Masa remaja disebut sebagai masa penghubung atau masa peralihan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Pada periode ini terjadi perubahan-perubahan besar dan esensial mengenai kematangan fungsi-fungsi rohaniah dan jasmaniah, terutama fungsi seksual (Kartono, 1995).
Remaja, yang dalam bahasa aslinya disebut adolescence, berasal dari bahasa Latin adolescare yang artinya “tumbuh atau tumbuh untuk mencapai kematangan”. Bangsa primitif dan orang-orang purbakala memandang masa puber dan masa remaja tidak berbeda dengan periode lain dalam rentang kehidupan. Anak dianggap sudah dewasa apabila sudah mampu mengadakan reproduksi (Ali & Asrori, 2006).
Menurut Rice masa remaja adalah masa peralihan, ketika individu tumbuh dari masa anak-anak menjadi individu yang memiliki kematangan. Pada masa tersebut, ada dua hal penting menyebabkan remaja melakukan pengendalian diri. Dua hal tersebut adalah, pertama, hal yang bersifat eksternal, yaitu adanya perubahan lingkungan, dan kedua adalah hal yang bersifat internal, yaitu karakteristik di dalam diri remaja yang membuat remaja relatif lebih bergejolak dibandingkan dengan masa perkembangan lainnya (storm and stress period).
Masa remaja adalah masa transisi yang ditandai oleh adanya perubahan fisik, emosi dan psikis. Masa remaja, yakni antara usia 10-19 tahun, adalah suatu periode masa pematangan organ reproduksi manusia, dan sering disebut masa pubertas. Masa remaja adalah periode peralihan dari masa anak ke masa dewasa (Widyastuti, Rahmawati, Purnamaningrum; 2009).
Pubertas (puberty) ialah suatu periode di mana kematangan kerangka dan seksual terjadi secara pesat terutama pada awal masa remaja. Akan tetapi, pubertas bukanlah suatu peristiwa tunggal yang tiba-tiba terjadi. Pubertas adalah bagian dari suatu proses yang terjadi berangsur-angsur (gradual) (Santrock, 2002).
Pubertas adalah periode dalam rentang perkembangan ketika anak-anak berubah dari mahluk aseksual menjadi mahluk seksual. Kata pubertas berasal dari kata latin yang berarti “usia kedewasaan”. Kata ini lebih menunjukkan pada perubahan fisik daripada perubahan perilaku yang terjadi pada saat individu secara seksual menjadi matang dan mampu memperbaiki keturunan (Hurlock, 1980).
Santrock (2002) menambahkan bahwa kita dapat mengetahui kapan seorang anak muda mengawali masa pubertasnya, tetapi menentukan secara tepat permulaan dan akhirnya adalah sulit. Kecuali untuk menarche, yang terjadi agak terlambat pada masa pubertas, tidak ada tanda tunggal yang menggemparkan pada masa pubertas.
Pada 1974, WHO (World Health Organization) memberikan definisi tentang remaja yang lebih bersifat konseptual. Dalam definisi tersebut dikemukakan tiga kriteria, yaitu biologis, psikologis, dan sosial ekonomi, sehingga secara lengkap definisi tersebut berbunyi sebagai berikut. Remaja adalah suatu masa di mana:
-
Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda- tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual.
-
Individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa.
-
Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri.
Dalam tahapan perkembangan remaja menempati posisi setelah masa anak dan sebelum masa dewasa. Adanya perubahan besar dalam tahap perkembangan remaja baik perubahan fisik maupun perubahan psikis (pada perempuan setelah mengalami menarche dan pada laki-laki setelah mengalami mimpi basah) menyebabkan masa remaja relatif bergejolak dibandingkan dengan masa perkembangan lainnya. Hal ini menyebabkan masa remaja menjadi penting untuk diperhatikan.
Batasan Usia Remaja
Berdasarkan tahapan perkembangan individu dari masa bayi hingga masa tua akhir menurut Erickson, masa remaja dibagi menjadi tiga tahapan yakni masa remaja awal, masa remaja pertengahan, dan masa remaja akhir.
Kriteria usia masa remaja awal pada perempuan yaitu 13-15 tahun dan pada laki-laki yaitu 15-17 tahun. Kriteria usia masa remaja pertengahan pada perempuan yaitu 15-18 tahun dan pada laki-laki yaitu 17-19 tahun. Sedangkan kriteria masa remaja akhir pada perempuan yaitu 18-21 tahun dan pada laki-laki 19-21 tahun (Thalib, 2010).
Menurut Papalia & Olds (dalam Jahja, 2012), masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia akhir belasan tahun atau awal dua puluhan tahun.
Jahja (2012) menambahkan, karena laki-laki lebih lambat matang daripada anak perempuan, maka laki-laki mengalami periode awal masa remaja yang lebih singkat, meskipun pada usia 18 tahun ia telah dianggap dewasa, seperti halnya anak perempuan. Akibatnya, seringkali laki-laki tampak kurang untuk usianya dibandingkan dengan perempuan. Namun adanya status yang lebih matang, sangat berbeda dengan perilaku remaja yang lebih muda.
Menurut Mappiare masa remaja berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria. Rentang usia remaja ini dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu usia 12/13 tahun sampai dengan 17/18 tahun adalah remaja awal, dan usia 17/18 tahun sampai dengan 21/22 tahun adalah remaja akhir (Ali & Asrori, 2006).
Menurut hukum di Amerika Serikat saat ini, individu dianggap telah dewasa apabila telah mencapai usia 18 tahun, dan bukan 21 tahun seperti pada ketentuan sebelumnya. Pada usia ini, umumnya anak sedang duduk di bangku sekolah menengah (Hurlock dalam Ali & Asrori, 2006).
Masa remaja dimulai pada usia 11 atau 12 sampai masa remaja akhir atau awal usia dua puluhan, dan masa tersebut membawa perubahan besar saling bertautan dalam semua ranah perkembangan (Papalia, dkk., 2008).
Batasan usia remaja menurut WHO adalah 12 sampai 24 tahun. Menurut Depkes RI adalah antara 10 samapi 19 tahun dan belum kawin. Menurut BKKBN adalah 10 sampai 19 tahun (Widyastuti dkk., 2009).
Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa usia remaja pada perempuan relatif lebih muda dibandingkan dengan usia remaja pada laki-laki. Hal ini menjadikan perempuan memiliki masa remaja yang lebih panjang dibandingkan dengan laki-laki.
Tugas Perkembangan Remaja
Hurlock (1980) menjelaskan bahwa semua tugas perkembangan pada masa remaja dipusatkan pada pusaka penanggulangan sikap dan pola perilaku yang kekanak-kanakan dan mengadakan persiapan untuk menghadapi masa dewasa. Tugas-tugas tersebut antara lain:
-
Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita.
-
Mencapai peran sosial pria, dan wanita.
-
Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif.
-
Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab.
-
Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang-orang dewasa lainnya.
-
Mempersiapkan karir ekonomi.
-
Mempersiapkan perkawinan dan keluarga.
-
Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk berperilaku mengembangkan ideologi.
Ali & Asrori (2006) menambahkan bahwa tugas perkembangan masa remaja difokuskan pada upaya meninggalkan sikap dan perilaku kekanak-kanakan serta berusaha untuk mencapai kemampuan bersikap dan berperilaku secara dewasa. Hurlock (dalam Ali & Asrori, 2006) juga menambahkan bahwa tugas- tugas perkembangan masa remaja adalah berusaha:
-
Mampu menerima keadaan fisiknya;
-
Mampu menerima dan memahami peran seks usia dewasa;
-
Mampu membina hubungan baik dengan anggota kelompok yang berlainan jenis;
-
Mencapai kemandirian emosional;
-
Mencapai kemandirian ekonomi;
-
Mengembangkan konsep dan keterampilan intelektual yang sangat diperlukan untuk melakukan peran sebagai anggota masyarakat;
-
Memahami dan menginternalisasikan nilai-nilai orang dewasa dan orang tua;
-
Mengembangkan perilaku tanggung jawab sosial yang diperlukan untuk memasuki dunia dewasa;
-
Mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan;
-
Memahami dan mempersiapkan berbagai tanggung jawab kehidupan keluarga.
Kay (dalam Jahja, 2012) mengemukakan tugas-tugas perkembangan remaja adalah sebagai berikut:
-
Menerima fisiknya sendiri berikut keragaman kualitasnya.
-
Mencapai kemandirian emosional dari orang tua atau figur-figur yang mempunyai otoritas.
-
Mengembangkan keterampilan komunikasi interpersonal dan belajar bergaul dengan teman sebaya atau orang lain, baik secara individual maupun kolompok.
-
Menemukan manusia model yang dijadikan identitasnya.
-
Menerima dirinya sendiri dan memiliki kepercayaan terhadap kemampuannya sendiri.
-
Memperkuat self-control (kemampuan mengendalikan diri) atas dasar skala nilai, psinsip-psinsip, atau falsafah hidup. (Weltan-schauung).
-
Mampu meninggalkan reaksi dan penyesuaian diri (sikap/perilaku) kekanak-kanakan.
Hurlock (1980) juga menjelaskan sebagian besar orang-orang primitif selama berabad-abad mengenal masa puber sebagai masa yang penting dalam rentang kehidupan setiap orang. Mereka sudah terbiasa mengamati berbagai upacara sehubungan dengan kenyataan bahwa dengan terjadinya perubahan- perubahan tubuh, anak yang melangkah dari masa kanak-kanak ke masa dewasa.
Setelah berhasil melampaui ujian-ujian yang merupakan bagian penting dari semua upacara pubertas, anak laki-laki dan anak perempuan memperoleh hak dan keistimewaan sebagai orang dewasa dan diharap memikul tanggung jawab yang mengiringi status orang dewasa.
Dalam masa remaja, penampilan anak berubah, sebagai hasil peristiwa pubertas yang hormonal, mereka mengambil bentuk tubuh orang dewasa. Pikiran mereka juga berubah; mereka lebih dapat berpikir secara abstrak dan hipotesis. Perasaan mereka berubah terhadap hampir segala hal. Semua bidang cakupan perkembangan sebagai seorang remaja menghadapi tugas utama mereka: membangun identitas –termasuk identitas seksual- yang akan terus mereka bawa sampai masa dewasa (Papalia, Old, & Feldman; 2008).
Perkembangan Fisik Masa Remaja
Papalia & Olds (dalam Jahja, 2012) menjelaskan bahwa perkembangan fisik adalah perubahan-perubahan pada tubuh, otak, kapasitas sensoris, dan keterampilan motorik. Piaget (dalam Papalia & Olds 2001, dalam Jahja, 2012) menambahkan bahwa perubahan pada tubuh ditandai dengan pertambahan tinggi dan berat tubuh, pertumbuhan tulang dan otot, dan kematangan organ seksual dan fungsi reproduksi. Tubuh remaja mulai beralih dari tubuh kanak-kanak menjadi tubuh orang dewasa yang cirinya ialah kematangan. Perubahan fisik otak strukturnya semakin sempurna untuk meningkatkan kemampuan kognitif.
Pada masa remaja itu, terjadilah suatu pertumbuhan fisik yang cepat disertai banyak perubahan, termasuk di dalamnya pertumbuhan organ-organ reproduksi (organ seksual) sehingga tercapai kematangan yang ditunjukkan dengan kemampuan melaksanakan fungsi reproduksi. Perubahan yang terjadi pada pertumbuhan tersebut diikuti munculnya tanda-tanda sebagai berikut:
-
Tanda-tanda seks primer
Semua organ reproduksi wanita tumbuh selama masa puber. Namun tingkat kecepatan antara organ satu dan lainnya berbeda. Berat uterus pada anak usia 11 atau 12 tahun kira-kira 5,3 gram, pada usia 16 tahun rata-rata beratnya 43 gram. Sebagai tanda kematangan organ reproduksi pada perempuan adalah datangnya haid. Ini adalah permulaan dari serangkaian pengeluaran darah, lendir dan jaringan sel yang hancur dari uterus secara berkala, yang akan terjadi kira-kira setiap 28 hari. Hal ini berlangsung terus sampai menjelang masa menopause. Menopause bisa terjadi pada usia sekitar lima puluhan (Widyastuti dkk, 2009).
-
Tanda-tanda seks sekunder
Menurut Widyastuti dkk (2009) tanda-tanda seks sekunder pada wanita antara lain:
-
Rambut.
Rambut kemaluan pada wanita juga tumbuh seperti halnya remaja laki-laki. Tumbuhnya rambut kemaluan ini terjadi setelah pinggul dan payudara mulai berkembang. Bulu ketiak dan bulu pada kulit wajah tampak setelah haid. Semua rambut kecuali rambut wajah mula-mula lurus dan terang warnanya, kemudian menjadi lebih subur, lebih kasar, lebih gelap dan agak keriting.
-
Pinggul.
Pinggul pun menjadi berkembang, membesar dan membulat. Hal ini sebagai akibat membesarnya tulang pinggul dan berkembangnya lemak di bawah kulit.
-
Payudara.
Seiring pinggul membesar, maka payudara juga membesar dan puting susu menonjol. Hal ini terjadi secara harmonis sesuai pula dengan berkembang dan makin besarnya kelenjar susu sehingga payudara menjadi lebih besar dan lebih bulat.
-
Kulit.
Kulit, seperti halnya laki-laki juga menjadi lebih kasar, lebih tebal, pori-pori membesar. Akan tetapi berbeda dengan laki-laki kulit pada wanita tetap lebih lembut.
-
Kelenjar lemak dan kelenjar keringat.
Kelenjar lemak dan kelenjar keringat menjadi lebih aktif. Sumbatan kelenjar lemak dapat menyebabkan jerawat. Kelenjar keringat dan baunya menusuk sebelum dan selama masa haid.
-
Otot.
Menjelang akhir masa puber, otot semakin membesar dan kuat. Akibatnya akan membentuk bahu, lengan dan tungkai kaki.
-
Suara.
Suara berubah semakin merdu. Suara serak jarang terjadi pada wanita.
Perkembangan Psikis Masa Remaja
Widyastuti dkk (2009) menjelaskan tentang perubahan kejiwaan pada masa remaja. Perubahan-perubahan yang berkaitan dengan kejiwaan pada remaja adalah:
a) Perubahan emosi.
Perubahan tersebut berupa kondisi:
-
Sensitif atau peka misalnya mudah menangis, cemas, frustasi, dan sebaliknya bisa tertawa tanpa alasan yang jelas. Utamanya sering terjadi pada remaja putri, lebih-lebih sebelum menstruasi.
-
Mudah bereaksi bahkan agresif terhadap gangguan atau rangsangan luar yang mempengaruhinya. Itulah sebabnya mudah terjadi perkelahian. Suka mencari perhatian dan bertindak tanpa berpikir terlebih dahulu.
-
Ada kecenderungan tidak patuh pada orang tua, dan lebih senang pergi bersama dengan temannya daripada tinggal di rumah.
b) Perkembangan intelegensia.
Pada perkembangan ini menyebabkan remaja:
- Cenderung mengembangkan cara berpikir abstrak, suka memberikan kritik.
- Cenderung ingin mengetahui hal-hal baru, sehingga muncul perilaku ingin mencoba-coba.
Tetapi dari semua itu, proses perubahan kejiwaan tersebut berlangsung lebih lambat dibandingkan perubahan fisiknya.
Perkembangan Kognitif Masa Remaja
Perkembangan kognitif adalah perubahan kemampuan mental seperti belajar, memori, menalar, berpikir, dan bahasa (Jahja, 2012).
Menurut Piaget (dalam Santrock, 2001; dalam Jahja, 2012), seorang remaja termotivasi untuk memahami dunia karena perilaku adaptasi secara biologis mereka. Dalam pandangan Piaget, remaja secara aktif membangun dunia kognitif mereka, di mana informasi yang didapatkan tidak langsung diterima begitu saja ke dalam skema kognitif mereka. Remaja telah mampu membedakan antara hal-hal atau ide-ide yang lebih penting dibanding ide lainnya, lalu remaja juga mengembangkan ide-ide ini. Seorang remaja tidak saja mengorganisasikan apa yang dialami dan diamati, tetapi remaja mampu mengholah cara berpikir mereka sehingga memunculkan suatu ide baru.
Kekuatan pemikiran remaja yang sedang berkembang membuka cakrawala kognitif dan cakrawala sosial baru. Pemikiran mereka semakin abstrak (remaja berpikir lebih abstrak daripada anak-anak), logis (remaja mulai berpikir seperti ilmuwan, yang menyusun rencana-rencana untuk memecahkan masalah-masalah dan menguji secara sistematis pemecahan-pemecahan masalah), dan idealis (remaja sering berpikir tentang apa yang mungkin. Mereka berpikir tentang ciri- ciri ideal diri mereka sendiri, orang lain, dan dunia); lebih mampu menguji pemikiran diri sendiri, pemikiran orang lain, dan apa yang orang lain pikirkan tentang diri mereka; serta cenderung menginterpretasikan dan memantau dunia sosial (Santrock, 2002).
Masa remaja awal (sekitar usia 11 atau 12 sampai 14 tahun), transisi keluar dari masa kanak-kanak,menawarkan peluang untuk tumbuh – bukan hanya dalam dimensi fisik, tetapi juga dalam kompetensi kognitif dan sosial (Papalia dkk, 2008).
Perkembangan Emosi Masa Remaja
Karena berada pada masa peralihan antara masa anak-anak dan masa dewasa, status remaja remaja agak kabur, baik bagi dirinya maupun bagi lingkungannya (Ali & Asrori, 2006).
Semiawan (dalam Ali & Asrori, 2006) mengibaratkan: terlalu besar untuk serbet, terlalu kecil untuk taplak meja karena sudah bukan anak-anak lagi, tetapi juga belum dewasa. Masa remaja biasanya memiliki energi yang besar, emosi berkobar-kobar, sedangkan pengendalian diri belum sempurna. Remaja juga sering mengalami perasaan tidak aman, tidak tenang, dan khawatir kesepian.
Ali & Ansori (2006) menambahkan bahwa perkembangan emosi seseorang pada umumnya tampak jelas pada perubahan tingkah lakunya. Perkembangan emosi remaja juga demikian halnya. Kualitas atau fluktuasi gejala yang tampak dalam tingkah laku itu sangat tergantung pada tingkat fluktuasi emosi yang ada pada individu tersebut. Dalam kehidupan sehari-hari sering kita lihat beberapa tingkah laku emosional, misalnya agresif, rasa takut yang berlebihan, sikap apatis, dan tingkah laku menyakiti diri, seperti melukai diri sendiri dan memukul-mukul kepala sendiri.
Sejumlah faktor menurut Ali & Asrori (2006) yang dapat mempengaruhi perkembangan emosi remaja adalah sebagai berikut:
-
Perubahan jasmani.
Perubahan jasmani yang ditunjukkan dengan adanya perubahan yang sangat cepat dari anggota tubuh. Pada taraf permulaan pertumbuhan ini hanya terbatas pada bagian-bagian tertentu saja yang mengakibatkan postur tubuh menjadi tidak seimbang. Ketidakseimbangan tubuh ini sering mempunyai akibat yang tak terduga pada perkembangan emosi remaja. Tidak setiap remaja dapat menerima perubahan kondisi tubuh seperti itu, lebih-lebih jika perubahan tersebut menyangkut perubahan kulit yang menjadi kasar dan penuh jerawat. Hormon-hormon tertentu mulai berfungsi sejalan dengan perkembangan alat kelaminnya sehingga dapat menyebabkan rangsangan di dalam tubuh remaja dan seringkali menimbulkan masalah dalam perkembangan emosinya.
-
Perubahan pola interaksi dengan orang tua.
Pola asuh orang tua terhadap anak, termasuk remaja, sangat bervariasi. Ada yang pola asuhnya menurut apa yang dianggap terbaik oleh dirinya sendiri saja sehingga ada yang bersifat otoriter, memanjakan anak, acuh tak acuh, tetapi ada juga yang dengan penuh cinta kasih. Perbedaan pola asuh orang tua seperti ini dapat berpengaruh terhadap perbedaan perkembangan emosi remaja. Cara memberikan hukuman misalnya, kalau dulu anak dipukul karena nakal, pada masa remaja cara semacam itu justru dapat menimbulkan ketegangan yang lebih berat antara remaja dengan orang tuanya.
-
Perubahan pola interaksi dengan teman sebaya.
Remaja seringkali membangun interaksi sesama teman sebayanya secara khas dengan cara berkumpul untuk melakukan aktifitas bersama dengan membentuk semacam geng. Interksi antaranggota dalam suatu kelompok geng biasanya sangat intens serta memiliki kohesivitas dan solidaritas yang sangat tinggi. Pembentukan kelompok dalam bentuk geng seperti ini sebaiknya diusahakan terjadi pada masa remaja awal saja karena biasanya bertujuan positif, yaitu untuk memenuhi minat mereka bersama.
-
Perubahan pandangan luar.
Ada sejumlah pandangan dunia luar yang dapat menyebabkan konflik-konflik emosional dalam diri remaja, yaitu sebagai berikut:
-
Sikap dunia luar terhadap remaja sering tidak konsisten. Kadang- kadang mereka dianggap sudah dewasa, tetapi mereka tidak mendapat kebebasan penuh atau peran yang wajar sebagaimana orang dewasa. Seringkali mereka masih dianggap anak kecil sehingga menimbulkan kejengkelan pada diri remaja. Kejengkelan yang mendalam dapat berubah menjadi tingkah laku emosional.
-
Dunia luar atau masyarakat masih menerapkan nilai-nilai yang berbeda untuk remaja laki-laki dan perempuan. Kalau remaja laki- laki memiliki banyak teman perempuan, mereka mendapat predikat populer dan mendatangkan kebahagiaan. Sebaliknya, apabila remaja putri mempunyai banyak teman laki-laki sering sianggap tidak baik atau bahkan mendapat predikat yang kurang baik. Penerapan nilai yang berbeda semacam ini jika tidak disertai dengan pemberian pengertian secara bijaksana dapat menyebabkan remaja bertingkah laku emosional.
-
Seringkali kekosongan remaja dimanfaatkan oleh pihak luar yang tidak bertanggung jawab, yaitu dengan cara melibatkan remaja tersebut ke dalam kegiatan-kegiatan yang merusak dirinya dan melanggar nilai-nilai moral.
-
Perubahan interaksi dengan sekolah.
Pada masa anak-anak, sebelum menginjak masa remaja, sekolah merupakan tempat pendidikan yang diidealkan oleh mereka. Para guru merupakan tokoh yang sangat penting dalam kehidupan mereka karena selain tokoh intelektual, guru juga merupakan tokoh otoritas bagi para peserta didiknya. Oleh karena itu, tidak jarang anak-anak lebih percaya, lebih patuh, bahkan lebih takut kepada guru daripada kepada orang tuanya. Posisi guru semacam ini sangat strategis apabila digunakan untuk pengembangan emosi anak melalui penyampaian materi-materi yang positif dan konstruktif.