Apa yang dimaksud dengan keterampilan sosial atau kemampuan bersosial - sociability ?

Keterampilan sosial atau kemampuan bersosial adalah kemampuan individu untuk berkomunikasi efektif dengan orang lain baik secara verbal maupun nonverbal sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada pada saat itu, di mana keterampilan ini merupakan perilaku yang dipelajari. Seseorang dengan keterampilan sosial akan mampu mengungkapkan perasaan baik positif maupun negatif dalam hubungan interpersonal, tanpa harus melukai orang lain.

Apa yang dimaksud dengan kemampuan bersosial - sociability ?

The social skill is the ability to interact with others in a given social context in specific ways that are socially acceptable or valued at the same time persobality benefecial, manually benefecial, or benefecial primary to others”. Comb dan Slaby (1977)

Keterampikan sosial merupakan kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain dalam satu konteks sosial dengan suatu cara yang spesifik yang secara sosial dapat diterima atau diniai dan menguntungkan orang lain.

Keterampilan sosial seseorang adalah bersifat pribadi, situasional, dan relatif. Hal ini seperti diungkapkan oleh Frazier (1980) bahwa,” Social skills as the same as values are personal situasional and relative”, dengan penjelasan sebagai berikut:

  1. Pertama: keterampilan sosial mencerminkan karakteristik perilaku yang khas seseorang dalam berhubungan dengan orang lain

  2. Kedua: keterampilan sosial ditampilkan sesuai dengan situasi yang sedang dihadapinya, karena setiap situasi memerlukan keterampilan yang berbeda tergantung dengan masalah yang sedang dihadapinya.

  3. Ketiga: keterampilan sosial menunjukkan subtansi yang berbeda antara seseorang individu dengan individu yang lain. Keterampilan sosial ini bersifat tidak seragam, berbeda tolak ukurnya tergantung dengan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat.

Setiap orang menampilkan keterampilan sosial masing-masing karena dipengaruhi oleh pengalaman, latihan yang diperolehnya serta situasi yang dihadapinya. Semakin banyak pengalaman, latihan dan situasi yang dihadapi, maka keterampilan sosial seseorang akan semakin menjadi matang.

Agar seseorang berhasil dalam interaksi sosial, menurut Schneider dkk. (Rubin, Bukowski, and Parker, 1998), maka secara umum dibutuhkan beberapa keterampilan sosial yang terdiri dari pikiran, pengaturan emosi, dan perilaku yang tampak, yaitu:

  • Memahami pikiran, emosi, dan tujuan atau maksud orang lain,

  • Menangkap dan mengolah informasi tentang partner sosial serta lingkungan pergaulan yang potensial menimbulkan terjadinya interaksi,

  • Menggunakan berbagai cara yang dapat dipergunakan untuk memulai pembicaraan atau berinteraksi dengan orang lain, memeliharanya, dan mengakhirinya dengan cara yang positif,

  • Memahami konsekuensi dari sebuah tindakan sosial, baik bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain atau target dari tindakan interaksi sosial tersebut,

  • Membuat penilaian moral yang matang yang dapat mengarahkan tindakan sosial,

  • Bersikap sungguh-sungguh dan memperhatikan kepentingan orang lain,

  • Mengekspresikan emosi positif dan menghambat emosi negatif secara tepat,

  • Menekan perilaku negatif yang disebabkan karena adanya pemikiran dan perasaan yang negatif tentang partner sosial,

  • Berkomunikasi secara verbal dan non verbal agar partner sosial memahaminya,

  • Memperhatikan usaha komunikasi orang lain dan memiliki kemauan untuk memenuhi permintaan partner sosial.

Keterampilan sosial adalah kemampuan berkomunikasi, menjalin hubungan dengan orang lain, mendengarkan pendapat atau keluhan dari orang lain, memberi atau menerima feddback, memberi atau menerima kritik, bertindak sesuai norma dan aturan yang berlaku.

Keterampilan sosial membawa seseorang untuk lebih berani berbicara, mengungkapkan setiap perasaan atau permasalahan yang dihadapi dan sekaligus menemukan penyelesaian yang adaptif, sehingga mereka tidak mencari pelarian ke hal-hal lain yang justru dapat merugikan diri sendiri maupun orang lain.

Berikut adalah definisi keterampilan sosial menurut beberapa ahli :

  • Keterampilan sosial adalah kemampuan berinteraksi dengan orang lain dalam suatu konteks sosial dengan cara yang spesifik sehingga dapat diterima atau dinilai menguntungkan bagi dirinya, mutu kehidupannya, dan orang lain. Combs & Slaby

  • Keterampilan sosial adalah tingkat kemampuan siswa untuk membangun dan memelihara hubungan interpersonal yang tepat, dapat diterima oleh orang lain, membangun dan memelihara pertemanan, dan mengakhiri hubungan interpersonal yang negatif atau jahat. Gresham, Sugai, & Horner

  • Keterampilan sosial adalah perilaku-perilaku yang mendukung kesuksesan hubungan sosial dan memungkinkan individu untuk bekerja bersama orang lain secara efektif. Arends

Seseorang memiliki keterampilan sosial tinggi, apabila dalam dirinya memiliki keterampilan sosial yang terdiri dari sejumlah sikap, termasuk :

  1. Kesadaran situasioanl atau sosial (social awarness).

  2. Kecakapan ide, efektivitas, san pengaruh kuat dalam melakukan komunikasi dengan orang atau kelompok lain.

  3. Berkembangnya sikap empati atau kemampuan individu melakukan hubungan dengan ornag lain pada tingkat yang lebih personal

  4. Terampil dalam berinteraksi (interaction style).

Caldarella dan Merrell mengemukakan 5 (lima) dimensi paling umum yang terdapat dalam keterampilan sosial, yaitu :

  1. Hubungan dengan teman sebaya (Peer relation), ditunjukkan melalui perilaku yang positif terhadap teman sebaya seperti memuji atau menasehati orang lain, menawarkan bantuan kepada orang lain, dan bermain bersama orang lain.

  2. Manajemen diri (Self-management), merefleksikan remaja yang memiliki emosional yang baik, yang mampu untuk mengontrol emosinya, mengikuti peraturan dan batasan-batasan yang ada, dapat menerima kritikan dengan baik.

  3. Kemampuan akademis (Academic), ditunjukkan melalui pemenuhan tugas secara mandiri, menyelesaikan tugas individual, menjalankan arahan guru dengan baik.

  4. Kepatuhan (Compliance), menunjukkan remaja yang dapat mengikuti peraturan dan harapan, menggunakan waktu dengan baik, dan membagikan sesuatu.

  5. Perilaku assertive (Assertion), didominasi oleh kemampuan- kemampuan yang membuat seorang remaja dapat menampilkan perilaku yang tepat dalam situasi yang diharapkan.

Keterampilan sosial merupakan kemampuan untuk mengekspresikan diri dalam interaksi sosial, kemampuan untuk ‘membaca’ dan memahami berbagai situasi sosial yang berbeda, wawasan mengenai peran-peran sosial dan norma-norma yang ada dalam suatu masyarakat, kemampuan untuk memecahkan masalah terkait dengan hubungan interpersonal, serta kemampuan untuk melakukan role-playing dalam lingkungan sosial. Riggio dan Reichard (2008)

Secara umum, sebetulnya sulit menentukan suatu definisi yang pasti mengenai keterampilan sosial berhubung dimensi yang tercakup sangat beragam. Oleh sebab itu, yang termasuk ke dalam ranah keterampilan sosial sangat tergantung pada norma-norma yang diyakini dalam suatu kebudayaan atau lingkungan tertentu (Riggio,1986). Walau demikian, pada dasarnya keterampilan sosial melibatkan sejumlah kemampuan dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain dengan cara yang sesuai dan efektif (Segrin,1999).

Sejumlah peneliti sepakat bahwa kemampuan dasar dalam keterampilan sosial mencakup kemampuan untuk menyampaikan dan menerima informasi kepada orang lain (Hall, 1979). Pandangan ini kemudian dikembangkan oleh Riggio dan sejumlah koleganya menjadi tiga kemampuan dasar yang tercakup dalam keterampilan sosial, yaitu:

  • kemampuan dalam mengekspresikan (expressivity skill),
  • kemampuan untuk mengidentifikasi dan menginterpretasi informasi yang disampaikan orang lain (sensitivity skill),
  • kemampuan untuk meregulasi atau mengelola perilaku yang ditunjukkan dalam proses berkomunikasi dengan orang lain (control) (Riggio & Reichard, 2008).

Model Keterampilan Sosial Gene Smith
Gambar Model Keterampilan Sosial Gene Smith

Dimensi keterampilan sosial


Keterampilan sosial mencakup tiga kemampuan dasar yang melibatkan komponen emosional (non-verbal) dan komponen sosial (verbal) saat berinteraksi dalam hubungan sosial. Oleh karena itu, komponen-komponen tersebut kemudian dikembangkan sebagai 6 dimensi keterampilan sosial. Keenam dimensi ini merupakan turunan dari tiga dimensi kemampuan dasar expressivity, sensitivity, dan control, yang apabila diuraikan adalah sebagai berikut (Riggio, 1989) :

  • Emotional Expressivity (EE)

    Emotional Expressivity mengukur kemampuan individu dalam mengomunikasi pesan secara nonverbal, khususnya dalam menyampaikan pesan-pesan yang mengandung muatan emosional. Tidak hanya mencakup pesan-pesan yang sifatnya emosional, dimensi ini juga mencakup ekspresi sikap, dominansi, dan orientasi interpersonal individu. Sebagai tambahan, dimensi ini juga merepresentasikan sejauh mana individu mampu mengekspresikan keadaan emosi yang sedang dialami secara akurat. Individu yang ekspresif secara emosional adalah individu yang tampak antusias dan terbawa oleh emosinya serta memiliki kemampuan untuk membangkitkan emosi atau menginspirasi orang di sekitarnya melalui kemampuannya menunjukkan emosi.

  • Emotional Sensitivity (ES)

    Emotional Sensitivity mengukur kemampuan dalam menerima dan menginterpretasikan pesan dalam komunikasi nonverbal yang disampaikan oleh orang lain. Individu yang sensitif secara emosional dapat menginterpretasi pesan emosional yang disampaikan dalam proses komunikasi meskipun pesan tersebut tidak ditunjukkan secara terang-terangan (subtle). Individu yang sensitif secara emosional juga cenderung mudah tersentuh secara emosi, dan mudah berempati terhadap keadaan emosional yang dialami oleh orang lain.

  • Emotional Control (EC)

    Emotional Control mengukur kemampuan individu dalam mengontrol dan meregulasi emosinya serta bagaimana mereka menampilkannya secara nonverbal. Kontrol emosional ini mencakup kemampuan untuk menampilkan emosi tertentu dan menyembunyikan emosi yang lain di balik ‘topeng’ dalam situasi-situasi sosial yang memerlukannya. Misalnya saja seperti, tertawa saat ada orang yang sedang menceritakan lelucon, meskipun sebetulnya ceritanya tidak terlalu lucu atau menunjukkan ekspresi wajah yang ceria meskipun suasana hati yang sebenarnya sedang murung. Individu yang memiliki kemampuan emotional control yang baik dapat mengontrol emosinya dalam berbagai situasi sosial dan menunjukkan ekspresi emosi yang sesuai.

Secara umum, sebenarnya ketiga kemampuan yang berkaitan dengan emosi ini, baik EE, ES, dan EC telah merepresentasikan komponen-komponen dari konsep kecerdasan emosional yang telah diidentifikasikan dalam model yang dikembangkan oleh Mayer dan Salovey (1997). Selain komponen-komponen utama diatas, terdapat komponen-komponen tambahan didalam keterampilan sosial, yaitu :

  • Social Expressivity (SE)

    Social Expressivity mengukur kemampuan individu dalam ekspresi verbal dan kemampuan untuk melibatkan orang lain dalam kegiatan sosial. Skor yang tinggi dalam dimensi ini biasanya dihubungkan dengan verbal fluency individu yang ramah dan mudah bergaul, serta individu yang terlatih untuk memulai pembicaraan atau mengarahkan alur pembicaraan dengan orang lain mengenai topik pembicaraan apa saja.

    Skor yang rendah dalam dimensi ini merepresentasikan individu yang ekspresif dan seringkali berbicara dengan spontan tanpa menjaga konten pembicaraannya. Dimensi ini sekilas mungkin tampak seperti extraversion, namun sebetulnya berbeda. Secara teoritis, seorang yang ekstrovert belum tentu socially expressive, karena orang yang ekstrovert menikmati berada di sekitar orang dan berinteraksi dengan banyak orang, namun belum tentu menunjukkan bahwa orang-orang ekstrovert pasti mengekspresikan diri mereka dengan spontan baik secara nonverbal maupun verbal.

  • Social Sensitivity (SS)

    Social Sensitivity mengukur kemampuan individu dalam menginterpretasikan pesan verbal yang disampaikan orang lain dalam proses komunikasi. Dimensi ini juga mengukur sejauh mana pemahaman dan sensitivitas individu terhadap norma-norma yang diterapkan di masyarakat. Individu yang memiliki kemampuan social sensitivity yang baik adalah individu yang menaruh perhatian terhadap tindak tanduk sosial dan menyadari perilaku apa yang pantas dan tidak pantas dalam konteks sosial. Skor yang ekstrem tinggi pada dimensi ini berhubungan dengan skor yang rendah atau moderat dalam dimensi Social Expressivity dan Social Control, dan merepresentasikan individu yang selalu mawas diri sehingga sangat berhati-hati saat melibatkan diri dalam interaksi sosial. Tampak pula adanya sedikit korelasi positif antara dimensi SS dengan neuroticism.

  • Social Control (SC)

    Social Control mengukur kemampuan dalam menempatkan diri, bermain peran, dan bagaimana cara individu mempresentasikan atau membawakan diri di hadapan orang lain. Individu dengan kemampuan social control yang baik cenderung tampil sebagai individu yang percaya diri, tahu apa yang dilakukan dalam situasi sosial dan dapat menyesuaikan diri dengan nyaman dalam berbagai lingkungan sosial. Kemampuan Social Control juga penting dalam membantu individu mengetahui arah dan isi dari pembicaraan dalam proses interaksi sosial.

    Meskipun secara umum kemampuan ini adaptif, namun terlalu banyak aspek emotional dan social control dalam interaksi sosial dapat sangat melelahkan bagi individu, baik secara kognitif maupun interpersonal (Richards & Gross, 2000, dalam Riggio, 1989)

keterampilan sosial

Faktor-faktor yang mempengaruhi ketrampilan sosial


Kesuksesan dalam interaksi sosial dipengaruhi oleh faktor yang berhubungan dengan individu itu sendiri, respon dari individu lain, dan konteks sosial (Spence, 2003). Individu harus mampu menyesuaikan kuantitas dan kualitas respon non- verbal seperti kontak mata, ekspresi wajah, postur tubuh, jarak sosial, yang bergantung pada permintaan dari situasi sosial yang berbeda. Kualitas verbal seperti nada suara, volume, kecepatan dan kejelasan intonasi, sapat mempengaruhi impresi yang tertampil di depan orang lain dan bagaiman orang lain bereaksi terhadapnya. Aspek keterampilan sosial dalam level mikro ini sangat penting untuk keberhasilan interaksi sosial.

Pada level yang lebih makro, individu juga harus mampu mengintegrasikan aspek mikro ini dalam strategi yang tepat agar dapat menghadapi tugas sosial yang spesifik. Sebagai contoh, keberhasilan dalam memulai percakapan yang meliputi kemampuan mengidentifikasi momen yang tepat untuk memulai percakapan serta memilih waktu yang tepat untuk percakapan. Berbagai tugas sosial lainnya adalah meminta bantuan, menawarkan bantuan, mengatakan tidak, meminta informasi, meminta bergabung, mengundang untuk bergabung, dan sebagainya.

Individu harus mampu memonitor respon orang lain di dalam interaksi dan kemudian mengubah perilakunya agar sesuai dengan permintaan situasi interaksi tersebut. Meskipun individu telah memahami bagaimana menggunakan keterampilan sosial, sering kali ia mengalami hambatan untuk mempraktekkannya pada situasi-situasi tertentu. Hal ini dapat disebabkan oleh faktor afektif negatif, distorsi kognitif, serta penerimaan lingkungan terhadap perilaku bermasalah.

  • Dalam sudut pandang afektif, stimulus yang menimbulkan emosi negatif seperti marah atau cemas akan menghambat penggunaan keterampilan sosial yang tepat.

  • Dalam sudut pandang kognitif, pikiran yang terdistorsi turut menjadi hambatan karena membuat individu salah menginterpretasikan informasi sosial yang ia terima.

  • Dalam sudut pandang lingkungan, hambatan disebabkan lingkungan lebih menerima perilaku sosial yang bermasalah. Individu mendapatkan penguatan sehingga perilaku tersebut bertahan pada individu.

Keterampilan sosial dan kondisi psikologis individu


Secara umum, memiliki keterampilan sosial yang baik dianggap menguntungkan dalam menjalin hubungan sosial (Riggio, 1986). Segrin (1999) mengemukakan bahwa Individu dengan keterampilan sosial yang baik mampu mengekspresikan diri mereka secara efektif, memahami dan berempati dengan orang lain, memunculkan perilaku yang dianggap positif dalam berkomunikasi, dan mencapai tujuan dasar dari berinteraksi sosial, yaitu berbaur dengan orang lain dalam lingkungan, menumbuhkan dan mempertahankan hubungan sosial yang berkualitas. Individu dengan keterampilan sosial yang memadai mampu memperoleh reinforcement positif dari lingkungan sosialnya, sementara individu dengan keterampilan sosial yang kurang baik umumnya cenderung mengalami sejumlah permasalahan yang berakar dari pola interaksi yang maladaptif (Lewinsohn, 1973).

Perlu diperhatikan pula bahwa keterampilan sosial terdiri dari susunan sekian banyak kemampuan-kemampuan dasar sehingga hubungan antara setiap dimensinya tidak selalu memiliki hubungan yang linear dengan efektivitas dalam menjalin hubungan sosial (Riggio, 1986). Individu yang memiliki terlalu banyak kemampuan dalam salah satu dimensi saja justru dapat mengembangkan pola interaksi yang tidak efektif dan disfungsial. Misalnya, individu yang memiliki skor expressivity tinggi namun kurang memiliki control, dapat dengan mudah menarik perhatian dan respon positif dari orang lain pada awalnya, namun lama kelamaan orang akan memandang individu tersebut sebagai seseorang yang tidak tahu tata krama. Sedangkan individu yang memiliki kontrol sosial tinggi, namun tidak memiliki kemampuan dalam dimensi lain, justru akan mudah beradaptasi dengan berbagai situasi sosial namun tidak mampu mengekspresikan perasaannya sendiri dan tidak bisa membina hubungan emosional yang bermakna dengan orang lain.

Oleh sebab itu, dalam keterampilan sosial, komponen-komponen kemampuan yang ada dalam setiap dimensinya tidak dapat berdiri sendiri dan justru harus dikombinasikan antara satu dengan yang lainnya hingga derajat tertentu untuk membina hubungan sosial yang optimal.

Telah banyak penelitian yang menunjukkan bahwa keterampilan sosial yang buruk memiliki hubungan dengan berbagai macam permasalahan psikososial (e.g. Jones, Hobbs, & Hockenbury, 1982; Segrin, 1990; Wallace, dkk., 1980).

Beberapa permasalahan psikososial yang muncul antara lain adalah depresi, rasa kesepian, kenakalan remaja, kecanduan alkohol, kecemasan sosial, dan distres psikologis lain (Curran, 1977; Jones, Hobbs, & Hockenbury, 1982; Miller & Eisler, 1977; Youngren & Lewinsohn, 1980).

Sejumlah penelitian juga mengemukakan bahwa keterampilan sosial merupakan faktor-faktor yang menyebabkan individu rentan atau justru resiliens terhadap distres psikologis (Luthar, 1991; Vinnick & Erickson, 1994; Walker, Gerber, & Greene, 1994).

Individu yang memiliki keterampilan sosial yang buruk lebih rentan mengalami distres sementara individu dengan keterampilan sosial yang baik lebih resilien terhadap dampak negatif setelah mengalami suatu peristiwa yang menekan. Keterkaitan antara keterampilan sosial yang buruk sebagai menjadi faktor rentan distres psikologis dapat dijelaskan dengan terbatasnya dukungan sosial yang tersedia bagi mereka yang memiliki keterampilan sosial buruk (Cole & Milstead, 1989; Riggio & Zimmerman, 1991). Dengan demikian, saat individu yang memiliki keterampilan sosial yang buruk mengalami peristiwa yang menekan, mereka tidak dapat menemukan bantuan atau dukungan yang memadai untuk menghadapi peristiwa tersebut.

Menurut Cartledge dan Milburn (1995) keterampilan sosial adalah kemampuan seseorang saat memecahkan masalah sehingga dapat beradaptasi secara harmonis dengan masyarakat di sekitarnya. Definisi lain dikemukakan oleh Combs & Slaby (Cartledge & Milburn, 1995) menjelaskan bahwa keterampilan sosial merupakan kemampuan berinteraksi dengan orang lain dalam konteks sosial dengan cara-cara khusus yang dapat diterima oleh lingkungan dan pada saat bersamaan dapat menguntungkan individu atau bersifat saling menguntungkan.

Menurut Gresham dan Elliot (Cartledge & Milburn, 1995) keterampilan sosial adalah perilaku dalam situasi tertentu yang memprediksikan suatu hasil interaksi sosial yang penting bagi individu seperti penerimaan teman sebaya, popularitas, penilaian orang lain (mengenai keterampilan sosial) dan tingkah laku sosial lain yang berkaitan secara konsisten. Keterampilan sosial sebagai perilaku menunjukkan hubungan interpersonal yang memiliki sebuah penguatan dalam fungsi sosial.

Elksnin & Elksnin (Duffy, 2004) mengemukakan perilaku interpersonal termasuk dalam keterampilan sosial dan merupakan komponen yang penting dari kecerdasan emosional. Menurut Spence (2003) keterampilan sosial merupakan kemampuan untuk melakukan perilaku-perilaku yang memungkinkan seseorang untuk mencapai kompetensi sosial. Keterampilan ini meliputi berbagai respon verbal seperti kontak mata, ekspresi, postur, penggunaan isyarat dan nonverbal seperti nada suara, tingkat dan kejelasan bicara.

Keterampilan sosial dibutuhkan dalam menjalin dan memelihara pertemanan. dan keterampilan ini merupakan perilaku yang dipelajari. Remaja yang memiliki keterampilan sosial akan mampu mengungkapkan perasaan baik itu positif ataupun negatif, tanpa perlu melukai orang lain atau kehilangan pengakuan sosial.

Pendapat tersebut didukung oleh pernyataan Erickson & Freud (Cartledge & Milburn, 1995) yang mengemukakan bahwa keterampilan sosial bukanlah kemampuan yang dibawa individu sejak lahir, tetapi diperoleh melalui proses belajar baik dari orang tua, teman sebaya maupun lingkungan sekitar.

Berdasarkan pendapat beberapa tokoh di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan keterampilan sosial adalah kemampuan individu dalam berinteraksi baik secara verbal maupun nonverbal agar dapat beradaptasi dan diterima oleh lingkungan yang diperoleh melalui proses belajar.

Aspek-Aspek Keterampilan Sosial


Stephen (Cartledge & Milburn, 1995) menegaskan bahwa keterampilan sosial mempunyai empat sub aspek dalam pengembangan perilaku sosial individu. Dalam hal ini kempat aspek perilaku menjadi indikator tinggi rendahnya keterampilan sosial anak. Perilaku tersebut antara lain :

  1. Environmental Behavior (Perilaku terhadap Lingkungan)
    Environmental behavior (perilaku terhadap lingkungan) merupakan bentuk perilaku yang menunjukkan tingkah laku sosial individu dalam mengenal dan memperlakukan lingkungan hidupnya seperti peduli terhadap lingkungan, membuang sampah pada tempatnya, dan sebagainya.

  2. Interpersonal Behavior (Perilaku Interpersonal)
    Interpersonal behavior (perilaku interpersonal) ialah bentuk perilaku yang menunjukkan tingkah laku sosial individu dalam mengenal dan mengadakan hubungan dengan sesama individu lain (dengan teman sebaya atau guru). Contoh perilaku tersebut seperti menerima otoritas, senang membantu orang lain, mengatasi konflik, bersikap positif terhadap orang lain.

  3. Self-related Behavior (Perilaku yang berhubungan dengan Diri Sendiri)
    Self-related behavior (perilaku yang berhubungan dengan diri sendiri) yaitu bentuk perilaku yang menunjukkan tingkah laku sosial individu terhadap dirinya sendiri. Contohnya perilaku tersebut yaitu dapat mengekspresikan perasaan, dapat menyadari dan menerima konsekuensi atas perbuatannya sendiri.

  4. Task-related Behavior (Perilaku yang berhubungan dengan Tugas)
    Task-related behavior (perilaku yang berhubungan dengan tugas) merupakan bentuk perilaku atau respon individu terhadap sejumlah tugas akademis yang terwujud dalam bentuk memperhatikan selama pelajaran berlangsung, aktif dalam diskusi kelas, memiliki kualitas belajar yang baik, memenuhi tugas-tugas pelajaran di kelas dan bertanya atau menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru.

Ciri-Ciri Keterampilan Sosial


Elksnin & Elksnin (dalam Hertinjung dkk., 2008) mengidentifikasikan keterampilan sosial dalam beberapa ciri, antara lain:

  1. Perilaku interpersonal, yaitu perilaku yang menyangkut keterampilan yang digunakan selama melakukan interaksi sosial salah satunya keterampilan dalam menjalin persahabatan.

  2. Perilaku yang berhubungan dengan diri sendiri, yaitu perilaku seseorang yang dapat mengatur dirinya sendiri dalam situasi sosial.

  3. Perilaku yang berhubungan dengan kesuksesan akademik ( academic achievement ), yaitu perilaku yang dapat mendukung prestasi belajar di sekolah.

  4. Penerimaan teman sebaya ( peer acceptance ), perilaku yang berhubungan dengan penerimaan sebaya, misalnya mengajak teman terlibat dalam suatu aktivitas, memberi dan meminta informasi dan dapat menangkap dengan tepat emosi orang lain.

  5. Keterampilan berkomunikasi, yaitu keterampilan yang diperlukan untuk menjalin hubungan sosial yang baik.

Ketrampilan sosial berasal dari kata terampil dan sosial. Kata keterampilan berasal dari ‘terampil’ digunakan di sini karena di dalamnya terkandung suatu proses belajar, dari tidak terampil menjadi terampil. Kata sosial digunakan karena pelatihan ini bertujuan untuk mengajarkan satu kemampuan berinteraksi dengan orang lain. Dengan demikian pelatihan ketrampilan sosial maksudnya adalah pelatihan yang bertujuan untuk mengajarkan kemampuan berinteraksi dengan orang lain kepada individu-individu yang tidak trampil menjadi trampil berinteraksi dengan orang-orang di sekitarnya, baik dalam hubungan formal maupun informal. Social Skill atau keterampilan sosial memiliki penafsiran akan arti dan maknanya. Menurut beberapa ahli yang memberikan pendapatnya tentang social skill atau keterampilan sosial adahal sebagai berikut ;

Merrel (2008) memberikan pengertian keterampilan sosial (Social Skill) sebagai perilaku spesifik, inisiatif, mengarahkan pada hasil sosial yang diharapkan sebagai bentuk perilaku seseorang.

Combs & Slaby (Gimpel dan Merrell, 1998) Comb dan Slaby (Cartledge dan Milburn, 1995) menyatakan bahwa keterampilan sosial merupakan kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain di dalam konteks sosial yang dihadapi melalui cara-cara spesifik yang dapat diterima atau dinilai secara sosial dan pada waktu yang sama bermanfaat bagi personal, bagi keduanya, atau terutama bagi orang lain. Hal ini disebabkan pada masa remaja individu sudah memasuki dunia pergaulan yang lebih luas, dimana pengaruh teman-teman dan lingkungan sosial akan sangat menentukan. Jika seorang remaja gagal menguasai keterampilan sosial akan menyebabkan seorang remaja sulit untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya, maka dapat menyebabkan timbulnya perasaan dikucilkan dari pergaulan, rendah diri, timbul perilaku yang kurang normatif bahkan sampai pada keadaan ekstrim sehingga terjadi gangguan jiwa, kenakalan remaja, tindakan kriminal, dan tindak kekerasan.

Hargie et.al (1998) memberikan pengertian keterampilan sosial (Social Skill) sebagai kemampuan individu untuk berkomunikasi efektif dengan orang lain baik secara verbal maupun nonverbal sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada pada saat itu, di mana keterampilan ini merupakan perilaku yang dipelajari. Keterampilan sosial (Social Skill) akan mampu mengungkapkan perasaan baik positif maupun negatif dalam hubungan interpersonal, tanpa harus melukai orang lain.

Libet dan Lewinsohn (Cartledge dan Milburn, 1995) memberikan pengertian keterampilan sosial (Social Skill) sebagai kemampuan yang kompleks untuk menunjukkan perilaku yang baik dinilai secara positif atau negative oleh lingkungan, dan jika perilaku itu tidak baik akan diberikan punishment oleh lingkungan. Kelly (Gimpel dan Merrel, 1998) memberikan keterampilan sosial (Social Skill) sebagai perilaku-perilaku yang dipelajari, yang digunakan oleh individu pada situasi-situasi interpersonal dalam lingkungan.

Matson (Gimpel dan Merrel, 1998) mengatakan bahwa keterampilan sosial (Social Skill), baik secara langsung maupun tidak membantu seseorang a untuk dapat menyesuaikan diri dengan standar harapan masyarakat dalam norma-norma yang berlaku di sekelilingnya Keterampilan-keterampilan sosial tersebut meliputi kemampuan berkomunikasi, menjalin hubungan dengan orang lain, menghargai diri sendiri dan orang lain, mendengarkan pendapat atau keluhan dari orang lain, memberi atau menerima feedback, memberi atau menerima kritik, bertindak sesuai norma dan aturan yang berlaku, dan lain sebagainya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa keterampilan sosial adalah sebuah alat yang terdiri dari kemampuan berinteraksi, berkomunikasi secara efektif baik secara verbal maupun nonverbal, kemampuan untuk dapat menunjukkan perilaku yang baik, serta kemampuan menjalin hubungan baik dengan orang lain digunakan seseorang untuk dapat berperilaku sesuai dengan apa yang diharapkan oleh sosial.