Kemandirian berasal dari kata dasar diri, maka pembahasan mengenai kemandirian tidak dapat dilepaskan dari perkembangan diri itu sendiri. Diri adalah inti dari kepribadian dan merupakan titik pusat yang menyelaraskan dan mengkoordinasikan seluruh aspek kepribadian (Bahara, 2008). Kemandirian juga dapat diartikan sebagai suatu kondisi dimana seseorang tidak bergantung kepada otoritas dan tidak membutuhkan arahan secara penuh (Parker, 2005).
Kemandirian mencakup pengertian dari berbagai istilah seperti Autonomy, Independency dan Self Relience. Pada dasarnya kemandirian dapat dimanifestasikan dalam bentuk sikap maupun perbuatan, sebab sebenarnya sikap merupakan dasar dari terbentuknya suatu perbuatan (Masrun, 1986).
Menurut Yasin Setiyawan, kemandirian adalah keadaan seseorang yang dapat menentukan diri sendiri dimana dapat dinyatakan dalam tindakan atau perilaku seseorang yang dapat dinilai. Berangkat dari definisi tersebut, maka dapat diambil pengertian kemandirian adalah keadaan seseorang yang dapat berdiri sendiri, tumbuh dan berkembang karena disiplin dan komitmen sehingga dapat menentukan diri sendiri yang dinyatakan dalam tindakan dan perilaku yang dapat dinilai (Bahara, 2008).
Komponen Kemandirian
Menurut Green dan Torensen (1986), Mereka menyebutkan istilah Self-Relience bagi individu mandiri dengan ciri-ciri antara lain tidak adanya kebutuhan yang menonjol untuk memperoleh pengakuan dari orang lain, mereka mampu mengontrol tindakannya sendiri dan penuh inisiatif. (Masrun, dkk, 1986). Menurut Beller (1986), kemandirian atau kesiapan dan kemampuan individu untuk berdiri sendiri yang ditandai dengan keberanian mengambil inisiatif, mencoba mengatasi masalah tanpa minta bantuan orang lain, memperoleh kekuatan dari usaha-usaha, berusaha dan mengarahkan tingkah laku menuju kesempurnaan. (Masrun,dkk, 1986).
Masrun, dkk menyatakan bahwa lima komponen kemandirian yang utama yaitu bebas progresif, ulet, inisiatif, pengendalian dari dalam (internal focus of control) dan kemantapan diri (self esteem, self confidence). (Masrun,dkk, 1986). Emil Durkheim melihat makna dan perkembangan kemandirian dari dua sudut pandang yang berpusat pada masyarakat. Dengan menggunakan sudut pandang ini, Durkheim berpendirian bahwa kemandirian merupakan elemen esensial dari moralitas yang bersumber pada masyarakat (Bahara, 2008).
Kemandirian tumbuh dan berkembang karena dua faktor yang menjadi prasyarat bagi kemandirian, yaitu disiplin dan komitmen terhadap kelompok. Oleh sebab itu,individu yang mandiri adalah individu yang berani mengambil keputusan yang dilandasi oleh pemahaman akan segala konsekuensi dari tindakannya, sehingga kemandirian merupakan suatu kekuatan internal individu yang diperoleh melalui proses individualisasi yaitu proses realisasi kedirian dan proses menuju kesempurnaan. (Bahara, 2008).
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemandirian
Menurut Parker (2005), faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian adalah sebagai berikut :
-
Tanggung Jawab
Tanggung jawab berarti memiliki tugas untuk menyelesaikan sesuatu dan diminta pertanggungjawaban atas hasil kerjanya. Anak-anak sebaiknya tumbuh dengan pengalaman tanggung jawab yang sesuai dan terus meningkat, misalnya anak – anak diberi tanggung jawab yang dimulai dengan tanggung jawab untuk mengurus dirinya sendiri. Anak-anak yang diberi tanggung jawab sesuai dengan usianya akan merasa dipercaya, berkompeten dan dihargai.
-
Mandiri
Percaya diri dan dan mandiri adalah dua hal yang saling menguatkan. Semakin anak dapat mandiri, dia akan semakin mampu mengelola kemandirian, kemudian mengukuhkan kepercayaan diri dan ketrampilan untuk mengembangkan kemandirian. Mula-mula, anak didorong untuk menyelesaikan urusan mereka sendiri di rumah, mengerjakan keperluannya sendiri, tanpa pengarahan yang terus menerus, jadi ketika mereka pergi ke sekolah mereka akan mampu untuk melakukan dan hasilnya mereka bisa berkembang lebih cepat dan merasa percaya diri. Orang tua harus memberikan kesempatan dan waktu agar anak-anak bisa memiliki tugas-tugas praktis, mereka harus memahami metode atau cara bagaimana cara menyelesaikannya dan bagaimana menghadapi frustasi yang tidak bisa dihindarkan.
-
Pengalaman Praktis dan Akal sehat yang Relevan
Akal yang sehat berkembang melalui pengalaman yang praktis dan relevan. Seseorang yang memiliki kemandirian akan memahami diantaranya mampu untuk :
- Memenuhi kebutuhan makan untuk dirinya sendiri, lebih-lebih tahu bagaimana cara memasaknya.
- Membuat keputusan rasional bagaimana membelanjakan uang sesuai kebutuhan, bukan keinginan.
- Menggunakan sarana transportasi umum dan menyeberang jalan.
- Breaksi secara cepat dan tepat dalam berbagai situasi darurat.
-
Otonomi
Merupakan kemampuan untuk menentukan arah sendiri (self determination) yang berarti mampu mengendalikan atau mempengaruhi apa yang terjadi pada dirinya. Dalam pertumbuhannya, anak – anak semestinya memakai pengalaman dalam menentuka pilihan tentunya dengan pilihan yang terbatas dan terjangkau yang dapat mereka selesaikan dan tidak membawa mereka menghadapi masalah yang besar.
Sikap otonomi terkait adanya kontrol yang berlebihan dari orang dewasa maka jangkauan anak untuk memutuskan sesuatu yang menyangkut dirinya sendiri menjadi sangat terbatas.
Ketika orang tua berdiri terlalu jauh di belakang dan melepaskan tanggung jawabnya untuk memberikan perhatian yang semestinya, anak – anak bisa menyalahgunakan tanggung jawab dan kontrol yang diberikan kepada mereka. Oleh karena itu, perlu adanya pengkajian dan pengamatan terhadap perkembangan dan kondisi anak supaya orang tua tidak terlalu menekan atau pun terlalu melepaskan tanggung jawabnya sebagai proses upaya meningkatkan perkembangan kemandirian anak – anaknya.
-
Kemampuan Memecahkan Masalah
Dengan adanya dukungan dan arahan yang memadai, anak- anak akan terdorong untuk mencari jalan keluar bagi persoalan- persoalan yang praktis dan berhubungan dengan mereka sendiri. Misalnya ketika kita ditanya oleh anak- anak usia sekolah, apa yang bisa mereka lakukan ketika mereka bosan, maka kita bisa membantu mereka misalnya menulis daftar hal- hal yang ingin mereka kerjakan atau mainkan baik sendirian maupun bersama orang lain. Cukup dijelaskan saja jika mereka tidak bisa, sehingga mereka bisa mengingatnya agar dimasa mendatang mereka bisa menemukan jawaban sendiri dan membuat keputusan untuk diri mereka sendiri.
-
Kebutuhan akan Kesehatan yang Baik
Olahraga dan berbagai aktivitas fisik adalah penting untuk mengembangkan atau meningkatkan proses koordinasi yang baik dan kebugaran. Kita semua tahu bahwa latihan dapat memberi kita keuntungan dan berpengaruh terhadap kesehatan kita dan kebahagiaan secara umum. Latihan dapat memberi energi yang baru dan dianggap dapat meningkatkan sikap dan motivasi kita, maka jika tubuh kita bugar, kita akan memiliki stamina yang lebih baik.
Tingkatan Kemandirian
Menurut pendapat Lovinger, tingkatan kemandirian adalah sebagai berikut :
1. Tingkat Impulsif dan melindungi diri
Adalah bersikap cepat bertindak secara tiba-tiba menurut gerak hati dan mencari keadaan yang mengamankan diri. Ciri-ciri tingkatan pertama ini adalah :
- Peduli terhadap kontrol dan keuntungan yang dapat diperoleh dari interaksinya dengan orang lain.
- Mengikuti aturan oportunistik dan hedonistik.
- Berpikir tidak logis dan tertegun pada cara berpikir tertentu.
- Cenderung melihat kehidupan sebagai zero sum game.
- Cenderung menyalahkan dan mencela orang lain serta lingkungannya.
2. Tingkat komformistik
Ciri-ciri tingkatan kedua ini adalah:
- Peduli terhadap penampilan diri dan penerimaan sosial
- Cenderung berpikir stereotif dan klise.
- Peduli akan komformitas terhadap aturan eksternal.
- Bertindak dengan motif yang dangkal untuk memperoleh pujian.
- Menyamakan diri dalam ekspresi emosi dan kurangnya introspeksi.
- Perbedaan kelompok didasarkan atas ciri-ciri eksternal.
- Takut tidak diterima kelompok.
- Tidak sensitif terhadap keindividualan.
- Merasa berdosa jika melanggar aturan.
3. Tingkat sadar diri
Adalah merasa, tahu dan ingat pada keadaan diri yang sebenarnya. Ciri-ciri tingkatan ketiga ini adalah:
- Mampu berpikir alternatif dan memikirkan cara hidup.
- Peduli untuk mengambil manfaat dari kesempatan yang ada.
- Melihat harapan dan berbagai kemungkinan dalam situasi.
- Menekankan pada pentingnya pemecahan masalah.
- Penyesuaian terhadap situasi dan peranan.
4. Tingkat saksama (conscientious)
Saksama berarti cermat, teliti. Ciri-ciri tingkatan keempat ini adalah:
- Bertindak atas dasar nilai-nilai internal.
- Mampu melihat diri sebagai pembuat pilihan dan pelaku tindakan.
- Mampu melihat keragaman emosi, motif dan perspektif diri sendiri maupun orang lain.
- Sadar akan tanggung jawab dan mampu melakukan kritik dan penilaian diri.
- Peduli akan hubungan mutualistik.
- Memiliki tujuan jangka panjang.
- Cenderung melihat peristiwa dalam konteks sosial.
- Berpikir lebih kompleks dan atas dasar pola analitis.
5. Tingkat individualistis
Adalah keadaan atau sifat-sifat khusus sebagai individu dari semua ciri-ciri yang dimiliki seseorang yang membedakannya dari orang lain. Ciri-ciri tingkatan kelima ini adalah:
- Peningkatan kesadaran individualitas.
- Kesadaran akan konflik emosional antara antara kemandirian dengan ketergantungan.
- Menjadi lebih toleran terhadap diri sendiri dan orang lain.
- Mengenal eksistensi perbedaan individual.
- Mampu bersikap toleran terhadap pertentangan dalam kehidupan.
- Mampu membedakan kehidupan internal dengan eksternal dirinya.
- Mengenal kompleksitas diri.
- Peduli akan perkembangan dan masalah-masalah sosial
6. Tingkat mandiri
Adalah suatu sikap mampu berdiri sendiri. Ciri-ciri tingkatan keenam ini adalah:
- Memiliki pandangan hidup sebagai suatu keseluruhan.
- Cenderung bersikap realistik dan obyektif terhadap diri sendiri maupun orang lain.
- Peduli terhadap pemahaman abstrak, seperti keadilan sosial.
- Mampu mengintegrasikan nilai-nilai yang bertentangan.
- Toleran terhadap ambiguitas
- Peduli terhadap pemenuhan diri.
- Ada keberanian untuk menyelesaikan konflik internal
- Responsif terhadap kemandirian orang lain. (Bahara, 2008)