Apakah Memutuskan Hubungan Dengan Toxic Parent Perlu Dilakukan?

Toxic parents merupakan salah satu jenis pola asuh di mana orangtua selalu menginginkan keinginan dan kemauannya dituruti oleh anak tanpa memikirkan perasaan serta kurang menghargai hak berpendapat pada anak. Bahkan, tidak jarang toxic parents melakukan kekerasan verbal pada anak dengan mengucapkan kata-kata yang seharusnya tidak diterima oleh anak.

Melansir Healthline, pola asuh toxic parenting yang dilakukan secara konsisten dapat mempengaruhi tumbuh kembang anak, sehingga anak rentan membentuk pola perilaku yang negatif dalam hidupnya. Biasanya, anak-anak dengan toxic parents akan melakukan pembatasan antara diri sendiri dan orangtua. Selain itu, komunikasi anak dan orangtua tidak akan berjalan dengan baik.

Tidak hanya itu, pola asuh toxic parenting juga dapat mempengaruhi kondisi kesehatan mental anak, seperti gangguan kecemasan, stress, dan rasa percaya diri yang rendah.

Jadi, bagaimana menurut kalian? Apakah memutuskan hubungan dengan toxic parent perlu dilakukan?

Referensi

https://www.halodoc.com/artikel/toxic-parenting-pengaruhi-kesehatan-mental-anak

Memutuskan hubungan dengan toxic parent itu perlu, namun jika konteksnya disini memutuskan hubungan dengan orangtua yang pola asuhnya toxic itu dirasa sulit dan tidak mungkin ya.

Bagaimanapun juga mereka orangtua kita, mungkin mereka tidak tahu bagaimana cara parenting yang baik atau mereka menjadi korban juga dari toxic parenting.

Sebagai anak, kita coba dulu saja untuk mengerti mengapa orangtua melakukan hal itu, sedikit-sedikit memberitahu bagaimana pola asuh yang baik (menggunakan bahasa yang baik dan mudah dimengerti agar tidak bermaksud menggurui orangtua), bagaimana dampak-dampak yang sudah atau akan dialami nantinya jika kita terus-terusan mendapat pola asuh toxic parenting, dan satu kunci yang utama yang perlu kita lakukan yaitu, jika kita sadar bahwa kita mendapat pola asuh yang tidak baik dan kita tau bagaimana seharusnya pola asuh yang baik agar tidak merusak kesehatan mental.

Tumbuhkanlah tekad yang kuat agar kelak ketika kita menjadi orangtua, kita tidak melakukan hal yang sama (toxic parenting) dengan apa yang orangtua kita lakukan (memutus toxic parenting dimulai dari diri sendiri agar tidak berkelanjutan).

Anak-anak berhak lahir pada keluarga yang bahagia, dan mencintai anak seutuhnya. Tetapi, kenyataannya, pada zaman sekarang ini banyak sekali anak-anak yang tumbuh dengan orangtua yang toxic, dan membuat mental anak hancur. Orangtua seperti ini sering disebut sebagai Toxic Parents. Jika saya berada disituasi ini, saya akan berbicara baik-baik dengan orang tua saya, jika mereka masih berpegang terguh akan ego mereka. Saya lebih baik memilih untuk pergi dan tinggal jauh dari orang tua, sampai orang tua saya bisa berpikir bahwa zaman udah berubah 180drajat, kita juga sudah besar dan udah bisa menentukan mana yang terbaik untuk diri kita sendiri. Jadi, jika saya berada dilingkungan tersebut, saya akan pergi atau tinggal yang jauh dari orang tua, tetapi saya tidak akan memutuskan hubungan antara orang tua dan anak. Menurut saya kesehatan mental saya lebih penting dari apapun.

Menurut saya tidak, karena Orangtua yang bersikap toxic kemungkinan sulit untuk diidentifikasi karena mereka bisa saja tetap menunjang biaya hidup dan memberikan yang terbaik untuk sang anak. Akan tetapi secara bersamaan, Orangtua bisa bersikap memaksa, mengekang, merendahkan, dan membatasi keputusan serta opini si anak. Dengan sikap-sikap tersebut yang terus menerus ditunjukan selama bertahun-tahun akan berdampak pada psikologis anak serta sebagai penentu bagaimana anak bersikap di masa depan.

Mungkin menurut saya bukan memutuskan ya tapi lebih kepada Orangtua coba untuk membuang stigma tentang toxic parents seperti apa dengan memakai pola asuh dan mengikuti sekaligus mengawasi anak seperti apa. Kita sebagai orang tua juga boleh memberikan nasihat bukan berarti kita harus memaksakan anak kita untuk mengikuti semua kemauan kita juga. Anak juga memiliki pandangannya sendiri dan kita sebagai Orangtua juga harus mendengarkan pendapat dari anak kita. Agar nantinya tidak ada rasa terkekang dan terbebani dari sih anak tadi dari kemauan orang tuanya harus dituruti.

Orangtua juga diharapkan memberikan kritikan bukan hinaan atas apa yang dilakukan oleh anak terhadap suatu pencapaiannya. Dan jika anak mengalami kesulitan tentang masalahnya sebaiknya orang tua dapat memposisikan diri sebagai sahabat dimana anak akan jauh lebih terbuka dan agar tidak ada anggapan anak bahwa orang tua lebih berhak terhadap tumbuh kembang dalam berperilaku. Iya benar orang tua berhak untuk itu, tetapi orang tua juga harus memberikan ruang anak untuk berpikir sembari orang tua memberikan arahan sekaligus terus memberikan semangat kepada anak agar sang anak dapat merasakan bahwa orang tua mendukung dan memberikan perhatian atas segala tindakan yang ingin diambil sih anak.

Saya kurang setuju dengan argumen tersebut, karena orang tua yang toxic rata-rata sulit untuk diubah pola pikirnya. Dengan langkah kita sebagai anak untuk memutus hubungan adalah langkah awal yang tepat sebagai pemulihan mental dan terhindar dari faktor utama yang merusak kesehatan mental.

Kesehatan mental setiap orang sangat mempengaruhi karakter seseorang ketika dewasa atau pun ketika memiliki anak nantinya. Jika semakin lama dan terus berulang kali mengalami perilaku seperti itu maka dapat menyebabkan dampak yang buruk, tidak hanya dalam aspek psikologis melainkan secara keseluruhan.

Menurut pandangan saya, tidak perlu sampai memutuskan hubungan. Karena bagaimanapun orang tua memiliki alasan tersendiri mengapa sampai berperilaku toxic terhadap sang anak. Misalnya orang tua memiliki trauma masa kecil sehingga membawa luka akibat pengasuhan yang tidak benar atau disfungsional dalam keluarga. Hal ini juga dapat berpengaruh terhadap pola asuh kepada generasi selanjutnya dan akhirnya timbullah perilaku toxic parents.

Toxic parents sendiri sangat berdampak negatif terhadap tumbuh kembang anak, anak-anak yang mengalami toxic parents akan cenderung menyalahkan diri sendiri dan kurang memiliki rasa percaya diri. Tentunya, perilaku tersebut akan terbawa hingga kelak ia dewasa bahkan sampai memiliki anak. Biasanya, efek negatif dari anak dengan toxic parents ialah mereka tumbuh menjadi pribadi yang merasa tidak berharga, memiliki citra diri yang buruk, selalu dihantui rasa bersalah, mudah marah, stress, dan gangguan mental lainnya.

Untuk mengatasi hal tersebut,maka perlu adanya komunikasi yang intens antara keluarga maupun anak sehingga terciptanya ruang dialog. Tentunya komunikasi yang dilakukan bukan hanya sebatas percakapan semata melainkan juga bisa diwujudkan melalui perbuatan seperti perhatian, ciuman, dan kata-kata pujian atau positif.

Ya, betul, memang jika semakin lama mengalami perilaku seperti itu pasti akan memengaruhi pertumbuhkan karakter seseorang.

Menurut pengalaman pribadi saya, saya pernah berbincang dengan psikiater membahas hal yang serupa, Memang sulit mengubah pola pikir sesorang apalagi jika itu sesuatu yang sudah melekat bertahun-tahun pada dirinya akan tetapi kita juga tidak bisa memutus hubungan dengan orangtua kita sendiri, dengan begitu sebaiknya kita lebih mengerti kondisi orangtua, memaafkannya, dan tidak menjadikannya mereka sebagai role mode kita jika kelak menjadi orangtua nanti.

Dan Lebih baik kita fokus kepada diri sendiri, bagaimana mengelola emosi dengan baik tanpa perlu memutuskan hubungan dengan orangtua. Jika perlu menjauh dari orangtua untuk mendapat ketenangan, menjauhlah secukupnya, berilah diri sendiri ruang untuk mengelola emosi dengan baik.

Cukuplah memutuskan Toxic parenting pada diri sendiri (jika sudah megalaminya) tidak menjadikannya turun temurun dan mulailah memberitahu orang-orang sekitar bagaimana buruknya dampak dari Toxic Parenting pada anak.

Pola asuh toxic parenting memang memberikan dampak yang tidak baik bagi anak, terutama untuk kesehatan mental anak yang dapat berpengaruh dalam kehidupan mereka dalam mengembangkan diri. Pernyataan untuk memutuskan hubungan dengan orang tua yang toxic menurut saya kurang tepat. Bagaimanapun, selama kita hidup merekalah yang membiayai kita, yang mengajari dan menyayangi kita sejak kecil, namun cara merekalah yang salah sehingga tanpa sadar menjadikan orang tua menjadi toxic. Selain itu, memutus hubungan dengan orang tua adalah hal yang buruk dan terkesan kita tidak memiliki rasa terima kasih terhadap orang tua.

Apabila di antara kita memiliki orang tua yang toxic, sebagai langkah awal kita bisa mengajak mereka ngobrol terlebih dahulu terkait apa yang kita inginkan dengan baik-baik. Kita bisa memberitahukan apa saja rencana dan usaha kita untuk mencapai apa yang kita inginkan. Tentu saja kita juga harus memberikan bukti konkrit terkait usaha yang kita inginkan.

Memutuskan hubungan atau tidak itu adalah pilihan.
Anda yang paling mengenal dan bisa paham tentang karakter orang tua Anda juga Anda sendiri yang bisa mengetahui seberapa jauh Anda akan bertahan dengan segala perlakuan mereka. Anda mau bertahan, silakan.

Namun, memutuskan hubungan rasanya akan memunculkan stigma. Jadi, menurut saya, jika Anda masih tidak kuasa dengan notaben mereka sebagai orang tua, cukup hormati sebagai bentuk simbolik ke orang yang usianya lebih tua dibanding kita. Jika memaksakan untuk menasehati atau memberikan pengertian tentang pola parenting yang baik, sepertinya sia-sia saja.

Jika Anda cukup secara finansial, keluar dari rumah sepertinya bukan pilihan yang buruk. Atau jika Anda memang masih perlu dukungan orang tua secara finansial, cukup kurangi kontak dengan mereka saja karena semakin Anda bersebrangan dengan Toxic Parent, semakin berat pula tekanan yang Anda peroleh nantinya.

Daripada memutuskan hubungan dengan orang tua, cobalah untuk tidak peduli dengan mencari aktivitas atau kesibukan dan fokus pada impian atau cita-cita Anda. Lakukan apa yang Anda suka sebagai self healing dan motivasi untuk segera mandiri secara finansial.

Toxic parents merupakan tipe orang tua yang mengatur anak sesuai dengan kemauannya tanpa menghargai perasaan dan pendapat sang anak. Kondisi ini bisa membuat anak merasa terkekang dan ketakutan. Bahkan, tak jarang anak tumbuh menjadi pribadi yang sering menyalahkan diri sendiri dan memiliki rasa percaya diri yang rendah. apakah perlu memutuskan hubungan toxic parents? menurut saya tidak perlu memutuskan hubungan dengan orang tua yang memiliki sifat toxic. Akan tetapi, untuk menghadapi toxic parent harus ekstra sabar seperti mengkomunikasikan dengan orang tua apa yang membuat kamu merasa tidak nyaman, apabila orang tua sedang mengutarakan kemauannya maka kamu jangan kebawa emosi tetapi mengarahkan pembicaraan ke arah positif agar mereka lupa dengan pembahasan yang tidak mengenakan tersebut, dan jangan memaksa untuk merubah perilaku orang tua

Saya setuju dengan pertanyaan ini. Karena pada dasarnya memutuskan hubungan dengan orangtua juga tidak segampang itu. Kecuali jika anak tersebut sudah berkeluarga dan berpindah kartu keluarga, itu lain cerita. Sebagai anak yang nama di kartu keluarga masih menumpang, maka keputusan untuk menjauh dan tidak berinteraksi secara langsung merupakan langkah yang tepat. Apalagi jika seseorang yang memiliki orang tua toxic ini sudah bisa mencari uang sendiri dan tidak merepotkan mereka. Karena pada dasarnya, orang tua yang seperti ini tidak akan mendukung apapun yang akan dilakukan oleh anaknya dan tidak akan mendengarkan penjelasan mereka meskipun anak tersebut benar.

Untuk kasus toxic parent aku lebih memilih untuk fokus pada cara menghadapinya daripada memutus hubungan dengan orang tua. Memang tidak akan mudah tetapi kita bisa memulainya dengan menerapkan batasan antara diri sendiri dan orang tua Untuk menetapkan batasan ini kamu harus bersikap asertif, yaitu tegas dan percaya diri dalam berkomunikasi tanpa memancing respons negatif dari lawan bicara. Komunikasikan dengan orang tuamu apa saja hal yang membuat kamu merasa tidak nyaman dan bahagia. Sesekali kamu bisa mengatakan “tidak” jika memang yang mereka katakan tidak sesuai dengan keinginanmu. Namun, pastikan kamu memberi alasan yang jelas agar mereka tidak memaksamu lagi. Intinya memperbaiki komunikasi adalah hal pertama dan hal yang paling harus diusahakan daripada meutus hubungan dengan orang tua yang memiliki andil besar pada kehidupan kita.

1 Like

Menurut saya, tidak perlu sampai memutuskan hubungan dengan orang tua yang demikian. Karena biar bagaimana pun, ikatan antara orang tua kandung dan anak kandung adalah ikatan yang permanen karena bertalian darah secara langsung. Mungkin ada yang namanya mantan istri atau suami, tapi tidak ada namanya mantan orangtua atau anak.

Selain itu, anak juga perlu lebih teliti lagi dalam mengidentifikasi apakah orang tua nya toxic atau tidak. Kadang-kadang ada yang asal main cap toxic ke orang tua nya. Diperlakukan tidak enak sedikit oleh orang tua, toxic. Dilarang sedikit oleh orang tua, toxic. Dimarahi sedikit oleh orang tua, toxic. Terkadang labelling semacam ini malah digunakan si anak untuk menjustifikasi ketidakpatuhannya sendiri.

Kalaupun orang tua nya memang benar-benar toxic menurut standar yang berlaku, seperti pendapat teman-teman diatas, mungkin bisa mengutamakan dialog terlebih dahulu sehingga kedua belah pihak bisa saling memahami.