Bagaimana cara melakukan sedekah yang baik ?

sedekah

Hal-hal apa saja yang harus diperhatikan ketika melakukan sedekah ? Bagaimana adab bersedekah ? Bagaimana cara melakukan sedekah yang baik ?

Sedekah merupakan adaptasi dari kata sodaqoh yang berarti pemberian sesuatu kepada fakir-miskin atau yang berhak menerimanya, di luar kewajiban zakat dan zakat fitrah, sesuai dengan kemempuan pemberi. Bersedekah adalah salah satu amal baik sangat dianjurkan bagi setiap muslim, karena Allah telah menjanjikan pahala dan pertolongan.

Sesuatu yang disedekahkan, tidak harus berupa materi, sedekah bisa berupa senyum, menghibur orang yang sedang berduka, menyediakan waktu untuk berbuat baik . Karena sedekah itu bisa berupa materi, waktu, dan perbuatan.

Hal penting dalam bersedekah adalah ikhlas karena Allah Swt dan sesuai dengan kemampuan kita. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan sedekah antara lain :

  • Pertama, sedekah sirriyah, yaitu sedekah yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Sedekah ini ini sangat utama karena lebih mendekati ikhlas dan selamat dari sifat riya’ sebagaimana firman Allah Swt dalam Al-quran Surat Al-Baqarah ayat 271 yang artinya

    “Jika kamu menampakkan sedekah(mu), maka itu adalah baik sekali, dan jika kamu menyembunyikan dan kamu berikan kepada orang-orang kafir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu”.

  • Kedua, bersedekahlah saat sehat dan setelah kebutuhan wajib terpenuhi. Jangan sampai kita menunggu sakit untuk bersedekah dan jangan pula terlalu “ngoyo” untuk bersedekah sedangkan kebutuhan wajib belum terpenuhi, seperti yang dijelaskan dalam firman Allah Swt

    “Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: yang lebih dari keperluannya. Demikian Allah menerangkan supaya kami berpikir” (QS. Al-Baqarah ayat 219)

  • Ketiga, bersedekahlah kepada anak-istri (nafkah), kerabat (anak yatim yang masih berkerabat dan kerabat yang memendam permusuhan), tetangga, sedekah untuk jihad fii sabilillah, dan kepada kawan yang berada di jalan Allah. Kita dianjurkan untuk bersedekah secara maksimal dan ditujukan kepada orang-orang yang terdekat dengan kita, sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadist

    “Sedekah yang paling utama adalah sedekah maksimal orang yang tidak punya, dan mulailah dari orang yang kamu tanggung”(HR. Abu Dawud dan Hakim, disahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahihul Jami’ no.1112).

Sumber : http://www.suaramuhammadiyah.id/2017/05/31/menilik-kembali-tujuan-bersedekah/

Hal-hal yang perlu dilakukan ketika melakukan ibadah sedekah, agar ibadahnya tidak rusak, antara lain :

Meluruskan niat, ikhlas bersedekah hanya untuk Allah

Sedekah mempunyai banyak keutamaan, namun keutamaan tersebut hanya dijadikan sebagai pendorong untuk semangat bersedekah saja. Memberikan sedekah harus dengan ikhlas semata-mata mengharap pahala dan keridaan Allah. bersedekah karena pamer dan ingin mendapat pujian dari orang lain akan menjadikan sedekah itu sia-sia dan tidak berpahala.

Allah SWT berfirman:

Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk (memberi taufik) siapa yang dikehendaki-Nya. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka pahalanya itu untuk kamu sendiri. Dan janganlah kamu membelanjakan sesuatu melainkan karena mencari keridaan Allah. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan, niscaya kamu akan diberi pahalanya dengan cukup sedang kamu sedikit pun tidak akan dianiaya (dirugikan). Surat Al-Baqarah Ayat 272

Firman Allah swt diatas dilatar belakangi karena adanya seorang sahabat yang berhijrah dari Makkah ke Madinah, akan tetapi hijrahnya bukan karena mengikuti perintah Allah dan ajakan Rasulullah melainkan karena wanita yang dicintainya yang bernama Ummu Qays juga turut hijrah ke Madinah.

Dalam memberikan sedekah harus ada keikhlasan dalam hati. Orang yang ikhlas dalam bersedekah tidak mengharapkan imbalan dari orang yang diberi sedekah dengan imbalan yang lebih besar dan hanya mengharapkan ridha Allah semata.

Allah SWT berfirman:

Dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya karena mencari keridhaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka hujan gerimis (pun memadai). Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu perbuat. Surat Al-Baqarah Ayat 265

Ayat ini menegaskan bahwa, sesungguhnya Allah memuji orang- orang yang menginfakkan hartanya dengan penuh keikhlasan dan mencari ridha Allah, mereka itulah orang-orang yang diberi balasan berlipat ganda.

Sedekah dari sesuatu yang baik (thayyib)

Thayyib adalah sesuatu yang baik dan disukai. Lawan katanya adalah buruk dan dibenci. Allah memerintahkan untuk bersedekah dengan sesuatu yang baik dan melarang untuk memilih barang-barang yang sudah buruk untuk disedekahkan.

Allah SWT berfirman:

Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk- buruk lalu kamu nafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji. Surat Al-Baqarah Ayat 267

Dengan kata lain, bersedekahlah dari harta kekayaanmu yang masih baik dan jangan pilih barang yang sudah buruk untuk disedekahkan. Ini merupakan larangan membatasi sedekah hanya dengan barang yang sudah buruk. Yang dimaksud al-Khabis disini bukan barang yang haram, karena memang barang haram sama sekali tidak boleh disedekahkan.

Menyedekahkan barang yang berkualitas rendah mengindikasikan kekurang hormatan pemberi sedekah dengan orang yang disedekahi. Apa yang dicurahkan dijalan Allah dan demi meraih keridhaannya itulah yang kelak bakal diberikan kepadanya. Jadi, seorang muslim harus mengambil sedekah dari barang terbaik yang dimilikinya agar layak diterima.

Bersedekah beberapa sen dan baju bekas yang sudah lusuh tidak dapat disebut sebagai bersedekah dengan barang berkualitas rendah, sebab yang dimaksud adalah barang yang berkualitas rendah berdasarkan ‘urf (adat kebiasaan), misalnya gabah yang berkutu. Ibnu Hajar dan lainnya menyatakan bahwa sunnah hukumnya bersedekah dengan baju yang masih baru selama ia masih memiliki baju yang lain.

Tidak menyebut-nyebut harta yang telah disedekahkan.

Orang muslim yang kaya tidak boleh membanggakan diri dihadapan orang yang telah diberi sedekah, atau melakukan sesuatu yang menyakiti orang yang diberinya sedekah, karena tidak bersikap seperti itu merupakan salah satu syarat diterimanya infak seseorang.

Firman Allah SWT:

Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima), mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun. Surat Al-Baqarah Ayat 262-263

Dalam ayat ini Allah memuji orang-orang yang berinfak dijalannya, tidak menyebut-nyebut lagi infak yang telah diberikan kepada orang lain, tidak menyakiti si penerima, baik dengan kata-kata ataupun dengan perbuatan, dan tidak pula menyinggungnya dengan sesuatu yang tidak disukainya, karena smua itu bisa menghilangkan pahala kebaikan baginya.

Diriwayatkan oleh Imam Muslim, Rasulullah SAW bersabda: ada tiga jenis orang yang tidak diajak bicara Allah pada hari kiamat, tidak dilihatnya maupun disucikannya, dan bagi mereka siksa yang pedih. Abu Dzarr menukas, alangkah malang dan ruginya mereka, siapa gerangan mereka wahai Rasulullah? Beliau menjawab,

Orang yang menjulurkan kain bawahannya (sarungnya) melebihi mata kaki, orang yang suka mengungkit-ungkit pemberian dan orang yang menjual barang dengannya dengan sumpah palsu.

Sedekah yang Utama

Berikut adalah cara-cara sedekah yang utama,

Sedekah yang dirahasiakan

Menyembunyikan dan menutup-nutupi sedekahnya hingga tangan kirinya seolah-olah tidak mengetahui apa yang diberikan oleh tangan kanannya. Dengan bahasa lain, jika tangan kiri adalah seorang laki-laki yang sadar, tentu ia akan mengetahui apa yang diinfakkan tangan kanan. Ini merupakan bentuk hiperbolis dalam hal merahasiakan, sebab keutamaan sedekah secara sembunyi-sembunyi jauh melebihi sedekah yang diberikan secara terang-terangan didepan orang umum dan membantu menyempurnakan kebaikan dengan kebaikan yang lain.

Firman Allah SWT:

Jika kamu menampakkan sedekah(mu), maka itu adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu. Dan Allah akan menghapuskan dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu; dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. Surat Al-Baqarah Ayat 271

Jika memberikan sesuatu kepada orang yang membutuhkan secara sembunyi-sembunyi, maka itu adalah lebih utama dibandingkan dengan terang-terangan. Menampakkan sedekah diperbolehkan selama dengan tujuan supaya dicontoh orang lain. Sedangkan menyembunyikan sedekah itu lebih baik dari menampakkannya, jika menampakkannya itu dapat menimbulkan riya pada diri si pemberi dan dapat pula menyakitkan hati orang yang diberi.

Sedekah dalam keadaan sehat

Sedekah yang dikeluarkan ketika pemiliknya dalam kondisi sehat adalah lebih utama. Nabi SAW bersabda:

Bersedekah ketika engkau dalam keadaan sehat dan sayang harta, dan kala itu engkau mengharapkan kekayaan dan takut kefakiran.

Orang muslim harus segera berinfak dan bersedekah sebelum ajalnya datang dan kesempatannya hilang. Itu merupakan langkah pelestarian nikmat harta dan meraih pahala dari Allah SWT. Allah berfirman:

Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata: Ya Tuhanku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian) ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang saleh? Surat Al-Munafiqun Ayat 10

Ayat ini menunjukkan bahwa orang yang memiliki harta benda hendaknya segera menginfakkannya, sebelum dia menyaksikan tanda- tanda kematian, nafasnya sesak, infaknya terhalang dan hilang kesempatannya untuk diterima infaknya, sehingga dia pun menyesal, padahal sebelumnya dia telah diberi kesempatan untuk berinfak.

Sedekah terhadap keluarga

Bersedekah hendaklah mendahulukan karib kerabatnya yang membutuhkan. Rasulullah telah memerintahkan kepada Abu Thalhah sebagaimana disebutkan dalam hadis.

Sedekah kepada orang miskin terhitung satu sedekah. Sedekah kepada karib kerabat terhitung dua, pahala sedekah dan pahala menyambung tali silaturrahim.

Hadis tersebut diriwayatkan oleh imam Ahmad, Tirmidhi, Nasa’i dan di sahihkan oleh al-Bani.

Referensi :

  • Ath-Thabari, Jami’ul bayan ‘an ta’wilil Qur’an (Beirut: Dar-Ihya’ at-Turats al-Arabi, 2001)
  • Abdul Aziz Muhammad Azzam, Abdul Wahab Sayyid Hawwas, Fiqih Ibadah
  • (Jakarta: Amzah, 2010)
  • Abdullah Lam bin Ibrahim, Fiqih Finansial (Solo: Era Intermedia, 2005)
  • Ibnu Kasir ad-Dimasyqi, Tasir Ibnu Kasir (Bandung: Sinar Algensindo, 2002),
  • Hasan Muhammad Ayyub, Panduan Ibadah trj. Abdul Ghaffar, Arif Rahman hakim (Jakarta: Almahira, 2005).
  • Saleh Alfauzan, Fiqih Sehari-hari (Jakarta: Gema Insani, 2006).

Bersedekah termasuk amal shalih yang paling agung, bahkan termasuk amal terbaik untuk mendekatkan diri kepada Allah. Bersedekah juga merupakan salah satu sebab dilindunginya seseorang dari adzab kubur dan mendapat naungan Allah pada hari kiamat. Apalagi jika orang yang mengeluarkan sedekah itu memerhatikan adab-adabnya.

Diantara adab bersedekah adalah sebagai berikut:

Mengiringi dengan basmallah

Mengiringi setiap aktivitas sedekah dengan bacaan basmallah, sebab ia merupakan perkara yang amat besar.

Niat Tulus

Hendaklah orang yang bersedekah supaya meluruskan niatnya. Hendaklah yang ia cari hanya wajah Allah SWT semata, bukan karena riya atau ingin dipuji manusia dengan dikatakan dermawan.

Rasulullah Saw bersabda,

“Ada seseorang yang Allah beri keluasan harta, kemudian dia mengakui nikmat tersebut pada hari kiamat. Dia ditanya, ‘Lantas apa yang engkau kerjakan dengan nikmat tersebut? Dia menjawab, Aku salurkan ke jalan yang Engkau cintai. Tidak ada satu pun jalan yang Engkau cintai kecuali aku berinfak di dalamnya.’ Allah berkata, ‘Engkau berdusta! Akan tetapi, engkau melakukan hal itu semua karena ingin dikatakan dermawan, dan engkau telah mendapatkannya! Akhirnya orang tersebut ditarik wajahnya dan dicampakkan ke dalam neraka.” (HR Muslim Bab 43 Orang yang bertempur untuk pamer dan popularitas /Hadis ke 1905)

Ikhlas dalam bersedekah

Seseorang wajib mengikhlaskan niat karena Allah semata di dalam bersedekah dan mencari keridhaan-Nya serta kedekatan disisi-Nya, baik sedekah wajib maupun sedekah sunnah. Jika keikhlasan tidak ada, maka sedekah akan batal dan dapat menggugurkan pahalanya. Karena dalam Islam, ikhlas merupakan kunci diterima atau tidaknya ibadah seseorang di hadapan Allah SWT.

Dalam konteks sedekah, ikhlas memiliki beberapa makna.

  • Pertama, Ikhlas dalam arti melakukan sedekah dalam rangka beribadah kepada Allah semata dan tidak mengharapkan imbalan dari-Nya. Ia tidak pernah mengharapkan imbalan dari manusia, apalagi hanya untuk mendapatkan pujian atau gelar sebagai orang yang dermawan.

Kedua, Ikhlas yang melahirkan syukur yang lahir dari pemahaman dan keyakinan bahwa rezeki dan harta yang dimiliki tidak lain bersumber dari Allah SWT, sehingga tidak ragu untuk menyedekahkan harta.

“Ada seorang lelaki datang kepada Rasulullah Saw, lalu berkata, ‘Bagaimana menurutmu seorang lelaki yang berperang untuk mencari pahala dan popularitas, apa yang ia dapat?’Maka Rasulullah Saw menjawab, “Tidak ada pun yang ia dapat. Lalu orang itu mengulanginya tiga kali, dan Rasulullah Saw tetap bersabda, ‘Tidak ada apa pun yang ia dapat. Lalu bersabda, Sesungguhnya Allah tidak menerima amal apa pun, kecuali yang ikhlas dan hanya untuk mengharapkan wajah-Nya dengannya.” (HR Abu Daud dan al-Nasa’i)

Hendaklah Sedekah itu dari Hasil yang Baik

Bersedekahlah dari harta yang halal karena itu merupakan sebab diterimanya sedekah dan yang akan menghasilkan pahala, sebagaimana sabda Nabi Saw yang diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a.:

“Tidaklah seseorang bersedekah dengan harta yang baik, dan Allah tidak akan menerima kecuali yang baik-baik, melainkan Allah akan mengambil dengan tangan kanan-Nya. Jika itu berupa sebutir kurma, niscaya ia akan tumbuh di telapak tangan Allah SWT hingga menjadi lebih besar daripada gunung. Sebagaimana seseorang di antara kamu menyemai benihnya atau memelihara anak unta.”(HR al-Nasa’i)

Al-fashil adalah unta kecil. Wajib atas orang yang bersedekah untuk mengusahakan agar sedekahnya berasal dari harta yang baik. Kalau tidak demikian, niscaya sedekahnya tidak akan diterima.

Rasulullah Saw bersabda,

“Dari Qatadah dari Abi al-Malih dari ayahnya berkata: “Aku telah mendengar Rasulullah Saw bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak akan menerima shalat tanpa bersuci dan Dia tidak akan menerima sedekah dari hasil yang haram”. (HR al-Nasa’i)

Memberikan Sedekah kepada orang-orang yang Membutuhkan

Hendaklah orang-orang yang bersedekah berusaha memberikan sedekahnya kepada orang-orang yang berhak menerimanya dari kalangan orang-orang fakir, miskin, anak yatim, janda, orang yang terlilit hutang, dan orang-orang yang berhak serta pantas menerima sedekah. Janganlah memberikan kepada orang-orang yang diketahui tidak membutuhkannya. Sebab, sedekah itu akan menjaga dari perbuatan yang haram untuk mendapatkan sesuap nasi atau yang lainnya.

Mendahulukan Sedekah kepada Karib Kerabat

Apabila karib kerabat termasuk orang yang membutuhkan, maka haknya lebih besar daripada hak orang lain.

Rasulullah Saw bersabda,

“Bersedekah kepada orang miskin bernilai satu sedekah, dan sedekah kepada orang yang memiliki hubungan karib kerabat mempunyai dua nilai, pahala sedekah dan pahala menyambung hubungan kekerabatan.” (HR al-Darimi)

Barang siapa yang mendapatkan kelapangan untuk bersedekah, hendaklah ia mendahulukan karib kerabatnya jika mereka membutuhkan karena mereka lebih berhak menerimanya. Dan utamanya kerabat dekat yang memiliki ikatan nasab, meskipun mereka wajib dinafkahi, kemudian kepada suami, istri, kerabat jauh, kerabat susuan, kerabat karena hubungan pernikahan, baru tetangga. Jika tidak demikian, boleh menyerahkannya kepada yang lain. Karena semakin dekat derajat kekerabatannya dengan orang yang menerima sedekah itu, maka semakin besar pula pahala sedekahnya.

Merahasiakan Sedekah kecuali untuk Suatu Kepentingan

Dianjurkan kepada setiap muslim jika ia bersedekah untuk merahasiakan sedekahnya dari pengetahuan manusia sebisa mungkin. Sesungguhnya hal itu lebih dekat kepada keikhlasan serta lebih menjaga harga diri dan kehormatan orang yang menerimanya.

Allah SWT berfirman,

“Jika kamu menampakan sedekah-sedekahmu, maka itu baik. Dan jika kamu menyembunyikannya dan memberikannya kepada orang-orang fakir, maka itu lebih baik bagimu dan Allah akan menghapus sebagian kesalahan-kesalahanmu. Dan Allah Mahateliti apa yang kamu kerjakan.” (QS al-Baqarah 271)

Rasulullah Saw telah menjelaskan bahwa orang yang merahasiakan sedekahnya termasuk orang-orang yang dinaungi pada hari ketika tidak ada naungan kecuali naungan Allah SWT.

Rasulullah Saw bersabda,

“Tujuh orang yang Allah naungi pada hari ketika tidak ada naungan kecuali naungan Allah SWT:…dan seorang yang bersedekah, ia menyembunyikan sedekahnya sehingga tangan kirinya tidak tahu apa yang disedekahkan oleh tangan kanannya.” (HR Muslim)

Hadis di atas berisi anjuran untuk merahasiakan sedekah. Meskipun demikian, apabila di sana ada kepentingan dan maslahat yang kuat untuk menampakannya, maka yang lebih baik adalah menampakannya. Contohnya, orang yang terhomat bersedekah kepada orang yang membutuhkan di hadapan khalayak agar mereka mengikutinya untuk bersedekah. Dengan begitu, ia telah mencontohkan kepada mereka perbuatan baik. Dan hal itu semua dilakukan dengan tetap menjaga diri dari riya’ dan tetap menjaga keikhlasan kepada Allah SWT di dalamnya.

Istiqamah dalam Bersedekah

Istiqamah merupakan salah satu sikap mental yang dimiliki seorang mukmin. Istiqamah merupakan manifestasi dari sebuah keyakinan bahwa ujian dalam hidup merupakan sunatullah yang telah Allah tetapkan atas diri manusia.

Dalam konteks sedekah, biasanya orang bersedekah ketika ia mendapatkan rezeki yang banyak, sedangkan ketika mendapatkan kesusahan, enggan bahkan lupa untuk bersedekah. Padahal, belum pernah ada orang yang miskin disebabkan menyedekahkan seluruh hartanya. Sebaliknya, orang yang konsisten dalam sedekah akan senantiasa mendapatkan keberkahan dalam hidupnya. Karena, para malaikat selalu mendoakannya agar Allah mencurahkan karunia bagi orang-orang yang rajin bersedekah.

Rasulullah Saw bersabda,

“Bahwasanya Nabi Saw bersabda: ‘Setiap hari, dua malaikat turun ke bumi. Salah seorang dari mereka berkata, “Ya Allah, gantilah harta orang yang bersedekah di jalan-Mu (dengan rezeki yang lebih banyak)”. Sedangkan yang satunya lagi berkata, “Ya Allah, binasakanlah harta orang yang menahan hartanya untuk disedekahkan.” (HR al-Bukhari)

Terkadang ada perasaan enggan dan malu untuk bersedekah karena merasa apa yang akan disedekahkan sedikit dan tidak bernilai. Tetapi, sebenarnya lebih baik sedikit tapi istiqamah daripada banyak tapi tidak istiqamah. Karena, Rasulullah Saw mencintai amalan yang istiqamah walaupun sedikit.

Rasulullah Saw bersabda,

“Diriwayatkan dari Aisyah r.a.: Seseorang bertanya kepada Nabi Saw, “Apakah perbuatan (ibadah) yang paling dicintai Allah? Nabi Saw bersabda, “Perbuatan ibadah yang dilakukan secara tetap (teratur) meskipun sedikit.” (HR al- Bukhari)

Hadis di atas menegaskan bahwa Allah lebih senang terhadap orang- orang yang konsisten dalam melaksanakan ibadah sekalipun nilainya kecil, khususnya bersedekah. Karena yang harus dipahami, bahwa kekayaan dan harta merupakan ujian dari Allah untuk mengetahui siapakah manusia yang melakukan amal terbaik.

Referensi :

  • ‘Abdul Aziz bin Fathi al-Sayyid Nada, Ensiklopedi Adab Islam , Jilid 2. Penerjemah Abu Ihsan al-Atsari (T.tp.: PT Pustaka Imam Asy-Syafi’i, 2009).
  • Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahab Sayyed Hawwas, Fiqih Ibadah Penerjemah Kaman As’at Irsyad dkk. (Jakarta: Amzah, 2010).
  • Amirulloh Syarbini, Sedekah Mahabisnis dengan Allah (Jakata: QultumMedia, 2012)
  • M. Nashiruddin al-Albani, Shahih al-Targhib wa al-Tarhib , Jilid 3. Penerjemah Izzudin Karimi dkk. (Jakarta: Pustaka Sahifa, 2007 ).
  • Abî ‘Abdirrahman Ahmad bin Syu’aib al-Nasâ’i, Sunan al-Nasâ’i (Riyadh: Maktabah al- Ma’ârif, t.t.).
  • Abu ‘Abdul al-Rahman Ahmad al-Nasa’i, Tarjamah Sunan al-Nasa’i . Penerjemah Bey Arifin dkk. (Semarang: CV. Asy Syifa’, 1993 ).
  • Wahbah Zuhaili, Fiqih Imam Syafi’i . Penerjemah Muhammad Afifi dan Abdul Hafiz (Jakata: almahira, 2010).