Apa yang dimaksud dengan Tetanus?

Tetanus yang juga dikenal dengan lockjaw, merupakan penyakit yang disebakan oleh tetanospasmin, yaitu sejenis neurotoksin yang diproduksi oleh Clostridium tetani yang menginfeksi sistem urat saraf dan otot sehingga saraf dan otot menjadi kaku (rigid).

Apa yang dimaksud dengan Tetanus ?

Tetanus adalah penyakit pada sistem saraf yang disebabkan oleh tetanospasmin. Penyakit ini ditandai dengan spasme tonik persisten, disertai serangan yang jelas dan keras.

Tetanospasmin adalah neurotoksin yang dihasilkan oleh Clostridium tetani. Tetanospasmin menghambat neurotransmiter GABA dan glisin, sehingga tidak terjadi hambatan aktivitas refleks otot. Spasme otot dapat terjadi lokal (disekitar infeksi), sefalik (mengenai otot-otot cranial), atau umum atau generalisata (mengenai otot-otot kranial maupun anggota gerak dan batang tubuh). Spasme hampir selalu terjadi pada otot leher dan rahang yang mengakibatkan penutupan rahang (trismus atau lockjaw), serta melibatkan otot otot ekstremitas dan batang tubuh.

Di Amerika Serikat, sekitar 15% kasus tetanus adalah penyalahguna obat yang menggunakan suntikan.

Hasil Anamnesis (Subjective)

Keluhan

Manifestasi klinis tetanus bervariasi dari kekakuan otot setempat, trismus, sampai kejang yang hebat. Manifestasi klinis tetanus terdiri atas 4 macam yaitu:

  1. Tetanus lokal
    Gejalanya meliputi kekakuan dan spasme yang menetap disertai rasa sakit pada otot disekitar atau proksimal luka. Tetanus lokal dapat berkembang menjadi tetanus umum.

  2. Tetanus sefalik
    Bentuk tetanus lokal yang mengenai wajah dengan masa inkubasi 1-2 hari, yang disebabkan oleh luka pada daerah kepala atau otitis media kronis. Gejalanya berupa trismus, disfagia, rhisus sardonikus dan disfungsi nervus kranial. Tetanus sefal jarang terjadi, dapat berkembang menjadi tetanus umum dan prognosisnya biasanya jelek.

  3. Tetanus umum/generalisata
    Gejala klinis dapat berupa berupa trismus, iritable, kekakuan leher, susah menelan, kekakuan dada dan perut (opistotonus), rasa sakit dan kecemasan yang hebat serta kejang umum yang dapat terjadi dengan rangsangan ringan seperti sinar, suara dan sentuhan dengan kesadaran yang tetap baik.

  4. Tetanus neonatorum
    Tetanus yang terjadi pada bayi baru lahir, disebabkan adanya infeksi tali pusat, Gejala yang sering timbul adalah ketidakmampuan untuk menetek, kelemahan, irritable, diikuti oleh kekakuan dan spasme.

Faktor Risiko: -

Hasil Pemeriksaan Fisik dan penunjang sederhana (Objective)

Pemeriksaan Fisik

Dapat ditemukan: kekakuan otot setempat, trismus sampai kejang yang hebat.

  1. Pada tetanus lokal ditemukan kekakuan dan spasme yang menetap.

  2. Pada tetanus sefalik ditemukan trismus, rhisus sardonikus dan disfungsi nervus kranial.

  3. Pada tetanus umum/generalisata adanya: trismus, kekakuan leher, kekakuan dada dan perut (opisthotonus), fleksi-abduksi lengan serta ekstensi tungkai, kejang umum yang dapat terjadi dengan rangsangan ringan seperti sinar, suara dan sentuhan dengan kesadaran yang tetap baik.

  4. Pada tetanus neonatorum ditemukan kekakuan dan spasme dan posisi tubuh klasik: trismus, kekakuan pada otot punggung menyebabkan opisthotonus yang berat dengan lordosis lumbal. Bayi mempertahankan ekstremitas atas fleksi pada siku dengan tangan mendekap dada, pergelangan tangan fleksi, jari mengepal, ekstremitas bawah hiperekstensi dengan dorsofleksi pada pergelangan dan fleksi jari-jari kaki.

Pemeriksaan Penunjang

Tidak ada pemeriksaan penunjang yang spesifik.


Gambar Gejala Tetanus

Penegakan Diagnostik (Assessment)

Diagnosis Klinis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan temuan klinis dan riwayat imunisasi.

Tingkat keparahan tetanus: Kriteria Pattel Joag

  1. Kriteria 1: rahang kaku, spasme terbatas, disfagia, dan kekakuan otot tulang belakang
  2. Kriteria 2: Spasme, tanpa mempertimbangkan frekuensi maupun derajat keparahan
  3. Kriteria 3: Masa inkubasi ≤ 7hari
  4. Kriteria 4: waktu onset ≤48 jam
  5. Kriteria 5: Peningkatan temperatur; rektal 100ºF ( > 400 C), atau aksila 99ºF ( 37,6 ºC ).

Grading

  1. Derajat 1 (kasus ringan), terdapat satu kriteria, biasanya Kriteria 1 atau 2 (tidak ada kematian)
  2. Derajat 2 (kasus sedang), terdapat 2 kriteria, biasanya Kriteria 1 dan 2. Biasanya masa inkubasi lebih dari 7 hari dan onset lebih dari 48 jam (kematian 10%)
  3. Derajat 3 (kasus berat), terdapat 3 Kriteria, biasanya masa inkubasi kurang dari 7 hari atau onset kurang dari 48 jam (kematian 32%)
  4. Derajat 4 (kasus sangat berat), terdapat minimal 4 Kriteria (kematian 60%)
  5. Derajat 5, bila terdapat 5 Kriteria termasuk puerpurium dan tetanus neonatorum (kematian 84%).

Derajat penyakit tetanus menurut modifikasi dari klasifikasi Albleet’s :

  1. Grade 1 (ringan)
    Trismus ringan sampai sedang, spamisitas umum, tidak ada penyulit pernafasan, tidak ada spasme, sedikit atau tidak ada disfagia.

  2. Grade 2 (sedang)
    Trismus sedang, rigiditas lebih jelas, spasme ringan atau sedang namun singkat, penyulit pernafasan sedang dengan takipneu.

  3. Grade 3 (berat)
    Trismus berat, spastisitas umum, spasme spontan yang lama dan sering, serangan apneu, disfagia berat, spasme memanjang spontan yang sering dan terjadi refleks, penyulit pernafasan disertai dengan takipneu, takikardi, aktivitas sistem saraf otonom sedang yang terus meningkat.

  4. Grade 4 (sangat berat)
    Gejala pada grade 3 ditambah gangguan otonom yang berat, sering kali menyebabkan “autonomic storm”.

Diagnosis Banding

Meningoensefalitis, Poliomielitis, Rabies, Lesi orofaringeal, Tonsilitis berat, Peritonitis, Tetani (timbul karena hipokalsemia dan hipofasfatemia di mana kadar kalsium dan fosfat dalam serum rendah), keracunan Strychnine, reaksi fenotiazine

Komplikasi

  1. Saluran pernapasan
    Dapat terjadi asfiksia, aspirasi pneumonia, atelektasis akibat obstruksi oleh sekret, pneumotoraks dan mediastinal emfisema biasanya terjadi akibat dilakukannya trakeostomi.

  2. Kardiovaskuler
    Komplikasi berupa aktivitas simpatis yang meningkat antara lain berupa takikardia, hipertensi, vasokonstriksi perifer dan rangsangan miokardium.

  3. Tulang dan otot
    Pada otot karena spasme yang berkepanjangan bisa terjadi perdarahan dalam otot. Pada tulang dapat terjadi fraktura kolumna vertebralis akibat kejang yang terus-menerus terutama pada anak dan orang dewasa. Beberapa peneliti melaporkan juga dapat terjadi miositis ossifikans sirkumskripta.

  4. Komplikasi yang lain
    Laserasi lidah akibat kejang, dekubitus karena penderita berbaring dalam satu posisi saja, panas yang tinggi karena infeksi sekunder atau toksin yang menyebar luas dan mengganggu pusat pengatur suhu.

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)

Penatalaksanaan

  1. Manajemen luka
    Pasien tetanus yang diduga menjadi port de entry masuknya kuman C. tetani harus mendapatkan perawatan luka. Luka dapat menjadi luka yang rentan mengalami tetanus atau luka yang tidak rentan tetanus dengan kriteria sebagai berikut:

    Tabel Manajemen luka tetanus
    image

  2. Rekomendasi manajemen luka traumatik

    • Semua luka harus dibersihkan dan jika perlu dilakukan debridemen.
    • Riwayat imunisasi tetanus pasien perlu didapatkan.
    • TT harus diberikan jika riwayat booster terakhir lebih dari 10 tahun jika riwayat imunisasi tidak diketahui, TT dapat diberikan.
    • Jika riwayat imunisasi terakhir lebih dari 10 tahun yang lalu, maka tetanus imunoglobulin (TIg) harus diberikan. Keparahan luka bukan faktor penentu pemberian TIg
  3. Pengawasan, agar tidak ada hambatan fungsi respirasi.

  4. Ruang Isolasi untuk menghindari rangsang luar seperti suara, cahaya- ruangan redup dan tindakan terhadap penderita.

  5. Diet cukup kalori dan protein 3500-4500 kalori per hari dengan 100-150 gr protein. Bentuk makanan tergantung kemampuan membuka mulut dan menelan. Bila ada trismus, makanan dapat diberikan per sonde atau parenteral.

  6. Oksigen, pernapasan buatan dan trakeostomi bila perlu.

  7. Antikonvulsan diberikan secara titrasi, sesuai kebutuhan dan respon klinis. Diazepam atau Vankuronium 6-8 mg/hari. Bila penderita datang dalam keadaan kejang maka diberikan diazepam dosis 0,5 mg/kgBB/kali i.v. perlahan-lahan dengan dosis optimum 10mg/kali diulang setiap kali kejang. Kemudian diikuti pemberian Diazepam per oral (sonde lambung) dengan dosis 0,5/kgBB/kali sehari diberikan 6 kali. Dosis maksimal diazepam 240 mg/hari. Bila masih kejang (tetanus yang sangat berat), harus dilanjutkan dengan bantuan ventilasi mekanik, dosis diazepam dapat ditingkatkan sampai 480 mg/hari dengan bantuan ventilasi mekanik, dengan atau tanpa kurarisasi. Magnesium sulfat dapat pula dipertimbangkan digunakan bila ada gangguan saraf otonom.

  8. Anti Tetanus Serum (ATS) dapat digunakan, tetapi sebelumnya diperlukan skin tes untuk hipersensitif. Dosis biasa 50.000 iu, diberikan IM diikuti dengan 50.000 unit dengan infus IV lambat. Jika pembedahan eksisi luka memungkinkan, sebagian antitoksin dapat disuntikkan di sekitar luka.

  9. Eliminasi bakteri, penisilin adalah drug of choice: berikan prokain penisilin, 1,2 juta unit IM atau IV setiap 6 jam selama 10 hari. Untuk pasien yang alergi penisilin dapat diberikan Tetrasiklin, 500 mg PO atau IV setiap 6 jam selama 10 hari. Pemberian antibiotik di atas dapat mengeradikasi Clostridium tetani tetapi tidak dapat mempengaruhi proses neurologisnya.

  10. Bila dijumpai adanya komplikasi pemberian antibiotika spektrum luas dapat dilakukan. Tetrasiklin, Eritromisin dan Metronidazol dapat diberikan, terutama bila penderita alergi penisilin. Tetrasiklin: 30-50 mg/kgBB/hari dalam 4 dosis. Eritromisin: 50 mg/kgBB/hari dalam 4 dosis, selama 10 hari. Metronidazol loading dose 15 mg/KgBB/jam selanjutnya 7,5 mg/KgBB tiap 6 jam.

  11. Pemberian Tetanus Toksoid (TT) yang pertama, dilakukan bersamaan dengan pemberian antitoksin tetapi pada sisi yang berbeda dengan alat suntik yang berbeda. Pemberian dilakukan dengan dosis inisial 0,5 ml toksoid intramuskular diberikan 24 jam pertama.

  12. Pemberian TT harus dilanjutkan sampai imunisasi dasar terhadap tetanus selesai.

  13. Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit.

Konseling dan Edukasi

Peran keluarga pada pasien dengan risiko terjadinya tetanus adalah memotivasi untuk dilakukan vaksinasi dan penyuntikan ATS.

Rencana Tindak Lanjut

  1. Pemberian TT harus dilanjutkan sampai imunisasi dasar terhadap tetanus selesai. Pengulangan dilakukan 8 minggu kemudian dengan dosis yang sama dengan dosis inisial.
  2. Booster dilakukan 6-12 bulan kemudian.
  3. Subsequent booster, diberikan 5 tahun berikutnya.
  4. Laporkan kasus Tetanus ke dinas kesehatan setempat.

Kriteria Rujukan

  1. Bila tidak terjadi perbaikan setelah penanganan pertama.
  2. Terjadi komplikasi, seperti distres sistem pernapasan.
  3. Rujukan ditujukan ke fasilitas pelayanan kesehatan sekunder yang memiliki dokter spesialis neurologi.

Peralatan

  1. Sarana pemeriksaan neurologis
  2. Oksigen
  3. Infus set
  4. Obat antikonvulsan

Prognosis

Tetanus dapat menimbulkan kematian dan gangguan fungsi tubuh, namun apabila diobati dengan cepat dan tepat, pasien dapat sembuh dengan baik.

Tetanus biasanya tidak terjadi berulang, kecuali terinfeksi kembali oleh C. tetani.

Referensi
  1. Kelompok studi Neuroinfeksi, Tetanus dalam Infeksi pada sistem saraf. Perdossi. 2012. (Kelompok Studi Neuroinfeksi, 2012)
  2. Ismanoe, Gatot. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi ke 4. Jakarta: FK UI. Hal 1799-1806. (Sudoyo, et al., 2006)
  3. Azhali, M.S. Garna, H. Aleh. Ch. Djatnika, S. Penyakit Infeksi dan Tropis. Dalam: Garna, H. Melinda, H. Rahayuningsih, S.E. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak.Ed3. Bandung: FKUP/RSHS. 2005; 209-
  4. (Azhali, et al., 2005)
  5. Rauscher, L.A. Tetanus. Dalam:Swash, M. Oxbury, J.Eds. Clinical Neurology. Edinburg: Churchill Livingstone. 1991; 865-871. (Rauscher, 1991)
  6. Behrman, R.E.Kliegman, R.M.Jenson, H.B. Nelson Textbook of Pediatrics. Vol 1. 17thEd. W.B. Saunders Company. 2004. (Behrman, et al., 2004)
  7. Poowo, S.S.S. Garna, H. Hadinegoro. Sri Rejeki, S.Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Infeksi & Penyakit Tropis. Ed 1. Ikatan Dokter Anak Indonesia. (Poowo, et al., t.thn.)
  8. WHO News and activities. The Global Eliination of neonatal tetanus: progress to date. Bull: WHO. 1994; 72: 155-157. (World Health Organization, 1994)
  9. Aminoff MJ, So YT. Effects of Toxins and Physical Agents on the Nervous System. In Darrof RB et al (Eds). Bradley’s Neurology in Clinical Practice. Vol 1: Principles of Diagnosis and Management. 6th ed. Elsevier, Philadelphia, 2012:1369-1370. (Aminoff & So, 2012)

Deskripsi
Tetanus disebabkan oleh racun yang diproduksi oleh Clostridium tetani . Bakteri umumnya ditemukan di lingkungan, terutama di tanah, debu dan kotoran. Semua spesies hewan dan manusia dapat terinfeksi.

Lokasi terjadinya
Tetanus dapat terjadi di mana saja. Karena ketersediaan vaksin yang efektif, tetanus sekarang menjadi penyakit langka.

Pengendalian
Perawatan hewan kecil dengan antibiotik dan terapi suportif yang baik bisa efektif. Namun, penyakit pada ternak biasanya terlalu maju agar pengobatannya berhasil. Vaksin tersedia untuk kuda, sapi, domba dan kambing.

Protokol vaksinasi biasanya mencakup pemberian dua dosis dalam waktu singkat 4-6 minggu diikuti dengan vaksinasi booster. Kuda biasanya diberi booster tahunan.

Proses terjadinya
Bakteri memasuki hewan baik melalui luka traumatis yang mendalam, selama proses kelahiran, atau sebagai konsekuensi dari prosedur manajemen. Kuda lebih rentan terhadap tetanus dibandingkan hewan lain dan tanah yang terkontaminasi dengan kotoran kuda umumnya mengandung spora tetanus.

Penyakit ini menghasilkan peningkatan kekakuan otot karena kejang. Hewan itu tidak akan bisa menelan dan memiliki gaya berjalan yang tidak stabil. Akhirnya, hewan jatuh dalam spasme tetanis dengan anggota badan terentang kaku dan tidak dapat bernapas. Ketika infeksi telah terjadi pada pengebirian, pendataan ekor atau mulesing domba, sejumlah besar hewan dapat terpengaruh dan tingkat kematian bisa tinggi.

Perawatan pada manusia
Perawatan untuk tetanus melibatkan pemberian tetanus antitoksin untuk memerangi racun yang dihasilkan oleh bakteri yang menginfeksi. Ini umumnya dilakukan di fasilitas perawatan intensif rumah sakit karena pasien akan mengalami kesulitan bernapas dan kejang otot harus dikontrol.

Karena pemulihan dari tetanus mungkin tidak menghasilkan kekebalan, bagian penting dari perawatan adalah untuk memastikan bahwa orang tersebut divaksinasi untuk mencegah mereka tertular tetanus di masa depan.

Pencegahan pada manusia

  • Vaksinasi adalah cara terbaik untuk melindungi diri dari tetanus.
  • Bersihkan semua luka secara menyeluruh dengan sabun dan air. Jika seseorang mendapatkan luka tetanus-rawan dan belum memiliki dosis tetanus-penguat dalam lima tahun sebelumnya, atau tidak pernah menyelesaikan tiga dosis vaksinasi tetanus, segera dapatkan pertolongan medis.

Ref: https://www.daf.qld.gov.au/business-priorities/animal-industries/animal-health-and-diseases/list/tetanus

Tetanus adalah suatu toksemia akut yang disebabkan oleh neurotoksin yang dihasilkan oleh C. tetani ditandai dengan kekakuan otot dan spasme yang periodik dan berat. Tetanus dapat didefinisikan sebagai keadaan hipertonia akut atau kontraksi otot yang mengakibatkan nyeri (biasanya pada rahang bawah dan leher) dan spasme otot menyeluruh tanpa penyebab lain, serta terdapat riwayat luka ataupun kecelakaan sebelumnya.

Etiologi Tetanus

C. tetani adalah bakteri Gram positif anaerob yang ditemukan di tanah dan kotoran binatang. Bakteri ini berbentuk batang dan memproduksi spora, memberikan gambaran klasik seperti stik drum, meski tidak selalu terlihat. Spora ini bisa tahan beberapa bulan bahkan beberapa tahun. C. tetani merupakan bakteri yang motil karena memiliki flagella, dimana menurut antigen flagellanya, dibagi menjadi 11 strain dan memproduksi neurotoksin yang sama. Spora yang diproduksi oleh bakteri ini tahan terhadap banyak agen desinfektan baik agen fisik maupun agen kimia. Spora C. tetani dapat bertahan dari air mendidih selama beberapa menit (meski hancur dengan autoclave pada suhu 121° C selama 15-20 menit). Jika bakteri ini menginfeksi luka seseorang atau bersamaan dengan benda lain, bakteri ini akan memasuki tubuh penderita tersebut, lalu mengeluarkan toksin yang bernama tetanospasmin.

Clostridium tetani
Gambar Clostridium tetani , dengan bentukan khas “ drumstick ” pada bagian bakteri yang berbentuk bulat tersebut spora dari Clostridium tetani dibentuk. (dengan pembesaran mikroskop 3000x).

Spora atau bakteri masuk ke dalam tubuh melalui luka terbuka. Ketika menempati tempat yang cocok (anaerob) bakteri akan berkembang dan melepaskan toksin tetanus. Dengan konsentrasi sangat rendah, toksin ini dapat mengakibatkan penyakit tetanus (dosis letal minimum adalah 2,5 ng/kg).

Epidemiologi Tetanus

Pada negara berkembang, penyakit tetanus masih merupakan masalah kesehatan publik yang sangat besar. Dilaporkan terdapat 1 juta kasus per tahun di seluruh dunia, dengan angka kejadian 18/100.000 penduduk per tahun serta angka kematian 300.000-
500.000 per tahun.

Mortalitas dari penyakit tetanus melebihi 50 % di negara berkembang, dengan penyebab kematian terbanyak karena mengalami kegagalan pernapasan akut.Angka mortalitas menurun karena perbaikan sarana intensif (ICU dan ventilator), membuktikan bahwa penelitian-penelitian yang dilakukan oleh ahli sangat berguna dalam efektivitas penanganan penyakit tetanus.

Penelitian oleh Thwaites et al pada tahun 2006 mengemukakan bahwa Case Fatality Rate (CFR) dari pasien tetanus berkisar antara 12-53%.

Penyebab kematian pasien tetanus terbanyak adalah masalah semakin buruknya sistem kardiovaskuler paska tetanus ( 40%), pneumonia (15%), dan kegagalan pernapasan akut (45%).20 Health Care Associated Pneumonia (HCAP) dalam beberapa penelitian dihubungkan dengan posisi saat berbaring. Tetapi, penelitian terbaru oleh Huynh et al (2011), posisi semi terlentang atau terlentang tidak memberi perbedaan yang bermakna terhadap terjadinya pneumonia pada pasien tetanus. Angka mortalitas penyakit tetanus di negara maju cukup tinggi bagi kelompok yang mempunyai risiko tinggi terhadap kematian akibat penyakit ini. Infark miokard menjadi konsekuensi dari disfungsi saraf otonom dan berperan besar terhadap angka mortalitas penyakit tetanus di populasi usia lanjut.

Patogenesis

Clostridium tetani dalam bentuk spora masuk ke tubuh melalui luka yang terkontaminasi dengan debu, tanah, tinja binatang, pupuk.2 Cara masuknya spora ini melalui luka yang terkontaminasi antara lain luka tusuk oleh besi, luka bakar, luka lecet, otitis media, infeksi gigi, ulkus kulit yang kronis, abortus, tali pusat, kadang–kadang luka tersebut hampir tak terlihat.

Bila keadaan menguntungkan di mana tempat luka tersebut menjadi hipaerob sampai anaerob disertai terdapatnya jaringan nekrotis, leukosit yang mati, benda–benda asing maka spora berubah menjadi vegetatif yang kemudian berkembang.2 Kuman ini tidak invasif. Bila dinding sel kuman lisis maka dilepaskan eksotoksin, yaitu tetanospasmin dan tetanolisin. Tetanolisin, tidak berhubungan dengan pathogenesis penyakit. Tetanospasmin, atau secara umum disebut toksin tetanus, adalah neurotoksin yang mengakibatkan manifestasi dari penyakit tersebut.

Tetanospasmin masuk ke susunan saraf pusat melalui otot dimana terdapat suasana anaerobik yang memungkinkan Clostridium tetani untuk hidup dan memproduksi toksin. Lalu setelah masuk ke susunan saraf perifer, toksin akan ditransportasikan secara retrograde menuju saraf presinaptik, dimana toksin tersebut bekerja.

Toksin tersebut akan menghambat pelepasan neurotransmitter inhibisi dan secara efektif menghambat inhibisi sinyal interneuron. Tetapi khususnya toksin tersebut menghambat pengeluaran Gamma Amino Butyric Acid (GABA) yang spesifik menginhibisi neuron motorik. Hal tersebut akan mengakibatkan aktivitas tidak teregulasi dari sistem saraf motorik.

Tetanospamin juga mempengaruhi sistem saraf simpatis pada kasus yang berat, sehingga terjadi overaktivitas simpatis berupa hipertensi yang labil, takikardi, keringat yang berlebihan dan meningkatnya ekskresi katekolamin dalam urin. Hal ini dapat menyebabkan komplikasi kardiovaskuler. Tetanospamin yang terikat pada jaringan saraf sudah tidak dapat dinetralisir lagi oleh antitoksin tetanus.

Gambaran Klinis Tetanus

Masa inkubasi tetanus umumnya antara 7-10 hari, namun dapat lebih singkat atau dapat lebih lama. Makin pendek masa inkubasi makin jelek prognosisnya. Terdapat hubungan antara jarak tempat invasi C. tetani dengan susunan saraf pusat dan interval antara luka dan permulaan penyakit, dimana makin jauh tempat invasi maka inkubasi makin panjang. Secara klinis tetanus ada 4 macam, yaitu tetanus umum, tetanus local, cephalic tetanus , dan tetanus neonatal

Tetanus Umum

Bentuk ini merupakan gambaran tetanus yang paling sering dijumpai. Terjadinya bentuk ini berhubungan dengan jalan masuk kuman.5 Biasanya dimulai dengan trismus dan risus sardonikus, lalu berproses ke spasme umum dan opistotonus.

Dalam 24 – 48 jam dari kekakuan otot menjadi menyeluruh sampai ke ekstremitas. Kekakuan otot rahang terutama masseter menyebabkan mulut sukar dibuka, sehingga penyakit ini juga disebut lock jaw . Selain kekakuan otot masseter, pada muka juga terjadi kekakuan otot muka sehingga muka menyerupai muka meringis kesakitan yang disebut risus sardonikus (alis tertarik ke atas, sudut mulut tertarik ke luar dan ke bawah, bibir tertekan kuat pada gigi), akibat kekakuan otot–otot leher bagian belakang menyebabkan nyeri waktu melakukan fleksi leher dan tubuh sehingga memberikan gejala kuduk kaku sampai opisthotonus.

Selain kekakuan otot yang luas biasanya diikuti kejang umum tonik baik secara spontan maupun hanya dengan rangsangan minimal (rabaan, sinar dan bunyi). Kejang menyebabkan lengan fleksi dan adduksi serta tangan mengepal kuat dan kaki dalam posisi ekstensi.

Kesadaran penderita tetap baik walaupun nyeri yang hebat serta ketakutan yang menonjol sehingga penderita nampak gelisah dan mudah terangsang. Spasme otot–otot laring dan otot pernapasan dapat menyebabkan gangguan menelan, asfiksia dan sianosis.Retensi urine sering terjadi karena spasme sfincter kandung kemih. Kenaikan temperatur badan umumnya tidak tinggi tetapi dapat disertai panas yang tinggi sehingga harus hati–hati terhadap komplikasi atau toksin menyebar luas dan mengganggu pusat pengatur suhu tubuh. Pada kasus yang berat mudah terjadi overaktivitas simpatis berupa takikardi, hipertensi yang labil, berkeringat banyak, panas yang tinggi dan aritmia jantung.

Tetanus Lokal

Bentuk ini sebenarnya banyak akan tetapi kurang dipertimbangkan karena gambaran klinis tidak khas. Bentuk tetanus ini berupa nyeri, kekakuan otot–otot pada bagian proksimal dari tempat luka. Tetanus lokal adalah bentuk ringan dengan angka kematian 1%, kadang–kadang bentuk ini dapat berkembang menjadi tetanus umum.

Cephalic Tetanus

Merupakan salah satu varian tetanus lokal. Terjadinya bentuk ini bila luka mengenai daerah mata, kulit kepala, muka, telinga, otitis media kronis dan jarang akibat tonsilektomi. Gejala berupa disfungsi saraf loanial antara lain n. III, IV, VII, IX, X, XI, dapat berupa gangguan sendiri–sendiri maupun kombinasi dan menetap dalam beberapa hari bahkan berbulan–bulan. Cephalic Tetanus dapat berkembang menjadi tetanus umum. Pada umumnya prognosis bentuk cephalic tetanus jelek.

Tetanus Neonatal

Tetanus neonatal didefinisikan sebagai suatu penyakit yang terjadi pada anak yang memiliki kemampuan normal untuk menyusu dan menangis pada 2 hari pertama kehidupannya, tetapi kehilangan kemampuan ini antara hari ke-3 sampai hari ke-28 serta menjadi kaku dan spasme. Tetanus neonatal, biasa terjadi karena proses melahirkan yang tidak bersih. Gejala klinisnya biasa terjadi pada minggu kedua kehidupan, ditandai dengan kelemahan dan ketidakmampuan menyusu, kadang disertai opistotonus.

Diagnosis Tetanus

Diagnosis tetanus sudah cukup kuat hanya dengan berdasarkan anamnesis serta pemeriksaan fisik. Pemeriksaan kultur C. tetani pada luka, hanya merupakan penunjang diagnosis. Adanya trismus, atau risus sardonikus atau spasme otot yang nyeri serta biasanya didahului oleh riwayat trauma sudah cukup untuk menegakkan diagnosis. Diagnosis tetanus dapat membingungkan, dan kelangsungan hidup tergantung pada kecepatan pengobatan dengan antitoksin dan perawatan suportif yang memadai.

Komplikasi Tetanus

Komplikasi yang berbahaya dari tetanus adalah hambatan pada jalan napas sehingga pada tetanus yang berat , terkadang memerlukan bantuan ventilator. Sekitar kurang lebih 78% kematian tetanus disebabkan karena komplikasinya. Kejang yang berlangsung terus menerus dapat mengakibatkan fraktur dari tulang spinal dan tulang panjang, serta rabdomiolisis yang sering diikuti oleh gagal ginjal akut.

Infeksi nosokomial umum sering terjadi karena rawat inap yang berkepanjangan. Infeksi sekunder termasuk sepsis dari kateter, pneumonia yang didapat di rumah sakit, dan ulkus dekubitus. Emboli paru sangat bermasalah pada pengguna narkoba dan pasien usia lanjut. Aspirasi pneumonia merupakan komplikasi akhir yang umum dari tetanus, ditemukan pada 50% -70% dari kasus diotopsi.

Salah satu komplikasi yang sulit ditangani adalah gangguan otonom karena pelepasan katekolamin yang tidak terkontrol. Gangguan otonom ini meliputi hipertensi dan takikardi yang kadang berubah menjadi hipotensi dan bradikardiWalaupun demikian, pemberian magnesium sulfat saat gejala tersebut sangat bisa diandalkan. Magnesium sulfat dapat mengontrol gejala spasme otot dan disfungsi otonom.

Tetanus adalah penyakit akut, bersifat fatal, gejala klinis disebabkan oleh eksotoksin yang diproduksi Clostridium tetani. Bakteri ini tersebar di seluruh dunia menyerang bayi, anak-anak dan remaja terutama yang tidak memperoleh perlindungan vaksinasi.

Tetanus, terutama tetanus neonatorum, sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan yang serius. Sebab, tetanus menjadi penyebab 8%-69% dari kematian bayi baru lahir (menjadi penyebab kematian utama terutama di negara-negara sedang berkembang, termasuk Indonesia) (Cahyono, 2010).

Clostridium tetani masuk kedalam tubuh manusia melalui luka, misalnya luka tusuk, luka robek, luka tembak, luka bakar, luka gigit, luka suntikan, infeksi telinga, rahim sesudah persalinan atau keguguran, pemotongan tali pusat yang tidak steril (sebagai penyebab utama Tetanus neonatarum) (Cahyono, 2010).

Pasien tetanus mudah sekali mengalami kejang, terutama apabila mendapatkan rangsangan seperti suara berisik, terkejut, sinar dan sebagainya. Tetanus pada bayi baru lahir disebut tetanus neonatorum, yang penularannya terjadi pada saat pemotongan tali pusat yang dilakukan secara tidak steril. Tetanus neonatorum lebih mudah terjadi bila bayi tidak mendapat imunisasi pasif atau bila pada saat ibunya hamil tidak pernah mendapat imunisasi (Cahyono, 2010).

Pencegahan tetanus dilakukan melalui upaya sterilitas alat, misalnya saat memotong tali pusat, pembersihan dan perawatan luka dan segera mengobati luka infeksi. Tetapi, upaya pencegahan paling efektif adalah melalui imunisasi pasif dan aktif (Cahyono, 2010).