Menurut saya, karena budaya rasa ingin tahu masih terbilang rendah. Siswa/i di Indonesia juga cenderung lebih banyak mendengarkan daripada menggunakan metode seperti diskusi atau yang memicu rasa ingin tahu siswa/i. Selain itu, mengapa mereka malu bertanya adalah karena rasa takut jika hal yang ditanyakan nantinya adalah pertanyaan yang terlalu sepele atau terlalu basic sehingga dapat ditertawakan oleh siswa/i lainnya

Menurut saya karena kultur serta budaya di Indonesia yang tidak ‘memfasilitasi’ seorang siswa untuk bertanya. Menurut beberapa cerita yang saya baca di berbagai forum, kultur di Indonesia cenderung mengolok olok jawaban seseorang ketika jawaban yang dipaparkan salah. Kemudian, sering menyalahkan siswa ketika bertanya sebuah pertanyaan yang menurut sang guru jawabannya sudah ada di buku, padahal belum tentu ada. Padahal dalam sebuah proses belajar, salah adalah suatu hal yang sangat lumrah, dan harusnya dimaklumi dan justru itu hal yang baik, karena dalam hidup, tak melulu kita mengetahui kebenaran, namun juga kesalahan agar kita bisa belajar dari kesalahan tersebut. Kultur yang demikianlah yang akhirnya membuat seorang siswa malu atau enggan bertanya. Mereka seharusnya dihargai ketika mau menjawab atau bertanya, terlepas salah atau tidaknya jawaban mereka, bukan malah menghakimi mereka yang pada akhirnya membuat mental mereka rusak. Inilah kultur di negeri ini yang harus diubah.

Dari pengalaman saya sendiri saya rasa yang membuat malu bertanya adahal karena rasa malas, tidak peduli dengan materi dan peajaran yang diterangkan, tidak tertarik dengan materi itu, merasa cukup saja, atau mungkin benci dengan pelajaran itu. Yang saya lihat sih kebanyakan didasari oleh rasa malas dan kurang peduli dengan materi atau pelajaran yang dijelaskan sehingga membuatnya jika sudah mendengarkan penjelasan itu, ia akan sudah merasa cukup dan segera ingin menyudahi kelas tidak ingin berlama-lama mempelajari hal itu. Ada juga kemungkinan para siswa tidak fokus saat materi di jelaskan sehingga setelah materi selesai disampaikan membuat bingung ingin bertanya apa.

Bisa juga karena penjelasan dari pengajar yang disertai dengan contoh-contoh sudah membuat siswa memahami materi itu. Hal ini pernah saya alami, contohnya pada pelajaran yang presentasi prakteknya lebih banyak dari pada materinya, materinya cenderung lebih pendek. Itu saja pandangan saya mengenai alasan kenapa siswa malas bertanya.