Dictio Moviephile Community: Identitas Budaya dalam Film Tenggelamnya Kapal Van der Wijck (2013)

menurut saya iya, terutama dalam hal pernikahan. keluarga yang masih mempertahankan adatnya agar menikah sesuai aturan adatnya seperti sesama minang harus nikah dengan orang turunan minang juga dan melihat keluarganya berasal dari orang berada atau tidak.

1 Like

Pandangan yang sangat membedakan antarbudaya di Indonesia ini menurut saya memang nyata terjadi, tetapi berapa puluh tahun yang lalu. Saat ini, khususnya daerah perkotaan, latar belakang budaya yang berbeda tidak lagi menjadi suatu masalah. Bahkan, dapat banyak kita temui kasus pencampuran budaya melalui pernikahan terjadi di Indonesia.

1 Like

Menurut saya, Tenggelamnya Kapal van der Wijck menggambarkan bagaimana sebagian masyarakat Indonesia memandang keragaman budaya yang kita miliki. Ada masyarakat yang mensyaratkan pertemanan atau pernikahan harus dengan yang memiliki agama dan budaya yang sama, ada juga masyarakat yang tidak berpikir demikian. Hal tersebut tergantung pada kepercayaan dan kebiasaan masyarakat. Dalam persoalan bisnis, pendidikan, sosial, hukum, ekonomi sudah sepatutnya masyarakat Indonesia untuk bisa saling toleransi dan menjaga semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Namun untuk persoalan pernikahan, hal ini masih menjadi pro kontra dan sebagian besar menyesuaikan dengan kepercayaan yang dianut oleh orang tua. Misal orang tua percaya dan menginginkan anaknya untuk memiliki ras dan agama yang sama, namun sang anak mempertahankan keinginannya untuk tetap menikahi pasangannya yang berbeda ras atau agama dengannya. Konsekuensinya orang tua dapat sedih akan hal itu, tidak menyetujui pernikahan sang anak, bahkan ada juga yang mengusir dan tidak mau menerima anaknya kembali. Pada akhirnya keputusan berada di tangan kita, apakah kita memilih untuk taat kepada orang tua kita atau mengabaikan keinginan orang tua kita.
Misal orang tua tidak membatasi anaknya dalam memilih pasangannya, dan sang anak memilih pasangan yang berbeda ras atau agama dengannya. Hal tersebut tidak juga menjamin bahwa pernikahan yang mereka jalani akan bahagia selamanya, tergantung pada bagaimana pasangan tersebut menjaga pernikahan mereka.

1 Like

Bisa dikatakan iya, kenapa? Karena di dalam film ini menggambarkan salah satu adat yang ada di indonesia tepatnya yakni adat minangkabau yang dianggapnmenjadi salah satu adat yang mempunyai aturan ketat dan mungkin aturan tersebut masih terus dilaksanakan turun temurun hingga saat ini, di dalam film tersebut digambarkan bahwasanya seorang perempuan minang tak boleh menikah dengan seorang pria yang tak memilki darah minang atau tak jelas asal muasalnya, hal itu terbukti dari kejadian ketika zainuddin seorang pemuda dengan kondisi melarat yang lahir dari ibu berdarah bugis dan bapak berdarah minang yang mencoba pergi ke kampung halaman bapaknya, Padang Panjang. Yang kemufian dia bertemu dengan seorang gadis minang dari keluarga terpandang bernama Hayati, dan kemudian mereka saling jatuh cinta. Akan tetapi, masyarakat minang menganggap zainudin bukan bagian dari mereka dikarekana ibu zainudin bukanlah orang minang.

Dikarenakan zainudin sudah benar benar jatuh cinta dengan Hayati, akhirnya Zainudin memberanikan diri untuk datang ke rumah Hayati dan melamarnya. Akan tetapi sayangnya keluarga Hayati menolak mentah mentah keinginan zainudin dan keluarga Hayati lebih memilih menjodohkan Hayati dengan seorang pria yang dianggap sebagai lelaki minang tulen dan kaya raya, pria tersebut bernama Azis

1 Like

Film ini adalah kisah fiksi yang sangat mengharukan dan berakhiran sedih sebagaimana ternyata Zainudin dan Hayati sebenarnya masih saling mencintai tetapi mereka tidak dapat bersama lantaran Hayati meninggal dunia. Film ini juga digadang gadang sebagai Titanic-nya Indonesia sebab sama sama berhubungan dengan kapal laut. Dalam film ini sangat kental sekali budaya Minang dimana Zainudin tidak dapat disebut sebagai orang Minang asli lantaran ia hanya memiliki darah Minang dari bapaknya, dalam adat istiadat Minang seseorang dapat diakui sebagai keturunannya berdasarkan dari ibunya atau disebut matrialisme, sehingga membuat Zainudin merasa sedih dan kecewa.

Hingga dalam praktiknya, masyarakat Indonesia masih sangat memegang budayanya, akan tetapi terkadang budaya budaya tersebut juga makin lama hilang tertelan peradaban zaman dan moderenisasi, hingga dalam pernikahan pun masyarakat Indoensia masih banyak yang ingin menikah dengan yang satu sukunya supaya keturunan mereka tidak bingung terhadap identitasnya, tetapi balik lagi ke personal masing masing bagaimana mereka mau menjalankan hal tsb, lihatlah lagi bahwa Indonesia adalah negara yang majemuk dan rasa cinta seseorang tidak memiliki batasan seperti apa.

1 Like

Dilihat dari realita keadaan pemikiran masyarakat Indonesia, memang film ini cukup merefleksikan bagaimana masyarakat Indonesia menanggapi keberagaman budaya Indonesia. Namun, tak sedikit juga yang tentunya bangga dan mencintai perbedaan budaya di Indonesia. Tetapi, bagi mereka yang masih memiliki kekentalan adat dan budaya di daerahnya, meskipun zaman sudah modern, mereka akan tetap menjadikan ketentutan-ketentuan khusus dari adatnya sebagai pedoman dalam hidup. Misal, dalam hal pernikahan, keturunan, jati diri, sikap dan perlakuan.

1 Like

Film ini merupakan film yang terdapat adat dan budayanya masih melekat disetiap scenesnya. Menggambarkan tokoh yang memerankan sebagai seorang suku minang dengan dua latar kehidupan yang berbeda. Di kehidupan myatapun tak jarang kita menemui bahwa masih banyak terjadinya pernikahan antar suku yang terlihat lebih disetujui oleh pihak keluarga daripada menikah dengan orang luar suku. Bahkan terdapat suku tertentu yang memang harus menikah dengan suku yang sama untuk dapat mempertahkan sesuatu yang ada kaitannya dengan keluarga besar

1 Like

Lebih tepatnya refleksi budaya dan perspektif masyarakat di masa itu. Di masa itu pemikiran masih belum terbuka seperti sekarang, perkawinan dengan beda suku tidak banyak dilakukan seperti sekarang, belum lagi tradisi dan stereotype suku masih kental sekali, terutama soal budaya menikah wajib 3B (bibit, bebet, bobot) pun sampai sekarang masih ada yang menerapkan.

Kemudian, terkait Zainuddin, dia merasakan krisis identitas yang sering kali dirasakan oleh orang blasteran. Dalam kasus ini sebut saja blasteran suku. Zainuddin merasa tidak diterima di kedua kampungnya, baik di minang maupun di tanah bugis. Ini juga sudah disinggung di salah satu scene.

Menurut saya dalam film ini budaya yang diceritakan masih sangat kental, itu dibuktikan dengan adanya scene dimana hayati dipaksa menikah dengan aziz hanya karena budaya mereka sama. Lalu dilarang menikah dengan zainnudin hanya karena zainuddin tidak pure orang minang. Di Indonesia ini masih banyak orang-orang tua yang ingin menikahkan anaknya dengan satu marga yang sama dan menentang keras menikah dengan marga atau suku yang berbeda. Hal ini mungkin agar marganya tetap ada hingga keturunan kesekian. Tetapi jika hal itu diterapkan pada zaman seperti sekarang, Zaman digital, dimana semua orang dapat bertemu dan berkenalan secara online dengan banyaknya suku dan budaya maka, kemungkinan untuk menyukai seseorang dari beda suku akan besar. Oleh karena itu lebih baik agar budaya kita dapat bervariasi dan saling menghargai satu sama lain mungkin alangkah lebih baiknya jika tidak dibatasi seperti itu. Sehingga orang-orang pun bisa menerapkan makna dari “Bhineka Tunggal Ika” semboyan dari negara yang kami miliki.

Menurut saya di film ini sangat bagus sekali menggambarkan banyaknya budaya di indonesia namun terkadang karena budaya tersebut sangat melekat kuat pada setiap orang dari daerah tempat asalnya masing-masing menyebabkan konflik yang susah untuk di cari solusinya terutama dalam pernikahan di Indonesia masih banyak masyarakat yang merasa jika mereka memiliki suku tertentu maka di harapkan dapat menikah dengan orang yang berasal dari suku yang sama sehingga bisa melanjutkan keturunan dengan suku yang sama juga

menurut saya, dalam film ini menunjukkan bahwa di Indonesia memiliki banyak aturan adat baik tertulis maupun tidak yang harus ditaati oleh masyarakatnya. Jika ada salah satu atursan adat yang tidak diikuti akan kena masalah seperti halnya dalam film ini, misalnya pada adat dalam pernikahan yang harus satu daerah.

Menurut ku film tenggelamnya kapal van der wijck salah satu film yg mencondongkan bagaimana budaya masyarakat dahulu tetap menjadi pedoman, dan terus menjadi turun menurun. Contohnya pernikahan karna walaupun ini sudah jaman modern tetapi adat istiada suku itu masih dilakukan karna menghormati budaya yg ada. Dan menurutku pasti sebagian besar masyarakat indonesia juga masih melakukan tradisi tradisi mereka masingmasing sesuai suku nya terutama pada pernikahan.

Setuju banget sama pernyataannya. Dalam film ini adat istiadat masih sangat kuat sebagian irang masih memprioritaskan orang yang mempunyai adat yang sama. Film ini sebenarnya menggambarkan tentang keragaman adat yang ada di indonesia. Namun film ini juga menggambarkan bahwa terkadang masyarakat lebih mementingkan adatnya sendiri dibanding dengan lebih demojratis terhadap orang lain

menurut saya film ini tentang masih melekatnya kebudayaan dan adat istiadat tentang pernikahan dan alur cerita yang dapat membawa suasana kesedihan kepada penonton

Cukup padat untuk menyimpulkan ke realitas sosiokultural Indonesia. Pasalnya masih sering terjadi dmn pasangan mengutamakan yang sedaerah, bukan sedarah ya. Namun ga menutup kemungkinan ada juga yang beda, untuk membuat keturunan baru yang unik dan berbeda daerah dari orangtuanya. Menurutku, adanya keragaman justru baik untuk saling bertukar gagasannya dan membagikan sedikit lebih besar untuk pengalaman menduduki geografi masing-masing semasa lampau.

Setuju, hal ini yang berakibat justru mengeratkan homogenitas suatu tribal di masyarakat. Pdhl homogenitas yg bikin perubahan sosbud bisa terhambat

Ya hal demikian amat dapat memperkeruh suatu kedamaian dalam sosial budaya. Solusinya harus berusaha dari kitanya untuk membuka diri dengan budaya lain agar tidak terjadi dikotomi sosial.