Bagaimana Pendapat Anda Mengenai Sarjana Perempuan yang Menjadi Ibu Rumah Tangga?

Menurut saya tidak ada yang salah apabila seorang wanita yang mempunyai pendidikan tinggi memilih untuk menjadi ibu rumah tangga, namun di era modern seperti sekarang memang sangat disayangkan apabila sudah menuntut ilmu tinggi-tinggi tapi tidak dimanfaatkan sebaik mungkin. Ibu Kartini saja yang pada jaman dahulu sudah memperjuangkan emansipasi wanita agar wanita-wanita Indonesia dapat bersekolah seperti kaum lelaki sehingga di generasi selanjutnya diharapkan wanita-wanita Indonesia memiliki daya saing yang tinggi setara dengan kaum lelaki. Saya yakin seorang sarjana tentunya mempunyai pemikiran-pemikiran yang cerdas pula, tidak ada orang yang mempunyai pikiran/cita-cita setelah sarjana ingin menjadi ibu rumah tangga atau menjadi pengangguran saja, karena seburuk-buruknya orang pasti memiliki mimpi karir yang baik. Tetapi hidup adalah pilihan, bisa saja setelah menikah sarjana wanita yang sudah berkarir itu diminta suaminya untuk tidak usah bekerja dan menjadi ibu rumah tangga saja agar lebih bisa mengurus keluarga. Maka disini seseorang harus memilih antara karir atau keluarga. Jika menjadi Ibu rumah tangga bukan berarti dia berdiam diri di rumah saja, tetapi dia bisa berbisnis yang berbasis rumahan saja misalnya seperti bisnis online shop, dll.

2 Likes

Menurut saya tidak ada yang sia-sia. Terutama ilmu. Karena menjadi seorang ibu rumah tangga bukanlah sebuah halangan untuk mengembangkan ilmu yang telah didapatkan selama ini hingga mendapat gelar sarjana. ilmu tersebut masih bisa dikembangkan dan diteruskan melalui berbagai cara, salah satunya dengan memberikan ilmu tersebut kepada anak-anaknya,

1 Like

menurut saya, banyak perempuan yang berakhir dengan menjadi ibu rumah tangga itu bukanlah pilihan mereka. bisa saja itu adalah permintaan dari suami mereka, pasti semua orang ingin menerapkan ilmu yang telah di dapatkan, tetapi demi menjadi seorang istri yang solehah, perempuan tersebut akhirnya memilih menjadi ibu rumah tangga. dan menurut saya seorang ibu sarjana yang tidak menerapkan ilmu bukanlah hal yang sia-sia, ibu itu dapat menerapkan ilmunya atau mengajari ilmunya itu kepada anak-anaknya.

1 Like

menurut saya, tidak begitu buruk sarjana wanita menjadi ibu rumah tangga. mungkin dalam peran di kehidupan nyata iburumah tangga hanya terlihat mengurus anak, rumah, dan suami.tetapi di balik itu seorang ibu rumah tangga mempunyai peran penting dalam berbagai hal. seperti contoh, mendidik anak dalam pendidikan. jika seorang ibu rumah tangga memiliki ilmu yang cukup maka ibu tersebut dapat mempertimbangkan metode pendidikan yang pas buat anak. dan pelajaran2 yang perlu dipelajari seorang anak untuk masa depan nya karena ibu tersebut mempunyai pengalaman yang cukup dalam bidang pendidikan. sehingga hal tersebut penting karena pendidikan terbaik berasal dari keluarga. terutama seorang ibu.

1 Like

Menurut pendapat saya, tidak ada salahnya perempuan mengenyam ilmu setinggi tingginya, karena biarpun pada akhirnya perempuan tersebut menjadi ibu rumah tangga, pastinya nanti anak akan butuh ibu yang cerdas pula, seperti komentar diatas, “Anak yang cerdas lahir dari Ibu yang cerdas pula”. Maka dari itu tak ada salahnya Perempuan yang mengenyam pendidikan setinggi mungkin agar bisa mendidik anak-anaknya nanti.

1 Like

Ibu saya sendiri seorang Sarjana Hukum yang sampai sekarang menjadi ibu rumah tangga. Saya tidak pernah mendengarnya mengeluh ingin berkerja daripada mengurus rumah. Dalam hal pendidikan tidak ada yang namanya sia-sia. Meskipun tujuan tiap-tiap individu memang berbeda-beda, ada yang memilih untuk menempuh pendidikan tinggi untuk menuruti keinginan orang tua atau mungkin sekadar mengejar gelar. Saya yakin setiap perempuan sarjana yang memilih untuk menjadi ibu rumah tangga mengerti tanggung jawab dari pilihan yang mereka buat. Jadi pendapat saya tentu saja pendidikan yang sudah ditempuh tidak akan sia-sia.

2 Likes

Sebenarnya seorang sarjana perempuan menjadi ibu rumah tangga itu pasti mempunyai alasan tersendiri. Memang mungkin banyak yang akan berpikir bahwa seorang sarjana perempuan menjadi ibu rumah tangga adalah suatu kesalahan karena ia sekolah tinggi-tinggi yang dijalaninya selama ini menjadi sia-sia. Tapi menurut saya sendiri, ilmu itu tidak akan sia-sia, paling tidak dia akan mengajarkan ilmu yang dimilikinya kepada anak-anaknya.

1 Like

Menurut saya, tidak ada ilmu yang sia-sia. Ilmu yang sudah susah payah kita cari di bangku perkuliahan tidak hanya berguna untuk mendapat pekerjaan tetapi, dapat berguna untuk hal lain. Menjadi ibu rumah tangga yang baik bukanlah hal yang mudah. Untuk mendidik anak di zaman sekarang diperlukan sosok perempuan yang tidak hanya pandai memasak, mencuci, dan membereskan rumah. Seorang Ibu adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya yang juga harus mengerti berbagai hal. Mendidik moral dan intelektual seorang anak memerlukan bekal yang matang. Jika kita tidak memiliki latar belakang pendidikan yang tinggi rasanya memiliki anak-anak cerdas pun akan sulit dicapai. Terlebih lagi, suami pasti mendambakan seorang pendamping hidup yang berpikiran terbuka dan memiliki wawasan luas agar bisa melihat penyelesaian sebuah masalah dari berbagai sudut pandang.

2 Likes

salam kak @Panji_Wicaksono , setelah kuliah menjadi ibu rumah tangga? tergantung perspektif. kalo perspektif kondisi, bukan menjadi hal yang percuma seorang sarjana perempuan jadi ibu rumah tangga, karena dengan pola pikir yang terlatih, terdidik dan memilik daya saing bisa mengurus rumah tangga hingga mendidik keturunannya dengan baik. lagipula ibu rumah tangga jaman sekarang bukan cuma yang benar2 mengurus keperluan rumah tangga. dengan adanya teknologi yang canggih di segala bidang kususnya informasi, memungkinkan para ibu bekerja lebih praktis, sehingga memiliki waktu lebih untuk berkarya hingga berbisnis. kemudian dari perspektif karier. jadi ibu rumah tangga bisa jadi pilihan kedua, dikandung maksud sebagai ibu - ibu rumahan. karena karir menuntut jenjang pendidikan dan etos kerja yang tinggi, yang keseluruhan didapat melalui terjun langsung dalam dunia kerja. seorang sarjana yang kemudian berkarier juga masih memiliki kesempatan menjadi ibu rumah tangga pada waktu - waktu yang sudah di prioritaskan dan dimanajemen sedemikian rupa.

4 Likes

Setiap jurusan yang diambil di perguruan tinggi mencita-citakan lulusannya bekerja di bidang yang selaras dengan jurusan tersebut. Tidak ada atau belum ada jurusan/prodi yang mengarahkan lulusannya untuk mandeg “hanya” sebagai rumah tangga. Jadi, dilihat dari perspektif itu, ya, jawabannya adalah pendidikan tinggi itu menjadi sia-sia.

Namun ibu rumah tanggapun memerlukan kecerdasan pikir, mental, dan emosional luar biasa. Maka saya usulkan ada prodi/jurusan Ibu Rumah Tangga di kampus.

3 Likes

@patrisius.istiarto Wah menarik sekali jika ada prodi bahkan jurusan tentang bagaimana menjadi Ibu Rumah Tangga yang baik, karena saat ini yang kita ketahui untuk menjadi seorang Ibu Rumah Tangga belajarnya dari orang tua atau mertuanya saja yang notabene menggunakan cara2 orang terdahulu, padahal kita ketahui semakin berkembang zaman, maka metode pembelajaran untuk generasi sekarang mungkin akan sedikit berbeda dari generasi sebelumnya. Setuju sekali jika ada Prodi atau mungkin Jurusan yang meng-cover bagaimana menjadi Orang Tua yang baik (Ibu Rumah Tangga)

3 Likes

Well, kalau ditanya pendapat saya mengenai sarjana perempuan yang menjadi IRT??Absolutely saya akan menjawab, SETUJU. Tidak ada salahnya seorang sarjana menjadi IRT, tidak dosa kok (hehe). Jika yang dipermasalahkan adalah penerapan ilmunya apakah sia-sia?Absolutely jawabannya TIDAK. Pertanyaan berikutnya adalah bagaimana mereka bisa menerapkan ilmu yang sudah didapat sejak awal pendidikan hingga mendapat gelar sarjana?Adalah keluarga sebagai wadah tumbuh kembang pertama dan yang paling utama bagi calon-calon pemimpin bangsa. That’s great, isn’t it?. Perempuan membawa pengaruh yang luar biasa dalam proses membesarkan buah hati, perempuan yang berpendidikanlah yang mampu membawa dampak signifikan. Ilmu yang mereka dapatkan selama proses kuliah bisa mereka salurkan dalam agen utama proses pendidikan yang dibutuhkan untuk membangun karakter seseorang. Jadi, tidak akan sia-sia atas apa yang sudah mereka dapatkan. Semoga jawaban saya membantu. :slight_smile:

3 Likes

Ya mungkin harapan yang ingin diraih seperti yang mba khikmah sampaikan. Namun, kenyataannya kebanyakan tidak seperti itu mba. Memang ada yang setelah lulus langsung menikah dan fokus menjadi IRT. Tapi bukannya hal semacam itu malah buang waktu, tenaga dan uang?

2 Likes

Hallo mas @stevencoconut, memangnya kenyataaan saat ini bagaimana mas?Setahu saya lulusan sarjana yang langsung menjadi IRT memang mempunyai kualifikasi tinggi dalam mengurus keluarganya. Banyak teman dan tetangga saya yang memilih menikah bahkan sebelum wisuda. Mengenai apakah uang dan tenaga yang dikeluarkan selama ini sia-sia, pastinya tidak mas. Memang, menuntut ilmu membutuhkan biaya yang tidak murah. Namun ilmu yang mereka dapatkan akan diaplikasikan dalam membangun keluarga cerdas dalam skala kecil dan berinovasi terhadap lingkungan sekitar dalam skala besar. Karena keluarga dan lingkungan adalah agen utama dalam tumbuh kembang pribadi seseorang, maka dibutuhkan SDM yang utama juga yakni para lulusan sarjana.

3 Likes

Opini Pribadi saya: Wanita sudah selayaknya menjadi ibu rumah tangga, wanita juga perlu mengenyam pendidikan tinggi. Sudut pandang saya Pribadi, saya lebih memilih wanita yang kuat (berpendidikan tinggi, cerdas dan berwawasan luas) daripada wanita cantik tetapi tidak bisa apa-apa.

wanita cantik dan tidak bisa apa-apa bagaimana dia bisa memberikan support kepada suami. Pernikahan itu seperti komitment menjadi partner seumur hidup. Jika Anda memiliki Impian yang tinggi sebaikanya manfaatkan sumber daya yang ada untuk mendapatkannya. Termasuk Memiliki Pasangan yang bisa memberikan support Intelektual.

Contoh Urusan Rule of the game ketika pernikahan, Jika anda sebagai suami dan bekerja sebagai Entrepreneur, bisa saja istri anda sebagai konsultan pribadi anda.
Tidak ada yang sia-sia ketika anda memiliki gelar sarjana, yang sia-sia adalah anda tidak memiliki tujuan / impian di hidup anda.

1 Like

Jika melihat dari tanggapan teman-teman mengenai seorang Sarjana perempuan yang menjadi IRT, kebanyakan menilai tidak menjadi sutau masalah jika pada akhirnya seorang Sarjana perempuan akan fokus untuk menjadi seorang IRT. Malah memang diperlukan perempuan yang berpendidikan dan cerdaslah yang dapat mendidik anak keturunannya.

Jika kita sambungkan dengan kondisi sosial saat ini, para perempuan moderen malah memiliki peran ganda dalam kehidupannya, satu sisi dia menjadi seorang IRT di sisi lain menjadi seorang wanita karir atau pebisnis, hal semacam ini sudah sangat lumrah dikalangan wanita moderen. Dengan berbekal keahlian dan pengetahun yang mempuni, seorang wanita sudah tidak hanya berperan di dapur saja, tetapi juga tetap dapat berkarir di dunia pekerjaan.

Saat ini malah banyak dari kita (laki-laki) yang belum paham akan keadaan ini, sehingga tidak jarang istri malah hanya diwajibkan bekerja di rumah saja (IRT) dan suami lah yang cari nafkah keluar rumah.

Yang saya perhatikan saat ini adalah bahwa peran laki-laki atau perempuan tidak jauh berbeda, semua dapat bekerja dan berkarir, tetapi satu yang harus di ingat bahwa jika telah ber rumah tangga, maka pekerjaan rumah tangga sudah menjadi kewajiban dari kedua pasangan tersebut dan bukan lebih memberatkan ke satu sisi. Karena saat ini zaman sudah banyak berubah, tinggal bagaimana kita menyikapi perubahan tersebut menjadi lebih bijak.

Kenyataan banyak sekali wanita yang memiliki gelar tinggi akan memilih lelaki yang lebih berkualitas dari pendidikan sang wanita. Sekarang apakah lelaki juga butuh gelar tinggi untuk bisa di pilih oleh wanita yang lebih memiliki kualitas di era sekarang?

Benar, sekarang banyak wanita yang memiliki gelar tinggi dalam prestasi akademiknya bahkan dalam berkarir pun tidak sedikit yang sukses dan menempati posisi strategis di sebuah perusahaan tempat mereka bekarja.

Menurut saya pribadi, gelar akademik tinggi bahkan sekelas Professor tidak menjadi prioritas saya, saya lebih memilih memperdalam skill di bidang yang saya sukai, dan skill itu yang lebih membantu dalam mengerjakan banyak hal.

Bagi saya, saya tidak memusingkan pilihan dari wanita, jika memang wanita tidak memilih karena saya bergelar dibawahnya, itu tidak akan menjadi suatu masalah besar. :wink: dan setiap orang memiliki hak atas pilihannya, jadi tidak bisa dipaksakan juga kan.

2 Likes

Jika Sarjana perempuan memutuskan menjadi Ibu Rumah tangga, yang gak masalah dong. semua itu soal pilihan dan kondisi, apalagi jika memang memiliki suami mapan sehingga Isteri bisa focus dengan rumah tangga atau si anak memiliki kebutuhan khusus yang harus ditangani sang isteri.

yang menjadi menarik, gimana kalo sebaliknya?, Mau kah suami tinggal di rumah dan mengurusi tetek bengek keperluan rumah tangga jika ternyata karir si isteri lebih melejit? bersediakah suami mengurusi anak, memasak dan perkara lainnya dalam rumah tangga jika si Isteri sedang sibuk bekerja?.

karena keliatannya banyak laki-laki yang masih gengsi melakukan pekerjaan rumah tangga dan bersembunyi di balik “kodrat perempuan”, jika ternyata si isteri lebih mampu mencari nafkah why not??.

1 Like

Menurut saya, memang tidak menjadi suatu masalah jika seorang Istri yang bekerja dan Suami yang mengurus rumah tangga. Tetapi permasalahannya adalah, ketika Istri bekerja diluar rumah dan Suami menjadi BRT (Bapak Rumah Tangga), akan banyak stigma2 dari Masyarakat yang melah “ngomongin” keluarga tersebut.

Di Indonesia, hal semacam ini masim belum banyak dijumpai, kita masih mengikuti tradisi orang terdahulu bahwa yang seharusnya mencari nafkah adalah Suami dan yang menjaga rumah tangga adalah Istri.

Nah sekarang bagaiman kita dapat membiasakan hal seperti ini sedangkan di sisi lain banyak orang yang malah menggosipkan hal yang tidak-tidak kepada rumah tangga kita.

Memang perkataan orang tidak menjadi masalah, selama mereka tidak menyakiti secara fisik, bagi saya tidak benar2 menjadi masalah besar, tetapi hal tersebut juga jika dibiarkan terlalu lama akan menjadi beban fikiran, dan bias merusak secara psikologi. lalu bagaimana kita dapat mengatasi stigma negative tersebut dan meyakinkan bahwa untuk mencari nafkah keluarga, Istri juga dapat melakukannya.