Hal-hal apa saja yang dapat menyebabkan konflik antar negara?

Konflik antarnegara adalah konflik yang terjadi antara dua negara atau lebih. Mereka memiliki perbedaan tujuan dan berupaya memaksakan kehendak negaranya kepada negara lain.

Hal-hal apa saja yang dapat menyebabkan konflik antar negara ?

image

Potensi konflik di setiap negara dapat berbeda-beda. Potensi-potensi konflik yang dominan berdasarkan draf dari Peter Harris dan Ben Reilly, antara lain :

1. Kesenjangan pembangunan/ketidakadilan sosial ekonomi.

Kebijakan suatu pemerintahan yang tidak seimbang kepada suatu kelompok tertentu menyebabkan ketidakpuasan dalam pemerataan hasil-hasilnya, yang seringkali menyebabkan konflik vertikal dan horizontal. Hal ini menciptakan konflik yang mempunyai akibat sosial-ekonomi terhadap masyarakatnya.

Kecenderungan kebijakan pemerintah yang lebih menguntungkan kelompok tertentu dan mengacuhkan kelompok yang lain juga menambah potensi-potensi konflik yang melibatkan emosionalitas dalam aspek komunal.

2. Lemahnya legitimasi dan institusi sosial politik

Perubahan peran pemerintah sebagai fasilitator tidak berjalan dengan segera sehingga reaksi-reaksi masyarakat muncul dalam bentuk kekecewaan dan ketidakpercayaan. Hal ini membuat lembaga-lembaga pemerintah menjadi lemah dalam hal legitimasi dari masyarakat.

Lemahnya legitimasi dan institusi sosial politik mendorong potensi-potensi konflik yang laten menjadi muncul di permukaan. Karena lemahnya legitimasi institusional tersebut maka pilihan untuk menggunakan kekerasan dari berbagai pihak muncul sebagai pilihan yang efektif dan selanjutnya merugikan individu, institusi dan sistem politik dalam jangka waktu yang panjang.

3. Penggunaan kekerasan dalam mewujudkan tertib sosial

Sistem politik yang tidak dapat mengelola hubungan antara pemerintah dan masyarakat dapat berpotensi menciptakan kekerasan. Kekerasan atau tindakan represif yang berlarut-larut baik dilakukan oleh masyarakat maupun elit sengaja dilakukan untuk mewujudkan tertib sosial secara cepat.

Kesadaran atas tindakan yang manusiawi tidak diperhatikan karena dianggap lambat dalam mewujudkan sistem sosial yang tertib, aman dan sejahtera.

4. Pelanggaran Hak-hak Asasi Manusia (HAM)

Tindakan kekerasan merupakan pelanggaran hak-hak asasi manusia yang akhirnya menimbulkan konflik dan korban dalam jumlah besar. Hak-hak sosial, ekonomi dan budaya serta hak-hak sipil dan politik telah dilanggar karena kebijakan-kebijakan sosial ekonomi dan politik tidak menghitung efek-efek samping berupa tindakan-tindakan yang tidak manusiawi dalam hubungan-hubungan sosial ekonomi dan politik antara masyarakat dan pemerintah.

5. Isu agama

Agama mengajarkan nilai-nilai kebaikan dan kesejahteraan. Pada situasi sosial, ajaran keagamaan mendapatkan konteks penafsiran yang luas dan tergantung pada ideologi kelompok sosial-keagamaan tertentu. Ajaran agama yang ditafsirkan secara ideologis cenderung tidak toleran dan berakibat pada hubungan-hubungan sosial para pemeluk agama.

Pemeluk agama yang memakai isu-isu agama yang tidak toleran berpotensi menimbulkan konflik-konflik sosial dengan pemeluk agama lain atau pemeluk kepercayaan yang dianggap tidak beragama.

6. Tindak kekerasan militer dan pertentangan elit

Sistem pertahanan dan keamanan yang kurang berorientasi ke luar kawasan, cenderung mengambil posisi elit dalam sosial ekonomi dan politik. Selama ini, kebijakan pertahanan dan keamanan tidak dibicarakan di ruang publik secara meluas oleh seluruh warga negara. Sehingga antara warga negara yang sipil dan militer lebih berada dalam situasi kesalahpahaman dan berlanjut dalam tindak kekerasan militeristik.

Pertentangan-pertentangan elit, baik antara elit sipil dan militer, mempunyai akibat buruk pada masyarakat luas yaitu hilangnya kemandirian dalam menyelesaikan konflik secara damai. Konflik sosial yang ada senantiasa diselesaikan dengan jalan kekerasan yang diharapkan dapat segera tuntas namun menyimpan potensi-potensi konflik yang baru.

7. Melemahnya mekanisme tradisional dan memudarnya identitas budaya asli.

Modernisasi pembangunan selama ini mempunyai efek-efek pada lembaga-lembaga adat, lembaga agama yang telah menyatu dengan budaya lokal serta nilai-nilai tradisi yang menyertainya. Perhitungan sosial-ekonomi yang rasional telah menggantikan modal sosial dalam mekanisme tradisional menjadi modal keuangan dalam pengertian sempit yaitu untung-rugi.

Mekanisme tradisional yang berlandaskan lingkungan setempat itu pudar bersamaan dengan identitas budaya asli. Krisis identitas, dalam artian, tidak relevannya nilai-nilai lama dan belum kokohnya nilai-nilai baru, membuat elit dan masyarakat tidak percaya sepenuhnya untuk mentransformasikan mekanisme tradisional dan identitas budaya dalam konteks identifikasi dini konflik-konflik sosial. Keduanya justru menjadi kendala dalam menyelesaikan konflik dan sekaligus sebagai potensi konflik-konflik sosial yang sulit untuk ditangani secara singkat.

8. Intervensi asing

Situasi pemerintah yang kurang legitimasi politik, penurunan pendapatan ekonomi masyarakat serta kurangnya lapangan pekerjaan membuat pihak luar negeri (asing) mudah masuk ke lokasi rawan konflik. Konflik-konflik etnis atau pemeluk agama yang berawal dari penguasaan sumber daya alam, sangat mudah mengundang masuknya intervensi asing.

Di satu sisi, intervensi asing berguna sebagai pihak yang netral untuk mendorong perdamaian, namun di sisi lain pihak asing menambah potensi konflik yang telah ada.