Apa yang dimaksud dengan Metode arus biaya persediaan atau inventory cost flow method?

Apa yang dimaksud dengan Metode arus biaya persediaan atau inventory cost flow method ?Metode arus biaya persediaan

Metode arus biaya persediaan adalah kebijaksanaan pengukuran yang digunakan sebagai media kontrak antara economic agent yang berkaitan dengan persediaan (Lee dan Hsieh dalam Anissa, 2003).

Jadi metode arus biaya persediaan adalah kebijaksanaan pengukuran yang digunakan sebagai media kontrak antara economic agent yang berkaitan dengan persediaan yang mempengaruhi laporan keuangan dimana pemilihan metode arus biaya persediaan harus mempertimbangkan nilai-nilai yang dapat mendukung nilai perusahaan yang disesuaikan dengan karakteristik perusahaan.

Metode arus biaya persediaan memiliki konsekuensi logis yang akan berpengaruh terhadap laporan keuangan. Penilaian terhadap persediaan akan berdampak langsung terhadap income perusahaan dan neraca. Manajemen dalam mengambil kebijakan untuk memilih metode arus biaya persediaan akan mempertimbangkan hal-hal yang dapat mendukung nilai perusahaan (Tuanakotta, 2000).

Menurut Morse dan Richardson dalam Taqwa (2003) menyatakan bahwa berbagai alternatif metode arus biaya persediaan memungkinkan manajemen memilih metode mana yang akan ditetapkan dalam perusahaan sesuai dengan karakteristik perusahaan.

Agar laporan keuangan perusahaan mudah dimengerti dan dipahami serta konsisten, maka laporan keuangan tersebut harus disusun sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan (SAK). SAK merupakan acuan bagi perusahaan dalam pembuatan laporan keuangan dan sebagai himpunan prosedur, metode, dan teknik akuntansi yang memberikan alternatif penggunaan metode dan prosedur yang dengan bebas dapat dipilih oleh manajemen. (IAI, 2002).

Pada standar ini terdapat aturan-aturan mengenai pengukuran, pengakuan, metode-metode penilaian dan item-item yang terdapat dalam laporan keuangan. Dalam beberapa item laporan keuangan terdapat beberapa alternatif yang dapat digunakan untuk menyiapkan pelaporan, pengukuran dan teknik pengungkapan. Dengan demikian manajemen sebagai pembuat keputusan mengenai kebutuhan akuntansi dapat memilih berbagai alternatif prosedur. Item-item tersebut antara lain : penilaian persediaan, depresiasi dan deplesi, alokasi PPh, dana pensiun, dll (Hendriksen, 1992).

Metode arus biaya persediaan dapat dilakukan dengan empat cara yaitu : metode FIFO, LIFO, identifikasi khusus, rata-rata.

Penggunaan metode FIFO menghitung persediaan yang berdasarkan pada anggapan bahwa persediaan yang pertama dibeli akan digunakan terlebih dahulu dan persediaan akhir merupakan persediaan yang dibeli belakangan. Penggunaan metode LIFO, berdasarkan asumsi bahwa persediaan yang dibeli pertama akan digunakan terakhir dan persediaan yang terakhir akan dipergunakan terlebih dahulu. Sedangkan penggunaan metode rata-rata berdasarkan asumsi biaya setiap barang ditentukan berdasarkan biaya rata-rata dari persediaan selama periode tertentu dan penggunaan metode identifikasi khusus, penilaian persediaan berdasarkan kebutuhan manajemen.

Metode arus biaya persediaan yang digunakan untuk menghitung harga pokok persediaan awal dan harga pokok persediaan akhir akan mempengaruhi laba bersih yang dilaporkan melalui harga pokok penjualan (Morse dan Richardson dalam Taqwa, 2003).

Dalam kaitan data akuntansi dengan pasar modal, kajian lebih ditekankan pada rasio keuangan dan motivasi manajer dalam memilih suatu metode yang dihubungkan dengan reaksi pasar terhadap informasi laba perusahaan (Ali dan Hartono, 2003). Penggunaan metode LIFO sebagai dasar perhitungan dalam perpajakan tidak diperbolehkan di sebagian negara, seperti Australia, Singapura, dan Swiss (Kieso dan Weygandt 1995:502), termasuk Indonesia.

Di AS metode LIFO diizinkan dengan syarat mengikuti conformity rule, yakni bagian dari hukum pajak yang mensyaratkan adanya penggunaan metode yang sama atau seragam untuk tujuan perpajakan dan komersial. Pemilihan metode arus biaya persediaan di Indonesia mengacu pada Pernyataan Standar Akuntansi keuangan (PSAK) No. 14 yang memberikan kebebasan untuk menggunakan salah satu alternatif metode arus biaya persediaan yaitu first in first out (FIFO), last in first out (LIFO), dan weight average (rata-rata). Namun Undang-Undang No. 7 tahun 1983 jo Undang-Undang No. 10 tahun 1994 tentang Perpajakan hanya memperbolehkan penggunaan metode FIFO atau metode rata-rata.

Undang-Undang Perpajakan no. 10 tahun 1994 pasal 10 ayat 6 memperbolehkan wajib pajak untuk memilih metode FIFO atau rata-rata, sedangkan PSAK no. 14 memberikan alternatif metode persediaan, yaitu metode FIFO, metode rata-rata dan metode LIFO. Kedua pernyataan ini menyiratkan bahwa perusahaan diberi kebebasan untuk memilih salah satu metode arus biaya persediaan yang diperkenankan.

PSAK No. 14 paragraf 6 menyebutkan bahwa biaya persediaan harus meliputi semua biaya pembelian, biaya konversi, dan biaya lain yang timbul sampai persediaan berada dalam kondisi dan tiap yang siap dijual atau dipakai. Seluruh biaya yang terdefinisi dalam persediaan di atas harus diperhitungkan dengan menggunakan rumus biaya masuk pertama keluar pertama (MPKP atau FIFO), rata-rata tertimbang (weight average method), atau masuk terakhir keluar pertama (MTKP atau LIFO), kecuali untuk yang disebutkan dalam paragraf 19 (PSAK No. 14), yaitu biaya yang berkaitan dengan identifikasi khusus yang merupakan atribusi biaya ke barang tertentu yang dapat diidentifikasi dalam persediaan. Rumus biaya di atas merupakan metode arus yang diasumsikan dari biaya per unit persediaan selama periode akuntansi, yang akan dijelaskan sebagai berikut :

  1. Metode Masuk Pertama, Keluar Pertama (First-in, First-out / FIFO)
    Metode masuk pertama, keluar pertama (FIFO) didasarkan pada asumsi bahwa unit yang terjual adalah unit yang lebih dahulu masuk (Muyassaroh, 2000). Metode FIFO merupakan pendekatan yang logis dan realistis mengenai arus biaya. Metode FIFO digunakan dengan tujuan untuk mendekati aliran fisik barang. Ketika aliran fisik barang merupakan aliran masuk pertama keluar pertama yang sesungguhnya, maka metode FIFO hampir sama dengan atau representasi identifikasi khusus (Tuanakotta, 2000).

    Pada saat yang bersamaan, metode FIFO tidak memperkenankan manipulasi laba sebab perusahaan tidak bebas untuk memilih item-item harga perolehan tertentu karena dibebankan pada biaya (Kieso dan Weygandt dalam Anissa, 2003). Nilai persediaan akhir untuk metode FIFO mendekati harga perolehan sekarang (current cost).

    Metode ini mencerminkan perputaran persediaan yang sesungguhnya. Pendekatan ini umumnya memberikan alasan yang mendekati replacement cost pada neraca yang perubahan harganya tidak ada pada pembelian yang terakhir (Kieso dan Weygandt dalam Anissa, 2003:83-90). Kelemahan dari metode ini adalah harga perolehan sekarang tidak sebanding dengan pendapatan sekarang pada laporan laba rugi.

  2. Metode Biaya Rata-Rata (Weight Average Method)
    Metode biaya rata-rata membebankan biaya rata-rata yang sama ke setiap unit. Metode ini didasarkan pada asumsi bahwa barang yang terjual seharusnya dibebankan dengan biaya rata-rata yaitu rata-rata tertimbang dari jumlah unit yang dibeli pada tiap harga (Muyassaroh, 2000).

    Metode biaya rata-rata dapat dianggap sebagai metode yang realistis dan pararel dengan arus fisik barang, khususnya ketika ada pencampuran dari unit persediaan yang identik (Kieso dan Weygandt, 1992:501). Tidak seperti metode persediaan yang lain, pendekatan biaya rata-rata memberikan nilai yang sama untuk unsur serupa dengan penggunaan yang sama. Metode ini tidak memberi peluang memanipulasi keuntungan. Tetapi, keterbatasan dari metode ini adalah bahwa nilai persediaan dapat tertinggal secara signifikan terhadap harga dalam periode dimana terdapat kenaikan atau penurunan harga yang cepat (Muyassaroh, 2000).

  3. Metode masuk terakhir, keluar pertama (Last in First out/ LIFO)
    Metode masuk terakhir keluar pertama (LIFO) didasarkan bahwa barang yang paling baru yang terjual (Muyassaroh, 2000). Aliran biaya LIFO mendekati aliran fisik barang yang masuk dan barang yang keluar dalam situasi yang pasti (Kieso dan Weygandt, 1992).

  4. Metode Identifikasi Khusus
    Biaya dapat dialokasikan ke barang yang terjual selama periode berjalan dan ke barang yang ada di tangan pada akhir periode berdasarkan biaya aktual dari unit tersebut. Metode identifikasi khusus memerlukan suatu cara untuk mengidentifikasikan biaya historis dari unit persediaan. Dengan identifikasi khusus, arus biaya yang dicatat disesuaikan dengan arus fisik barang.

    Dari sudut pandang teoritis, metode identifikasi khusus sangat menarik, khususnya ketika setiap unsur persediaan unik dan memiliki biaya yang tinggi. Namun ketika persediaan terdiri dari unsur-unsur yang identik yang dibeli pada saat yang berlainan dengan harga yang berbeda, maka identifikasi khusus akan menjadi lamban, membebani, dan memakan biaya. Bahkan sistem pelacakan dengan komputer tidak akan menjawab semua masalah dari praktek ini.

Sebagaimana telah disebutkan diatas, bahwa PSAK no. 14 memperkenankan metode LIFO, namun untuk tujuan perpajakan karena pasal 10 ayat 6 No. 10 tahun 1994 secara tegas menganut metode FIFO dan rata-rata, maka metode penilaian lain tidak diperkenankan atau jika untuk tujuan komersial telah dipakai metode selain kedua metode itu, maka untuk keperluan perpajakan hasil dari metode tersebut harus disesuaikan (Gunadi dalam Ali dan Hartono, 2000).

Keengganan perusahaan di Indonesia yang menggunakan metode LIFO diduga karena merasa tak perlu membuat perhitungan dua kali, yakni untuk tujuan pajak dan komersial (Abdullah, 1999).

Perbedaan akibat dari masing-masing pemilihan metode arus biaya persediaan adalah adanya perbedaan hasil ekonomi yamg mengharuskan manajemen memilih metode mana yang paling sesuai. Alternatif metode arus biaya persediaan memungkinkan manajemen memilih dengan memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Pada harga stabil penggunaan metode yang berbeda baik penggunaan FIFO, LIFO ataupun rata-rata akan menghasilkan laba yang tidak jauh berbeda. Sedangkan apabila inflasi maka metode FIFO akan menghasilkan laba yang lebih besar dibanding metode rata-rata, dan pada saat deflasi penggunaan metode FIFO akan menghasilkan laba yang lebih kecil dibanding metode rata-rata (Jogiyanto, 1998).

Sesuai dengan UU Perpajakan tahun 2000 pasal 10 ayat 6 mengenai Pajak Penghasilan disebutkan bahwa untuk tujuan perpajakan metode arus biaya persediaan yang diperbolehkan digunakan di Indonesia adalah metode rata-rata dan metode FIFO, jadi hanya kedua metode ini yang dijinkan oleh perundang- undangan perpajakan.