Benarkah sharing di media sosial adalah kedok dari pamer?

Saya pikir adiksi media sosial berangkat dari ambisi manusia untuk diakui dan dilihat oleh dunia. Perasaan itu mendorong orang untuk terus menunjukkan hal-hal yang dia ingin orang lain lihat tentang dirinya. Misalnya dengan “membagikan” momen-momen menyenangkan, opini terhadap suatu hal, kegiatan harian, barang baru dan lain sebagainya. Entahlah, mungkin ini nyinyir, tapi saya mulai berpikir kalau sebenarnya dibalik kegiatan sharing tadi sebetulnya seseorang hanya ingin memamerkan dirinya dan apa yang dia miliki. Bagaimana menurut kalian mengenai hal ini?

3 Likes

Ada berbagai tipe dan motif orang dalam bermedsos yang saya perhatikan. Pertama adalah mereka yang menjadikan medsos sebagai diary harian, apapun tentang kegiatan yang mereka lakukan akan tercatat dalam akun facebook atau instagram.Tipe orang seperti ini saya yakin tidak pernah berniat pamer, istilahnya mau dapat like dan komentar Alhamdulillah enggak juga ya bodoamat.

Tipe yang kedua adalah mereka yang menjadikan medsos sebagai tempat curhat, orang seperti ini sejatinya adalah orang kesepian yang butuh perhatian. Mereka berharap dengan membagikan masalah ke ruang publik maka ia akan mendapat banyak dukungan dan perhatian. Orang seperti ini bisa jadi haus akan pengakuan, karena mereka biasanya memposisikan diri sebagai orang yang teraniaya.

Dan ke tiga adalah orang yang ingin mengabadikan momentum, ketika ada kegiatan yang menyenangkan misalnya liburan bersama keluarga, reuni atau makan bersama bahkan kegiatan kantor yang terbilang penting. Motif dibalik status medsosnya adalah kenang-kenangan.

Dari ketiga tipe golongan orang bermedsos di atas menurut saya semua akan terlihat atau terkesan pamer tergantung penilaian kita masing-masing. Seperti contoh tipe ketiga yang misalnya mengabadikan momen saat membeli barang baru, meskipun benar ada diantara mereka yang berniat pamer dan hendak menunjukan pada orang-orang tertentu tentang kemampuan finansialnya, tetapi ada juga yang sebenarnya mereka hanya berniat berbagi informasi misalnya tempat ia berbelanja ternyata sedang diskon dll.

Jadi sebenarnya pamer atau bukan adalah hak masing-masing pengguna medsos, entah si pemilik yang membagikan status ataupun follower yang hanya mampu melihat status. Sebab kita tidak bisa mengatur apa yang akan di unggah oleh orang lain dan kita juga tidak bisa mengatur respon yang akan kita terima dari orang lain.

1 Like

Kemarin aku sempet baca-baca tentang personal branding. Menurut aku sih, sangat normal bagi orang untuk menunjukkan hal-hal yang dia ingin orang lain lihat tentang dirinya di media sosial, karena itu salah satu bentuk personal branding mereka.

Personal branding sendiri secara singkat bisa diartikan sebagai Bagaimana kamu ingin orang lain mengingatmu?

  • Kalau orang itu ingin diingat sebagai orang yang cerdas, open minded maka tentu saja harusnya ia membagikan opini-opininya terhadap suatu hal, membagikan buku apa yang dia baca.

  • Kalau orang itu ingin diingat sebagai orang yang dermawan, maka tentu saja ia akan sering membagikan postingan tentang berdonasi, kegiatan-kegiatan sosialnya.

  • Kalau orang itu ingin diingat sebagai orang yang ceria, maka tentu saja ia akan sering memagikan momen-momen bahagianya, menyapa teman-temannya lewat media sosial.

Tapi, menurutku yang seharusnya orang-orang lakukan selain melakukan personal branding di media sosial adalah juga terus berusaha untuk menjadi seperti orang yang ia tunjukkan di medsos.

  • Kalau memang membranding dirinya sebagai orang yang cerdas, open minded, dan suka baca buku, ya di dunia nyata harusnya berusaha untuk terus belajar, menghargai opini-opini orang, dan memang membaca buku yang dia beli.

  • Kalau memang membranding dirinya sebagai orang dermawan, ya harusnya di dunia nyata pun memang suka mengasihi orang lain, terus bersedia membantu orang lain walaupun sedang tidak ada kamera.

  • Kalau memang membranding dirinya sebagai orang yang ceria ya harusnya di dunia nyata pun ramah kepada orang-orang, tidak sombong, dan lain-lain.

Dan untuk jaman sekarang, personal branding itu sangat penting karena bisa membuatmu keliatan unik dibanding orang lain. Jadi, menurut aku pamer di media sosial gapapa, asal jangan lupa sama dunia nyatanya :grinning_face_with_smiling_eyes:

1 Like

Saya rasa pamer atau tidak nya tergantung tujuan orang tersebut dalam menggunakan media sosial. Diera sekarang, banyak generasi millenial atau anak generasi Y menggunakan media sosial ini sebagai ladang untuk mencari pundui-pundi uang. Ini dikarenakan memang banyak sekali peluang yang ditawarkan untuk mendapat keuntungan.

Jadi menurut saya, karena peluang yang ditawarkan cukup besar untuk memperoleh uang, mereka berusaha sharing, atau melakukan hal-hal lain yang menimbulkan perhatian publik agar mendapat personal branding. Personal branding yang saya maksud seperti yang dimaksud kak @vl_smip.

Yang saya perhatikan memang itu, tujuannya sekarang memang supaya membangun image yang ingin dia tunjukkan untuk kemudian digunakan sebagai modal untuk membangun bisnisnya karena sudah mendapatkan perhatian dari pengguna media sosial lainnya. Ini menurut saya termasuk pamer yang positif.

1 Like

No tidak semuanya seperti itu menuurt saya sih ya ini, karena terkadang ada beberapa orang yang ia mengabadikan momen ya karena ia ingin saja. Bisa jadi hal tersebut untuk apresiasi dirinya, atau mungkin untuk arsip memori saja. Jadi saya rasa semua orang yang membagikan momen kehidupannya sebagian di sosial media tidak selalu untuk pamer.

Saya pernah melihat salah satu channel Youtube inspiratif menurut saya, si youtuber ini pernah bilang “Ada hal yang membuat saya tidak merasa sedih berlarut-larut, karena saya sempat mengabadikan momen dengan ibu semasa hidupnya di channel Youtube saya. Jadi kapanpun saya bisa selalu mendengar dan melihat ibu bergerak dari video. Barangkali ini bisa menjadi inspiran lainnya bahwa sayangi orang tua selai masih ada dan bisa memeluknya.”

Ini relatif! Yang saya pahami dari media adalah semuanya adalah bias!

Kadang kita menganggap itu adalah “kepameran”, tetapi nyatanya menyatakan itu adalah informasi yang memang ia ingin sampaikan. Atau sebaliknya, menganggap sebuah informasi, tetapi itu adalah pamer-pamer yang terselubung. Saya berpendapat bahwa semuanya kembali ke personal, penonton baiknya melihat atau berbalik.

Hingga saat ini, saya sangat bosan ketika melihat suatu berita atau barang medsos yang menciptakan afeksi negatif dalam diri pribadi. Itu tidak akan berefek besar pada kita. Baik ia pamer atau pun memberi informasi tidak mengubah banyak diri kita! Adakalnya, kita hanya perlu menjadi buta. Buta dengan barang medsos yang absurd dan tak penting.

Intinya, jangan sampai kita terdistract hingga mengakibatkan stress dan terpolarisasi dengan hal tersebut. Kalau pamer, biar ia pamer. Kalau ingin mengetahui sifat aslinya, jangan gunakan medsos untuk mengetahui sifatnya. Gunakan wujud tubuh untuk mengenali wujud tubuhnya. Kalau itu adalah informasi yang ia bagikan, kita patut berterima kasih. Intinya, jangan sampai psikis kita terserang dengan hal semacam itu.

2 Likes

Benar yang dikatakan teman-teman di atas bahwasannya semua tergantung pada tujuan kita menggunakan media sosial. Namun saya tidak menyangkal bahwa bisa saja bagi beberapa orang mempostinh foto atau status ke media sosial adalah ajang untuk pamer, bahkan ada yang mengakui bahwa dirinya memang sedang pamer.

Menurut saya ya sah-sah saja sebenarnya dengan apa yang dia lakukan, toh akun juga akunnya dia. Tetapi kita harus hati-hati dengan adanya penyakit hati. Jangan sampai ada perasaan dalam diri bahwa kita lebih baik dari siapapun atau bahkan membuat kita menjadi haus likes. Kalau likes yang kita peroleh banyak kita merasa bangga dengan itu dan apabila likesnya sedikit kita kecewa & meraa tidak bersyukur dengan apa yang kita punya. Sombong memanglah penyakit hati yang harus dihindari karena akan membawa kita kepada perasaan yang kurang bersyukur.

Maka posting yang sewajarnya dan senantiasa tata ulang niat sebelum memposting agar tidak menjadi salah tujuan.