Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya konflik organisasi ?

Konflik organisasi adalah ketidaksesuaian antara dua atau lebih anggota atau kelompok organisasi yang timbul karena adanya kenyataan bahwa mereka harus membagi kegiatan-kegiatan kerja karena kenyataan bahwa mereka mempunyai perbedaan status,tujuan,nilai atau persepsi.

Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya konflik organisasi ?

1 Like

Suatu konflik tidak selalu merugikan, didalam organisasi konflik diperlukan dan diciptakan bahkan diakui eksistensinya. Sehubungan dengan ini perlu pula dikatakan bahwa konflik bukan merupakan tanda kelemahan organisasi atau bukti kegagalan pimpinannya.

“konflik seperti halnya rasa sakit, merupakan pertanda bahwa suatu organisasi sedang berada dalam atau sedang berdiri di ambang kesulitan. Suatu organisasi atau sistem sosial yang berusaha menekan adanya konflik, melarang pengungkapan perbedaan pendapat, kehilangan umpan balik untuk memperbaiki diri dan menciptakan stabilitas”. (Adam, 2009:170)

Walaupun demikian pemimpin perlu memahami beberapa sebab yang dapat memahami suatu konflik, terutama untuk mendapatkan manfaat dalam menanganinya serta mampu menciptakan perilaku organisasi yang berguna bagi peningkatan efektivitas organisasi.

Organisasi sebagai kumpulan individu tidak terlepas dari persoalan konflik dalam mencapai tujuan, karena itu agar konflik dapat berdampak positif bagi kelangsungan organisasi harus dikelola secara baik dengan mengetahui faktor-faktor yang menjadi penyebabnya.

Ada beberapa sumber konflik dalam sebuah organisasi :

  1. Faktor Komunikasi (communication factors) : disebabkan oleh kesalahan komunikasi atau komunikasi yang kurang baik antar bawahan,antar pimpinan ataupun antar bawahan dan pimpinan.

  2. Faktor Struktur tugas maupun struktur organisasi (job structure or organization structure) : disebabkan oleh kurang baiknya susunan struktur organisasi yang dibuat

  3. Faktor yang bersifat personal (personal factors) : disebabkan oleh faktor individu yang memang sudah saling memilki konflik satu sama lainnya

  4. Faktor lingkungan (environmental factors) : faktor lingkungan yang kurang mendukung organisasi tersebut

1 Like

McShane and Glinow (2008), menyatakan bahwa konflik dalam organisasi dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti: adanya saling ketergantungan, perbedaan tujuan dan prioritas, faktor birokrasi (lini-staf), kriteria penilaian prestasi yang tidak tepat, dan persaingan atas sumber daya yang langka.

  1. Saling ketergantungan tugas
    Ketergantungan tugas terjadi jika dua atau lebih kelompok tergantung satu sama lainnya dalam menyelesaikan tugasnya. Potensi meningkatnya konflik tergantung pada sejauh mana kadar dari saling ketergantungan tersebut. Semakin tinggi saling ketergantungan maka semakin tinggi kemungkinan timbulnya konflik.Ada tuga jenis ketergantungan yaitu :

    • Ketergantungan yang dikelompokkan
      Ketergantungan yang dikelompokkan terjadi jika masing-masing kelompok dalam melakukan aktivitasnya tidak tergantung antara kelompok yang satu dengan yang lainnya, akan tetapi prestasi yang dikelompokkan akan menentukan prestasi organisasi secara keseluruhan. Potensi timbulnya konflik dengan adanya ketergantungan yang dikelompokkan relatif rendah.

    • Ketergantungan berurutan
      Ketergantungan berurutan terjadi jika suatu kelompok baru dapat memulai tugasnya jika kelompok yang lainnya telah menyelesaikan tugasnya. Ketergantungan seperti ini sangat potensial menimbulkan adanya konflik. Dalam perusahaan karoseri misalnya, bagian pengecatan baru dapat memulai tugasnya jika bagian pengelasan telah menyelesaikan tugasnya.

    • Ketergantungan timbal balik
      Ketergantungan timbal balik terjadi jika prestasi kelompok saling tergantung antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lainnya. Saling ketergantungan timbal balik terjadi pada berbagai organisasi, seperti berbagai unit dalam lembaga rumah sakit: bagian rontgen, bagian laboratorium, bagian kebidanan, dan bagian anestesia semuanya tergantung pada keahlian satu sama lainnya dalam menyembuhkan pasien.

  2. Perbedaan tujuan dan prioritas
    Perbedan orientasi dari masing-masing subunit atau kelompok mempengaruhi cara dari masing- maising subunit atau kelompok mengejar tujuannya, dan seringkali tujuan dari masing-masing subunit tersebut saling bertentangan. Tujuan bagian produksi adalah memproduksi barang dengan biaya yang rendah dengan proses produksi yang sama dalam jangka panjang, yang berarti model, warna dan jenis sangat sedikit. Tujuan ini bertentangan dengan tujuan bagian pemasaran yang mencoba untuk meningkatkan penjualan dengan menjanjikan kepada konsumen barang dengan corak yang unik, warna yang anggun dan dapat melayani konsumen dengan segera. Bagian pemasaran juga menginginkan produk dijual denagn kredit dan pembayaran pertama dapat ditunda tiga bulan. Akan tetapi bagian kredit menghendaki pembayaran dengan kas.

  3. Faktor birokratik (lini-staf)
    Jenis konflik birokrasi yang bersifat klasik adalah konflik antara fungsi atau wewenang garis dan staf. Fungsi atau wewenang garis adalah terlibat secara langsung dalam menghasilkan keluaran organisasi. Manajer lini atau garis mempunyai wewenang dalam proses pengambilan keputusan dalam lingkup bidang fungsionalnya. Sedangkan fungsi staf adalah memberikan rekomendasi atau saran dan tidak berhak mengambil suatu keputusan. Di beberapa organisasi orang-orang yang berada dalam fungsi ini menganggap dirinya sebagai sumber organisasi yang menentukan dan orang- orang yang berada dalam fungsi staf sebagai pemain kedua. Kondisi seperti ini menimbulkan adanya konflik dalam organisasi.

  4. Kriteria penilaian prestasi yang saling bertentangan/tidak tepat
    Mungkin konflik antar subunit dalam organisasi tidak disebabkan oleh karena tujuan yang saling bertentangan, tetapi karena cara organisasi dalam menilai prestasi yang dikaitkan dengan perolehan imbalan membawanya ke dalam konflik. Contoh, konflik yang terjadi antara bagian produksi dan bagian pemasaran. Bagian pemasaran meminta pada bagian produksi agar bagaian produksi mampu memproduksi sesuai dengan permintaan pasar, dalam arti produksi yang dibuat bervariasi dan jadwal waktu proses produksi dibuat luwes sehingga dapat memenuhi permintaan konsumen yang mendadak dengan cepat. Akibatnya biaya produksi menjadi meningkat. Jika sistem imbalan yang diberikan organisasi menguntungkan bagian pemasaran yang memperoleh kenaikan bonus karena kenaikan penjualan, sedangkan bagian produksi tidak mendapatkan bonus kaena biaya produksi meningkat maka konflik akan segera muncul.

  5. Persaingan terhadap sumber daya yang langka.
    Persaingan dalam memperebutkan sumber daya tidak akan menimbulkan konflik bila sumberdaya yang tersedia secara berlimpah sehingga masing-masing subunit dapat memanfaatkannya sesuai dengan kebutuhannya. Namun bila sumber daya yang ada tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dari masing-masing subunit, maka masing-masing subunit berupaya untuk mendapatkan porsi sumberdaya yang langka tersebut lebih besar dari yang lain maka konflik mulai muncul. Sumber daya yang paling sering menimbulkan konflik adalah sumberdaya keuangan karena sumber daya tersebut pada sebagain besar organisasi merupakan sumber daya yang langka. Dan subunit akan cepat berkembang bila didukung sumber daya keuangan yang memadai.

  6. Sikap menang kalah
    Jika dua kelompok bersaing kalah menang, maka dengan mudah dipahami mengapa konflik itu terjadi. Dalam kondisi seperti ini maka ada kelompok yang menang dan ada kelompok yang kalah. Kondisi yang memungkinkan terjadinya sikap menang-kalah :

    • Jika suatu kelompok hanya mengejar kepentingan saja
    • Jika kelompok tertentu mencoba untuk meningkatkan kekuasaan posisinya
    • Jika kelompok tertentu menggunakan ancaman untuk mencapai tujuan
    • Jika kelompok tertentu selalu berusaha untuk mengeksploitasi kelompok yang lain
    • Jika kelompok tertentu berusaha mengisolasi kelompok yang lain.

Faktor Penyebab konflik dalam suatu manajemen organisasi yaitu:

  • Perbedaan individu yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan. Misalnya, manager ingin mengadakan suatu pesta untuk merayakan kesuksesannya, namun ada pegawai lain yang tidak suka dengan cara managernya itu karena menganggap menghamburkan uang.

  • Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda. Seseorang akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian kelompok/organisasi. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik.

  • Perbedaan kepentingan antara individu dan kelompok. Misalnya perbedaan kepentingan dalam hal pemanfaatan hutan. Para tokoh masyarakat menanggap hutan sebagai kekayaan budaya yang menjadi bagian dari kebudayaan mereka sehingga harus dijaga dan tidak boleh ditebang. Para petani menebang phon-pohon karena dianggap sebagai penghalang bagi mereka membuat kebun atau lading. Masih banyak bagi perbedaan sesuai dengan kepentingan masing-masing individu maupun kelompok.

  • Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam suatu organisasi. Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial. Misalnya saat manajer ingin rapat dengan pegawai nya dan sudah menentukan jadwal. Namun pada hari yang sudah ditentukan manajer tidak dapat melaksanakan rapat dan memberi tahu pegawainya secara mendadak. Disitulah terjadi konflik antara manajer dan pegawainya.

Timbulnya konflik yang terjadi dalam organisasi tidak lepas dri beberapa sumber masalah yang ada, seperti konflik yang terjadi dalam diri individu, konflik antar pribadi, dan konflik antar kelompok.

1. Konflik dalam diri individu

Konflik-konflik dapaat muncul karena kelebihan beban (role overloads) dan ketidakmampuan peranan orang yang bersangkutan (person-role incompatibilities). Konflik dapat terjadi apabila mendapatkan “beban berlebihan” atau apabila menerima tanggungjawab yang terlampau banyak.

Konflik dalam diri individu berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai (goal conflict) dan konflik yang berkaitan dengan peran dan ambigius.

  • Konflik yang berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai (goal conflict)

    Menurut Wijono (1993), terdapat tiga jenis konflik yang berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai (goal conflict), yaitu:

    1. Approach-Approach conflict, dimana orang didorong untuk melakukan pendekatan positif terhadap dua persoalan atau lebih, tetapi tujuan-tujuan yang dicapai saling terpisah satu sama lain.

    2. Approach-Avoidance Conflict, dimana orang didorong untuk melakukan pendekatan terhadap persoalan-persoalan yang mengacu pada satu tujuan dan pada waktu yang sama didorong untuk melakukan terhadap persoalan-persoalan tersebut dan tujuannya dapat mengandung nilai positif dan negatif bagi orang yang mengalami konflik tersebut.

    3. Avoidance-Avoidance Conflict, dimana orang didorong untuk menghindari dua atau lebih hal yang negatif tetapi tujuan-tujuan yang dicapai saling terpisah satu sama lain.

  • Konflik yang berkaitan dengan peran dan ambigu

    Di dalam organisasi, konflik seringkali terjadi karena adanya perbedaan peran dan ambigu dalam tugas dan tanggung jawab terhadap sikap-sikap, nilai-nilai dan harapan-harapan yang telah ditetapkan dalam suatu organisasi. Filley and House memberikan kesimpulan atas hasil penelitiannya mengenai konflik peran didalam organisasi, yang dicatat melalui indikasi-indikasi yang dipengaruhi oleh empat variabel pokok, yaitu :

    1. Mempunyai kesadaran akan terjadinya konflik peran.

    2. Menerima kondisi dan situasi bila muncul konflik yang bisa membuat tekanan-tekanan dalam pekerjaan.

    3. Memiliki kemampuan untuk mentolelir stres.

    4. Memperkuat sikap/sifat pribadi lebih tahan dalam menghadapi konflik yang muncul dalam organisasi.

2. Konflik antar pribadi

Konflik antar pribadi terjadi antara seorang individu atau lebih. Sifatnya kadang-kadang adalah subtantif atau emosional. Setiap orang pernah mempunyai pengalaman dengan konflik antar pribadi, yang disebabkan oleh karena berupa konfrontasi dengan satu orang atau lebih.

Menurut Stevenin (2000), terdapat beberapa faktor yang mendasari munculnya konflik antar pribadi di dalam organisasi, antara lain :

  1. Pemecahan masalah secara sederhana. Fokusnya tertuju pada penyelesaian masalah dan orang-orangnya tidak mendapatkan perhatian utama.

  2. Penyesuaian/kompromi. Kedua pihak bersedia saling memberi dan menerima, namun tidak selalu langsung tertuju pada masalah yang sebenarnya.

  3. Tidak sepakat. Tingkat konflik ini ditandai dengan pendapat yang diperdebatkan sehingga dapat kedua belah pihak mengambil sikap untuk menjaga jarak. Sebagai manajer, manajer perlu memanfaatkan dan menunjukkan aspek-aspek yang sehat dari ketidaksepakatan tersebut tanpa membiarkan terjadinya perpecahan didalam kelompok.

  4. Kalah/menang. Ini adalah ketidaksepakatan yang disertai sikap bersaing yang amat kuat. Pada tingkat ini, sering kali pendapat dan gagasan orang lain kurang dihargai. Sebagian di antaranya akan melakukan berbagai macam cara untuk memenangkan pertarungan.

  5. Pertarungan. Ini adalah konflik “penembak misterius”. Orang-orang yang terlibat di dalamnya saling menembak dari jarak dekat kemudian mundur untuk menyelamatkan diri. Bila amarah meledak, emosi pun menguasai akal sehat. Orang-orang akan saling berselisih satu sama lain.

  6. Keras kepala. Ini adalah mentalitas “dengan caraku atau tidak sama sekali”. Satu-satunya kasih karunia yang menyelamatkan dalam konflik ini adalah karena biasanya hal ini tetap mengacu pada pemikiran yang logis. Meskipun demikian, tidak ada kompromi sehingga tidak ada penyelesaian.

  7. Penyangkalan. Ini adalah salah satu jenis konflik yang paling sulit diatasi karena tidak ada komunikasi secara terbuka dan terus-terang. Konflik hanya dipendam. Konflik yang tidak bisa diungkapkan adalah konflik yang tidak bisa diselesaikan.

3. Konflik antar kelompok

Konflik antar kelompok merupakan hal yang lazim terjadi pada organisasi, yang dapat menyebabkan upaya koordinasi dan integrasi menjadi sulit dilaksanakan. Dalam setiap kasus, hubungan antar kelompok perlu dikelola dengan tepat, guna memelihara kerjasama dan untuk mencapai hasil-hasil konstruktif, dan mencegah timbulnya hasil-hasil destruktif yang dapat timbul karena adanya konflik-konflik tersebut.