Apa yang dimaksud dengan kedaulatan negara ?

Kedaulatan Negara

Kedaulatan Negara adalah kekuasaan mutlak atau kekuasaaan tertinggi atas penduduk dan wilayah bumi beserta isinya yang dipunyai oleh suatu sistem negara nasional yang berdaulat.

Kedaulatan Negara dalam Arti kenegaraan adalah kekuasaan penuh dan tertinggi dalam suatu negara untuk mengatur seluruh wilayahnya tanpa campur tangan dari pemerintah negara lain.

Apa yang dimaksud dengan kedaulatan negara ?

kedaulatan negara

Karakteristik utama negara-bangsa adalah kedaulatan. Dalam literatur hubungan internasional kedaulatan negara diartikan sebagai otoritas atau kekuasaan negara tertinggi yang tunduk kepada batasan-batasan eksternal (Couloumbis & Wolfe, 1990).

Berkaitan dengan kedaulatan, Jean Bodin menyatakan bahwa kedaulatan merupakan atribut dan ciri khusus dari suatu Negara. Tanpa adanya kedaulatan, maka tidak akan ada yang dinamakan negara (Hadiwijoyo, 2009).

Sedangkan Mochtar Kusumaatmadja dalam buku Pengantar Hukum Internasional mengatakan bahwa:

“Kedaulatan begara merupakan suatu sifat atau ciri hakiki dari suatu negara, dimana negara tersebut berdaulat, tetapi mempunyai batas-batasnya yaitu ruang berlakunya kekuasaan tertinggi ini dibatasi oleh batas- batas wilayah negara itu, diluar wilayahnya negara tersebut tidak lagi memiliki kekuasaan demikian ( Kusumaatmadja, 1982) .

Suatu Negara yang berdaulat tetap saja tunduk pada hukum internasional serta tidak boleh melanggar atau merugikan kedaulatan negara lain (Rudi, 2002).

Kedaulatan mempunyai sifat-sifat pokok yaitu :

  • Asli yang artinya kekuasaan itu tidak berasal dari kekuasaan lain yang lebih tinggi

  • Permanen artinya kekuasaan itu tetap ada selama negara itu berdiri sekalipun pemegang kedaulatan sudah berganti-ganti.

  • Tunggal (bulat) artinya kekuasaan itu merupakan satu-satunya kekuasaan tertinggi dalam negara yang tidak diserahkan atau dibagi-bagikan kepada badan-badan lain.

  • Tidak terbatas (absolut) artinya kekuasaan ini tidak dibatasi oleh kekuasaan lain. Bila ada kekuasaan lain yang membatasinya, tentu kekuasaan tertinggi yang dimilikinya itu akan lenyap (Budiyanto, 2003).

Dalam hal pelaksanaan kedaulatan, suatu negara tidak perlu meminta izin dari negara lain untuk menjalankan kekuasaanya. Kedaulatan ini jika dikaitkan dengan kondisi Indonesia yang meliputi daratan, perairan pedalaman, perairan kepulauan, dan laut territorial.

Sedangkan hak berdaulat merupakan kewenangan suatu negara terhadap suatu wilayah tertentu dimana pelaksanaannya haruslah tunduk pada aturan hukum yang berlaku bagi masyarakat internasional. Artinya, hak berdaulat suatu negara haruslah merupakan konsensus dan mendapat persetujuan dari negara lain.

Hak berdaulat umumnya mengatur tentang pemanfaatan sumber daya alam dan atau laut pada kawasan tertentu yang tidak tercakup dalam wilayah kedaulatan Negara. Jadi, jika terjadi perebutan kepemilikan atas pulau dan atau klaim dan penguasaan sumber daya alam dan atau laut dalam wilayah 12 mil laut dari garis pangkal, maka ini adalah konflik kedaulatan dan apabila terjadi konflik atas pengelolaan kekayaan sumber daya alam dan atau laut diluar dari garis pangkal maka hal ini merupakan konflik hak berdaulat atas negara (Murdiansya, 2009).

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2008 Tentang Wilayah Negara, pada pasal 7 ditegaskan bahwa Negara Indonesia memiliki hak-hak berdaulat dan hak-hak lain di Wilayah Yurisdiksi yang pelaksanaannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan hukum internasional.

Secara etimologi kedaulatan berasal dari bahasa Arab yakni daulat yang berarti kekuasaan. Dalam bahasa lain kedaulatan di kenal dengan Supremus yang artinya tertinggi

Istilah kedaulatan pertama kali di kemukakan oleh Jean Bodin. Jean Bodin (1530 – 1596) adalah seorang filsuf Perancis, ahli hukum, ilmuwan politik dan ekonom yang lahir di Angers dan menuntut ilmu di Paris dan Toulouse. Bodin mengemukakan kedaulatan pertama kali dalam bukunya Les Six Livres de la Republique. Bodin hidup dalam masa permulaan lahir dan tumbuhnya negara-negara. Bodin menolak metode La Scolastique (filosofi yang dikembangkan dan diajarkan di abad pertengahan di universitas, berusaha untuk mendamaikan konstribusi fisafat Yunani dengan Teologi Kristen) dan L’utopie (Representasi dari realitas yang ideal dan sempurna) yang membentuk ulang pemikiran Politik dengan menggunakan metode sejarah, terutama sejarah konstitusi negara-negara besar Eropa.

Bodin melihat dimana-mana kekuasaan sentral dan Negara makin lama makin tegas menampakan diri dalam bentuk kekuasaan raja yang tertinggi dari keadaan yang ini ia menarik kesimpulan bahwa inti dari statehood adalah kekuasaan pemerintahan yang merupakan semua potesta atau majestas yakni kekuasaan tertinggi.

Bodin berpendapat konsep kunci dari negara yang keberadaanya modern yang didefenisikan oleh kedaulatan yang atribut utamanya adalah puisance de donner ef casser la loi , yakni kekuatan untuk memberi dan melanggar hukum.

Negara merupakan suatu organsasi dalam masyarakat yang telah memenuhi beberapa syarat tertentu. Pengertian negara dapat di bentukan dalam arti formil dan materil yaitu:

Negara dalam arti formil di maksudkan negara ditinjau dari aspek kekuasaan, negara sebagai organisasi kekuasaan dengan suatu pemerintahan pusat. Karakteristik dari negara formil adalah wewenang pemerintah untk menjalankan paksaan fisik secara legal.

  • Negara dalam arti formil adalah negara sebagai pemerintah.

  • Negara dalam arti materiil adalah negara sebagai masyarakat ( staat – gemenschap ) atau negara sebagai persekutuan hidup.

Berikut pengertian kedaulatan negara menurut beberapa ahli , yang selanjutnya melahirkan teori kedaulatan negara, yaitu :

1. Jean Bodin ( 1530 – 1595 )

Jean Bodin adalah yang pertama mengemukaan istilah kedaulatan. Menurut Bodin kedaulatan adalah kekuasaan yang tertinggi, yaitu kekuasaan yang tidak berasal dan tidak di bawah kekuasan lain, dalam suatu kelompok manusia merdeka harus ada suatu autoritas ( satu orang dan beberapa orang ) yang merupakan sumber hukum, tetapi di atas hukum. Dalam hubungan kedaulatan dengan negara, yaitu sebagai ciri negara, sebagai atribut negara yang membedakan negara dengan persatuan-persatuan lainya. Bodin berpendapat hakikat negara terletak pada kedaulatan.

Sifat-sifat kedaulatan dikemukakan oleh Bodin yaitu asli, permanen, tunggal dan tidak terbatas. Menurut teori kedaulatan negara, negara dianggap sebagai satu kesatuan ide yang paling sempurna. Selain teori kedaulatan negara, terdapat teori kedaulatan Tuhan, teori kedualatan rakyat dan teori kedualatan hukum.

2. John Austin ( 1790 – 1859 )

John Austin adalah seseorang sarjana hukum yang besal dari Inggris. Dalam tahun 1832 ia menerbitkan bukunya yang berjudul The Province of Jurisprudence Determined yang memaparkan kedaulatan sebagai berikut:

“If a determinate human superior, not the habit of obedience a like superior, receives habitual obedience from the bulk of the society, the determinate superior is sovereign in that society and the society, includes the superior, is a society political and independent. To that determinant superior, the other members of the society are dependent. The position of its other members towards the determinate superior is a state of subjection and dependence. The mutual relation which subsists between them and superior maybe styled the relation of sovereign and subject or the relation of sovereignty and subjection”

Menurut John Austin, an Indenpendent Political Society adalah bangsa ( Nation ) yang bebas (merdeka) dan berdaulat.

3. Paul Laband ( 1838 – 1918 )

Dalam bukunya Dus Staatsrecht des Deutschen Reichs (negara hukum kerajaan Jerman) Laband menyatakan bahwa tidak ada negara yang tidak berkekuasaaan tinggi.

4. George Jellinek ( 1851 – 1911 )

Kedaulatan menurut George Jellinek adalah kekuatan yang tidak diturunkan dari sesuatu kekuatan atau kekuasaan lain yang derajatnya lebih tinggi. Kekuatan asli itu merupakan kekuasaan tertinggi dan diatasnya tidak ada kekuasaan lain. Negara adalah organisasi yang dilengkapi dengan sesuatu kekuatan Asli.

5. Hans kelsen

Hans kelsen adalah murid George Jellinek. Kelsen berpendapat hukum sebagai Wille des states atau kehendak negara. Hukum adalah kaidah yang memerintah orang secara tertib untuk bertindak seharusnya dan sepantasnya.

Kedaualatan Negara Dalam Hukum Internasional


Negara-negara yang berdaulat itu selain masing-masing merdeka, juga sama derajatnya satu dengan yang lainya. Suatu negara yang merdeka maka ia mempunyai hak-haknya, seperti yurisdiksi teritorial dan mempertahankan negaranya. Disamping hak terdapat kewajibannya yang mengikat atau berhubungan dengan Negara lain. Jean Bordin membagi kedaulatan menjadi kedaulatan dalam ( Interne Souvereiniteit ) dan kedaulatan keluar ( Externe Souvereiniteit ).

Kedaulatan kedalam adalah bahwa kekuasaan negara itu ditaati dan dapat memaksakan untuk ditaati oleh rakyatnya dan kedaulatan keluar adalah bahwa Negara mampu mengadakan hubungan luar negeri dan mampu mempertahankan diri terhadap serangan yang datang dari luar. Dapat kita pahami dari bentuk kedaulatan yang dikemukakan oleh Jean Bodin tersebut bahwa menandakan hubungan luar negeri adalah suatu bentuk kedaulatan.

Dalam pasal 1 Konvensi Montevidio tahun 1933 tentang hak dan kewajiban negara:

The very nation of the state has these essential Componets:

  • a permanent population
  • a defined territory
  • government and
  • capacity to enter into relation with other states

Menurut Konvensi Montevidio tahun 1933 di atas Negara harus mempuyai 4 (empat) komponen essensial yaitu penghuni atau bangsa, adanya wilayah atau kekuasaan, pemerintah dan terakhir kesanggupan berhubungan dengan Negara lain. Suatu negara yang merdeka memiliki kemajuan atau kekuasaan untuk secara bebas dan eksklusif melakukan berbagai kegiatan kenegaraan sesuai dengan kepentinganya, asulkan tidak bertentangan dengan kepentingan Negara lain dan hukum internasional.

Phillip Allot mengemukakan bahwa Sovereignity is not a fact but a theory . Artinya kedaulatan adalah konsep yang samar sehingga bisa saja tumbuh dari waktu ke waktu dikarenakan perubahan konstelasi politik internasional. Sehingga kedaulatan harga diri suatu bangsa atau ( the pride of nations) tergantung pada perkembangan suatu negara. Perkembangan teknologi perang, interdependensi dalam kehidupan antarnegara, dan menguatnya globalisasi membawa berbagai implikasi yang menjadikan kedaulatan negara semakin rawan untuk di pertahankan.

Semakin baik suatu Negara menjalankan dan mempertahankan kedaulatanya maka semakin tinggilah harga diri negara tersebut.

Negara yang berdaulat adalah negara yang mampu membuat suatu keputusan akhir tanpa dipengaruhi pihak atau otoritas lain, dan memperjuangkan haknya utnuk memnentukan keputusan akhir tanpa harus mematuhi kehendak otoritas lain.

1. Kedaulatan Berdasarkan Jangkauan ( Scope )

Kedaulatan mencakup independesi dan supremasi, dua aspek tersebut sering disebut sebagai kedaulatan eksternal dan kedaulatan internal. Dalam praktik internasional kedua kedaulatan baik eksternal dan internal tidak melalui perjuangan yang mudah.

Kedaulatan eksternal (Independensi) adalah hak atau kewenangan eksklusif bagi setiap negara untuk secara bebas menentukan hubungan internasional dengan berbagai negara atau kelompok lain tanpa ada halangan, rintangan, kekangan dan tekanan dari pihak manapun juga. Selain jurisdiksi dan pengakuan negara lain yang sederajat, kedaulatan eksternal haruslah memiliki prinsip non-intervention yang ditegaskan dengan rumusan Internasional Commission on Intervention and State Sovereignity (ICISS) , yaitu :

“the concept is normally used to encompass all matters in which state is permitted by international law to decide and act without intervensions from other state.
Kedaulatan eksternal disebut juga independensi negara yang berarti setiap negara sama kedudukannya dalam interaksi internasional dengan negara lainnya.

Dalam kedaulatan internasional, harus ada sumber-sumber hukum seperti Constitution, Statutes, Regulations, dan Customs yaitu:

  • Constitution adalah dasar suatu negara, baik written law dan unwritten law yang mengatur secara mengikut bagaimana suatu pemerintahan diselenggarakan dalam masyarakat.

  • Statutes adalah statuta atau undang-undang.

  • Regulations adalah peraturan-peraturan yang pembuatannya dari badan legislatif kepada badan eksekutif.

  • Customs adalah kebiasaan-kebiasaan dalam masyarakat.Kedaulatan internasional diatas disebut sebagai supremasi negara.

2. Kedaualatan Berdasarkan Wilayah

Apabila seorang berada di wilayah tertentu, maka orang tersebut harus tunduk pada hukum wilayah tersebut, hal ini dikenal dalam bahasa Romawi yang terkenal “qui in territorio meo est, etiam meus subditus est.” Secara geografis, kedaulatan mencakup tiga wilayah yaitu wilayah tanah, wilayah laut dan wilayah udara di suatu negara.

Referensi
  • Samidjo, Ilmu Negara, CV. Armico, Bandung, 2002.
  • Jawahir Thantowi, Hukum Internasional Kontemporer , Refika Aditama, Jakarta, 2006.
  • Phillip Allof, New Order For a New World , Oxford : Oxford University Press, 2001.
  • Mirza Satria Buana, Hukum Internasional Teori dan Praktek , Nusamedia, Bandung, 2007.
  • Christopher M. Roy, Sovereignity, Intervention and the Law : Journal of International Studies , 1997.
  • ICISS, The Responsibility to Protect, Research, Bibliography , background : International Development Research Centr, 2001.

Kedaulatan menurut Jean Bodin adalah kekuasaan tertinggi dari suatu negara yang tidak dibatasi oleh hukum. Ini tidak berarti kedaulatan negara tidak ada batasnya. Kedaulatan negara ini hanya berlaku terhadap orang, benda, dan peristiwa di dalam batas-batas teritorial negara yang bersangkutan. Dengan kata lain, kedaulatan negara berhenti sampai batas teritorial negara lain. Kedaulatan yang dimiliki oleh suatu negara menunjukkan bahwa negara itu merdeka dan tidak berada dibawah kekuasaan negara lain.

Kedaulatan merupakan salah satu prinsip dasar bagi terciptanya hubungan internasional yang damai. Kedaulatan atas wilayah adalah kewenangan yang dimiliki suatu negara untuk melaksanakan kewenangannya sebatas dalam wilayah-wilayah yang telah menjadi bagian dari kekuasaannya. Sedangkan kedaulatan teritorial dapat diartikan sebagai kedaulatan yang dimiliki oleh suatu negara dalam melaksanakan yurisdiksi eksekutif di wilayahnya.

Sesuai dengan konsepsi internasional, kedaulatan memiliki tiga aspek utama, yaitu:

  • Aspek ekstern kedaulatan.

    Aspek ekstern kedaulatan adalah hak bagi setiap negara untuk secara bebas menentukan hubungannya dengan berbagai negara atau kelompok- kelompok lain tanpa kekangan, tekanan, atau pengawasan dari negara lain.

  • Aspek intern kedaulatan.

    Aspek intern kedaulatan adalah hak atau wewenang eksklusif suatu negara untuk menentukan bentuk lembaga-lembaganya, cara kerja lembaga tersebut dan hak untuk membuat undang-undang yang diinginkannya serta tindakan- tindakan untuk mematuhi.

  • Aspek teritorial kedaulatan.

    Aspek teritorial kedaulatan adalah kekuasaan penuh dan eksklusif yang dimiliki negara atas individu-individu dan benda-benda yang terdapat di wilayah tersebut. Berdasarkan kedaulatannya itu, maka dapat diturunkan hak, kekuasaan ataupun kewenangan negara untuk mengatur masalah intern maupun eksternnya. Dengan kata lain, dari kedaulatannya itulah diturunkan atau lahir jurisdiksi negara.

Jurisdiksi adalah kekuasaan atau kewenangan hukum negara terhadap orang, benda, atau peristiwa (hukum). Jika jurisdiksi dikaitkan dengan negara maka jurisdiksi negara berarti kekuasaan atau kewenangan dari suatu negara untuk menetapkan dan memaksakan ( to declare and enforce) hukum yang dibuat oleh negara atau bangsa itu sendiri.

Kedaulatan negara merupakan kekuasaan tertinggi dalam suatu negara dari suatu negara. Kedaulatan yang dimiliki oleh suatu negara menunjukkan bahwa suatu negara itu adalah merdeka dan tidak tunduk pada kekuasaan negara lain. Tetapi hal ini tidak bisa diartikan bahwa kedaulatan itu tidak ada yang membatasi, atau sebagai tidak terbatas sama sekali. Pembatasannya sendiri adalah hukum, baik hukum nasional maupun hukum internasional.

Referensi :

  • Khaidir Anwar, Hukum Internasional II, Penerbit Universitas Lampung, Bandar Lampung, 2011.
  • Huala Adolf, Aspek-Aspek Negara Dalam Hukum Internasional.

Kedaulatan merupakan kekuasaan tertinggi dalam suatu negara. Ada berbagai macam jenis kedaulatan dalam kajian negara. Istilah kedaulatan pertama kali digunakan oleh Jean Bodin pada abad ke-16. Kalau kita simak dalam istilah bahasa, kedaulatan berasal dari terjemahan kata sovereignty dalam bahasa Inggris, selain dari bahasa Inggris juga berasal dari bahasa Prancis – souverainete, bahasa Jerman - sovereignitiet , bahasa Belanda - souvereyn dan dalam bahasa Italia - sperenus . Istilah- istilah bahasa diatas menunjukkan pengertian bahwa kekuasaan tertinggi dalam suatu negara. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia kedaulatan bermakna kekuasaan yang tertinggi atau hak dipertuan (atas pemerintahan negara). Menurut Amiruddin, kata kedaulatan berasal dari bahasa Arab yakni dari kata dla yadûlu atau dalam bentuk jamak duwal yang makna berganti-ganti atau perubahan.

Kedaulatan sendiri bagian dari “simbol” negara. Dalam era modern saat ini, banyak negara di dunia menggunakan asas demokrasi dalam kehidupan bernegara. Demokrasi sebagai asas selalu menjunjung tinggi pemerintahan berada di tangan rakyat. Pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat ( government of the people, by the people, for the people ) merupakan sebuah pengertian yang tidak dapat dipungkiri, bahwa kekuasaan yang ada dalam sebuah pemerintahan atau negara adalah kekuasaan yang berada ditangan rakyat bukan raja, atau sekelompok orang.

Sebagai pencetus kedaulatan, Jean Bodin mendefinisikan kedaulatan adalah kekuasaan absolut dan abadi yang diletakkan di commonwelth (persemakmuran) ; ia adalah kekuasaan tertinggi diatas warga negara dan tidak dibatasi oleh hukum. Dalam Concise Routledge Encyclopedia of Philosophy kedaulatan adalah sebuah kekuasaan yang di miliki oleh seseorang atau lembaga terhadap orang lain atau lembaga lain yang berada dalam wilayahnya.

Sifat dari kedaulatan adalah tidak dapat dibagi, abadi dan mutlak.

Frans Magnis Suseno mendefinisikan kedaulatan sama dengan Jean Bodin yakni hak kekuasan mutlak, tertinggi, tak terbatas, tak tergantung, dan tanpa kecuali. Jean Bodin memberikan contoh kedualatan dengan kekuasaan Tuhan yang tidak dapat dibagi dengan tuhan lainnya, karena kekuasaan Tuhan sangatlah mutlak dan tidak dapat dibagi, bahkan dalam pandangan Bodin, Tuhan tidak mampu menciptakan Tuhan lainnya, karena kekuasaan Tuhan yang tidak dapat dibagi.

Kedaulatan Dalam Pandangan Filsuf Barat.


Masyarakat Athena atau negara kota Yunani – untuk tidak mengatakan negara pertama yang mengenal kedaulatan – telah mengenal kedaulatan dalam pemerintahan (baca; negara). Hal ini pengaruh dari para filsuf Yunani saat itu yang sering berbicara tentang masalah manusia dan kelompok-kelompok mereka. Selain itu juga terlihat dari literatur para sarjana-sarjana abad pertengahan yang menggunakan istilah Superanus, summa potestas , atau plenitudo potestatis yang berarti wewenang tertinggi dari kesatuan politik. Selain tiga istilah tersebut, Basileus –bahasa Yunani - sebutan untuk raja yang mempunyai kekuasaan yang besar pada zaman Yunani kuno.

Selain Bodin, Thomas Hobbes filsuf barat juga mendefinisikan kedaulatan. Definisi Hobbes tentang kedaulatan adalah wewenang yang absolut, luas dalam sebuah wilayah dan tidak mengenal waktu. Wewenang tersebut menurut Hobbes tidak termasuk dalam wilayah privat, individu-individu dalam wilayah tersebut berhak melakukan apa saja yang menjadi keinginan individu. Inti kedualatan bagi Hobbes adalah hak untuk membuat undang-undang. Ia mecontohkan apabila seorang raja membuat undang-undang ; raja tidak dapat dikenakan undang-undang ia buat.

Hobbes dalam mendefinisikan kedualatan tidak lepas dari gagasannya tentang kontrak sosial. Ada empat hal gagasan Hobbes tentang kontrak sosial,

  • Pertama , perjanjian terselenggara bukan antara ruler (penguasa) dan ruled (rakyat) tetapi sebuah kesepakatan ( agrrement ) antara individu-individu untuk mengakhiri keadaan alamiah ( state of nature ) dan membentuk masyarakat sipil.

  • Kedua , kontrak sosial dilakukan oleh individu-individu yang secara alamiah terisolir dan anti-sosial. Kontrak kedua ini menunjukkan bahwa manusia tidak mempunyai kepentingan alamiah bersama : tetapi merek mempunyai kepentingan untuk mempertahankan masyarakat sipil yang mereka bentuk.

  • Ketiga , individu-individu yang terbentuk dalam perjanjian sosial ( social covenant ) merupakan konsekuensi dari kedaulatan dari pada sumber kedaulatan.

  • Keempat , orang-orang dituntut menciptakan kedualatan yang kuat guna menajalankan tatanan internal dan mempertahankan diri dari agresi luar.

Berbeda dengan Bodin dan Hobbes, John Locke – walaupun tidak mendefinisikan kedualatan secara definitif, tetapi ia berpandangan bahwa - kekuasaan tertinggi ada pada masyarakat. Hal ini berasal dari pandangan Locke bahwa manusia berkumpul dan bersepakat untuk membuat pemerintahan sipil. Pemerintahan sipil harus mengikuti arah yang ditentuan kesepakatan mayoritas. Maka, untuk melembagakan gagasan tersebut Locke menggagas adanya pembatasan pemerintah dan pembagian dalam sistem pemerintahan yakni Trias Politika. Menurut Locke hanya ada satu agen politik tertinggi, agen yang dimaksud Locke adalah legislatif sebagai pengawas ( trustee ) hukum bagi rakyat dan pemegang kedaulatan.

Sedangkan Montesqueiu lebih condong pada paham demokrasi dalam pemerintahan. Karena dalam paham atau asas ini menunjukkan kedaulatan dalam tangan rakyat. Montesquieu menilai kedualatan tidak dapat terlaksankan kecuali dengan rakyat mempunyai hak pilih dalam pemilihan umum, yang menunjukkan kehendak rakyat sendiri. Adapun kehendak dari kedualatan adalah kedaulatan itu sendiri.

Rakyat sebagai penguasa tertinggi wajib mengatur segala sesuatu yang berada di dalam lingkungannya. Sedangkan hal-hal yang diluar kemampuan mereka harus dilakukan oleh para menteri.

Terdapat beberapa macam teori kedualatan dalam pandangan pemikir atau filsuf Barat, antara lain :

Kedaulatan Tuhan


Menurut sejarah, teori kedaulatan Tuhan adalah teori kedaulatan paling tua dibandingkan dengan teori kedaulatan lainnya. Dalam teori kedaulatan tuhan, tuhan lah yang mempunyai kuasa terhadap segala alam dan manusia dimuka bumi. Paham kedaulatan ini berkembang pada abad pertengahan, yakni antara abad V sampai abad XV masehi.

Hal ini terjadi seiring perkembangan agama Kristen di Eropa. Yang awalnya perkembangan agama Kristen di toleransi oleh kerajaan Romawi akhirnya diakui – karena menjadi kelompok agama yang mempunyai pengaruh besar dalam negara - menjadi agama resmi negara. Dari pengakuan ini masih menyisakan masalah yakni masalah antara kelompok politik dan kelompok agama. Karena kelompok politik mempunyai loyalitas yang tinggi terhadap negara mencakup loyalitas terhadap dewa- dewa negara, hal ini ditolak oleh kelompok agama karena bertentangan dengan doktrin agama Kristen. Kemudian pemuka agama Kristen melakukan pengorganisiran terhadap penganutnya yang kemudian menjadi organisasi keagamaan, yakni gereja dan di kepalai oleh Paus.

Salah satu tokoh teori kedaulatan Tuhan adalah St. Augustinus yang menyatakan bahwa yang mewakili Tuhan di dunia dan juga dalam suatu negara adalah Paus. Antara kekuasan raja dan Paus itu sama, maka ada pembagian wilayah kekuasaan. Dalam pembagian ini raja berkuasa dalam wilayah kedunawian dan paus berkuasa dalam wilayah keagaman. Dalam perkembangannya Marsillius menitik beratkan kekuasan berada di tangan raja sebagai wakil Tuhan untuk melaksanakan kedaulatan atau memegang kedaulatan di bumi. Namun dalam karya Unam Sanctam , meyatakan bahwa :

“ …. Oleh karena itu, keduanya, kekuasaan spiritual dan kekuasaan dunia, berada di tangan Gereja… Karenanya satu pedang harus berada dibawah pedang lainnya dan kekuasaan dunia tunduk pada kekuasaan spiritual… Oleh karenanya, jika kekuasaan bumi menyimpang, ia harus dihakimi oleh kekuasaan spiritual… Tetapi jika kekuasaan tertinggiu menyeleweng, ia hanya bisa dihakimi oleh Tuhan, bukan oleh manusia.”

Dari karya tersebut menurut beberapa komentator menjadi dasar bagi Paus untuk melakukan imperialisme kepada kerajaan-kerajaan yang tidak mau tunduk dibawah kekuasaannya. Machiavelli mencatat banyak negara-negara yang takut untuk tidak tunduk dibawah kekuasaan geraja (baca ; Paus) karena dua hal

  • Pertama karena negara-negara dibawah kekuasaan Paus takut akan kebesaran Gereja,

  • Kedua, tidak adanya kardinal yang menyebabkan pertikaian diantara negara bawahan Paus.

Kedaulatan Raja


Dalam penghujung abad ke-16, di Eropa muncul pemikiran-pemikiran politik yang menitik beratkan pada kedaulatan raja sebagai sumber kekuasaan politik. Dengan adanya paham ini kekuasaan Gereja terhadap kerajaan-kerajaan di Eropa mulai memudar. Raja sebagai penguasa dalam sistem negara monarki mempunyai kekuasaan dominan terhadap elemen-elemen yang ada dalam negara. Karena – hal ini berasal dari asumsi - rakyat menyerahkan kekuasan mereka kepada raja untuk mengatur kehidupan warga negara (baca; rakyat). Awalnya konsep ini (baca; kedaulatan raja) dapat diterima oleh rakyat. Namun, lama kelamaan kekuasaan raja yang dominan membawa rakyat kearah yang tidak memberikan ruang dan hak kebebasan dan kemerdekaan bagi rakyat. Dengan kondisi yang merugikan rakyat kemudian kekuasaan raja yang dominan dibatasi.

Kedaulatan Negara


Dalam pandangan Jean Bodin dalam mendefinisikan negara sebagai pemerintahan yang tertata dengan baik dari beberapa keluarga serta kepentingan bersama oleh kekuasaan yang berdaulat. Dengan pemahaman negara tersebut, adanya negara untuk menciptakan sebuah kehidupan yang baik dan membuat warganya menjadi bijak dan yang terpenting adalah adanya kedaulatan.

Menurut Bodin, yang membedakan negara dengan organisasi atau komunitas lainnya adalah adanya kedaulatan. Dalam teori kedaulatan ini, kekuasaan berasal dari negara.

Moh. Kusnardi dan Bintan R. Saragih, dalam buku Ilmu Negara mencatat bahwa teori kedaulatan negara ini muncul di Jerman. Untuk mempertahankan kekuasaannya, raja merangkul golongan bangsawan, angkatan perang atau militer dan birokrasi yang ada di Jerman waktu itu. Teori ini juga dikatan sebagai kelanjutan dari kedaulatan raja.

Rakyat yang mempunyai paham kedaulatan rakyat dikhawatirkan oleh raja, rakyat akan melakukan pemberontakan terhadap raja. Untuk mengantisipasi agar rakyat tidak melakukan pemberontakan terhadap raja, kemudian raja membuat teori baru tentang kedaulatan. Teori raja menyatakan bahwa rakyat membentuk dirinya menjadi negara. Sehingga rakyat identik dengan negara, maka, negara harus berdaulat. Karena kedaulatan negara diangggap terlalu abstrak maka kedaulatan atau kekuasaan di berada ditangan raja.

Selain Jean Bodin, penganut teori ini adalah Georg Jellinek. Dalam teori Jellinek, hukum adalah penjelamaan dari negara, karena hukum yang membuat negara, maka negara dengan suka rela mengikat dirinya dengan hukum untuk melaksanakan kekuasaannya.

Teori kedaulatan negara ini kritik oleh Krabbe. Menurut Krabbe kalau negara berdaulat dengan menjelmakan diri dengan hukum, bagi Krabbe hal sangat bertentangan dengan kenyataan. Dari kritikan atau tanggapan Krabbe terhadap terori kedaulatan negara, Krabbe mengganggap bahwa yang berdaulat bukanlah negara tetapi hukum.

Kedaulatan Hukum


Menurut teori kedaulatan hukum atau rechts-souvereinteit kekuasaan tertinggi dalam suatu negara adalah hukum. Raja atau penguasa maupun warga negara atau rakyat semuanya tunduk terhadap hukum. Semua tindakan yang dilakukan oleh raja atau rakyat harus sesuai dengan hukum.

Kedaulatan ini bersumber dari kesadaran masyarakat atau rakyat yang mempunyai rasa membuat hukum yang baik. Dengan rasa kesadaran akan hukum, maka manusia mengeluarkan perasaan (baca; kesadarannya) sehingga mampu membedakan adanya norma – norma yang terlepas dari kehendak kita. Adanya sesuatu yang diluar kehendak kita, maka kita mengeluarkan reaksi tersebut untuk menetapkan sesuatu yang baik, adil dan sebagainya.

Kemudian, hukum dinyatakan sebagai jelmaan dari kehendak manusia. Menurut Krabbe, yang kemudian diteruskan oleh muridnya Kranenburg, hukum itu diluar kehendak negara, dan dia memberikan kepada hukum kepribadian sendiri.

Berbeda dengan Krabbe, tentang teori kedaukatan hukum adalah Hans Kelsen. Hukum berlaku tanpa menunggu penerimaan masyarakat atau rakyat, karena hukum bersifat imperatif . Teori Kelsen tidak mengenal negara, karena negara menurut Kelsen merupakan kumpulan dari peraturan hukum yang berlaku di masyarakat. Pemahaman arti negara dan arti hukum dikonkritkan dalam tubuh raja. Maka, kedaulatan negara sama dengan kedaulatan hukum yang bersifat imperatif.

Kedaulatan Rakyat


Presiden Amerika Serikat Abraham Lincoln, dalam pidato peresmian pemakaman nasional Gettyburg mengatakan bahwa pemerintahan yang ada di Amerika Serikat adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Pernyataan Lincoln memang sangat populer di dunia dengan asas demokrasi yang diikuti oleh banyak negara di dunia. Pernyataan Lincoln menunjukkan bahwa kedaulatan dalam sebuah negara adalah kedaulatan rakyat.

JJ Rousseau salah satu tokoh teori kedaulatan rakyat. Rousseau membagi kehendak rakyat menjadi dua.

  • Pertama Volonte de Tous atau kehendak seluruh rakyat. Yang dimaksud Rousseau dengan Volonte de Tous adalah perjanjian seluruh rakyat untuk membentuk negara. Persetujuan rakyat dalam perjanjian ini tidak dapat dicabut apabila suatu waktu rakyat tidak sepekat dengan perjanjian yang ada.

  • Kedua, Volonte Generale setelah terbentuknya negara, suara terbanyaklah yang menjalankan sistem pemerintahan suatu negara tersebut. Dengan suara terbanyak dalam memutuskan suatu perkara ( meedesheid belsuit ) yang kemudian muncul kediktatoran mayoritas ( meedesheid dictatuur ).

Kehendak rakyat yang kedua sama dengan yang dinyatakan Montesquieu dalam buku The Spirit of Law , bahwa rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi wajib mengatur segala sesuatu yang berada dalam lingkungan kekuasaannya.

Imanuel Kant mengatakan bahwa tujuan negara adalah untuk menegakkan hukum dan menjamin kebebasan warga negaranya. Kebebasan yang dimaksud Kant, kebebasan yang di batasi oleh undang-undang. Undang-undang adalah jelmaan dari kehendak rakyat. Jadi rakyatlah pemeang kekuasaan tertinggi.

Referensi
  • Concise Routledge Encyclopedia of Philosophy (New York : Routledge, 2003).
  • David Crystal (ed), The Cambridge Encyclopedia (Australia : Cambridge University Press, 1990).
  • M. Hasbi Amirudin, Konsep Negara Islam menurut Fazlur Rahman (Yogyakarta: UII Press, 2000).
  • W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia , (Jakarta : Balai Pustaka, 2005).
  • Jean Jecques Rousseau, Perihal Kontrak Sosial atau Prinsip-Prinsip Hukum Politik, terj. Ida Sundari Husen dan Rahayu Hidayat (Jakarta: Dian Rakyat, 1989).
  • David Crystal (ed), The Cambridge Encyclopedia (Australia : Cambridge University Press, 1990).
  • Frans Magnis Suseno, Etika Politik Prinsip-Prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern, (Jakarta : Gramedia, 1986).
  • Henry J Schmandt, Filsafat Politik; Kajian Historis dari Zaman Yunani Kuno sampai Zaman Modern, cet. II (Yogyakarta ; Pustaka Pelajar, 2005).
  • Nicollo Machiavelli, Il Principe ; Sang Penguasa , terj.C. Woekirsari. Cet. VI (Jakarta : Gramedia Pustaka, 2002).
  • ST. Sularto, Nicollo Machiavelli Penguasa Arsitek Masyarakat (Jakarta : Kompas, 2003)
  • Moh. Kusnardi dan Bintan R. Saragih, Ilmu Negara, cet. III (Jakarta : Gaya Media Pratama, 1995).

Pada dasarnya kedaulatan merupakan kekuasaan tertinggi untuk membuat dan melaksanakan undang-undang dengan semua cara yang tersedia, termasuk cara-cara kekerasan. Negara mempunyai kedaulatan tertinggi untuk melaksanakan undang-undang agar penduduk yang mendiami wilayahnya mematuhi segenap peraturan dan ketentuan perundangan yang berlaku (kedaulatan ke dalam).

Selain itu, negara juga mempunyai kedaulatan ke luar yang ditujukan untuk mempertahankan kedaulatan dari ancaman negara lain. Dalam hubungan inilah, negara menuntut kesetiaan (loyalitas) dari warganya.

Keempat unsur yang telah dikemukakan di atas (wilayah, penduduk, pemerintahan, dan kedaulatan) merupakan suatu kebulatan yang tidak dapat dipisahkan dari suatu negara. Dengan kata lain, tidak ada suatu negara pun di dunia ini yang mempunyai satu unsur, dua unsur atau tiga unsur. Demikianlah negara merupakan integrasi dari kekuasaan politik.

Dalam pengertian yang lebih umum, negara dapat dilihat sebagai asosiasi manusia yang hidup dan bekerja sama untuk mengejar tujuan bersama, yakni memungkinkan terciptanya kebahagiaan bagi rakyatnya ( bonum publicum, common good ). Roger H. Soltau mengatakan bahwa tujuan negara ialah memungkinkan rakyatnya berkembang serta menyelenggarakan daya ciptanya sebebas mungkin. Sedangkan Harold J. Laski dengan bahasa yang sedikit berbeda menyatakan bahwa, tujuan itu adalah menciptakan keadaan di mana rakyat dapat mencapai terkabulnya keinginan-keinginan secara maksimal.

Seperti halnya dengan rumusan kedua sarjana terkemuka tersebut, negara kita pun mempunyai tujuan negara. Seperti telah tertuang dalam Pembukaan UUD 1945, tujuan itu adalah

“melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia."

Setiap negara, terlepas dari ideologi yang dianut memiliki beberapa fungsi minimum, yaitu

  • Menyelenggarakan penertiban ( law and order ) untuk mencapai tujuan bersama dan mencegah bentrokan-bentrokan dalam masyarakat;

  • Mengusahakan kesejahteraan rakyatnya, seperti halnya terlihat dari usaha pembangunan yang selama ini dilakukan;

  • Menyelenggarakan pertahanan, terhadap kemungkinan adanya ancaman baik dari dalam maupun dari luar. Tujuan utama sistem pertahanan adalah untuk menjamin kelestarian unsur-unsur negara seperti telah dikemukakan di atas;

  • Menegakkan keadilan, terutama oleh karena selama dalam proses untuk mencapai tujuan bersama yang telah dirumuskan itu, senantiasa terbuka kemungkinan munculnya persaingan, pertikaian, atau bahkan bentrokan antara satu pihak dengan pihak yang lain; lembaga-lembaga peradilan akan mengatur dan mengendalikan agar usaha-usaha pencapaian tujuan itu berlangsung dalam suasana yang adil.