Sekarang sudah bukan zamannya lagi saat sedang belajar di kelas, dosen berceramah berjam-jam, sementara mahasiswa duduk manis menyerap materi yang disampaikan pengajar. Saat ini, pendekatan pembelajaran yang fokus terhadap pengajar (teacher centered) sudah mulai diubah dengan pengajaran berbasis siswa atau Student Centered Learning (SCL). Keaktifan siswa atau mahasiswa di dalam kelas menjadi kunci agar proses pembelajaran berbasis SCL dapat berjalan. Seberapa aktif siswa dan mahasiswa di dalam kelas dapat dilihat dari seberapa sering interaksi yang terbangun, baik antara mahasiswa dan dosen maupun mahasiswa dengan mahasiswa. Dialog setidaknya ditandai aktifnya mahasiswa menjawab pertanyaan yang diberikan pengajar, atau sebaliknya siswa aktif bertanya kepada pengajar.
Namun, meskipun demikian budaya bertanya dalam kelas belum sepenuhnya terbangun di Indonesia. Apalagi model pembelajaran saat ini beralih menggunakan media online. Sesuai dengan pengalaman saya, pembelajaran online ini membuat siswa maupun mahasiswa menjadi lebih pasif di kelas, hanya beberapa orang dan itu-itu saja yang berani mengajukan pertanyaan. Beberapa alasan yang membuat mahasiswa malu dan tidak memiliki keberanian untuk bertanya yaitu adanya suatu ketakutan jika pertanyaan yang diajukan tidak bermutu, tidak berbobot, dan dikira tidak membaca materi pembelajaran. Hal tersebut yang kemudian memicu mereka menjadi mahasiswa yang pasif dan tidak kritis selama di kelas.
Nah, menurut Youdics apa sih yang membuat siswa di Indonesia cenderung malu untuk mengajukan pertanyaan di kelas?