Bagaimana tahapan terjadinya konflik dalam organisasi terjadi ?

Konflik yang terjadi dalam organisasi dalam batas-batas tertentu diperlukan dalam rangka kemajuan dan perkembangan organisasi. Pandangan negatif masyarakat tentang konflik disebabkan konflik yang muncul di permukaan sering merupakan konflik yang bersifat destruktif.

Dalam organisasi terdapat dua jenis konflik:

1. Konflik fungsional

Konflik ini berkaitan dengan pertentangan antar kelompok dan bermanfaat bagi peningkatan efektivitas dan prestasi organisasi. Menurut Cherrington (1989), dari hasil penelitian tentang proses pengambilan keputusan kelompok, diperoleh kesimpulan bahwa konflik dapat menghasilkan banyak manfaat positif bagi organisasi jika dikelola dengan baik.

Konflik fungsional dapat mengarahkan pada penemuan cara lebih efektif untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan perubahan lingkungan sehingga organisasi dapat berkembang.

2. Konflik disfungsional

Konflik disfungsional berkaitan dengan pertentangan antar kelompok yang merusak atau menghalangi pencapaian tujuan organisasi. Sebagian organisasi dapat mengelola konflik yang terjadi sehingga memiliki dampak fungsional. Namun ada organisasi yang mengalami konflik pada tingkat yang lebih besar dari yang diinginkan (fungsional), prestasi akan muncul jika konflik dapat dikurangi.

Jika konflik yang terjadi tidak dapat ditangani dan mengarah kepada konflik disfungsional, maka akan menurunkan prestasi organisasi.

Bagaimana sebuah konflik didalam sebuah organisasi terjadi ? Apa saja faktor-faktor penyebab terjadinya konflik di manajemen organisasi ?

2 posts were merged into an existing topic: Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya konflik organisasi ?

Louis R. Pondy dalam McShane and Glinow (2008)telah mengembangkan suatu model yang dapat dipergunakan untuk menganalisis konflik yang terjadi dalam organisasi. Konflik yang terjadi dalam organisasi meliputi lima tahapan yaitu :

  1. Tahap pertama: Konflik yang bersifat laten

    Konflik yang terjadi tidak seketika, tetapi potensi untuk munculnya konflik tetap ada yaitu bersifat laten, oleh karena operasi organisasi itu sendiri. Menurut model ini konflik terjadi karena adanya deferensisi secara vertikal dan horizontal, yang mengarah kepada pembentukan subunit yang berbeda dengan tujuan yang berbeda dan bahkan sering kali dengan persepsi yang berbeda tentang cara terbaik untuk mencapai tujuan. Misalnya manajer dari berbagai departeman fungsional maupun divisi sependapat tentang tujuan utama dari perusahaan adalah mengoptimalkan kemampuan perusahaan untuk menciptakan nilai (value) dalam jangka panjang. Akan tetapi mereka berbeda pendapat tentang cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut.

  2. Tahap kedua: Konflik yang dipersepsikan (perceived conflict)

    Konflik ini terjadi ketika suatu kelompok atau subunit menganggap atau mempunyai persepsi bahwa tujuannya mulai dihalangi oleh tindakan dari kelompok yang lain. Dalam tahap ini masing-masing subunit atau kelompok mulai menentukan kenapa konflik itu muncul dan menganalisis kejadian- kejadian yang menyebabkannya. Masing-masing kelompok mencari asal mula timbulnya konflik dan membuat suatu skenario yang menerangkan masalah-masalah yang dialami dengan subunit yang lain.

    Bagian pabrik misalnya menyadari bahwa penyebab masalah yang dihadapi dalam produksi adalah cacatnya bahan-bahan yang dipakai. Setelah bagian produksi melakukan penelitian, mereka menemukan bagian material selalu membeli bahan-bahan baku dari pemasok yang menawarkan harga yang terendah dan tidak mencoba mengembangkan suatu kerjasama jangka panjang yang dapat meningkatkan kualitas dan reliabilitas dari bahan-bahan tersebut. Dalam praktik bagian material melakukan pengurangan biaya bahan baku dalam rangka memperbaiki fungsinya, tetapi meningkatkan biaya manufaktur atau biaya pabrik meningkat karena banyaknya bahan baku yang tidak dapat dipakai dan merusak tujuan bagian pabrik. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa bagian pabrik menganggap bahwa bagian material menghalangi tujuannya.

  3. Tahap ketiga: Konflik yang dirasakan (felt conflict)

    Subunit atau kelompok yang sedang mengalami konflik dengan cepat mengembangkan tanggapan emosional kearah satu sama lainnya. Khususnya subunit yang memiliki hubungan dekat dan mengembangkan suatu pertentangan secara mental dan menyalahkan subunit yang lain. Sekali konflik meningkat, kerjasama diantara subunit menurun dan demikian pula halnya efektivitas organisasi juga menurun. Kesulitan mengembangkan produk baru dengan cepat jika bagian penelitian dan pengembangan, bagian material dan bagian pabrik berselisih paham tentang kualitas dan spesifikasi dari produk akhir.

  4. Tahap keempat: Konflik yang dimanifestasikan

    Tahap keempat terjadi jika suatu subunit kembali mencoba untuk menghalangi tujuan dari subunit yang lainnya. Wujud dari konflik tahap keempat ini bisa bermacam-macam. Pergolakan yang terjadi pada para puncuk pimpinan sering terjadi karena seseorang berupaya mempromosikan dirinya sendiri dengan mengorbankan orang lain dalam organisasi.

  5. Tahap kelima: Ekor konflik

    Konflik yang terjadi dalam organisasi akan teratasi dengan beberapa cara, seringkali melalui keputusan yang diambil oleh manajer senior/manajer punjak. Demikian pula jika sumber dari konflik tidak segera diatasi maka cepat atau lambat perselisihan dan permasalahan yang menyebabkan konflik akan muncul kembali dalam kontek yang berbeda.

Setiap tahapan dari konflik meninggalkan suatu buntut konflik yang berpengaruh terhadap cara masing-masing kelompok bereaksi terhadap konflik yang mungkin akan terjadi dimasa yang akan datang. Jika konflik dapat dipecahkan sebelum mencapai tahap konflik manifestasi, maka buntut konflik akan meningkatkan hubungan kerja yang baik dimasa yang akan datang. Jika konflik yang terjadi tidak teratasi sampai akhir dari tahap konflik-manifertasi, ekor konflik akan mengakibatkan hubungan kerja yang tidak baik diwaktu yang akan datang, dan budaya organisasi akan diracuni oleh hubungan tidak bersahabat yang bersifat permanen.