Apa yang dimaksud dengan Isti'adzah atau memohon perlindungan kepada Allah swt?

Memohon perlindungan kepada Allah

Isti’adzah adalah memohon perlindungan kepada Allah dari segenap kejahatan setan yang terkutuk. Apa yang dimaksud dengan Isti’adzah ? Apa maknanya ?

Isti’adzah secara bahasa berasal dari kata kerja ista 'adza, wazan termasuk kepada tsuldtsi mazid (tiga asal kata yang mendapat tambahan yaitu huruf "alif’, “sin”, dan “ta”). Setiap kata yang mendapatkan huruf tambahan tersebut menunjukkan kepada permintaan. Adapun asal kata istiadz adalah 'adz. Dalam kitab Lisan al 'Arab dijelaskan bahwa ada yang menyebutkan kata tersebut dengan berbagai bentuk, seperti Awdza, Iyadz, Yaudz, adz dan Muadz yang berarti: berlindung, berdamping dan berpegang.

Isti’adzah disebut juga Qa’ddzu Allah, yang berarti: “Aku berlindung kepada Allah.” Perkataan ini sama artinya dengan kata-kata Ma 'ddzatu Allah dan Ma 'adzatu wajh Allah serta Ma’adzu wajh Allah. Isti’adzah terkadang juga disebut dengan kata-kata A 'zidzu bi Allah minka dengan dimasukkan huruf jar “bi” pada
lafazh al jalalah yang mempunyai arti: “Aku berlindung kepada Allah daripada engkau”, rangkaian kata ini mempunyai arti sarna dengan rangkai kata Mu’adzatu
bi Allah minka dan Ta 'widzu bi Alahi minka.

Imam Ibn Qayyim al-Jauziyah mengatakan hakikat makna adza adalah Iari dari sesuatu yang ditakuti menuju sesuatu yang dapat melindunginya dari yang ditakuti tersebut. Sedangkan kalimat a 'udzu mengandung arti bahwa aku berlindung, aku berpegang kepada dan aku meminta penjagaan

Ada dua makna yang merupakan makna asli dari kalimat tersebut:

  • Pertama, diambil dari kalimat as-satru yang mengandung arti tertutup. Hal ini didasari dengan pernyataan orang-orang Arab zaman dahulu, yakni apabila ada sebuah rumah yang terletak di bawah pohon rindang yang menutupinya, maka mereka mengungkapkannya dengan kalimat 'uwwadz dengan men-dhomah-kan huruf 'ain dan men-tasydid-kan huruf wau atau mem-fathah-kannya. Seakan-akan rumah tersebut menjadikan pohon sebagai penutupnya. Seseorang yang meminta perlindungan juga seakan-akan menjadikan yang memberikan perlindungan kepadanya sebagai penghalang dari musuhnya. Juga menjadikan dirinya sehingga tidak tampak oleh sang musuh.

Kedua, diambil dari kalimat luzumi al-mujawarah yang berarti selalu berdekatan. Kalimat tersebut diambil dari pernyataan orang-orang Arab yang mengatakan 'uwwadz untuk daging yang menempel pada tulang, karena daging tersebut terlihat berpegangan pada tulang. Begitu pula seseorang yang meminta perlindungan. Maka ia akan menggantungkan keselamatannya dan tidak mau berpisah dari yang melindunginya. Ia akan selalu berada di dekatnya dan tidak mau berpisah dari sang pelindung, bagaikan daging yang menempeI pada tulang.

Dengan kata lain, Imam Ibn Qayyim al-Jawziyyah mengatakan bahwa lsti’adzah adalah meminta perlindungan. Argumentasi yang dikemukakan oIeh Ibn Qayyim al Jawziyyah adalah bahwa seseorang yang meminta perlindungan akan menjadikan sesuatu yang melindunginya sebagai sesuatu yang menghaIanginya dari sesuatu yang ditakuti oleh dirinya, dan ia juga akan bergantung kepada sang pelindung, seperti seorang anak yang akan selalu mendekati bapaknya jika ada orang yang memusuhinya dengan mengacungkan pedang serta dengan maksud yang tidak baik. Sang bapak akan memberinya jalan agar sang anak terhindar dari musuh, si anak akan menyerahkan urusan keselamatannya kepada ayahnya.

Begitulah seseorang yang meminta perlindungan dari sesuatu yang membinasakannya kepada Allah, ia akan berlari kepadanya. Ia menyerahkan dirinya secara total dan menggantungkan keselamatannya hanya pada Allah.

Arti lsti’adzah dari Segi Terminologi


Adapun lsti’adzah secara tenninologi adalah orang yang berlindung (lsli 'adzah) kepada Allah dan bergantung di sisi-Nya dari segala bentuk kejahatan. Ber-lsti’adzah (memohon perlindungan kepada Allah) sebelum melakukan ibadah ritual atau sosial sangatlah dianjurkan. Serta memohon perlindungan dari segenap godaan setan yang terkutuk, sekaligus dimaksudkan agar Allah swt berkenan menerima ibadah yang dilakukan.

Mengucapkan lsti’adzah, seperti dalam shalat, dengan suara pelan dapat terhindar dari pengaruh setan.

Menurut Syaikh aI-Islam Ibn Taimiyah dalam kitabnya Majmual ar-Rasail Ii ibn Taimiyah, lsti’adzah adalah memohon perlindungan kepada Allah dari perkara al-Waswas, yang merupakan pangkal dari kekufuran, kefasikan, kemaksiatan dan seluruh kejahatan. Ketika manusia mampu menahan diri dari kejahatannya, niscaya ia akan terjaga dari siksa jahanam, siksa kubur, fitnah hidup dan mati, fitnah al-masih ad-dajjal, karena hal itu semua bersumber dari pintu al-waswas.

Penilaian yang serupa juga diutarakan oleh Bey Arifin, pengarang tafsir Samudra al-Fatihah, lsti’adzah adalah meminta perlindungan kepada Allah dari bahaya kepercayaan (i’tiqad), bahaya yang timbul dari gerak-gerik manusia di kehidupannya yang merusak agama dan bahaya penyakit yang ada pada badan manusia.

lsti’adzah dalam AI-Quran


lsti’adzah, dalam pelbagai bentuknya, terulang dalam al-Qur’an sebanyak tujuh belas kali. Di dalam al-Qur’an terdapat berbagai macam bentuk perkataan lsti’adzah yang digunakan, berikut ini adalah ayat-ayat al-Qur’an yang berisikan permohonan perlindungan kepada Allah swt (lsti’adzah)

Surat Gafir : 27

wa qāla mụsā innī 'użtu birabbī wa rabbikum ming kulli mutakabbiril lā yu`minu biyaumil-ḥisāb

Dan (Musa) berkata, “Sesungguhnya aku berlindung kepada Tuhanku dan Tuhanmu dari setiap orang yang menyombongkan diri yang tidak beriman kepada hari perhitungan.”

Surat Gafir : 56

innallażīna yujādilụna fī āyātillāhi bigairi sulṭānin atāhum in fī ṣudụrihim illā kibrum mā hum bibāligīh, fasta’iż billāh, innahụ huwas-samī’ul-baṣīr

Sesungguhnya orang-orang yang memperdebatkan ayat-ayat Allah tanpa alasan (bukti) yang sampai kepada mereka, yang ada dalam dada mereka hanyalah (keinginan akan) kebesaran yang tidak akan mereka capai, maka mintalah perlindungan kepada Allah. Sungguh, Dia Maha Mendengar, Maha Melihat.

Surat Ad-Dukhan : 20

wa innī 'użtu birabbī wa rabbikum an tarjumụn

Dan sesungguhnya aku berlindung kepada Tuhanku dan Tuhanmu, dari ancamanmu untuk merajamku,

Surat Al-Baqarah : 67

wa iż qāla mụsā liqaumihī innallāha ya`murukum an tażbaḥụ baqarah, qālū a tattakhiżunā huzuwā, qāla a’ụżu billāhi an akụna minal-jāhilīn

Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya, “Allah memerintahkan kamu agar menyembelih seekor sapi betina.” Mereka bertanya, “Apakah engkau akan menjadikan kami sebagai ejekan?” Dia (Musa) menjawab, “Aku berlindung kepada Allah agar tidak termasuk orang-orang yang bodoh.”

Surat Hud : 47

qāla rabbi innī a’ụżu bika an as`alaka mā laisa lī bihī 'ilm, wa illā tagfir lī wa tar-ḥamnī akum minal-khāsirīn

Dia (Nuh) berkata, “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu untuk memohon kepada-Mu sesuatu yang aku tidak mengetahui (hakikatnya). Kalau Engkau tidak mengampuniku, dan (tidak) menaruh belas kasihan kepadaku, niscaya aku termasuk orang yang rugi.”

Surat Maryam : 18

qālat innī a’użu bir-raḥmāni mingka ing kunta taqiyyā

Dia (Maryam) berkata, “Sungguh, aku berlindung kepada Tuhan Yang Maha Pengasih terhadapmu, jika engkau orang yang bertakwa.”

Surat Al-Mu’minun : 97-98

wa qur rabbi a’ụżu bika min hamazātisy-syayāṭīn

Dan katakanlah, “Ya Tuhanku, aku berlindung kepada Engkau dari bisikan-bisikan setan,

wa a’ụżu bika rabbi ay yaḥḍurụn

dan aku berlindung (pula) kepada Engkau ya Tuhanku, agar mereka tidak mendekati aku.”

Surat Al-Falaq : 1

qul a’ụżu birabbil-falaq

Katakanlah, “Aku berlindung kepada Tuhan yang menguasai subuh (fajar),

Surat An-Nas : 1

qul a’ụżu birabbin-nās

Katakanlah, “Aku berlindung kepada Tuhannya manusia,

Surat Al-Jin : 6

wa annahụ kāna rijālum minal-insi ya’ụżụna birijālim minal-jinni fa zādụhum rahaqā

dan sesungguhnya ada beberapa orang laki-laki dari kalangan manusia yang meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki dari jin, tetapi mereka (jin) menjadikan mereka (manusia) bertambah sesat.

Surat Ali Imran : 36

fa lammā waḍa’at-hā qālat rabbi innī waḍa’tuhā unṡā, wallāhu a’lamu bimā waḍa’at, wa laisaż-żakaru kal-unṡā, wa innī sammaituhā maryama wa innī u’īżuhā bika wa żurriyyatahā minasy-syaiṭānir-rajīm

Maka ketika melahirkannya, dia berkata, “Ya Tuhanku, aku telah melahirkan anak perempuan.” Padahal Allah lebih tahu apa yang dia lahirkan, dan laki-laki tidak sama dengan perempuan. ”Dan aku memberinya nama Maryam, dan aku mohon perlindungan-Mu untuknya dan anak cucunya dari (gangguan) setan yang terkutuk.”

Surat Al-A’raf : 200

wa immā yanzagannaka minasy-syaiṭāni nazgun fasta’iż billāh, innahụ samī’un 'alīm

Dan jika setan datang menggodamu, maka berlindunglah kepada Allah. Sungguh, Dia Maha Mendengar, Maha Mengetahui.

Surat An-Nahl : 98

fa iżā qaratal-qurāna fasta’iż billāhi minasy-syaiṭānir-rajīm

Maka apabila engkau (Muhammad) hendak membaca Al-Qur’an, mohonlah perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk.

Surat Fussilat : 36

wa immā yanzagannaka minasy-syaiṭāni nazgun fasta’iż billāh, innahụ huwas-samī’ul-'alīm

Dan jika setan mengganggumu dengan suatu godaan, maka mohonlah perlindungan kepada Allah. Sungguh, Dialah Yang Maha Mendengar, Maha Mengetahui.

Surat Yusuf : 23 dan 79

wa rāwadat-hullatī huwa fī baitihā 'an nafsihī wa gallaqatil-abwāba wa qālat haita lak, qāla ma’āżallāhi innahụ rabbī aḥsana maṡwāy, innahụ lā yufliḥuẓ-ẓālimụn

Dan perempuan yang dia (Yusuf) tinggal di rumahnya menggoda dirinya. Dan dia menutup pintu-pintu, lalu berkata, “Marilah mendekat kepadaku.” Yusuf berkata, “Aku berlindung kepada Allah, sungguh, tuanku telah memperlakukan aku dengan baik.” Sesungguhnya orang yang zalim itu tidak akan beruntung.

qāla ma’āżallāhi an na`khuża illā maw wajadnā matā’anā 'indahū innā iżal laẓālimụn

Dia (Yusuf) berkata, “Aku memohon perlindungan kepada Allah dari menahan (seseorang), kecuali orang yang kami temukan harta kami padanya, jika kami (berbuat) demikian, berarti kami orang yang zalim.”

Walaupun al-Qur’an menggunakan perkataan 'audz dalam berbagai bentuk kata, tetapi hal ini menunjukkan arti yang sama yaitu berlindung dari perkara-perkara yang tidak disukai, baik perkara yang lahir dan datang dari dalam diri manusia maupun perkara-perkara yang lahir dan datang dari setan yang terkutuk. Oleh karena itu, seharusnya dan sejatinya adalah mencari perlindungan dan tunduk di hadapan Rabb, membutuhkan pertolongan-Nya dan pasrah kepada-Nya.

Referensi :

  • Ibn Qayyim al-Jawziyyah, Tafsir Ibnu Qayyim: Tafsir Ayat-ayat Pilihan, terj. Kathur
  • Suhardi (Jakarta: Darnl Falah, 2000)
  • Ar-Raghib al-AshfahanJ, Mu’jam Mufradtat Alfazh al-Qur’an (Bairut: Dar al-Fikr, tth.)
  • Arifin Omar, Rahsia di Sebalik Surah at-Falaq (Malaysia: Cahaya Pantai, 1994), h. IS
  • Ali Umar al-Habsyi, Benarkah Nabi Muhammad saw Pernah Tersihir? (Jakarta: Pustaka Zahara, 2003)
  • Ibnu Taimiyah, Risalah Ibnu Taimiyah Tentang Tafsir al-Qur’an, terj. Drs. As’ad Yasin et.al, (Solo: CV. Pustaka Mantiq, 1996)