Bagaimana Pendapat Anda Mengenai Sarjana Perempuan yang Menjadi Ibu Rumah Tangga?

jawabannya cuma satu, kita harus berani memulai mas @IvanDV dari keluarga kita sendiri, dari cara orang tua membesarkan anak-naknya yang cenderung menjadikan si Abang atau saudara laki-laki sebagai sosok yang super power dan posisi anak perempuan menajadi yang ke-dua. mendidik anak sejak dini tanpa ada pembeda-bedaan tanggung jawab berdasarkan gender.

1 Like

Menurut saya itu sah2 saja…istri saya juga sarjana sejak kami diberikan kepercayaan oleh Allah untuk mempunyai anak, istri saya minta ijin untuk fokus merawat anak dan saya ijinkan…pekerjaan yg paling mulia dimata saya adalah ibu rumah tangga.

1 Like

Tetapi bukankan memang tugas dan hak dari laki-laki lebih besar daripada seorang perempuan mba @nurlela_lumbantoruan, menurut saya memang harus tetap ada pembeda antara peran dan perlakuan antara anak laki-laki dan perempuan. Laki sudah seharusnya bekerja mencari nafkah keluar rumah.

Jika disamakan maka bagaimana membedakan peran dari keduanya? saya setuju jika seharusnya orang tua tidak membedakan anak laki-laki dan perempuanya, tetapi sudah seharusnya tugas dari laki-laki dibedakan dari perempuan… Begitu menurut saya.

Sebelumnya pekerjaan dari istri bapak apa ya? mulia sekali jika memang istri bapak yang meminta untuk fokus untuk mendidik anak dirumah dan meninggal pekerjaanya. Dan saya sependapat jika pekerjan menjadi IRT adalah sangat mulia, karena pekerjan tersebut tidak lah mudah, makanya terkadang banyak yang menyerah mendidik adanknya lalu anaknya malah di titipkan kepada neneknya untuk di didik oleh neneknya. :sweat_smile:

Ada pendapat mangatakan, di zaman sekarang jika kita tidak mengetahui dunia luar, maka akan tertinggal oleh zaman, nah bagi bapak, bagaimana agar si istri tetap bisa memiliki pengetahuan akan perkembangan dunia luar sedangkan beliar hari2nya bekerja di rumah saja?.

Hi pak arnold…sebelum menikah dengan saya istri saya bekerja di salah satu perusahaan besar pertambangan batubara di indonesia dan mempunyai jabatan yg lumayan tinggi. Sejak menikah dengan saya dan kami mempunyai anak, istri saya minta ijin untuk tidak kerja lagi dan mengurus saya dan anak saya…of course i’m agree and support keputusan istri saya.

1 Like

Wahh keren sekali Istrinya pak, dari bekerja dan memiliki jabatan yang cukup baik di perusahaan besar pula tetapi ketika telah memiliki momongan, jadi ingin fokus mengurus anak dan suami, Salut pak @laksonobowo81 :smile:.

Kata siapa tugas dan hak laki-laki lebih besar dari perempuan mas @Arnold ?.

Yang saya tahu laki-laki dan perempuan memang berbeda. Laki-laki berkumis, berjenggot & berjakun. Sementara perempuan memiliki ciri-ciri biologis 4M yaitu menstruasi, mengandung, melahirkan dan menyusui. Itu saja!.

Ketika seorang perempuan memutuskan untuk berpendidikan tinggi, atau tidak melanjutkan pendidikan dan memilih berkarir atau lebih menjadi ibu rumah tangga. Itu cuma pilihan bukan berarti tidak boleh. Dan semua perempuan berhak memilih tanpa harus menanggung tekanan sosial atas pilihannya.

Masalahnya sekarang adalah, perempuan sering mendapat label atas pilihannya terkait pendidikan atau karir.

Kenapa? Karena sejak kecil, sejak saya di bangku sekolah pada buku pelajaran banyak ditemukan gambar maupun rumusan yang tidak mencerminkan kesetaraan gender, mis; seorang pilot selalu laki-laki, ayah membaca koran dan ibu memasak di dapur. Byk lagi contohnya. Rumusan kalimat tersebut mencerminkan sifat feminim dan kerja domestik bagi perempuan serta sifat maskulin dan kerja publik bagi laki-laki.

Jika mas @Arnold masih membeda-bedakan peran social berdasarkan jenis kelamin. Masalah yang lebih berat dan tidak menguntungkan bagi kaum perempuan adalah bila pembedaan peran social yang berupa pengekangan-pengekangan dan diskriminasi bagi perempuan.

Tidak ada yang salah dengan seorang perempuan yang memilih menjadi atlet besi daripada tari balet misalnya, sebaliknya tidak ada yang salah dengan suami yang mengepel lantai sedangkan isterinya menebang pohon mangga di pekarangan.

2 Likes

Saya tidak membedakan dalam artian yang sangat extreme juga mba @nurlela_lumbantoruan, hanya saja jika tidak ada beda antara peran laki dan perempuan maka akan tidak baik, tidak baik secara psikologi orang yang menjalankan atau dari segi lingkungan, karena seperti yg saya katakan, watak orang Indonesia masih belum bisa menerima hal semacam ini.

Tidak menjadi masalah jika seorang laki menyapu rumah, mencuci piring bahkan mengganti popok anak, dan perempuan menjadi pimpinan perusahaan. Tetapi ada baiknya ketika keadaan sudah seperti ini, sang perempuan juga tetap membantu pekerjaan2 rumah, agar sang suami juga merasa lebih dihargai terkait statusnya sebagai seorang suami dan juga laki-laki.

Saya pernah menonton film yang menceritakan kehidupan pasangan suami istri yang mana si istri adalah manager perusahaan sedangkan suami tidak bekerja, tetapi lebih kepada mengurus rumah tangga mereka, dalam beberapa waktu hal semacam ini terjadi di rumah tangga mereka, si suami tidak mempermasalahkan, tetapi setelah melihat si istri bekerja seperti tidak kenal waktu karena kesibukannya dengan pekerjaan menjadikan suami yang tadinya menerima saja keadaan mereka seperti itu menjadi memberontak.

Si suami menjadi sangat stress memikirkan keadaan rumah tangga mereka, belum lagi tanggapan dari lingkungan yang menganggap dia tidak menjadi seorang pria sejati karena tidak bekerja seperti istrinya. dari keadaan seperti ini si suami sempat terpikir untuk berselingkuh untuk menghibur diri.

Nah dari potongan film itu saya jadi beranggapan bahwa harus tetap ada pembatas yang baik antara peran laki-laki dan perempuan, agar kehidupan rumah tangga tetap terjaga keharmonisannya.