Apa yang dimaksud dengan kemandirian?

Kemandirian

Kemandirian menunjukan adanya kepercayaan akan sebuah kemampuan diri dalam menyelesaikan masalah tanpa bantuan dari orang lain. Individu yang mandiri sebagai individu yang dapat menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapinya, mampu mengambil keputusan sendiri, mempunyai inisiatif dan kreatif, tanpa mengabaikan lingkungan disekitarnya.

Apa yang dimaksud dengan kemandirian ?

1 Like

Dalam bahasa Inggris kemandirian mempunyai dua istilah penyebuatan yaitu independence dan autonomy.

Steinberg mengatakan autonomy mempunyai arti berpikir, merasa dan membuat keputusan yang dibuat oleh diri sendiri, bukan dari kepercayaan orang lain (Russell & Bakken, 2002).

Independence (kemandirian) menurut Otto Rank adalah pembebasan kehendak dari kekuatan-kekuatan dari dalam diri sendiri maupun dari lingkungannya (misalnya dari orangtua) yang selama ini mendominasi, pemilahan kepribadian antara kehendak dan kontrak-kehendak, dan integrasi antara kehendak dan kontrak-kehendak menjadi pribadi yang harmonis.

Perkembangan autonomy tidak berakhir setelah masa remaja. Sepanjang masa dewasa, autonomy terus berkembang setiap kali seseorang tertantang untuk bertindak dengan tingkatan baru dari kemandirian. Autonomy memiliki arti khusus selama tahun-tahun pra-remaja dan remaja karena menandakan bahwa remaja adalah orang independen yang unik dan mampu yang tidak terlalu tergantung pada orangtua dan orang dewasa lainnya (Ruseell & Bakken, 2002).

Berikut beberapa definisi kemandirian menurut beberapa ahli psikologi,

  • Kemandirian merupakan perilaku yang ditandai oleh adanya aktivitas sendiri, kepercayaan diri, inisiatif, dan tanggung jawab. Soetjiningsih (1993)

  • Kemandirian merupakan kepercayaan kepada diri sendiri ataupun perasaan otonomi pada diri sendiri. Wijayanti (2011)

  • Kemandirian (independency) merupakan perilaku yang aktivitasnya diarahkan oleh diri sendiri, tidak mengharapkan pengarahan dari orang lain, dan bahkan mencoba memecahkan atau menyelesaikan masalahnya sendiri tanpa meminta bantuan kepada orang lain. Bhatia (1977)

Kemandirian seorang individu dapat dilihat dari beberapa sisi, menurut Barnadib, antara lain :

  • Mampu mengambil keputusan
  • Memiliki kepercayaan diri dalam mengerjakan tugas-tugasnya
  • Bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukannya

Aspek-Aspek Kemandirian


Menurut Soetjiningsih (1993), terdapat empat aspek tentang kemandirian, yaitu :

  • Aktivitas sendiri

    Aspek ini ditunjukkan dari tindakan yang dilakukan atas dorongan diri sendiri, bukan karena dorongan atau tergantung orang lain. Di samping itu, mampu mengendalikan tindakan-tindakannya sendiri dan mampu mengatasi sendiri masalah yang dihadapi.

  • Kepercayaan diri

    Aspek ini mencakup rasa percaya terhadap kemampuan diri sendiri, penerimaan diri, dan memperoleh kepuasan dari usaha yang telah dilakukan.

  • Inisiatif

    Aspek ini mencakup adanya kemampuan untuk bertindak secara orisinil, kreatif, eksploratif, penuh gagasan, dan mampu mengembangkan sikap kritis.

  • Tanggung jawab

    Aspek ini ditunjukkan dari adanya keinginan untuk maju, adanya usaha mengejar prestasi dan tujuan secara bersungguh-sungguh, ulet, penuh ketekunan, dan berani menanggung resiko atas tindakan-tindakan yang telah diambil.

Disisi lain Steinberg (Russell & Bakken,2002) menjelaskan tiga tipe autonomy, yaitu :

  • Emotional Autonomy

    Emotional Autonomy berkaitan denganemosi, perasaan pribadi dan bagaimana kita berhubungan dengan orang-orang di sekitar kita. Selama awal masa remaja, remaja menjadi lebih terlibat dalam hubungan dengan teman-teman. Pada masa remaja akhir, remaja lebih mandiri dan tidak bergantung pada orang tua atau teman sebaya.

  • Behavioral Autonomy

    Behavioral autonomy berhubungan dengan perilaku. Hal ini mengacu pada kemampuan untuk membuat keputusan secara independen dan untuk menindaklanjuti keputusan tersebut dengan tindakan. Sebagai anak muda, gaya berpikir mereka juga tumbuh dan berubah. Mereka menyadari ada banyak cara untuk melihat situasi apa pun, mulai mencari nasihat dari orang lain dan mampu membandingkan satu pilihan dengan pilihan yang lain. Mereka belajar bahwa setiap orang memiliki bias mereka sendiri, dan mereka mulai merasa lebih percaya diri dalam kemampuan mereka untuk mengambil keputusan.

  • Value Autonomy

    Value autonomy berarti memiliki sikap independen dan keyakinan tentang spiritualitas, politik, dan moral. Kemampuan remaja untuk berpikir secara abstrak membantu mereka melihat perbedaan antara situasi umum dan khusus, dan untuk membuat penilaian menggunakan pemikiran tingkat tinggi. Pengembangan otonomi nilai berarti remaja meluangkan waktu untuk mempertimbangkan tata nilai pribadinya. Dengan cara ini, remaja mencapai kesimpulan independen merekasendiri tentang nilai-nilai teori, bukan hanya menerima nilai-nilai teori dari teman atau nilai-nilai yang ditanam untuk mengikuti.

Kata kemandirian berasal dari kata dasar diri yang mendapat awalan ke dan akhiran an yang kemudian membentuk suatu kata keadaan atau kata benda. Karena kemandirian berasal dari kata dasar diri, maka pembahasan mengenai kemandirian tidak dapat dilepaskan dari pembahasan diri itu sendiri, yang dalam konsep Rogers disebut dengan istilah self karena diri itu merupakan inti dari kemandirian (Asrori & Ali, 2011: 109).

Steinberg (dalam Damayanti & Ibrahim, 2011: 155) Kemandirian merupakan kemampuan individu dalam mengelola dirinya, ditandai dengan tidak tergantung pada dukungan emosional orang lain terutama orangtua, mampu mengambil keputusan secara mandiri dan konsekuen terhadap keputusan tersebut, serta memiliki seperangkat perinsip tentang benar dan salah, penting dan tidak penting.

Mu’tadin (dalam Widiantari, 2010: 4) mengatakan bahwa mandiri atau sering juga disebut berdiri di atas kaki sendiri merupakan kemampuan seseorang untuk tidak tergantung pada orang lain serta bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya. Selain itu menurut Mutadin, kemandirian merupakan suatu sikap individu yang diperoleh secara kumulatif selama perkembangan, dimana individu akan terus belajar untuk bersikap mandiri dalam menghadapi berbagai situasi di lingkungan, sehingga individu pada akhirnya akan mampu berpikir dan bertindak sendiri.

Erickson (dalam Desmita, 2010: 185) mengatakan bahwa kemandirian adalah usaha untuk melepaskan diri dari orangtua dengan maksud untuk menemukan dirinya melalui proses pencarian identitas ego, yaitu merupakan perkembangan ke arah individualitas yang mantap dan berdiri sendiri. Kemandirian biasanya ditandai dengan kemampuan menentukan nasib sendiri, kreatif dan inisiatif, mengatur tingkah laku, bertanggung jawab, mampu menahan diri, membuat keputusan-keputusan sendiri, serta mampu mengatasi masalah tanpa ada pengaruh dari orang lain.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemandirian


Kemandirian bukanlah merupakan pembawaan yang melekat pada diri individu sejak lahir. Perkembangannya juga dipengaruhi oleh berbagai stimulasi yang datang dari lingkungannya, selain potensi yang telah dimiliki sejak lahir sebagai keturunan dari orangtuanya. Menurut Hurlock (dalam Menuk, 2009: 15- 16) adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian adalah sebagai berikut:

  • Keluarga
    Keluarga merupakan lingkungan pertama dan yang paling utama dalam melakukan interaksi sosialnya. Selain itu melalui keluargalah, remaja secara perlahan-lahan dapat membentuk kemandirian dalam dirinya. Faktor yang mempengaruhi dalam lingkungan keluarga, seperti perlakuan orangtua (ayah dan ibu) terhadap anak, jumlah saudara, urutan anak dalam keluarga, dan tingkat pendidikan orangtua.

  • Sekolah
    Sekolah merupakan lingkungan selanjutnya setelah keluarga, dimana anak yang sudah cukup umur akan lebih banyak menghabiskan waktu seharian di sekolah, bergaul dengan teman-teman sebayanya sehingga remaja dapat belajar menjadi lebih mandiri. Faktor yang mempengaruhi dalam lingkungan sekolah, seperti perlakuan guru, dan hubungan dengan teman-teman sebaya.

  • Media komunikasi massa
    Melalui media massa, remaja dapat menjadi lebih cepat mandiri, karena dari media massa dapat diperoleh segala macam informasi. Misalnya: koran, majalah, dan televisi.

  • Agama
    Agama juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kemandirian. Misalnya: sikap terhadap agama yang terlalu kuat, dimana remaja dapat menjadi mandiri melalui sikapnya yang sangat kuat terhadap agama yang dianutnya, sehingga remaja tersebut tidak gampang untuk terpengaruh oleh orang lain dan memiliki keyakinan yang kuat pada agama yang dianutnya.

  • Pekerjaan atau tugas yang menuntut sikap pribadi tertentu
    Ketika remaja dihadapkan oleh beberapa pekerjaan ataupun tugas-tugas, secara tidak langsung dapat mempengaruhi kemandiriannya, dimana remaja tersebut dituntut untuk lebih bertanggung jawab dalam menyelesaikan semua pekerjaan dan tugasnya tanpa bantuan dari orang lain.

Kemandirian berasal dari kata “ independence ” yang diartikan sebagai suatu kondisi dimana seseorang tidak tergantung kepada orang lain dalam menentukan keputusan dan adanya sikap percaya diri (Chaplin, 1996). Kemandirian ( self-reliance ) adalah kemampuan untuk mengelola semua yang dimilikinya sendiri yaitu mengetahui bagaimana mengelola waktu, berjalan dan berfikir secara mandiri, disertai dengan kemampuan dalam mengambil resiko dan memecahkan masalah. Dengan kemandirian tidak ada kebutuhan untuk mendapat persetujuan orang lain ketika hendak melangkah menentukan sesuatu yang baru. Individu yang mandiri tidak dibutuhkan yang detail dan terus menerus tentang bagaimana mencapai produk akhir, ia bisa berstandar pada diri sendiri. Kemandirian berkenaan dengan pribadi yang mandiri, kreatif dan mampu berdiri sendiri yaitu memiliki kepercayaan diri yang bisa membuat seseorang mampu sebagai individu untuk beradaptasi dan mengurus segala hal dengan dirinya sendiri (Parker, 2006).

Menurut Erikson kemandirian adalah usaha untuk melepaskan diri dari orang tua dengan maksud untuk melepaskan dirinya dengan proses mencari identitas ego yaitu perkembangan kearah individualitas yang mantap untuk berdiri sendiri (dalam Monks, 2006). Menurut Gea (2002) mandiri adalah kemampuan seseorang untuk mewujudkan keinginan dan kebutuhan hidupnya dengan kekuatan sendiri.

Parker juga bependapat bahwa kemandirian juga berarti adanya kepercayaan terhadap ide-ide diri sendiri. Kemandirian berkenaan dengan menyelesaikan sesuatu hal sampai tuntas. Kemandirian berkenaan dengan hal yang dimilikinya tingkat kompetensi fisikal tertentu sehingga hilangnya kekuatan atau koordinasi tidak akan pernah terjadi ditengah upaya seseorang mencapai sasaran. Kemandirian berarti tidak adanya keragu-raguan dalam menetapkan tujuan dan tidak dibatasi oleh kekuatan akan kegagalan (Parker, 2006, hlm: 226).

Tahap-tahap Kemandirian


Menurut Parker tahap-tahap kemandirian bisa digambarkan sebagai berikut (dalam Qomariyah, 2011) :

  • Tahap Pertama, Mengatur kehidupan dan diri mereka sendiri.
    Misalnya: makan, kekamar mandi, mencuci, membersihkan gigi, memakai pakaian dan lain sebagainya.
  • Tahap Kedua, Melaksanakan gagasan-gagasan mereka sendiri dan menetukan arah permainan mereka sendiri.
  • Tahap Ketiga, Mengurus hal-hal didalam rumah dan bertanggung jawab terhadap:
    • Sejumlah pekerjaan rumah tangga, misal: menjaga kamarnya tetap rapi, meletakkan pakaian kotor pada tempat pakaian kotor, dsb
    • Mengatur bagaimana menyenangkan dan menghibur dirinya sendiri dalam alur yang diperkenankan.
    • Mengelola uang saku sendiri: pada masa anak ini harus kesempatan untuk mengatur uangnya sendiri seperti membelanjakan seperti yang diinginkan.
  • Tahap Keempat, Mengatur dirinya sendiri diluar rumah, misalnya: di sekolah, di masyarakat, dsb
  • Tahap Kelima, Mengurus orang lain baik didalam maupun diluar rumah, misalnya menjaga saudara ketika orang tua sedang diluar rumah.

Kemandirian berasal dari kata dasar diri, maka pembahasan mengenai kemandirian tidak dapat dilepaskan dari perkembangan diri itu sendiri. Diri adalah inti dari kepribadian dan merupakan titik pusat yang menyelaraskan dan mengkoordinasikan seluruh aspek kepribadian (Bahara, 2008). Kemandirian juga dapat diartikan sebagai suatu kondisi dimana seseorang tidak bergantung kepada otoritas dan tidak membutuhkan arahan secara penuh (Parker, 2005).

Kemandirian mencakup pengertian dari berbagai istilah seperti Autonomy, Independency dan Self Relience. Pada dasarnya kemandirian dapat dimanifestasikan dalam bentuk sikap maupun perbuatan, sebab sebenarnya sikap merupakan dasar dari terbentuknya suatu perbuatan (Masrun, 1986).

Menurut Yasin Setiyawan, kemandirian adalah keadaan seseorang yang dapat menentukan diri sendiri dimana dapat dinyatakan dalam tindakan atau perilaku seseorang yang dapat dinilai. Berangkat dari definisi tersebut, maka dapat diambil pengertian kemandirian adalah keadaan seseorang yang dapat berdiri sendiri, tumbuh dan berkembang karena disiplin dan komitmen sehingga dapat menentukan diri sendiri yang dinyatakan dalam tindakan dan perilaku yang dapat dinilai (Bahara, 2008).

Komponen Kemandirian


Menurut Green dan Torensen (1986), Mereka menyebutkan istilah Self-Relience bagi individu mandiri dengan ciri-ciri antara lain tidak adanya kebutuhan yang menonjol untuk memperoleh pengakuan dari orang lain, mereka mampu mengontrol tindakannya sendiri dan penuh inisiatif. (Masrun, dkk, 1986). Menurut Beller (1986), kemandirian atau kesiapan dan kemampuan individu untuk berdiri sendiri yang ditandai dengan keberanian mengambil inisiatif, mencoba mengatasi masalah tanpa minta bantuan orang lain, memperoleh kekuatan dari usaha-usaha, berusaha dan mengarahkan tingkah laku menuju kesempurnaan. (Masrun,dkk, 1986).

Masrun, dkk menyatakan bahwa lima komponen kemandirian yang utama yaitu bebas progresif, ulet, inisiatif, pengendalian dari dalam (internal focus of control) dan kemantapan diri (self esteem, self confidence). (Masrun,dkk, 1986). Emil Durkheim melihat makna dan perkembangan kemandirian dari dua sudut pandang yang berpusat pada masyarakat. Dengan menggunakan sudut pandang ini, Durkheim berpendirian bahwa kemandirian merupakan elemen esensial dari moralitas yang bersumber pada masyarakat (Bahara, 2008).

Kemandirian tumbuh dan berkembang karena dua faktor yang menjadi prasyarat bagi kemandirian, yaitu disiplin dan komitmen terhadap kelompok. Oleh sebab itu,individu yang mandiri adalah individu yang berani mengambil keputusan yang dilandasi oleh pemahaman akan segala konsekuensi dari tindakannya, sehingga kemandirian merupakan suatu kekuatan internal individu yang diperoleh melalui proses individualisasi yaitu proses realisasi kedirian dan proses menuju kesempurnaan. (Bahara, 2008).

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemandirian


Menurut Parker (2005), faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian adalah sebagai berikut :

  1. Tanggung Jawab
    Tanggung jawab berarti memiliki tugas untuk menyelesaikan sesuatu dan diminta pertanggungjawaban atas hasil kerjanya. Anak-anak sebaiknya tumbuh dengan pengalaman tanggung jawab yang sesuai dan terus meningkat, misalnya anak – anak diberi tanggung jawab yang dimulai dengan tanggung jawab untuk mengurus dirinya sendiri. Anak-anak yang diberi tanggung jawab sesuai dengan usianya akan merasa dipercaya, berkompeten dan dihargai.

  2. Mandiri
    Percaya diri dan dan mandiri adalah dua hal yang saling menguatkan. Semakin anak dapat mandiri, dia akan semakin mampu mengelola kemandirian, kemudian mengukuhkan kepercayaan diri dan ketrampilan untuk mengembangkan kemandirian. Mula-mula, anak didorong untuk menyelesaikan urusan mereka sendiri di rumah, mengerjakan keperluannya sendiri, tanpa pengarahan yang terus menerus, jadi ketika mereka pergi ke sekolah mereka akan mampu untuk melakukan dan hasilnya mereka bisa berkembang lebih cepat dan merasa percaya diri. Orang tua harus memberikan kesempatan dan waktu agar anak-anak bisa memiliki tugas-tugas praktis, mereka harus memahami metode atau cara bagaimana cara menyelesaikannya dan bagaimana menghadapi frustasi yang tidak bisa dihindarkan.

  3. Pengalaman Praktis dan Akal sehat yang Relevan
    Akal yang sehat berkembang melalui pengalaman yang praktis dan relevan. Seseorang yang memiliki kemandirian akan memahami diantaranya mampu untuk :

    • Memenuhi kebutuhan makan untuk dirinya sendiri, lebih-lebih tahu bagaimana cara memasaknya.
    • Membuat keputusan rasional bagaimana membelanjakan uang sesuai kebutuhan, bukan keinginan.
    • Menggunakan sarana transportasi umum dan menyeberang jalan.
    • Breaksi secara cepat dan tepat dalam berbagai situasi darurat.
  4. Otonomi
    Merupakan kemampuan untuk menentukan arah sendiri (self determination) yang berarti mampu mengendalikan atau mempengaruhi apa yang terjadi pada dirinya. Dalam pertumbuhannya, anak – anak semestinya memakai pengalaman dalam menentuka pilihan tentunya dengan pilihan yang terbatas dan terjangkau yang dapat mereka selesaikan dan tidak membawa mereka menghadapi masalah yang besar.

    Sikap otonomi terkait adanya kontrol yang berlebihan dari orang dewasa maka jangkauan anak untuk memutuskan sesuatu yang menyangkut dirinya sendiri menjadi sangat terbatas.

    Ketika orang tua berdiri terlalu jauh di belakang dan melepaskan tanggung jawabnya untuk memberikan perhatian yang semestinya, anak – anak bisa menyalahgunakan tanggung jawab dan kontrol yang diberikan kepada mereka. Oleh karena itu, perlu adanya pengkajian dan pengamatan terhadap perkembangan dan kondisi anak supaya orang tua tidak terlalu menekan atau pun terlalu melepaskan tanggung jawabnya sebagai proses upaya meningkatkan perkembangan kemandirian anak – anaknya.

  5. Kemampuan Memecahkan Masalah
    Dengan adanya dukungan dan arahan yang memadai, anak- anak akan terdorong untuk mencari jalan keluar bagi persoalan- persoalan yang praktis dan berhubungan dengan mereka sendiri. Misalnya ketika kita ditanya oleh anak- anak usia sekolah, apa yang bisa mereka lakukan ketika mereka bosan, maka kita bisa membantu mereka misalnya menulis daftar hal- hal yang ingin mereka kerjakan atau mainkan baik sendirian maupun bersama orang lain. Cukup dijelaskan saja jika mereka tidak bisa, sehingga mereka bisa mengingatnya agar dimasa mendatang mereka bisa menemukan jawaban sendiri dan membuat keputusan untuk diri mereka sendiri.

  6. Kebutuhan akan Kesehatan yang Baik
    Olahraga dan berbagai aktivitas fisik adalah penting untuk mengembangkan atau meningkatkan proses koordinasi yang baik dan kebugaran. Kita semua tahu bahwa latihan dapat memberi kita keuntungan dan berpengaruh terhadap kesehatan kita dan kebahagiaan secara umum. Latihan dapat memberi energi yang baru dan dianggap dapat meningkatkan sikap dan motivasi kita, maka jika tubuh kita bugar, kita akan memiliki stamina yang lebih baik.

Tingkatan Kemandirian


Menurut pendapat Lovinger, tingkatan kemandirian adalah sebagai berikut :

1. Tingkat Impulsif dan melindungi diri
Adalah bersikap cepat bertindak secara tiba-tiba menurut gerak hati dan mencari keadaan yang mengamankan diri. Ciri-ciri tingkatan pertama ini adalah :

  • Peduli terhadap kontrol dan keuntungan yang dapat diperoleh dari interaksinya dengan orang lain.
  • Mengikuti aturan oportunistik dan hedonistik.
  • Berpikir tidak logis dan tertegun pada cara berpikir tertentu.
  • Cenderung melihat kehidupan sebagai zero sum game.
  • Cenderung menyalahkan dan mencela orang lain serta lingkungannya.

2. Tingkat komformistik
Ciri-ciri tingkatan kedua ini adalah:

  • Peduli terhadap penampilan diri dan penerimaan sosial
  • Cenderung berpikir stereotif dan klise.
  • Peduli akan komformitas terhadap aturan eksternal.
  • Bertindak dengan motif yang dangkal untuk memperoleh pujian.
  • Menyamakan diri dalam ekspresi emosi dan kurangnya introspeksi.
  • Perbedaan kelompok didasarkan atas ciri-ciri eksternal.
  • Takut tidak diterima kelompok.
  • Tidak sensitif terhadap keindividualan.
  • Merasa berdosa jika melanggar aturan.

3. Tingkat sadar diri
Adalah merasa, tahu dan ingat pada keadaan diri yang sebenarnya. Ciri-ciri tingkatan ketiga ini adalah:

  • Mampu berpikir alternatif dan memikirkan cara hidup.
  • Peduli untuk mengambil manfaat dari kesempatan yang ada.
  • Melihat harapan dan berbagai kemungkinan dalam situasi.
  • Menekankan pada pentingnya pemecahan masalah.
  • Penyesuaian terhadap situasi dan peranan.

4. Tingkat saksama (conscientious)
Saksama berarti cermat, teliti. Ciri-ciri tingkatan keempat ini adalah:

  • Bertindak atas dasar nilai-nilai internal.
  • Mampu melihat diri sebagai pembuat pilihan dan pelaku tindakan.
  • Mampu melihat keragaman emosi, motif dan perspektif diri sendiri maupun orang lain.
  • Sadar akan tanggung jawab dan mampu melakukan kritik dan penilaian diri.
  • Peduli akan hubungan mutualistik.
  • Memiliki tujuan jangka panjang.
  • Cenderung melihat peristiwa dalam konteks sosial.
  • Berpikir lebih kompleks dan atas dasar pola analitis.

5. Tingkat individualistis
Adalah keadaan atau sifat-sifat khusus sebagai individu dari semua ciri-ciri yang dimiliki seseorang yang membedakannya dari orang lain. Ciri-ciri tingkatan kelima ini adalah:

  • Peningkatan kesadaran individualitas.
  • Kesadaran akan konflik emosional antara antara kemandirian dengan ketergantungan.
  • Menjadi lebih toleran terhadap diri sendiri dan orang lain.
  • Mengenal eksistensi perbedaan individual.
  • Mampu bersikap toleran terhadap pertentangan dalam kehidupan.
  • Mampu membedakan kehidupan internal dengan eksternal dirinya.
  • Mengenal kompleksitas diri.
  • Peduli akan perkembangan dan masalah-masalah sosial

6. Tingkat mandiri
Adalah suatu sikap mampu berdiri sendiri. Ciri-ciri tingkatan keenam ini adalah:

  • Memiliki pandangan hidup sebagai suatu keseluruhan.
  • Cenderung bersikap realistik dan obyektif terhadap diri sendiri maupun orang lain.
  • Peduli terhadap pemahaman abstrak, seperti keadilan sosial.
  • Mampu mengintegrasikan nilai-nilai yang bertentangan.
  • Toleran terhadap ambiguitas
  • Peduli terhadap pemenuhan diri.
  • Ada keberanian untuk menyelesaikan konflik internal
  • Responsif terhadap kemandirian orang lain. (Bahara, 2008)

Kemandirian menurut Masrun (1986:8)

Kemandirian adalah suatu sikap yang memungkinkan seseorang untuk bertindak bebas, melakukan sesuatu atas dorongan sendiri dan untuk kebutuhannya sendiri tanpa bantuan dari orang lain, maupun berpikir dan bertindak original/kreatif, dan penuh inisiatif, mampu mempengaruhi lingkungan, mempunyai rasa percaya diri dan memperoleh kepuasan dari usahanya.

Pengertian mandiri berarti mampu bertindak sesuai keadaan tanpa meminta atau tergantung pada orang lain. Mandiri adalah dimana seseorang mau dan mampu mewujudkan kehendak/keinginan dirinya yang terlihat dalam tindakan/perbuatan nyata guna menghasilkan sesuatu (barang/jasa) demi pemenuhan kebutuhan hidupnya dan sesamanya (Antonius,2002:145). Kemandirian secara psikologis dan mentalis yaitu keadaan seseorang yang dalam kehidupannya mampu memutuskan dan mengerjakan sesuatu tanpa bantuan dari orang lain. Kemampuan demikian hanya mungkin dimiliki jika seseorang berkemampuan memikirkan dengan seksama tentang sesuatu yang dikerjakannya atau diputuskannya, baik dalam segi-segi manfaat atau keuntungannya, maupun segi-segi negatif dan kerugian yang akan dialaminya (Hasan Basri,2000:53). Setiap kegiatan yang dilakukan oleh seseorang agar berhasil sesuai keinginan dirinya maka diperlukan adanya kemandirian yang kuat.

Kemandirian menurut Brawer dalam Chabib Toha (1993:121)

Kemandirian adalah suatu perasaan otonomi, sehingga pengertian perilaku mandiri adalah suatu kepercayaan diri sendiri, dan perasaan otonomi diartikan sebagai perilaku yang terdapat dalam diri seseorang yang timbul karena kekuatan dan dorongan dari dalam diri seseorang yang timbul karena kekuatan dorongan dari dalam tidak karena terpengaruh oleh orang lain.

Kemandirian menurut Kartini Kartono (1985:21)

Kemandirian seseorang terlihat pada waktu orang tersebut menghadapi masalah. Bila masalah itu dapat diselesaikan sendiri tanpa meminta bantuan dari orang tua dan akan bertanggung jawab terhadap segala keputusan yang telah diambil melalui berbagai pertimbangan maka hal ini menunjukkan bahwa orang tersebut mampu untuk mandiri.

Poerwadarminta menyebutkan pengertian kemandirian dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa kemandirian adalah keadaan dapat berdiri sendiri, keadaan dapat mengurus atau mengatasi kepentingan sendiri tanpa tergantung kepada orang lain.

Selanjutnya, kemandirian menurut Steinberg,

“ Autonomy refersto an adolescent’s growing ability to think, feel, make dicision and act on her or his own. The development of autonomy does not end after the teen years. Throughout adulthood, autonomy continues to develop whenever someone is challenged to act with a new level of self-reliance. Autonomy has special meaning during the preteen and teen years because it signifies that an adolescent is a unique, capable, independent person who depens less on parents and other adults ”.

Kemandirian mengacu pada kemampuan seorang remaja yang tumbuh untuk berfikir. Pengembangan kemandirian tidak berakhir setelah remaja melainkan sepanjang usia. Saat dewasa kemandirian terus berkembang setiap saat ketika seseorang dihadapkan untuk bertindak dengan tingkat kemandirian yang baru. Kemandirian pada saat remaja secara psikologis dianggap penting karena setiap remaja berusaha untuk menyesuaikan diri secara aktif terhadap lingkungannya. Kemandirian pada remaja dan dewasa awal berbeda dengan kemandirian pada masa anak. Kemandirian pada masa anak lebih mengarah kepada kemandirian secara fisik, sedangkan pada masa remaja lebih mengarah kepada kemandirian psikologis, sedangkan pada masa dewasa awal kemandirian mengarah pada kemampuan untuk mandiri secara financial.

Aspek-aspek Kemandirian

Steinberg (dalam Desmita, 2011) membedakan kemandirian menjadi tiga aspek yaitu:

  1. Kemandirian emosional, yakni kemandirian yang menyatakan perubahan kedekatan hubungan emosional antar individu. Hal ini ditunjukkan dengan tiga hal yaitu tidak bergantung secara emosional dengan orang tua namun tetap mendapat pengaruh dari orang tua, memiliki keinginan berdiri sendiri, dan mampu menjaga emosi di depan orang tuanya.

  2. Kemandirian tingkah laku, yakni kemampuan untuk membuat keputusan tanpa tergantung pada orang lain dan melakukannya secara bertanggung jawab. Kemandirian ini memiliki tiga aspek yaitu perubahan kemampuan dalam membuat keputusan dan pilihan, perubahan dalam penerimaan pengaruh orang lain, dan perubahan mengandalkan pada dirinya sendiri ( selfreminder ).

  3. Kemandirian nilai, yakni kemampuan memaknai seperangkat prinsip tentang benar dan salah, dan tentang apa yang penting dan tidak.

Havighurst (Desmita, 2009) membedakan kemandirian dalam empat aspek, yaitu:

  1. Kemandirian emosi, yaitu kemampuan mengontrol emosi sendiri, dapat mengendalikan diri, percaya diri, dan tidak tergantungnya kebutuhan emosi pada orang lain.

  2. Kemandirian ekonomi, yaitu kemampuan mengatur ekonomi sendiri dan tidak tergantungnya kebutuhan ekonomi pada orang lain.

  3. Kemandirian intelektual, yaitu kemampuan untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapi, dapat mengambil keputusan sendiri, bertanggungjawab atas tindakannya serta gigih dalam mengejar prestasi.

Tingkatan dan Karakterstik Kemandirian

Lovinger (Desmita, 2009) mengemukakan tingkatan kemandirian dan karakteristiknya, yaitu:

  1. Tingkat pertama, adalah tingkat impulsif dan melindungi ciricirinya peduli terhadap kontrol dan keuntungan yang dapat diperoleh dari interaksinya dengan orang lain, mengikuti aturan secara spontanistik dan hedonistik, berpikir tidak logis dan tertegun pada cara berpikir tertentu ( stereotype ), cenderung melihat kehidupan sebagai zero-sum games, cenderung menyalahkan dan mencela orang lain serta lingkungannya.

  2. Tingkat kedua, adalah komformistik. Ciri-cirinya: peduli terhadap penampilan diri dan penerimaan sosial, cenderung berpikir stereotype dan klise, peduli akan komformitas terhadap aturan eksternal, bertindak dengan motif yang dangkal untuk memperoleh pujian, menyamakan diri dalam ekspresi emosi dan kurangnya intropeksi, perbedaan kelompok didasarkan ciri-ciri eksternal, takut tidak diterima kelompok, tidak sensitif terhadap keindividuan, dan merasa berdosa jika melanggar aturan.

  3. Tingkat ketiga, adalah tingkat sadar diri. Ciri-cirinya: mampu berpikir alternatif, melihat harapan dan berbagai kemungkinan dalam situasi, peduli untuk mengambil manfaat dan kesempatan yang ada, menekan pada pentingnya pemecahan masalah, memikirkan cara hidup dan penyesuaian terhadap situasi dan peranan.

  4. Tingkat keempat, adalah tingkat seksama ( conscientious ). Ciri-cirinya: bertindak atas dasar nilai-nilai eksternal, mampu melihat diri sebagai pembuat pilihan dan perilaku tindakan, mampu melihat diri sebagai pembuat pilihan dan pelaku tindakan, mampu melihat keragaman emosi, motif, dan perspektif diri sendiri maupun orang lain, sadar akan tanggung jawab, mampu melakukan kritik dan penilaian diri, peduli akan hubungan mutualistik, memiliki tujuan jangka panjang, cenderung melihat peristiwa dalam konteks sosial, berpikir lebih kompleks dan atas dasar pola analitis.

  5. Tingkat kelima, adalah tingkat individualitas. Ciri-cirinya: peningkatan kesadaran individualitas, kesadaran akan konflik emosional antara kemandirian dan ketergantungan, menjadi lebih toleran terhadap diri sendiri dan orang lain, mengenal eksistensi perbedaan individual, mampu bersikap toleran terhadap pertentangan dalam kehidupan, membedakan kehidupan internal denga kehidupan luar dirinya, mengenal kompleksitas diri, peduli akan perkembangan dan masalahmasalah sosial.

  6. Tingkat keenam, adalah tingkat mandiri. Ciri-cirinya memiliki pandangan hidup sebagai suatu keseluruhan, cenderung bersikap realistis dan objektif terhadap diri sendiri dan orang lain, peduli terhadap pemahaman abstrak.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kemandirian adalah hal atau keadaan dapat berdiri sendiri tanpa bergantung pada orang lain. Sedangkan menurut Ali dan Asrori Kemandirian merupakan suatu kekuatan internal individu yang diperoleh melalui proses individuasi. Proses individuasi itu adalah proses realisasi kedirian dan proses menuju kesempurnaan (Ali dan Asrori, 2006).

Menurut Steinberg dan silverbeg (1986) kemandirian adalah kemampuan untuk menahan tekanan teman sebaya dan orang tua, terlepas untuk mengerjakan sesuatu tanpa bantuan orang lain, mampu berpikir dan bertindak original, kreatif dan penuh inisiatif, mampu mengatasi masalah yang dihadapi, mampu mempengaruhi lingkungan, mempunyai rasa percaya diri terhadap kemampuan diri sendiri dan memperoleh kepuasan dari usahanya.

Menurut Santosa dan Marheni (2013) kemandirian adalah suatu sikap individu yang mampu berdiri sendiri tanpa terlalu bergantung pada orang-orang disekitarnya terutama pada orangtua serta mampu dalam memilih dan menentukan pilihan sendiri sesuai yang diinginkannya.

Masrun dkk (1986) merumuskan definisi kemandirian pada penelitiannya sebagai suatu sifat yang memungkinkan seseorang untuk bertindak bebas, melakukan sesuatu atas dorongan diri sendiri dan untuk kebutuhan sedniri,mengejar prestasi, penuh ketekunan serta berkeinginan untuk mengerjakan sesuatu tanpa bantuan orang lain, mampu berpikir dan bertindak original, kreatif dan penuh inisiatif, mampu mengatasi masalah yang dihadapi, mampu mempengaruhi lingkungan, mempunyai rasa percaya terhadap kemampuan diri sendiri dan memperoleh kepuasan dari usahanya.

Menurut Monk (2006), orang yang mandiri memperlihatkan perilaku yang eksploratif, mampu mengambil keputusan, percaya diri dan kreatif selain itu juga mampu bertindak kritis, bertanggung jawab terhadap apa yang telah dilakukan, tidak takut berbuat sesuatu, mempunyai kepuasan dalam melakukan aktivitasnya, mampu membebaskan diri dari perlindungan orang tua dan mampu menerima realitas kehidupan.

Kemandirian adalah kemampuan seseorang untuk dapat mengambil keputusan sendiri tanpa bantuan orang lain, berpikir dan bertindak atas kemauan sendiri, memilih dan menentukan pilihan sendiri, percaya pada kemampuannya sendiri, dan bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya. Orang yang mandiri mampu melepaskan diri dari tekanan orang lain dan tidak bergantung kepada orang lain.