Apa yang dimaksud Small is Beautiful dalam sebuah organisasi atau Teori Ekonomi Skala ?

Small is Beautiful

Small is Beautiful adalah sebuah istilah yang dipopulerkan oleh Ernst Friedrich ‘Fritz’ Schumacher, seorang ahli ekonomi, yang mengatakan bahwa sebuah organisasi harus “dibuat” tetap kecil agar berhasil. Prinsip ini biasa disebut Teori Ekonomi Skala (theory of economies of scale)

Bagaimana penjelasannya lebih detail ?

Istilah “Small is Beautiful” didalam sebuah organisasi dipelopori oleh E.F. Schumacher ketika mempublikasikan karya utamanya yang berjudul Small is Beautiful: A Study of Economics as if People Mattered pada tahun 1973. Karya tersebut terdiri dari 19 bab dan sebuah epilog yang menyatukan berbagai artikel, esai dan ceramah yang ditulisnya dari pertengahan 1960-an hingga awal 1970-an.

Meskipun kontribusi langsung Schumacher terhadap teori manajemen secara substansial terkandung dalam tiga bab dari buku ini (yaitu bab-bab berjudul ‘A Question of Size’; ‘Technology With a Human Face’; dan “Towards a Theory of Large-Scale Organization”), namun sindiran terhadap isu-isu manajemen tersebar di seluruh penelitiannya.

Pusat pemikiran Schumacher adalah masalah ukuran organisasi. Dalam karyanya ini dia sangat dipengaruhi oleh ide-ide ekonom Austria, Leopold Kohr, terutama bukunya The Breakdown of Nations, yang pertama kali diterbitkan pada tahun 1957. Kohr mengembangkan apa yang ia sebut teori ukuran kesengsaraan, dimana teori ini mengklaim bahwa :

… there is no misery on earth that cannot be successfully handled on a small scale as, conversely, there is no misery on earth that can be handled at all except on a small scale. In vastness, everything crumbles, even the good, because … the world’s one and only problem is not wickedness but bigness: and not the thing that is big, whatever it may be, but bigness itself.

… tidak ada kesengsaraan di bumi yang tidak dapat ditangani dengan sukses dalam skala kecil, sebaliknya, tidak ada penderitaan di bumi yang dapat ditangani sama sekali kecuali dalam skala kecil. Dalam keluasannya, semuanya runtuh, bahkan yang baik, karena … satu-satunya masalah di dunia bukanlah kejahatan tetapi kebesaran: dan bukan pada hal yang besar, apa pun itu, tetapi besar itu sendiri. (Kohr, 1957/2001, hal.95)

Terinspirasi oleh Kohr, Schumacher meningkatkan kritik secara terus-menerus terhadap kecenderungan organisasi untuk menjadi semakin besar. Seperti yang ia katakan, ‘Saya dibesarkan pada teori ekonomi skala (theory of economies of scale) - bahwa didalam industri dan perusahaan, seperti halnya dengan negara-negara, ada kecenderungan yang tak tertahankan, didikte oleh teknologi modern, agar industri dan perusahaan itu menjadi semakin besar’ (Schumacher, 1973/1993, hal.48).

Dia mengkarakteristikkan sebuah gagasan bahwa organisasi harus terus menjadi lebih besar sebagai 'penyembahan terhadap ukuran besar dan mengistilahkan seluruh fenomena tersebut sebagai “gigantisme”. Menurut Schumacher, organisasi raksasa, hampir pasti akan menghasilkan sistem birokrasi yang melemahkan, anonimitas dan ketidaksehatan. Dengan menggunakan kata-katanya sendiri :

… nobody really likes large-scale organization; nobody likes to take orders from a superior who takes orders from a superior who takes orders … Even if the rules devised by bureaucracy are outstandingly humane, nobody likes to be ruled by rules, that is to say, by people whose answer to every complaint is: I did not make the rules: I am merely applying them.

… tidak ada yang benar-benar menyukai organisasi berskala besar; tidak ada yang suka menerima perintah dari atasan yang menerima peruntah dari atasan yang menerima perintah… Bahkan jika aturan yang dibuat oleh birokrasi luar biasa manusiawi, tidak ada yang suka diatur oleh aturan, artinya, jawaban dari orang-orang yang menerima setiap keluhan adalah: Saya tidak membuat peraturan: Saya hanya menerapkannya. (Schumacher, 1973/1993, hal.203)

Terlepas dari sikap permusuhannya yang umum terhadap organisasi berskala besar, bagaimanapun, Schumacher tidak cukup naif untuk mempertimbangkan bahwa setiap industri modern dapat direstrukturisasi sebagai perusahaan berskala kecil, perusahaan tatap muka (face-to-face enterprise). Bahkan dia siap mengakui bahwa ‘organisasi berskala besar tetap ada dan tinggal di sini’ tetapi ditambahkan, yang terpenting, bahwa ‘tugas mendasar adalah mencapai kecilnya organisasi dalam organisasi besar’ (Schumacher, 1973/1993, hal.203).

Contoh “kecilnya organisasi didalam organisasi berukuran besar”, dalam pandangan Schumacher, telah ada dan hal itu termasuk di organisasi NCB. Ketika dia melihatnya, pencapaian terbesar Alfred Sloan di General Motors, adalah ‘membentuk perusahaan raksasa ini sedemikian rupa sehingga menjadi, pada kenyataannya, sebuah federasi perusahaan yang berukuran cukup wajar’ (Schumacher, 1973/1993 , hal.48).

Schumacher memiliki prasangka yang kuat dalam hal yang kecil - seperti yang ia katakan dalam frasa paling ringkas, ‘manusia itu kecil, dan, karenanya, kecil itu indah’ (Schumacher, 1973/1993, hal.131).

Namun, ia tetap mengakui bahwa kebutuhan untuk koherensi operasional, ketertiban, stabilitas, efisiensi dan bahkan daya saing sering cenderung membuat ukuran organisasi menjadi besar. Karena itu, dia melihat bahwa perannya adalah menawarkan sebuah koreksi dan berusaha untuk membentuk kompromi antara keidealan organisasi skala kecil dan keharusan teknologi yang mendorong perusahaan tersebut menuju menuju gigantisme. Hal ini mendorong Schumacher untuk memajukan teori organisasi berskala besar dalam bentuk lima prinsip panduan, yaitu :

1. Prinsip fungsi subsidiaritas atau anak perusahaan

Prinsip ini diturunkan langsung dari Papal Encyclical Quadragesimo Anno, yang menyatakan bahwa :

'sebuah komunitas dengan tatanan yang lebih tinggi tidak boleh ikut campur dalam kehidupan internal komunitas dengan tatanan yang lebih rendah, tetapi sebaiknya tetap mendukungnya jika diperlukan dan membantu dalam meng-koordinasi-kan kegiatannya dengan kegiatan-kegiatan komunitas lainnya, dan selalu dengan maksud untuk kebaikan bersama '.

Schumacher menyadari bahwa gagasan subsidiaritas ditujukan kepada masyarakat luas. Namun, ia berpendapat bahwa gagasan itu berlaku sama untuk berbagai strata didalam suatu organisasi besar. Seperti yang dia katakan, 'tingkat yang lebih tinggi tidak boleh menyerap fungsi yang lebih rendah, dengan asumsi bahwa, menjadi lebih tinggi, secara otomatis akan membuatnya menjadi lebih bijaksana dan membuat mereka menjadi lebih efisien … Prinsip fungsi anak perusahaan mengajarkan kita bahwa pusat akan mendapatkan otoritas dan efektivitas jika kebebasan dan tanggung jawab dari formasi yang lebih rendah dijaga dengan hati-hati '(Schumacher, 1973/1993, hal.205).

Untuk mencapai struktur ini, Schumacher mengusulkan bahwa organisasi besar harus terdiri dari banyak unit-unit semi-otonom atau quasi-firms. Masing-masing unit ini harus diberi kebebasan operasional yang sangat besar sehingga dapat memaksimalkan peluang terjadinya kreativitas, dan hal tersebut dia sebut sebagai ‘entrepreneurship’.

Seperti kata-kata dia berikut ini :

… the structure of the organization can then be symbolized by a man holding a large number of balloons in his hand. Each of the balloons has its own buoyancy and lift, and the man himself does not lord it over the balloons but stands beneath them, yet holding all the strings firmly in his hand. Every balloon is not only an administrative but also an entrepreneurial unit. The monolithic organization, by contrast, might be symbolized by a Christmas tree, with a star at the top and a lot of nuts and other useful things underneath. Everything derives from the top and depends on it. Real freedom and entrepreneurship can exist only at the top.

… struktur organisasi dapat disimbolkan seperti seorang pria yang memegang sejumlah besar balon di tangannya. Masing-masing balon memiliki daya apung dan daya angkat sendiri, dan manusia itu sendiri tidak berkuasa atas balon tetapi berdiri di bawah mereka, namun orang tersebut memegang semua tali dengan kuat di tangannya. Setiap balon tidak hanya bersifat administratif tetapi juga unit jiwa kewirausahaan (entrepreneurial). Organisasi monolitik, sebaliknya, mungkin dilambangkan dengan pohon Natal, dengan bintang di atas dan banyak benda berharga lainnya di bawahnya. Segalanya berasal dari atas dan tergantung padanya. Kebebasan nyata dan kewirausahaan hanya bisa ada di atas. (Schumacher, 1973/1993, hal 205-206)

2. Prinsip pembenaran

Agar pusat kontrol menjadi mempunyai arti didalam situasi di mana subsidiaritas diterapkan, perusahaan kuasi (quasi-firm) harus dapat “mampu mengetahui tanpa keraguan apakah kinerjanya memuaskan atau tidak”. Otoritas pusat didalam organisasi harus menetapkan target atau kriteria kinerja yang jelas untuk unit-unit anak perusahaan. Asalkan hal ini terpenuhi, otoritas pusat harus siap untuk membela (yaitu ‘membela diri dari kecaman atau tuduhan’) unit anak perusahaan setiap saat.

Seperti yang dikatakan Schumacher:

… in its ideal application, the principle of vindication would permit only one criterion for accountability in a commercial organization, namely profitability. Of course, such a criteria would be subject to the quasi-firms observing general rules and policies laid down by the centre. Ideals can rarely be attained in the real world, but they are nonetheless meaningful. They imply that any departure from the ideal has to be specially argued and justified. Unless the number of criteria for accountability is kept very small indeed, creativity and entrepreneurship cannot flourish in the quasifirm.

… dalam penerapannya yang ideal, prinsip pembenaran hanya akan mengijinkan satu kriteria untuk akuntabilitas dalam sebuah organisasi komersial, yaitu profitabilitas. Tentu saja, kriteria seperti itu akan tunduk pada peraturan perusahaan kuasi yang mengamati aturan umum dan kebijakan yang ditetapkan oleh pusat. Kondisi yang ideal jarang dapat dicapai di dunia nyata, tetapi mereka tetap mempunyai makna. Mereka menyiratkan bahwa setiap awal memulai kondisi ideal, harus diperdebatkan dan dijustifikasi secara khusus. Kecuali jumlah kriteria pertanggungjawaban dijaga sangat kecil, kreativitas dan kewirausahaan tidak bisa berkembang di quasi-firm. (Schumacher, 1973/1993, hal.208)

3. Prinsip identifikasi

Prinsip identifikasi mengharuskan setiap unit anak perusahaan atau kuasi-perusahaan memiliki akun laba rugi dan neraca keuangan. Setiap unit operasi membutuhkan neraca sendiri agar kontribusi keuangannya bagi organisasi secara keseluruhan dapat segera diidentifikasi. Sekali lagi dalam kata-kata Schumacher:

… a unit’s success should lead to greater freedom and financial scope for the unit, while failure - in the form of losses - should lead to restriction and disability. One wants to reinforce success and discriminate against failure. The balance sheet describes the economic substance as augmented or diminished by current results. This enables all concerned to follow the effect of operations on substance. Profits and losses are carried forward and not wiped out. Therefore, every quasi-firm should have its separate balance sheet, in which profits can appear as loans to the centre and losses as loans from the centre. This is a matter of great psychological importance.

… keberhasilan suatu unit harus mengarah pada kebebasan dan ruang lingkup keuangan yang lebih besar untuk unit, sementara kegagalan - dalam bentuk kerugian - harus mengarah pada pembatasan dan ketidakmampuan. Unit-unit ingin memperkuat kesuksesan dan mendiskriminasi kegagalan. Neraca menggambarkan substansi ekonomi sebagai penambahan atau pengurangan akan hasil saat ini. Hal ini memungkinkan semua unit peduli untuk mengikuti efek operasi pada substansinya. Keuntungan dan kerugian diperhatikan didepan dan tidak dilakukan penghapusan. Oleh karena itu, setiap kuasi-perusahaan harus memiliki neraca terpisah, di mana keuntungan dapat muncul sebagai pinjaman ke pusat dan kerugian sebagai pinjaman dari pusat. Hal tersebut merupakan masalah yang sangat penting secara psikologis. (Schumacher, 1973/1993, hal. 208–209)

4. Prinsip motivasi

Prinsip motivasi ini mengharuskan seluruh struktur organisasi dirancang dengan memperhatikan motivasi individu terhadap pekerjaannya. Schumacher menawarkan sedikit saran praktis tentang bagaimana hal ini harus dicapai melampaui pembacaan fakta terkenal bahwa 'untuk sebuah organisasi besar, dengan birokrasinya, kontrol jarak jauh dan impersonal, banyak aturan dan peraturan yang abstrak, dan di atas semuanya, ketidakmengertian para pekerjanya akibat dari besarnya ukuran organisasi, motivasi adalah permasalahan yang utama '(Schumacher, 1973/1993, hal.209).

Tidak mengherankan apabila dia menolak anggapan bahwa orang bekerja hanya untuk uang dan menyerukan apa yang kemudian disebutnya ‘kerja bagus’ - yaitu pekerjaan yang menggabungkan insentif keuangan, tantangan dan kepuasan terhadap nilai intrinsik.

5. Prinsip aksioma tengah

Menurut Schumacher semua masalah manusia yang nyata muncul dari “antinomi” (yaitu kontradiksi) antara keteraturan dan kebebasan. Manajemen puncak, misalnya, terperangkap antara tanggung jawab untuk mengarahkan organisasi sekaligus memelihara kebebasan kreatifitas. Seperti yang ia katakan:

… the centre can easily look after order; it is not so easy to look after freedom and creativity. The centre has the power to establish order, but no amount of power evokes the creative contribution. How, then, can top management at the centre work for progress and innovation? Assuming that it knows what ought to be done; how can the management get it done throughout the organization? … the centre can issue instructions but, being remote from the actual scene of operations, the central management will incur the valid criticism that it attempts to run the industry from headquarters … Neither the soft method of government by exhortation nor the tough method of government by instruction meets the requirements of the case. What is required is something in between, a middle axiom, an order from above which is yet not quite an order.

… pusat dapat dengan mudah menjaga ketertiban, tidak begitu mudah untuk menjaga kebebasan dan kreativitas. Pusat ini memiliki kekuatan untuk menetapkan ketertiban, tetapi tidak mempunyai daya yang dapat membangkitkan kontribusi kreativitas. Lalu bagaimana manajemen puncak di pusat dapat bekerja untuk kemajuan dan inovasi? Dengan asumsi bahwa manajemen puncak tahu apa yang harus dilakukan, bagaimana manajemen bisa menyelesaikannya di seluruh organisasi yang ada ? … manajemen pusat dapat mengeluarkan instruksi, tetapi, berada jauh dari kondisi operasi yang sebenarnya, manajemen pusat akan mendatangkan kritik yang valid bahwa manajemen mencoba untuk menjalankan seluruh industri dari markas besar … Baik dengan metode lunak, yaitu dengan nasihat atau dengan metode keras yaitu dengan memberikan instruksi untuk memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Yang diperlukan adalah sesuatu di antaranya, aksioma tengah, perintah dari atas yang bukan sebagai perintah. (Schumacher, 1973/1993, hal.210-211)

Sumber : John Sheldrake, Management Theory, Thomson, 2003