Konsep terorisme merupakan suatu kesatuan aksi yang dilakukan orang atau kelompok, secara tidak langsung terhadap sasaran tertentu. Tujuannya adalah untuk memperoleh efek politik dengan menyebarkan teror, untuk mencapai suatu tujuan dari orang atau kelompok tersebut.
Tujuan-tujuan teroris adalah untuk menghancurkan lawan melalui aksi teror. Penyebab munculnya terorisme dapat digolongkan kedalam tiga faktor, yaitu :
-
Pertama, faktor psikologis. Menurut para ahli psikologis cenderung memandang individu yang terlibat dalam jaringan teroris disebabakan oleh gangguan mental, namun pendapat ini dianggap kurang tepat.
-
Kedua, faktor ideologi. Penjelasan ideologi ditekankan pada kekuatan sejumlah ideologi. Hal ini mampu membangkitkan kekuatan dan perhatian dari individu untuk meciptakan sauatu kegiatan teror.
-
Ketiga, faktor lingkungan. Faktor lingkungan masih dapat dibagi menjadi dua, yaitu lingkungan yang penuh dengan keluhan-keluhan yang dapat berdampak pada komunitas ekonomi, sosial ataupun politik. Dan budaya kekerasan yang mengacu pada komunitas-komunitas yang mempunyai tingkat pengalaman yang tinggi terhadap kekerasan bersama (komunal) dalam beberapa tahun kemudiankekerasan tersebut dapat menjadi suatu prilaku (Paul & Mark, 1997).
Terminologi Terorisme
Definisi maupun perspektif mengenai terorisme sangatlah beragam, dikarenakan motif dan tujuan terorisme juga sangat beragam. Menurut B. N. Marbun terorisme diartikan sebagai penggunaan kekerasan biasanya untuk mencapai tujuan tertentu, aksi teror tersebut digunakan sebagai media promosi kepentingan politiknya, sehingga dunia menjadi tahu apa yang mereka perjuangkan.
Sedangkan Sudarsono mengartikan terorisme sebagai suatu penggunaaan kekerasan untuk menimbulkan ketakutan dalam usaha mencapai suatu tujuan tertentu terutama tujuan politik (B. N. Marbun & Sudarsono dalam Golose, 2009).
James Adams dalam bukunya The Financing Of Terror mencantumkan definisi mengenai terorisme, yaitu :
Terorisme yaitu penggunaan ancaman dengan kekuatan fisik oleh individu-individu atau kelompok-kelompok untuk tujuan-tujuan politik, baik untuk kepentingan atau untuk melawan kekuasaan yang ada. apabila tindakan-tindakan terorisme tersebut dimaksudkan untuk mengejutkan, melumpuhkan atau mengintimidasi suatu kelompok sasaran yang lebih besar dari pada korban langsungnya, terorisme melibatkan kelompok-kelompok yang berusaha untuk menumbangkan rezim-rezim tertentu, untuk mengoreksi atau untuk menggerogoti tata politik internasional yang ada (1986 : 6).
Beberapa ahli mendefinisikan terorisme seperti Schmid dan Jongman dalam bukunya Political Terrorism (2005 : 2) mendefinisikan terorisme sebagai berikut :
“terorisme adalah suatu metode yang terinspirasi dari kegelisahan atas tindakan kejam yang dilakukan berulang-ulang, yang digunakan oleh seseorang, kelompok atau pelaku yang memiliki kekuasaan yang sifatnya semi rahasia, karena alasan tabiat, kriminal atau politik. Korban kekerasan dipilih secara acak atau secara selektif dari populasi sasaranyang bertindak sebagai pembawa pesan” (Schmid & Jongman dalam Golose, 2009).
Sedangkan definisi yang dikenal di kalangan sejarawan dalam bukunya Abu Umar Baasyir “Terorism Melawan Teroris” mendefinisikan sebagai :
“Tindakan yang melawan hukun atau bentuk penyerangan, atau pemaksaan yang dilakukan seseorang atau diorganisir oleh sebuah kelompok atau kekuasaan, dengan tujuan mengintimidasi atau menimbulkan ketakutan ditengah masyarakat, baik untuk tujuan ideologi tertentu atau alasan politik” (2007).
Pemerintah Amerika Serikat (AS) mendefinisikan terorisme berdasarkan Vice President Task Force yang merupakan sebuah lembaga yang didirikan wakil presiden AS pada tahun 1986 untuk menangani berbagai tindakan terorisme, bahwa terorisme merupakan penggunaan tidak sah atau ancaman kekerasan terhadap orang atau harta benda untuk tujuan politik atau sosial lebih lanjut.
Biasanya ditujukan untuk mengintimidasi atau memaksa suatu pemerintahan, individu atau kelompok, atau memodifikasi prilaku atau politik mereka (Golose, 2009 : 3).
Sedangkan versi Departemen Luar Negeri AS tahun 1987 dalam publikasi tahunannya memberikan perumusan mengenai terorisme global yang menyatakan :
Terorisme adalah kekerasan fisik yang direncanakan dan bermotivasi politik yang dilancarkan terhadap sasaran-sasaran nonkombatan, oleh kelompok-kelompok subnasional atau agen-agen rahasia suatu negara, biasanya dilakukan untuk mempengaruhi publik tertentu (Schmid, 1994).
U.S Departement of Defense mendefinisikan sebagai penggunaan kekerasan yang diperhitungkan dapat memaksa atau menakut-nakuti pemerintahpemerintah atau berbeagai masyarakat untuk mencapai tujuan-tujuan yang biasanya bersifat politik, agama atau ideologi (Hendropriyono, 2009 : 27).
Menurut Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (MU-PBB) melalui International Convention for the Suppression of the Financing of Terrorism mendefinisikan terorisme sebagai berikut :
“Setiap tindakan yang dimaksudkan untuk menyebabkan kematian atau cidera serius pada rakyat sipil, atau ke setiap orang lain yang tidak ada kaitannya dengan suatu permusuhan dalam konflik bersenjata, ketika tujuan tindakan tersebut, berdasarkan sifat atau konteksnya, adalah untuk mengintimidasi masyarakat, atau memaksa suatu pemerintah atau suatu organisasi internasional untuk melakukan atau tidak melakukan suatu tindakan” (Golose, 2009 : 4).
Dalam setiap aksi terorisme harus dipahami tiga unsur penting, yaitu :
-
Pertama, faham dan ideologi terorisme. Faham menempati posisi pertama karena seseorang tidak mungkin akan melakukan tindakan teror (aksi bom bunuh diri) tanpa didasari ideologi yang kuat.
-
Kedua, gerakan dan jaringan yang mengembangkan faham (keagamaan) yang dapat melahirkan terorisme atau mereka yang mempunyai keberanian dan kepercayaan untuk melakukan tindakan teror.
-
Ketiga, tindakan atau aksi terorisme. Jika yang pertama dan yang kedua merupakan proses yang dapat melahirkan terorisme, yang ketiga merupakan eksekusi terorisme. Keterlibatan seseorang atau kelompok yang aktif sebagai gerakan-gerakan yang cenderung pada terorisme (Hendropriyono, 2009 ).
Definisi lain dapat dilihat dari penelitian yang dilakukan RAND Coorperation, yang menyimpulkan bahwa setiap tindakan terorisme adalah tindakan kriminal. Dalam kesimpulan mereka menilai :
-
Terorisme bukan merupakan bagian dari tindakan perang, sehingga disebut sebagai tindakan kriminal, juga dalam situasi diberlakukannya perang.
-
Sasaran utama terorisme adalah warga sipil sehingga tidak dapat dikategorikan sebagai tindakan militer.
-
Aksi terorisme dapat mengklaim tuntutan bersifat politis.
Tipologi Terorisme
Karakteristik terorisme antara lain dapat dipahami berdasarkan uraian Pettiford dan Harding, yang menyatakan terorisme membutuhkan suatu perencanaan yang matang dan terperinci. Gerakan-gerakan dan kebiasaan-kebiasaan sasaran harus diamati dengan cermat.
Perlengkapan persenjataan dan teknik operasional harus dikuasai dengan matang, dan memiliki tempat tinggal yang menjadi basis serta akses transportasi bagi para pelaku terorisme tersebut (Hendropriyono, 2009 : 41).
U.S Army Training and Doctrine Command (2007) mengklasifikasikan gerakan terorisme, diantaranya :
-
Separatisme. Motivasi gerakan bertujuan untuk mendapatkan pengakuan kemerdekaan, kedaulatan, kekuasaan politik, atau kebebasan beragama.
-
Etnosentrisme. Motivasi gerakan dilandasi oleh kepercayaan atau keyakinan akan adanya penggolongan derajat suatu ras. Penggolongan tersebut membuat seseorang atau sekelompokorang yang berasal dari golongan ras yang lebih tinggi, melakukan tindakan teror terhadap golongan ras yang lebih rendah. Tujuan teror tersebut sebagai unujuk kekuatan atau kekuasaan agar memperoleh pengakuan dari ras-ras yang lainnya bahwa rasnya lebih unggul.
-
Nasionalisme. Gerakan ini dimotivasi oleh kesetiaan dan ketaatan pada paham nasional. Paham ini diterima dan ditempatkan sebagai suatau budaya yang tidak dapat dipisahkan, sehingga menjadi kelompok utama bagi kelompok nasionalis.
-
Revolusioner. Gerakan yang termotivasi untuk melakukan perubahan dengan menggulingkan pemerintah yang berkuasa, baik itu perubahan politik maupun struktur sosial. Gerakan ini identik dengan politik dan idealisme komunis (Golose, 2009 : 6).
Klasifikasi lain mengenai terorisme dikemukakan oleh Bruce Hoffman yang menindentifikasi kedalam enam klasifikasi terorisme, yaitu :
-
Nasionalis-Sparatis, suatu gerakan otonomi daerah (sparatis) yang anti terhadap pemerintahan dan melakukan perlawananan terhadap pemerintah.
-
Religius, ekstrim fundamentalis, biasanya dilakukan kelompokkelompok keagamaan garis keras yang melakukan perlawanan untuk mencapai tujuannya.
-
Ideologi (kepercayaan terhadap paham politik tertentu), kelompok sayap kanan atau sayap kiri yang menyebarkan propaganda kebencian terhadap suatu rezim-rezim tertentu.
-
Isu Utama (Single Issue), diakibatkan suatu permasalahan menegnai kelangsungan lingkungan dan makhluk hidup.
-
Negara sponsor, penekanan oleh sebuah rezim pemerintah untuk melakukan perlawanan.
-
Penderita sakit jiwa, individu yang terganggu yang dapat melakukan kekerasan dan mengakibatkan kerusakan terhadap individu lain maupun benda (Golose, 2009 : 7).
Selain klasifikasi yang telah dikemukakan oleh Hofffman dan U.S Army Training and Doctrine Command, terdapat pengelompokan tentang terorisme yang dikemukakan oleh Martha Crenshaw yang menyatakan terorisme baru (new terrorism), yang paradigmanya berdasarkan keagaaman.
Tindakan terorisme menurutnya dilakuakan atas dasar agama yang menjadi pemikiran kelompok atau individu tersebut. Seperti Al-Qaeda dan Jaringannya, Timothy McVeigh di Amerika Serikat, Aum Shinrikyo di Jepang, Hizbullah di Lebanon, Irish Republican Army (IRA) Irlandia Utara dan Moro Islamic Liberation Font (MILF) serta Abu Sayyaf Group (ASG) di Filipina (Golose, 2009 ).