Menurut Imam Al-Ghazali (1998) dalam bukunya yang berjudul Pandangan Imam Al Ghazali tentang Takabbur dan Ujub , mengemukakan pengertian sombong ialah prilaku yang menolak kebenaran dan meremehkan manusia dengan anggapan kepandaiannya lebih hebat dan lebih tinggi derajat maupun pangkatnya daripada yang lain.
Orang yang takabbur (sombong) ialah orang yang manakala diberi nasehat ditolaklah nasehat itu, sebaliknya jika ia memberi nasehat, maka siapun harus menerimanya. Oleh karena itu siapa pun yang memandang bahwa dirinya lebih baik dari pada orang lain, maka orang terebut termasuk golongan orang takabbur (sombong).
Seharusnya orang menyadari bahwa sesungguhnya orang yang baik ialah orang yang dipandang baik menurut Allah di akhirat kelak. Dan hal ini tidak seorang pun dari makhluk Allah dapat mengetahuinya, karena penilaian baik dan buruknya seseorang masih di tangguhkan sampai akhir hayatnya. Dengan demikian pandangan seseorang bahwa dirinya lebih baik daripada orang lain adalah suatu kebodohan belaka. Oleh sebab itu hendaklah engkau memandang bahwa orang lain lebih baik dan lebih istimewa daripada dirimu sendiri, Sa’id Hawwa (2006) menyebutkan bahwa sombong berarti melecehkan orang lain dan menolak kebenaran.
Kesombongan itu bermuara dari keinginan untuk mendapatkan kepuasan diri dan cenderung untuk memperlihatkan kepada orang lain yang disombongkan. Seseorang yang telah merasa dirinya lebih mulia ( takabbur ) dari pada orang lain, akan merendahkan dan melecehkan orang lain dan ingin lebih dimuliakan ketika berkumpul dengan orang lain, misalnya dengan posisi duduk di tempat makan berbeda. Semakin tinggi kesombongannya, maka ia tidak ingin ada orang yang menandinginya dan ingin selalu berada di atas yang lain. Semakin tinggi kesombongannya, maka ia menganggap dapat melakukan sendiri tanpa bantuan orang lain karena ia menganggap setiap orang tidak mampu melakukannya
Omar Abdul Mannan (2005) dalam bukunya Dictionary of The Holy Qur’an, mengartikan sombong sebagai berikut:
“ Arrogantly behaving in a proud and superior manner; showing too much pride in oneself and too little consideration for others . ” .
Artinya : Sombong berperilaku dengan cara yang bangga dan superior, menunjukkan kebanggaan terlalu banyak dalam diri sendiri dan pertimbangan terlalu sedikit bagi orang lain.
Sombong Sebagai Penyakit
Sifat sombong masuk dalam nafsio ataksia, Ataksia adalah istilah dari bahasa latin ‘A’ artinya tidak, dan ‘taksis’ artinya keteraturan, nafsio ataksia yaitu ketidakberdayaan mengatur prilaku, disebabkan oleh kelainan penyakit di syaraf sentral, tidak adanya koordinasi antara emosi dan fikiran-fikiran.
Nafsio ataksia ditandai oleh ketidakmampuan orang mengatur tingkah lakunya, karena kelemahan mengkoordinasikan energi otak dan energi hatinya.
Sombong mudah menimbulkan penyakit sampingan yang berupa berbagai ragam nafsu manusia, antara lain:
-
Kibir atau Takabbur, yakni sifat menyombongkan diri dihadapan orang lain, merasa lebih tinggi (kedudukannya), lebih pandai, lebih kaya, lebih berharga atau lebih mulia dari pada orang lain. Orang yang biasa kibir tidak bisa merasakan nikmat yang Allah berikan kepadanya, karena menganggap segala sesuatu adalah disebabkan oleh keringat dan jerih payahnya sendiri.
-
Ujub, yakni sifat takabbur yang tersimpan dalam hati. Bahwa dialah yang paling sempurna dalam ilmu dan amal. Orang yang ujub merasa puas dan sombong atas kelebihan dirinya. Peranan ini membawa lupa akan kekurangan dirinya, dan selalu mencela kekurangan orang lain. Dia lebih senang mentajubi kelebihan dirinya daripada menghargai kelebihan orang lain. Ada tiga perkara yang bisa membinasakan seseorang, yaitu: kikir yang dita’ati, hawa nafsu yang diturut, dan ta’jub akan dirinya sendiri.
-
Mukhtal dan Tafakhur, yaitu sifat sombong dan berbangga termasuk kebanggaan pertalian darah keturunan, misalnya keturunan darah nigrat atau bangsawan yang dianggap lebih mulia dari pada keturunan darah kaum jembel. Peranan ini dimiliki orang yang kalau disentuh oleh derita, dia cepat berduka cita, menyesal dan putus asa, tetapi kalau memperoleh nikmat dia sombong, berbangga-bangga lupa daratan dan tidak mau mensyukurinya. Seperti yang ter maktub dalam Al-Qur’an:
Artinya: Dan Allah tidak menyukai Setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri (Q.S. Al Hadid: 23).
-
Riak, yakni sifat angkuh dan pamer, selalu minta dipuji dan disanjung orang, meskipun sikap dan tingkah lakunya tidak patut untuk dihargai. Orang golongan ini adalah orang yang gila hormat, dan selalu haus akan pujian “wah”. Dan merupakan cirri hipokrisi.
Macam-macam Sifat Sombong
Seseorang tidak akan sombong kecuali yang suka memuliakan diri. Dan seseorang tidak akan memuliakan dirinya sendiri kecuali meyakini bahwa ia memiliki sifat-sifat yang sempurna. Kesemuanya itu berkaitan dengan urusan agama dan dunia yang berkaitan dengan dunia, yaitu keturunan ( nasab ), kecantikan, kekuatan, harta, dan banyak teman. Inilah uraian terkait dengan sebab-sebab timbulnya sifat sombong:
-
Sifat sombong karena ilmu
Sifat sombong merupakan penyakit yang sangat cepat menjangkit para ulama. Mereka merasa kemuliaan ilmu, keindahan ilmu, dan kesempurnaan ilmu, sehingga ia merasa dirinya mulia, sempurna dan menganggap rendah diri. Ia menganggap orang lain bodoh. Ia ingin agar orang lain yang memulai mengucapkan salam kepadanya dan apabila ada salah seorang yang mengucapkan salam, berdiri untuk memberikan hormat, menjawab panggilannya, maka ia merasa ini merupakan bakti dan rasa terima kasih kepadanya atas pengajaran yang telah diberikan. Jadi, pada intinya seorang yang bertambah ilmu dan lebih merasa dirinya mulia dan patut dihormati, sesungguhnya ia tidak bertambah ilmu melainkan kesombongan. Sebaliknya, apabila seseorang bertambah ilmu dan bertambah rasa takutnya kepada Allah sehingga memandang dirinya bodoh, hina, dan ia selalu rendah hati, sesungguhnya ia telah bertambah ilmunya (Hawwa, 2006).
-
Sifat sombong karena amal dan ibadah
Setiap orang, walaupun ia seorang ahli ibadah dan zuhud, ia tidak akan terlepas dari sifat sombong, baik berkaitan dengan dunia maupun agama. Dalam urusan dunia, ia menganggap bahwa orang- orang berziarah kepadanya lebih baik dari pada berziarah kepada yang lain atau ahli ibadah yang lain. Ia mengharap orang-orang memenuhi segala kebutuhannya serta menghormatinya, memberikan tempat yang khusus dalam setiap pertemuan, dan menyebutkan dalam setiap pertemuan bahwa ia seorang ahli ibadah, takwa, dan wara . Orang seperti ini berbeda dengan mereka yang beribadah semata-mata karena Allah, mereka yang tidak mengganggap dirinya mulia, ibadah merupakan cara baginya yang hina untuk mendekatkan diri kepada Allah yang maha mulia. Sebaliknya, orang yang beribadah dan menimbulkan rasa mulia atas dirinya dan merendahkan orang lain, seseungguhnya ia tidak mendekatkan dirinya kepada Allah dan pantas bagi Allah untuk menyepelekan ibadah yang dilakukannya (Hawwa, 2006).
-
Sifat sombong karena garis keturunan ( nasab ).
Seorang yang memiliki nasb bagus (darah biru) akan menganggap rendah orang yang memiliki nasab dibawahnya, walaupun orang itu lebih tinggi ilmunya dan lebih baik amal perbuatannya. Terkadang sebagian orang menganggap orang tidak memiliki garis keturunan seperti dia adalah budak atau orang-orang rendahan dan menghalangi dirinya untuk bergaul dengan mereka. Dari segi pemmbicaraan, orang seperti ini akan selalu membanggakan diri dan menyebut- nyebut kemuliaan nenek moyangnya. Ini merupakan tabiat yang selalu dimiliki orang yang memiliki garis keturunan mulia, walaupun dia orang saleh dan pintar, kecuali apabila ia menyadari bahwa amal perbuatannya yang menjadikan ia mulia dan terhindar dari siksa neraka (Hawwa, 2006: 254-255).
-
Sifat sombong karena kecantikan
Hal ini lebih banyak dialami oleh kaum wanita dan orang yang sombong atas kecantikkannya. Mereka akan senang meremehkan, menjelekkan, dan menyebarkan kebuerukan orang lain. Sebagaimana diriwayatkan ketika dating seorang wanita menemui Nabi, dan Siti Aisyah berkata kepada beliau “ wanita itu pendek ” dengan mengisyaratkan dengan tangannya. Lalu beliau berkata “ kamu telah menggunjingnya (ghibah)”(Hawwa, 2006).
-
Sifat sombong karena harta
Hal ini dialami oleh orang kaya yang sombong dengan kekayaannya, seperti pedagang yang sombong dengan perniagaannya, tuan yang sombong dengan tananhnya, atau seseorang sombong atas pakaian, kendaraan, dan binatang peliharaannya. Orang seperti ini akan menyombongkan diri di hadapan orang yang dianggap miskin baginya (Hawwa, 2006: 256).
-
Sifat sombong karena kekuatan
Hal ini meliputi kekuatan, kedigdayaan, dan kesombongan terhadap orang-orang lemah (Hawwa, 2006). Orang yang memiliki tubuh kuat, tangkas dan tidak mudah dikalahkan lawannya jikalau sedang bergulat dan mengadu ketrampilan senjata dan sebagainya, kadang- kadang menunjukkan kesombongannya kepada orang yang lemah atau yang dianggapnya tidak dapat berbuat seperti apa yang ia lakukannya. Oleh karena itu dengan sebab kekuatan dan ketangkasan seseorang dapat kejangkitan penyakit takabbur /sombong (Al-Ghazali. 1998).
-
Sifat sombong karena pengikut, pendukung, anak, serta keluarga
Kesombongan ini dimiliki oleh para penguasa yang memiliki banyak pasukan dan pendukung, begitu juga para ulama yang memiliki banyak pengikut. Secara umum kesombongan atas segala kenikmatan yang ia yakini telah mencapai kesempurnaan walaupun sebenarnya masih jauh dari tingkat kesempurnaan. Misalnya perbuatan yang dilakukan oleh orang fasik atas perbuatannya yang fasik, seperti suka minum minuman keras, melakukan perbuatan zina atau sodomi. Ia akan bangga apabila perbuatannya telah mencapai kesempurnaan, walaupun diakui hal itu merupakan perbuatan yang diharamkan.
Kesombongan ini dilakukan sesama mereka, antara orang yang memiliki pengikut, pendukung atau pengikut dan pendukung yang mendukung minumarak, berzina dan lain-lain (Hawwa, 2006).
Bentuk-bentuk Sombong
Sesungguhnya Allah telah menciptakan manusia cenderung melakukan kedzaliman dan kebodohan, terkadang ia sombong terhadap manusia. Dan terkadang sombong terhadap Allah. Dengan demikian, sombong dari segi pihak yang disombongi ( mutakkabir ‘alaih ) dibagi menjadi tiga bagian:
-
Sombong kepada Allah
Kesombongan ini merupakan kesombongan yang paling buruk dan hal ini dilakukan oleh orang-orang yang membangkang. Seperti kisahnya Raja Namrud atau orang yang mengaku dirinya tuhan atau Raja Fir’aun yang mengaku tidak ada tuhan selain dirinya. Fir’aun dan kesombongannya berkata: “aku adalah tuhan kalian yang paling tinggi.” Dengan penolakan bahwa dirinya adalah hamba Allah (manusia biasa). Allah berfirman:
Artinya: Wahai manusia, Sesungguhnya telah datang Rasul (Muhammad) itu kepadamu dengan (membawa) kebenaran dari Tuhanmu, Maka berimanlah kamu, Itulah yang lebih baik bagimu. dan jika kamu kafir, (maka kekafiran itu tidak merugikan Allah sedikitpun) karena Sesungguhnya apa yang di langit dan di bumi itu adalah kepunyaan Allah. dan adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana (Q.S. An-Nisaa 4:170). (Hawwa, 2006).
-
Sombong kepada Rasul
Kesombongan ini merasa dirinya mulia, sehingga tidak pantas untuk mengikuti para Rasul yang mereka anggap seperti manusia biasa. Kesombongan seperti ini terkadang memalingkan pikirannya yang jernih sehingga terpuruk. Hingga mereka menolak seruan para Rasul dengan mengira bahwa mereka lebih berhak menjadi Nabi dan Rasul daripada mereka yang telah diangkat oleh Allah sebagai Rasul. Selain itu terkadang mengakui kenabian para Rasul yang telah diangkat oleh Allah, akan tetapi enggan untuk mengikutinya atau bersikap rendah hati ( tawadhu’ ) dihadapan mereka. Sebagaimana Allah sebutkan atas perkataan mereka (Hawwa, 2006).
-
Sombong terhadap manusia
Seseorang yang memuliakan dirinya sendiri menganggap orang lain hina, tidak mau mematuhi orang lain, ingin selalu berada diatas orang lain, meremehkan dan merendahkan orang lain. Kesombongan seperti ini meskipun berada dibawah poin pertama dan kedua, tetapi juga dikategorikan dosa besar dilihat dari pertama kesombongan, memuliakan, dan mengagungkan diri sendiri tidak mungkin dilakukan kecuali oleh orang yang memiliki kemampuan dan kekuasaan (Hawwa. 2006).