Apa yang dimaksud dengan penyakit hati dalam Islam?

Penyakit hati adalah rasa sakit yang menimpa hati, seperti rasa sakit ketika musuh menguasai anda. Sesungguhnya yang demikian mendatangkan rasa panas atau menyayat hati. Penyakit hati juga dikarenakan terjadiya kerusakan, terutama pada persepsi dan keinginan. Orang yang hatinya sakit akan tergambar kepadanya hal-hal berbau subhat. Akibatnya, ia tidak dapat melihat kebenaran.

  • Penyakit hati menurut Hamka, terdiri dari: marah, ujub, membanggakan diri sendiri, mengolok-olok orang lain, dendam, dan mangkir dari janji.

  • Menurut Amin Syukur, penyakit hati terdiri dari : marah, egois, dengki, sombong, kikir, boros, mudah berkeinginan, buruk sangka dan berbohong,

  • Menurut Mujtaba Musawi, penyakit hati terdiri dari : pemberang, pesimis, dusta, munafik, ghibah, mencari-cari kesalahan orang lain, dengki, sombong, zalim, marah, melanggar janji, khianat, kikir, dan serakah.

Bagaimanakah penjelasan tentang penyakit hati dilihat dari sudut pandang ajaran Islam ?

Menurut Syekh Yahya ibn Hamzah al-Yamani menyebutkan penyakit hati meliputi cinta dunia,mengikuti syahwat perut dan seksual,penyakit lisan, marah, dengki, dendam, sombong, ujub, bakhil dan gila harta, dan riya, gila pangkat dan popularitas.

  1. Cinta dunia ( hubbuddunya) adalah kecenderungan mencintai segala sesuatu yang memberikan kenikmatan dalam hidup ini tetapi menyebabkan kesengsaraan di hari akhirat, karena diliputi dosa-dosa. Penyakit cinta dunia ini menjadi pangkal dari penyakit-penyakit lainnya seperti cinta harta dan bakhil/kikir.

  2. Mengumbar syahwat perut dan seksual; adalah mengumbar makan dan minum serta nafsu seksual, yang apabila tidak dikontrol bisa menghancurkan agama dan dunia

  3. Marah; ekspresi terhadap hal yang tidak disukai. Diekspresikan dengan lisan seperti umpatan, caci maki, sumpah serapah dan sebagainya. Juga diungkapkan dengan tubuh seperti memukul, melukai hingga membunuh. Di dalam hati muncul dendam dan kedengkian terhadap sasaran.

  4. Iri dengki; dengki adalah perasaan tidak suka terhadap nikmat yang diterima oleh orang lain. Perasaan ini menimbulkan iri yakni memindahkan kenikmatan yang diterima orang lain tersebut kepada diri sendiri.

  5. Sombong dan ujub; adalah merasa besar dan hebat terhadap apa yang dimiliki yang menimbulkan sikap menunjuk-nunjukkan kehebatannya disertai perasaan meremehkan terhadap orang lain.

  6. Bakhil, gila harta, dan rakus; adalah kesukaan berlebihan terhadap harta yang menyebabkannya menjadi diperbudak untuk memperoleh harta sehingga cenderung menghalalkan segala cara, dan tidak suka memberikan harta di luar kepentingannya.

  7. Riya, gila pangkat dan popularitas; riya adalah melakukan kebajikan dengan maksud tidak semata-mata ingin dilihat oleh Allah tetapi ingin dilihat dan mendapat imbalan dari manusia, antara lain berupa popularitas dan pangkat. Gila pangkat dan popularitas bisa menyebabkan seseorang menjadi riya. Jadi ketiga hal tersebut saling menjadi sebab dan akibat.

Marah


Marah (ghadlab) berarti menyimpan ‘api’ dalam jiwanya. Orang yang suka marah-marah sama saja dengan berakrab ria dengan iblis/syetan yang memang terbuat dari api. Jika dituruti sifat ini membuat seseorang tidak dapat mengendalikan diri, hal ini hanya akan membuahkan penyesalan. Nabi mengajarkan apabila sedang marah kita diperintahkan mengubah posisi, atau mengambil air wudlu. ‘Memerangi’ sifat pemarah adalah dengan sabar dan pemaaf.

(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan (QS. Ali Imran : 134).

Jika seseorang mampu mengendalikan amarahnya lalu mengarahkannya menjadi aset, ia dapat menjadi sebuah kekuatan yang dapat memproteksi hak-hak pribadinya, secara proporsional.

Menurut Musawi, marah adalah suatu keadaan psikologis yang bisa menyimpangkan watak seseorang dari jalan yang benar. Menurutnya, ketika marah tersebut mempengaruhi manusia bisa mewujud dalam bentuk kesombongan dan dapat membutakan pikiran serta mampu mengubah manusia menjadi “hewan” yang tidak menyadari realitas.

Ini memungkinkan manusia untuk melakukan kejahatan yang membawa akibat-akibat yang langsung dalam kehidupannya. Apalagi dia menyadari kesalahannya biasanya setelah ia menghadapi akibat-akibat yang tak diharapkan dan terjerumus kedalam kesengsaraan.

Perangai buruk ini hanya menimbulkan kesedihan karena puncaknya tidak akan menurun sebelum tersalurkan dan mengubah perbuatan-perbuatan hina kobaran kemarahan sehingga menyebabkan terlepasnya kendali penilaian akal dan hilangnya kesadaran. Ketika hasil penilaian akal muncul pada seseorang yang sedang marah, kesedihan dan penyesalan hadir di hatinya.

Egois


Egois (ananiyah) adalah orang yang hanya memikirkan demi kepentingan diri sendiri. Sifat itu mengarah kepada kerakusan, tega merampas hak orang lain karena segala sesuatu ingin dikuasainya. Egoisme merusak tatanan di masyarakat karena berbagai pelanggaran bisa bermula dari sifat ini, seperti korupsi, penganiayaan, penindasan, tak punya
kepedulian, dan sebagainya.

Dan sifat ini bertentangan dengan kodrat manusia selaku mahkluk sosial yang bahkan, Islam mengajarkan agar orang lebih mengutamakan orang lain.

Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya. (QS. Ali Imran 3:92)

Maka egoisme harus diobati dengan menumbuhkan sikap kebersamaan, mau berbagi dengan orang lain, dan punya kepedulian terhadap sesama.

Dengki


Dengki (hasud), yakni tidak senang jika mengetahui orang lain senang dan justru senang jika mengetahui orang lain susah. Orang yang dengki menginginkan agar kenikmatan orang lain hilang, jika bisa dapat berpindah kepada dirinya.

Biasanya sifat ini disertai dengan upaya mencaricari kesalahan orang yang dia dengki, menjelek-jelekkannya, memfitnah, dendam, bahkan ingin mencelakakannya karena kedengkian dapat membuat hati seseorang buta (ingat kisah Qabil dan Habil).Allah membenci sifat dengki ini, maka Dia memerintahkan kita untuk mohon perlindungan padaNya darinya .

dan dari kejahatan pendengki bila ia dengki (QS. Al-Falaq 113:5)

Sifat dengki dapat diobati dengan membiasakan rasa syukur, apapun dan berapapun yang telah diperoleh. Syukur kepada Allah dan kepada orang lain. Sifat dengki bisa diarahkan kepada ighthibat, yakni suatu kekaguman terhadap prestasi atau kesuksesan orang lain, ingin menirunya tapi tanpa mengganggu orang lain.

Sombong


Sombong (takabur), yakni merasa diri lebih baik dari pada orang lain, misalnya merasa lebih terhormat, lebih pantas, lebih pintar, lebih kaya , lebih tampan/cantik, dsb.Sehingga sifat sombong cenderung melecehkan dan memandang rendah terhadap orang lain tanpa ada rasa bersalah, dan tak jarang tega mendhalimi/aniaya orang lain. Dahulu kala iblis menghina Nabi Adam. Karena kesombongannya dan Allah mengutuknya.

Allah berfirman: “Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu?” Menjawab iblis “Saya lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah”. (QS. Al-A’raf 7:12)

Mengobati kesombongan adalah dengan menumbuhkan kesadaran bahwa hanya Allahlah yang berhak sombong (al-Mutakabbir), Tumbuhkan sikap rendah hati (tawadlu’) ini dan sikap kerendahan hati justru menampakkan kemuliaan seseorang. Sekalipun demikian sifat sombong bisa diambil spiritnya, yakni punya rasa percaya diri dan menjadi semangat untuk menjadi yang terbaik.

Menurut Musawi, bahaya yang paling fatal bagi kebahagiaan dan musuh terbesar bagi umat manusia adalah kesombongan dan percaya diri yang berlebihan. Kejengkelan seseorang atas sesuatu perangai buruk tidak sebesar kebencian mereka atas kesombongan. Bukan saja kesombongan menyebabkan putusnya hubungan cinta dan keserasian tetapi juga mengubahnya menjadi rasa permusuhan.

Dalam al-Qur’an ada legitimasi menarik dari sifat sombong ini pada kisah nasehat Luqman Hakim kepada anaknya dalam ayat ;

“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia karena sombong dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membangga-banggakan diri”, (QS. 31 : 18),

Imam Ali, sebagaimana dikutip oleh Musawi, berkata :

Sekiranya Allah mengijinkan kesombongan bagi seorang hambaNya, Ia pasti telah megijinkannya bagi para nabi dan wali-Nya yang terdekat, tetapi Allah membuat mereka membenci kesombongan dan menyukai kerendahan hati.

Kikir


Kikir (bakhil) adalah seseorang yang tak ingin apa yang dimiliki terlepas darinya, disengaja ataupun tidak. Biasanya sifat ini berkait dengan sifat egoistis, dan Allah melarangnya dalam QS. serta .

Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya. (QS. Ali Imran :92)

Sifat ini harus diobati dengan menumbuhkan kesadaran bahwa roda kehidupan berputar, jika sekarang sedang ‘di atas’ mungkin suatu saat ‘di bawah,’ butuh bantuan/pengorbanan orang lain. Apalagi pada hakikatnya segala sesuatu yang kita punya adalah titipan Allah, kita hanyalah ‘si tukang parkir’ yang harus menjaganya.

Boros


Boros (israf) adalah suka berfoya-foya atau menghamburhamburkan apa yang dimilikinya, termasuk harta, waktu dan masa mudanya untuk hal-hal yang tidak berguna. Sifat ini tidak disukai Allah dan dilarang oleh-Nya, bahkan dinyatakan akan menjadi orang yang merugi.

Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan. (QS. al-An’am / 6:141)

Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal. (QS. al-Isra’ :29)

Sifat ini perlu disembuhkan dengan kesadaran bahwa manusia walaupun katanya punya waktu/umur tapi kenyatan tak dapat menguasainya, punya harta tapi tak dapat mengendalikan sepenuhnya.

Manusia tak dapat menduga apalagi memastikan nasib diri sendiri, sehingga jika tidak antisipatif terhadap berbagai kemungkinan yang tidak diharapkan, penyesalanlah yang akan dialami. Namun sifat boros dapat diarahkan kepada sifat kedermawanan, selama masih tetap dalam perhitungan yang proporsional.

Mudah berkeinginan


Mudah berkeinginan (al-hirshu), sifat ini mendorong seseorang untuk rakus, tidak mau mensyukuri apa yang sudah ada, hatinya tak pernah puas sehingga selalu merasa kurang. Jika menuruti sifat ini hanya akan menjadi budak hawa nafsu, mudah korup, menyeleweng, berselingkuh, dan lain-lain.

Padahal ajaran Nabi, orang harus pandai bersyukur sekalipun baru sedikit yang dimiliki; orang harus bersabar dan tetap baik sekali pun pasangan hidupnya tidak seperti yang diinginkan, mungkin Allah banyak meletakkan kebaikan padanya.

Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak. (QS. al-Nisa / 4;19)

Oleh karena itu hawa nafsu harus dikendalikan agar tidak menjerumuskan kita pada kehinaan. Manusia berkeinginan memang tidak selamanya buruk, asal dapat membimbingnya ke arah yanng positif, dapat menjadi penggugah gairah hidup hingga semakin maju.

Berburuk sangka


Berburuk sangka (su’udhan), sehingga apapun yang dilakukan orang lain harus diintai dan perlu dicurigai, sebab apapun yang ada dan terjadi dihadapannya selalu salah, yang benar dan baik hanyalah dirinya.

Sifat ini dilarang oleh Allah dalam QS. Al-Hujurat/49:12. Berburuk sangka akan berlanjut pada sikap penuh kecurigaan, tidak komunikatif/kooperatif, dan suka mencela (sakhar). Ini dilarang.

Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim. (QS. alHujurat / 49:11)

Sifat ini perlu disembuhkan dengan menyadari bahwa mempercayai orang lain penting dan akan membawa kebaikan, bagi diri orang yang mempercayai hati menjadi tenang, sedang bagi yang dipercaya akan merasa diuwongke. Sisi baik dari buruk sangka (yang disucikan) adalah menjadi sikap waspada dan hati-hati sehingga tidak sembrono.

Suka bohong


Suka bohong (kadzib) adalah sifat tidak jujur, suka membolak-balikkan fakta dan menyembunyikan kebenaran. Sifat ini dilarang dan dilaknat oleh Allah.

Siapa yang membantahmu tentang kisah Isa sesudah datang ilmu (yang meyakinkan kamu), maka katakanlah (kepadanya): "Marilah kita memanggil anak-anak kami dan anak-anak kamu, isteri-isteri kami dan isteri-isteri kamu, diri kami dan diri kamu; kemudian marilah kita bermubahalah kepada Allah dan kita minta supaya laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta. (QS. Ali Imran / 3:61)

Lawan bohong adalah jujur. Dalam hal ini ada kisah menarik, seorang yang berdosa besar (perampok) datang kepada Nabi menyampaikan niatnya ingin tobat, Nabi hanya mensyaratkannya: “jangan berbohong”! Setiap kali dia tergoda akan melakukan dosa lagi, selalu ingat pesan Nabi tadi, kemudian tak jadi berbuat.

Jujur membimbing seseorang pada kebaikan. Sisi baiknya kebohongan yang disucikan adalah bisa menjadi tameng untuk taqiyyah pada saat darurat jika diperlukan, misalnya demi keselamatan jiwa (diri sendiri atau orang lain) orang terpaksa berbohong.

Tubuh kita disebut berpenyakit apabila ada bagian tubuh yang tidak dapat menjalankan fungsinya dengan benar. Jika rohani kita telah berpenyakit, maka cahaya kebenaran akan terhambat masuk ke dalam hati. Tanda-tanda rohani kita telah berpenyakit adalah ketika kita tidak lagi merasakan sakitnya bermaksiat dan tidak lagi mampu membedakan antara kebaikan dan kejahatan, kebenaran dianggap kebathilan dan kebathilan dianggap kebenaran.

Allah telah menjelaskan secara tegas di dalam Al-Qur’an bahwa rohani manusia itu memiliki penyakit. Salah satunya yaitu diungkapkan di dalam surat Al-Baqarah ayat 10

”Di dalam hati (rohani) mereka ada penyakit, kemudian Allah menambahkan penyakitnya. Dan bagi mereka siksa yang pedih disebabkan mereka berdusta”.

Ayat tersebut menjelaskan bahwa di dalam rohani manusia terdapat penyakit jiwa, seperti dendam dan iri hati. Penyakit-penyakit seperti itu terdapat di dalam diri orang-orang munafik. Oleh karena itu, mereka memusuhi Allah dan Rasul-Nya, menipu dengan sikap pura-pura palsu dan berusaha mencelakai Rasulullah SAW dan umatnya. Kemudian penyakit itu bertambah setelah mereka melihat kemenangan-kemenangan Rasulullah SAW.

Banyak para ahli yang memberikan definisi tentang penyakit rohani. Dalam buku Tingkat Ketenangan dan Kebahagiaan Mu’min , Dr. Hamzah Ya’cub memberikan definisi tentang penyakit rohani sebagai berikut:

  • Penyakit rohani ialah sifat buruk dan merusak dalam batin manusia yang mengganggu kebahagiaan.

  • Penyakit rohani ialah sikap mental yang buruk, merusak dan merintangi pribadi memperoleh keridhaan Allah.

  • Penyakit rohani ialah sifat dan sikap dalam hati yang tidak diridhai Allah, sifat dan sikap mental yang cenderung mendorong pribadi melakukan perbuatan buruk dan merusak.

Kemudian penyakit hati (rohani) juga dapat digambarkan sebagai suatu kebodohan dan keragu-raguan terhadap kebenaran ajaran Islam, pengingkaran kemaksiatan atau penolakan terhadap ketentuan Allah SWT dan belenggu yang memasung kemerdekaan hakiki. Sedangkan Imam Ghazali menjelaskan bahwa budi pekerti yang buruk itu adalah penyakit hati, penyakit yang dapat menghilangkan kehidupan abadi.

Dari beberapa pendapat di atas, secara singkat kita dapat mengambil kesimpulan bahwa penyakit rohani adalah adanya sikap dan sifat yang buruk di dalam rohani seorang manusia, yang mendorongnya untuk melakukan hal-hal yang buruk, merusak, dan dapat mengganggu kebahagiaan serta mencegahnya untuk mendapatkan keridhoan Allah SWT.

Dan Allah juga telah menyatakan di dalam Al-Qur’an bahwa di dalam rohani manusia memang ada sifat dan sikap yang seperti itu. Di antaranya yaitu di dalam beberapa surat berikut ini:

”Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir”. (Al-Ma’arij: 19).

“Dan sesungguhnya Kami telah mengulang-ulangi bagi manusia dalam Al- Quran ini bermacam-macam perumpamaan. Dan manusia adalah makhluk yang paling banyak membantah”. (Al-Kahfi: 54).

Dari ayat-ayat tersebut, kita dapat menarik kesimpulan bahwa di dalam diri manusia itu memang sudah ada bibit penyakitnya, Allah memberikan beberapa sifat yang memang menjadi sifat dasar atau sifat naluriah manusia tetapi Allah tidak menyukai jika bibit ini berkembang sehingga kita sebagai manusia, harus dapat mengantisipasi agar bibit penyakit yang ada di rohani kita tidak berkembang dan menyebarluas di dalam diri kita.

image

Penyebab Penyakit Rohani


Pada dasarnya, Islam mengajarkan bahwa manusia itu adalah makhluk yang terbaik dan termulia seperti yang telah diungkapkan dalam Al-Qur’an:

“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”. (At- Tin: 4).

Ayat tersebut secara tegas menyatakan bahwa manusia pada dasarnya adalah baik dan mulia, terutama dari segi rohaninya karena hakikat dari diri seorang manusia adalah rohaninya. Sesuatu yang baik dan mulia tentu akan mempunyai sifat dan sikap yang baik dan mulia pula.

Oleh karena itu, pada hakikatnya rohani manusia adalah sehat, sehingga jika rohani yang sehat dan baik itu berubah menjadi sakit dan buruk, maka tentu ada hal-hal yang menjadikannya seperti itu. Karena tiap sesuatu

baru akan terjadi kalau ada penyebabnya, tanpa sebab tidak mungkin sesuatu akan terjadi. Hal ini sudah merupakan hukum alam (sunnatullaah) yang tetap. Maka begitu pula halnya dengan penyakit rohani. Penyakit rohani tidak akan timbul tanpa sebab. Penyebab dari penyakit jasmani ialah virus dan bakteri. Sedangkan penyebab dari penyakit rohani antara lain yaitu:

  • Nafsu

    Nafsu (syahwat) adalah keinginan yang timbul dari jiwa hewani yang sering bertentangan dengan hukum suci (fitrah kebenaran). Akal dan hawa nafsu adalah dua hal yang bertentangan dalam diri manusia. Akal selalu menimbang antara yang baik dan yang buruk, sedangkan nafsu selalu memilih hal-hal yang buruk. Hawa nafsu lebih suka kepada hal-hal yang enak pada awalnya, tetapi akibatnya tidak baik.

    Jika dianalogikan seperti pohon, maka apabila hawa nafsu telah bercabang dan banyak rantingnya, maka segala pikiran kita akan tertarik kepada hal-hal yang buruk. Tetapi sebenarnya tidak semua nafsu itu tercela. Ada nafsu yang dinamai nafsu muthmainnah dan nafsu lawwamah. Nafsu muthmainnah yaitu nafsu yang tenteram, yang sudah tunduk kepada aturan Allah dengan tenang. Sedangkan nafsu lawwamah adalah nafsu yang sudah sadar dan mampu melihat kekurangan-kekurangan diri sendiri, dengan kesadaran itu ia terdorong untuk meninggalkan perbuatan-perbuatan rendah dan selalu berupaya melakukan sesuatu yang mengantarkan kebahagian yang bernilai tinggi.

    Sedangkan nafsu yang tercela adalah nafsu amarah. Nafsu amarah inilah yang menjadi penyebab penyakit rohani, karena nafsu amarah selalu mendorong manusia untuk melakukan hal-hal yang jahat. Nafsu amarah juga dapat menumbuhkan sifat dan sikap yang buruk di dalam diri manusia. Allah SWT telah berfirman:

    ”Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang”. (Yusuf: 53).

    Ayat tersebut menjelaskan bahwa nafsu yang sudah dirahmati oleh Allah tidak akan mendorong manusia untuk melakukan hal-hal buruk, yang tidak diridhoi Allah SWT. Jadi, sudah jelas bahwa nafsu yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit rohani hanyalah nafsu amarah saja.

  • Setan

    Setan adalah makhluk yang diciptakan oleh Allah dari api. Ia mempunyai tugas untuk menggoda manusia sehingga manusia jatuh ke dalam keingkaran dan kesesatan. Tetapi meskipun setan diciptakan untuk tujuan tertentu, kebanyakan manusia mudah tertipu olehnya. Seperti halnya nafsu, setan juga bisa menjadi penyebab penyakit rohani karena seperti yang telah diuraikan di atas bahwa setan selalu mendorong manusia untuk melakukan kejahatan. Ia selalu berupaya agar manusia mau mengikuti bujuk rayunya.

    Hati manusia menurut fitrahnya bersedia untuk menerima pengaruh yang baik dan buruk menurut pertimbangan yang sama. Hanya saja terkadang manusia lebih mengikuti godaan setan dan nafsunya sehingga yang banyak terjadi adalah mereka lebih memilih untuk menerima pengaruh yang buruk daripada yang baik. Jika manusia mengikuti hawa nafsunya, maka setan akan berkuasa atasnya dan timbullah penyakit rohani sehingga mendorong manusia untuk melakukan kejahatan. Tetapi apabila manusia menentang hawa nafsunya dan tidak mau dikuasai oleh godaan setan, maka akan timbul baginya perbuatan yang baik.

    Dari penjelasan di atas, maka jelaslah bahwa setan dan nafsu memiliki kaitan yang erat. Apabila setan sudah menguasai nafsu manusia, maka hal tersebut akan menimbulkan penyakit rohani pada manusia.

  • Rohani tidak diberi makan

    Manusia memiliki dua unsur, yakni jasmani dan rohani. Rohani merupakan urusan Allah sehingga hanya Dia lah yang mengetahui tentangnya. Karena rohani berasal dari Allah, maka makanannya juga haruslah berasal dari Allah juga. Penyakit rohani bisa muncul di dalam diri manusia karena manusia tersebut tidak mengetahui cara memberi makan rohaninya. Padahal sama seperti jasmani (tubuh), rohani juga membutuhkan makanan. Hanya saja makanan antara jasmani dan rohani berbeda. Al-Qur’an menyatakan bahwa makanan rohani adalah ”Mau’idzhah Tuhan”. Hal ini dinyatakan dalam surat Yunus ayat 57 yang berbunyi:

    ”Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman”.

    Yang dimaksud penyakit-penyakit yang ada di dada adalah semua penyakit yang ada di dalam rohani manusia. Oleh karena itu, cara memberi makan rohani adalah dengan senantiasa mengikuti apa yang telah diajarkan oleh Allah dan Nabi-Nya seperti shalat, puasa, zakat dan sebagainya.

  • Pengaruh lingkungan

    Pada dasarnya, manusia merupakan makhluk yang baik dan mulia, tetapi salah satu faktor yang menyebabkan manusia menjadi jahat dan buruk perangainya adalah karena pengaruh lingkungan. Begitu juga halnya dengan rohani, pada dasarnya rohani manusia itu baik dan sehat. Adanya penyakit rohani dalam diri manusia adalah karena pengaruh lingkungannya yang buruk. Bisa jadi, penyakit rohani itu muncul karena seseorang bergaul dengan temannya yang tidak baik sehingga mendorong dia untuk bersikap yang tidak baik pula.

image

Macam-macam Penyakit Rohani


Terdapat banyak sekali macam-macam penyakit rohani dan bisa jadi salah satu dari penyakit rohani tersebut ada di dalam diri kita. Tetapi pada tulisan ini, hanya akan dibahas mengenai lima penyakit rohani yang dimiliki oleh kebanyakan manusia pada saat ini. Kelima penyakit rohani tersebut adalah sebagai berikut:

  • Takabbur (sombong)

    Sombong adalah kecenderungan pribadi jiwa yang selalu merasa lebih baik dan lebih tinggi dari pada orang lain dan cenderung merendahkan orang lain. Karenanya, orang yang sombong itu seringkali menolak kebenaran, apalagi bila kebenaran itu datang dari orang yang kedudukannya lebih rendah dari dirinya.

    Sedangkan menurut M. Izuddin Taufiq (dalam Psikologi Islam ), sombong adalah perasaan menipu seseorang dengan merasa bahwa ialah yang lebih berkuasa dan disertai keinginan untuk meremehkan orang lain. Pada dasarnya sombong adalah emosi internal. Abu Hamid Al-Ghazali membagi sombong ke dalam dua kategori, yakni bathiniyah (sombong yang diciptakan oleh seseorang dalam dirinya) dan lahiriyah (sombong yang disertai dengan perilaku fisik). Sifat sombong itu dapat terjadi karena faktor materi, pangkat, keturunan, kecantikan, ketampanan, kecerdasan, kebaikan, dan faktor ibadah.

    Allah sangat tidak menyukai orang-orang yang sombong. Dalam Al-Qur’an disebutkan:

    ”Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung”. (Al-Isra: 37).

  • Riya

    Riya adalah memperlihatkan amal kebaikan karena ingin dipuji oleh orang lain, bukan karena ikhlas mengharapkan keridhoan dari Allah SWT. Nabi Muhammad SAW mengungkapkan bahwa riya termasuk perbuatan syirik, sebagaimana sabdanya:

    ”Sesuatu yang amat aku takuti yang akan menimpa kamu adalah syirik kecil. Dan Nabi ditanya daripadanya, maka beliau menjawab: yaitu riya” . (HR. Ahmad).

    Dalam buku Al-Islam , Prof. Hasbi As- Shidiqy membagi orang-orang yang riya ke dalam beberapa macam, yaitu:

    • Riya dalam soal kepercayaan
    • Riya dalam soal ibadah
    • Riya dalam soal amalan sunnah
    • Riya dalam sikap
  • Hasad (Iri hati)

    Sayyid Quthb menjelaskan hasad adalah reaksi psikologis terhadap nikmat Allah atas sebagian hamba-Nya disertai harapan keraibannya (dari tangan orang tersebut), baik si penghasut menindaklanjuti reaksi ini dengan upaya riil untuk menghilangkan nikmat tersebut ataupun hanya sebatas reaksi psikologis saja. Orang yang iri hati tidak bisa menikmati kehidupan yang normal karena hatinya tidak pernah bisa tenang sebelum melihat orang lain mengalami kesulitan. Dia melakukan berbagai hal untuk memuaskan rasa iri hatinya.

    Bila ia gagal, ia akan jatuh kepada frustrasi. Imam Ali berkata,

    “Tidak ada orang zalim yang menzalimi orang lain sambil sekaligus menzalimi dirinya sendiri, selain orang yang dengki” .

    Nabi Muhammad juga menyatakan bahwa rasa iri hati itu dapat menghapuskan semua pahala dari amal kebaikan yang telah dikerjakan oleh seseorang, sebagaimana sabdanya:

    ”Jauhkanlah dirimu dari iri hati, karena sesungguhnya iri hati itu memakan kebaikan-kebaikan sebagaimana api memakan kayu bakar” . (HR. Abu Daud).

  • Bakhil (kikir)

    Bakhil (kikir) adalah rasa enggan untuk memberikan sebagian harta kepada orang lain yang membutuhkan. Bakhil adalah penyakit hati yang bersumber dari keinginan yang egois. Keinginan untuk menyenangkan diri secara berlebihan akan melahirkan kebakhilan. Penyakit bakhil berpengaruh langsung pada gangguan fisik. Orang yang bakhil akan selalu merasa cemas dan gelisah, takut hartanya berkurang ataupun hilang sehingga hal yang demikian berpengaruh juga kepada kesehatan jasmaninya.

    Sifat kikir banyak sekali disinggung di dalam Al-Qur’an dan Hadits, terutama dalam bentuk celaan terhadapnya. Hal ini menunjukkan bahwa Islam melarang umatnya untuk memiliki sifat kikir. Dalam Al-Qur’an disebutkan:

    ”Dan barangsiapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung”. (Al- Hasyr: 9).

image

Akibat Penyakit Hati (Rohani)


Penyakit rohani memiliki akibat yang lebih serius dibandingkan penyakit jasmani. Di antara akibat-akibat dari penyakit rohani yaitu sebagai berikut:

  • Mengganggu ketenangan. Orang yang memiliki penyakit rohani tidak akan mampu untuk menikmati ketenangan hidupnya dan bahkan penyakit rohani juga dapat meruntuhkan kebahagiaan hidup seseorang.

  • Menyebabkan seseorang menjadi jauh dengan Tuhannya. Karena penyakit rohani seperti iri, sombong, dan kikir merupakan perbuatan tercela yang sangat tidak disukai oleh Allah.

  • Melumpuhkan daya kerja. Orang yang mempunyai penyakit rohani tidak dapat bekerja secara produktif dan bermutu. Ia tidak dapat mencetak amal-amal kebajikan sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang yang sehat rohaninya.

  • Merusak jasmani. Kini sudah dibuktikan bahwa banyak penyakit jasmani yang disebabkan oleh sakitnya rohani.

  • Membuahkan penyakit sosial yang dapat merusak tatanan hidup bermasyarakat. Penyakit rohani bukan hanya saja merugikan diri sendiri tetapi juga dapat mengganggu dan merugikan kehidupan orang lain. Selain itu, penyakit rohani juga dapat membuat amalan-amalan menjadi sia-sia, bahkan merusak seluruh perbuatan manusia serta melahirkan kekerasan dan kekejian diantara sesama. Hal ini telah dijelaskan di dalam sebuah hadits :

    ”Ketahuilah bahwa di dalam jasmani manusia ada segumpal darah. Jika baik segumpal darah itu, maka akan baik pula jasmaninya. Sebaliknya, jika rusak, maka akan rusak pula jasmaninya. Segumpal darah itu adalah Hati” . (HR Bukhari dan Muslim).