Apa yang dimaksud dengan Teori Hambatan Perilaku (Behaviour Constraints Theory)?

teori hambatan perilaku

Teori Hambatan Perilaku (Behaviour Constraints Theory) merupakan salah satu bagian dari teori Psikologi Lingkungan.

Bagaimana penjelasan detail terkait dengan Teori Hambatan Perilaku (Behaviour Constraints Theory) ?

Premis dasar teori hambatan perilaku adalah stimulasi yang berlebih atau tidak diinginkan, mendorong terjadinya arousal atau hambatan dalam kapasitas pemrosesan informasi. Akibatnya, orang merasa kehilangan kontrol terhadap situasi yang sedang berlangsung (Fisher dkk, 1984).

Perasaan kehilangan kontrol merupakan langkah awal dari teori kendala perilaku.
Istilah ‘hambatan’ berarti terdapat ‘sesuatu’ dari lingkungan yang membatasi (atau menginterferensi dengan sesuatu), apa yang menjadi harapan. Hambatan dapat muncul, baik secara aktual dari lingkungan atau pun interpretasi kognitif.

Dalam situasi yang diliputi perasaan bahwa ada sesuatu yang menghambat perilaku, orang merasa tidak nyaman. Pengatasan yang dilakukan adalah orang mencoba menegaskan kembali kontrol yang dimiliki dengan cara melakukan antisipasi faktor-faktor lingkungan yang membatasi kebebasan perilaku. Usaha tersebut dikatakan sebagai reaktansi psikologis (psychological reactance).

Jika usaha tersebut gagal, muncul ketidakberdayaan yang dipelajari atau learned helplessness (Veitch & Arkkelin, 1995).

Averill (dalam Fisher. 1984) mengatakan bahwa ada beberapa tipe kontrol terhadap lingkungan yaitu kontrol perilaku, kontrol kognitif, dan kontrol lingkungan.

  • Kontrol lingkungan mengarahkan perilaku untuk mengubah lingkungan misalnya mengurangi suasana yang bising, membuat jalan tidak berkelok-kelok, membuat tulisan/angka dalam tiap lantai di gedung yang bertingkat, atau membuat pagar hidup untuk membuat rumah bernuansa ramah lingkungan.

  • Kontrol kognitif dengan mengandalkan pusat kendali di dalam diri, artinya mengubah interpretasi situasi yang mengancam menajdi situasi penuh tantangan. Kontrol keputusan, dalam hal ini, orang mempunyai kontrol terhadap alternatif pilihan yang ditawarkan. Semakin besar kontrol yang dapat dilakukan, akan lebih membantu keberhasilan adaptasi.

Teori kendala perilaku ini banyak dikembangkan Altman. Konsep penting dari Altman (Gifford, 1987) adalah bagaimana seseorang memperoleh kontrol melalui privasi agar kebebasan perilaku dapat diperoleh.

Dinamika psikologis dari privasi merupakan proses sosial antara privasi, teritorial, dan ruang personal. Privasi yang optimal terjadi ketika privasi ang yang dibutuhkan sama dengan privasi yang dirasakan. Privasi yang terlalu besar menyebabkan orang merasa terasing, sebaliknya terlalu banyak orang lain yang tidak diharapkan, perasaan kesesakan (crowding) akan muncul sehingga orang merasa privasinya terganggu.

Selanjutnya dijelaskan oleh Altman (dalam Giford, 1987) bahwa privasi pada dasaranya merupakan konsep yang terdiri atas proses 3 dimensi.

  • Pertama, privasi merupakan proes pengontrolan boundary. Artinya, pelanggaran terhadap boundary ini merupakan pelanggaran terhadap privasi seseorang.

  • Kedua, privasi dilakukan dalam upaya memperoleh optimalisasi. Seseorang menyendiri bukan berarti ia ingin menghindarkan diri dari kehadiran orang lain atau keramaian, tetapi lebih merupakan suatu kebutuhan untuk mencapai tujuan tertentu.

  • Ketiga, privasi merupakan proses multi mekanisme. Artinya, ada banyak cara yang dilakukan orang untuk memperoleh privasi, baik melalui ruang personal, teritorial, komunikasi verbal, dan komunikasi non verbal.

Ruang personal adalah ruang di sekeliling individu, yang selalu di bawa kemana saja orang pergi, dan orang akan merasa terganggu jika ruang tersebut diinterferensi (Gifford, 1987). Artinya, kebutuhan terhadap ruang personal terjadi ketika orang lain hadir. Ketidakhadiran orang lain, kebutuhan tersebut tidak muncul.

Ruang personal biasanya berbentuk buble dan bukan semata-mata ruang personal tetapi lebih merupakan rauang interpersonal. Ruang personal ini lebih merupakan proses belajar atau sosialisasi dari orang tua. Seringkali orang tua mengingatkan anaknya untuk tidak mendekati orang asing dan lebih dekat ke orang tua terutama ibu atau anak diminta memberikan ciuman kepada saudaranya.

Anak mempelajari aturan-aturan bagaimana harus mengambil jarak dengan orang yang sudah dikenal dan orang yang belum dikenalnya. Oleh karenanya, pengambilan jarak yang tepat ketika berinteraksi dengan orang lain merupakan suatu cara untuk memenuhi kebutuhan ruang personal diri dan orang lain.

image
Gambar Privasi sebagai Proses Regulasi (Gifford, 1987)

Fungsi ruang personal adalah untuk mendapatkan kenyamanan, melindungi diri, dan merupakan sarana komunikasi. Salah satu penelitian besar mengenai ruang personal dilakukan oleh Edward Hall yang bertujuan meneliti ruang personal sebagai cara mengirimkan pesan.

Menurut Hall, ada kebutuhan dasar manusia untuk mengelola ruang yang disebut dengan proxemics. Dengan memperhatikan jarak digunakan antar orang yang sedang berbicara, pengamat dapat menyimpulkan seberapa jauh kualitas hubungan interpersonal mereka.

Jarak 0 – 45 cm dikategorikan sebagai jarak intim. Jarak personal dilakukan dalam jarak 3,5 – 7 meter.

Jarak intim dilakukan oleh orang yang memang benar-benar mempunyai kualitas hubungan psikis sangat erat, jarak personal dilakukan dalam berinteraksi dengan teman atau sahabat, jarak sosial dilakukan individu yang tidak dikenal atau transaksi bisnis, sedangkan jarak publik dilakukan oleh para public figure (Fisher, 1984; Gifford, 1997).

Aplikasi teori ruang personal terhadap rancangan lingkungan fisik adalah apakah fungsi utama dari lingkungan fisik tersebut dikaitkan dengan aktivitas dalam setting tersebut. Jika setting dirancang untuk memfasilitasi hubungan interpersonal maka rancangan model sosiofugal yang diperlukan, seperti ruang keluarga, ruang makan, ataupun ruang tamu.

Sebaliknya, jika setting dirancang untuk tidak memfasilitasi hubungan interpersonal maka rancangan sosiopetal yang diperlukan seperti ruang baca diperpustakaan dan ruang konsultasi, dsb.

Teritori merupakan suatu pembentukan wilayah geografis untuk mencapai privasi yang optimal. Dalam kaitannya dengan usaha memeproleh privasi adalah menyusun kembali setting fisik atau pindah ke lokasi lain. Penyusunan kembali setting dapat dilakukan dengan pembuatan teritori yang diwujudkan seperti membuat pagar, membuat ‘tanda kepemilikan’ atau marking pada lokasi-lokasi di sungai, pegunungan, atau pun di bukit (Helmi, 1994)

Referensi :

  • Avin Fadilla Helmi, Beberapa Teori Psikologi Lingkungan, Buletin Psikologi. Tahun VII, No. 2 Desember
  • Fisher, A., Bell, P.A., & Baum, A., 1984. Environmental Psychology. New York: Holt, Rinehart, dan Wiston.
  • Gifford, R. 1987. Environmental Psychology : Principle and Practice. Boston: Allyn and Bacon, Inc.
  • Veitch, R. & Arkkelin, D., 1995. Environmental Psychology: An Interdisciplinary Perspective. New Jersey: Prentices Hall.