Bagaimana mekanisme resistensi bakteri pada obat antibiotik?

Antibiotik

Antibiotik adalah suatu substansi kimia yang diperoleh dari atau dibentuk oleh berbagai spesies mikroorganisme, yang dalam konsentrasi rendah mampu menghambat pertumbuhan mikroorganisme lain.

Hubungan antara penggunan obat-obatan antibiotik (anti bakteri) dan timbulnya resistensi bakteri tampak jelas. Penggunaan obat-obatan antibakteri yang tidak tepat dapat menyebabkan berkembangnya resistensi bakteri. Perkembangan resistensi bakteri merupakan masalah yang multifaceted, membentuk suatu hubungan yang kompleks antara penggunaan obat-obat antibakteri, bakteri, dan individu yang menggunakannya. Lingkungan sekitar juga berperan penting di dalam hubungan yang kompleks ini.

Obat antibakteri merupakan obat yang tidak hanya mempengaruhi individu yang mengkonsumsinya, tetapi juga mempengaruhi lingkungan sekitar, dan individu-individu yang tinggal di lingkungan tersebut.

Ketika seseorang mengkonsumsi suatu obat antibakteri dengan tidak tepat, hal ini dapat mengakibatkan bakteri tersebut resisten. Bakteri ini dapat berpindah ke orang lain yang tinggal di lingkungan sekitarnya, dan dapat menimbulkan infeksi dengan pilihan terapi yang terbatas.

Untuk memahami bagaimana suatu bakteri dapat menjadi resisten terhadap suatu obat antibakteri, kita harus memahami terlebih dahulu bagaimana mekanisme kerjanya. Yang menjadi sasaran obat-obat antibakteri yaitu sintesis dinding sel bakteri, sintesis protein bakteri dan replikasi DNA bakteri.

Resistensi antibiotik dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu: resistensi alami dan resistensi yang didapat.

  • Resistensi alami merupakan sifat dari antibiotik tersebut yang memang kurang atau tidak aktif terhadap suatu bakteri dan bersifat diturunkan.

    Contohnya Pseudomonas aeruginosa yang tidak pernah sensitif terhadap chloramphenicol, juga 25% Streptococcus pneumoniae secara alami resisten terhadap antibiotik golongan makrolid ( erythromycin, clarithromycin, azithromycin ). Masalah resistensi ini dapat diprediksi, sehingga dalam pemberian antibiotik dapat dipilih antibiotik dengan cara kerja yang berbeda.

  • Resistensi yang didapat apabila bakteri tersebut sebelumnya sensitif terhadap suatu antibiotik kemudian berubah menjadi resisten. Terdapat 2 mekanisme kemungkinan terjadinya kejadian ini, yaitu karena adanya mutasi pada kromosom DNA bakteri, atau terdapat materi genetik baru yang spesifik dapat menghambat mekanisme kerja antibiotik.

    Contoh resistensi yang didapat ialah Pseudomonas aeruginosa resisten terhadap ceftazidin, Haemophillus influenzae resistan terhadap imipenem, Pseudomonas aeruginosa resisten terhadap ciprofloxacin, Haemophillus influenzae resisten terhadap ampicilin, dan Escherichia coli resisten terhadap ampicilin. Resisten antibiotik yang didapat dapat bersifat relatif atau mutlak.

    Salah satu hal yang menjadi perhatian para praktisi kesehatan adalah diketahuinya bahwa bakteri dengan strain yang resisten terhadap antibiotik memiliki kemampuan berkembang dan memindahkan segmen DNA kepada bakteri lain; sehingga meningkatkan aktifitas bakteri atau virulensinya.

    Pemindahan segmen DNA ini dapat dilakukan melalui plasmid, transposon, maupun integron. Plasmid merupakan molekul DNA ekstrakromosomal yang kemudian direplikasi oleh bakteri dan akan diantar tranposom berpindah ke plasmid lain. Integron salah satu struktur DNA berperan dalam proses pemanjangan DNA.

    • Resistensi didapat yang relatif yaitu minimal inhibitor concentration (MIC) antibiotic tertentu maningkat secara bertahap contohnya resistensi yang didapat pada gonococci , dan pneumococci.

    • Resistensi antibiotik didapat yang mutlak (absolut) terjadi apabila terdapat suatu mutasi genetik selama atau setelah terapi antibiotic. Akibatnya bakteri yang sebelumnya sensitif berubah menjadi resisten dengan peningkatan MIC yang sangat tinggi dan tidak dapat dicapai dengan pemberian antibiotik dengan dosis terapi.

    • Pseudo-resistance : pada uji kepekaan didapatkan hasil resisten tetapi di dalam tubuh ( in vivo ) masih efektif, contoh E. coli dan Klabsiela pneumonia e resisten terhadap sulbaktam/ampicillin, Pseudomonas aeruginosa resisten terhadap aztreonam.

    • Resistensi silang ( cross-resistance ): contoh Extended-spectrum B- lactamase yang diproduksi bakteri yang resisten terhadap ceftazidime menyebabkan resistensi untuk seluruh cephalosporin generasi ke III.

Mekanisme resistensi bekteri pada antibiotik


image

  • Penetrasi ke dalam Membran Sel

Proses pertama dari obat antibakteri dalam melakukan aktivitasnya adalah dengan melewati membran sel. Penetrasi ke membran sel juga merupakan target utama dari mekanisme resistensi bakteri. Pada bakteri Gram-negatif, obat antibakteri masuk ke dalam membran sel melalui protein yang disebut kanal porin. Beberapa bakteri dapat merubah bentuk porin tersebut, sehingga obat-obat antibakteri yang sebelumnya dapat melakukan penetrasi ke membran sel bakteri, tidak lagi efektif. Ini merupakan mekanisme timbulnya resistensi pseudomonas terhadap imipenem/cilastatin. Imipenem dan cilastatin hanya menggunakan satu tipe porin untuk masuk ke membran sel bakteri.

Timbulnya resistensi bakteri terhadap imipenem dan cilastatin ialah dengan perubahan pada kanal yang spesifik terhadap imipenem dan cilastatin. Akan tetapi, obat antibakteri lainnya, misalnya penisilin antipseudomonas tidak terpengaruh, karena menggunakan tipe kanal porin yang berbeda untuk melalui membran sel bakteri.

  • Efflux Pump

Jika suatu obat antibakteri telah berhasil melewati membran sel, obat tersebut dapat dieliminasi oleh bakteri dengan mekanisme efflux pump yang aktif. Ini merupakan contoh dari resistensi tetrasiklin. Bakteri mengembangkan efflux pump yang aktif mengeluarkan antibiotik dari sitoplasma lebih cepat daripada kecepatan obat tersebut berdifusi masuk. Oleh karena itu, konsentrasi obat di dalam bakteri menjadi terlalu rendah, sehingga menjadi tidak efektif. Efflux pump ini merupakan variasi dari pump yang biasa digunakan untuk memindahkan nutrisi dan zat sisa keluar-masuk sel. Sebagai tambahan, pump ini juga dipakai oleh bakteri yang memproduksi antibiotik untuk memindahkan antibiotik keluar sel dan ke lingkungan sekitarnya. Mekanisme alami ini melindungi bakteri tersebut dari kemungkinan mati karena antibiotik yang dihasilkannya sendiri. Di sisi lain mekanisme ini juga akan membunuh bakteri lain di lingkungan sekitarnya yang mengganggu pertumbuhan bakteri tersebut.

  • Enzim

Ketika berada di dalam membran sel luar, obat antibakteri dapat bertemu dengan berbagai macam enzim yang berfungsi merubah struktur obat dan menjadikannya inefektif.

Resistensi terhadap antibiotik golongan β-laktam. Salah satu mekanisme timbulnya resistensi terhadap antibiotik golongan β-laktam (terutama pada bakteri Gram-negatif) adalah dengan diproduksinya enzim β-laktamase. Enzi mini dapat memecah cincin β-laktam, sehingga antibiotik tersebut menjadi tidak aktif. Beta- laktamase disekresi ke rongga periplasma oleh bakteri Gram-negatif dan ke cairan ekstraselular oleh bakteri Gram-positif.

Reistensi terhadap golongan aminoglikosida . Berbeda dengan β-laktamase yang bekerja dengan memecah ikatan C-N pada antibiotik maka *aminoglycosida- modifying enzyme menginaktifkan antibiotik dengan menambah group fosforil, adenil atau asetil pada antibiotik. Pada bakteri Gram-negatif aminoglycosida- modifying enzyme terletak di luar membran sitoplasma. Modifikasi dari antibiotik tersebut akan mengurangai transpor antibiotik ke dalam sel sehingga fungsi antibiotik akan terganggu; serta pengeluaran secara aktif antibiotik dari dalam sel bakteri ( active efflux ).

Resistensi terhadap tetrasiklin . Telah ditemukan bahwa terdapat enzim yang menginaktifkan tetrasiklin, tetapi cara kerjanya masih belum diketahui dengan jelas.

  • Modifikasi Target Antibiotik

Resistensi antibiotik baik alami maupun didapat. Gen yang mengkode reaksi spesifik kimia menghambat kerja antibiotik dengan menghalangi proses aktivasi enzim, merubah bentuk struktural target antibiotik, dan mengubah akses yang berperan dalam membawa agen antibiotik ke tempat aktif. Perubahan dari target menghasilkan baik penurunan afinitas dari obat antibakteri terhadap target, maupun hilangnya kemampuan obat untuk menempel ke targetnya.

Rasistensi terhadap antibiotik golongan β-laktam . Terjadi perubahan pada target antibiotik sehingga antibiotik tersebut tidak dapat berikatan dengan bakteri. Ikatan yang spesifik dari Penicillin-Binding-Protein ( PBP ) telah dirubah pada strain resisten. Mekanisme resistensi ini pada umumnya terjadi pada bakteri- bakteri Gram-positif dan saat ini menyebabkan banyak masalah di klinik.

Resistensi oleh karena β-laktamase dapat ditanggulangi dengan β-laktamase inhibitor, tetapi tidak dapat diatasi pada resistensi karena perubahan pada penicillin-binding-protein .

Contoh mekanisme resistensi tipe ini adalah gen mecA pengkode resistensi terhadap methicillin yang ditemukan pada Staphylococcus aureus . Gen resisten ini mengkode Penicillin-Binding-Protein 2’ ( PBP2’ ), yang tidak mengikat methicillin sebagaimana pada β-laktam binding protein yang normal.

Resistensi terhadap antibiotik golongan glikopeptida. Mekanisme resistensi pada vancomycin masih belum diketahui secara jelas, tetapi nampaknya melibatkan 2 gen ( vanA dan vanB ). Gen-gen tersebut mengkode protein yang menggabungkan D-ala-D-hydroxybutirate sebagai pengganti D-ala-D-ala kedalam UDP-muramil-pentapeptida. Bentuk D-hydroxybutirate tidak mengikat vancomysin tetapi masih dikenali oleh enzim transglikosilase dan transpeptidase dari bakteri. Jadi sintesis peptidoglikan terus berlangsung dengan adanya antibiotik.

Resistensi terhadap tetrasiklin . Tipe resistensi yang penting terhadap tetrasiklin ini adalah perlindungan terhadap ribosom. Perlindungan ini diberikan oleh protein sitoplasma, bila protein sitoplasma ini muncul pada sitoplasma bakteri maka tetrasiklin tidak akan mengikat pada ribosom. Tipe resistensi ini sekarang sudah diketahui secara luas pada beberapa bakteri patogen, termasuk bakteri-bakteri Gram-positif, mycoplasma, dan beberapa bakteri Gram-negatif seperti Neisseria, Haemophillus , dan Bacteroides . Tiga jenis kode genetik untuk tipe resisten ini adalah tetM, tetO, tetQ.

Resisten terhadap makrolid dan linkomisin . Mekanisme kerja antibiotik ini adalah dengan mengikat ribosom. Oleh karena adanya perubahan pada ribosom yang disebabkan oleh enzyme rRNA methylase , maka tidak terjadi ikatan antibiotik dengan ribosom bakteri.

Resistensi terhadap kuinolon dan rifampin. Resistensi terhadap kuinolon pada umumnya muncul akibat mutasi titik yang merubah afinitas subunit B DNA gyrase terhadap antibiotik.

Resistensi terhadap rifampin terjadi oleh karena adanya mutasi pada subunit B RNA polymerase. Sehingga hal ini mengurangi afinitas sub unit tersebut terhadap antibiotic, tetapi RNA polymerase masih tetap berfungsi.

1 Like

Resistensi Bakteri terhadap Antibiotika


Resistensi bakteri terhadap antibiotika terjadi melalui tiga mekanisme berikut:

  1. Obat tidak mencapai target
  2. Obat menjadi tidak aktif,
  3. Target berubah bentuk atau fungsi.

Gagalnya antibiotika mencapai target dapat disebabkan oleh mutasi kanal protein yang disebut porin. Molekul polar kecil, termasuk antibiotika, masuk ke dalam sel melalui kanal protein yang disebu porin. Jika porin mengalami mutasi sehingga fungsinya atau bentuknya terganggu akan mengakibatkan perlambatan masuknya obat ke dalam sel atau bahkan mencegah masuknya obat sehingga akan mengurangi konsentrasi obat pada target organ. Selain itu bakteri juga memiliki pompa efluks yang dapat mentransport obat ke luar sel. Resistensi terhadap banyak obat, seperti tetrasiklin, kloramfenikol, fluorokuinolon, macrolide, dan β- laktam, dimediasi oleh mekanisme pompa efluks.

Inaktivasi obat merupakan mekanisme umum kedua pada resistensi obat, Resistensi bakteri terhadap aminoglikosida dan Beta laktam umumnya disebabkan produksi enzim inaktivator atau laktamase. Variasi dari mekanisme ini adalah gagalnya sel bakteri mengaktivasi prodrug. Hal ini merupakan dasar resistensi isoniazid terhadap M. Tuberculosis.

Mekanisme resistensi obat yang ketiga adalah perubahan target organ. Hal ini disebabkan oleh mutasi (contoh: resistensi pada fluorokuinolon) atau modifikasi target (contoh: proteksi ribosom pada makrolid dan tetrasiklin). Resistensi obat lebih umum didapatkan secara transfer horizontal dari sel resisten ke sel sensitif, baik dengan transduksi, transformasi, atau konjugasi. Cara ini memungkinkan resistensi berjalan dengan cepat dan luas baik dengan replikasi strain resisten atau transfer gen resisten ke strain yang masih sensitif.

  1. Mutasi-Seleksi

Mutasi dapat terjadi pada gen pengkode: (1) protein target, dengan mengubah struktur sehingga obat tidak dapat lagi terikat; (2) protein yang terlibat pada transport obat; (3) protein untuk aktivasi atau inaktivasi obat, terjadi pada extended-spectrum-β-lactamases ; (4) gen pengatur atau promotor yang mempengaruhi ekspresi target organ, transport protein, atau enzim inaktivator. Pada beberapa keadaan, mutasi tunggal dapat menghasilkan resistensi level tinggi. Sebagai contoh: mutasi titik di dalam daerah pengikat obat pada subunit RNA polimerase bakteri dapat menimbulkan resistensi level tinggi terhadap rifampin.

  1. Transfer Gen Horizontal

    Transfer horizontal gen penyebab resistensi difasilitasi dan tergantung oleh elemen genetik dinamis. Proses ini difasilitasi oleh plasmid, transducing phages , elemen transposable , integron, dan gene cassettes . Elemen transposable terdiri dari tiga jenis: insertion sequences , transposon, dan transposable phages ; dua pertama sangat penting terhadap timbulnya resistensi.

    Insertion sequences adalah fragmen pendek DNA yang mengkode fungsi enzim yang penting untuk rekombinasi spesifik pada tempat-tempat tertentu dengan sekuens pengulangan inversi pada tiap-tiap ujungnya. Sekuens tersebut tidak berperan langsung terhadap timbulnya resistensi, tetapi berfungsi sebagai tempat terintegrasinya elemen yang dapat menimbulkan resistensi, seperti plasmid atau transposon.

    Transposon adalah insertion sequences yang juga mengkode fungsi-fungsi terkait resistensi. Transposon dapat berpindah-pindah antara kromosom dan plasmid sehingga gen-gen resistensi dapat berpindah dengan leluasa dari sel induk ke sel penerima. Transposon merupakan elemen mobile yang dapat menyusun dirinya sehingga dapat berintegrasi ke dalam genom bakteri atau plasmid DNA (contoh dari plasmid ke plasmid, plasmid ke kromosom, dari plasmid ke kromosom, atau kromosom ke plasmid).

    Integron merupakan elemen yang tidak mobile dan tidak dapat menggandakan diri, tetapi mereka dapat mengkode integrase dan menyediakan tempat spesifik untuk gene cassettes . Gene cassettes adalah elemen pengkode penentu resistensi, umumnya tidak memiliki promoter dan dengan sekuens berulang downstream .

1 Like