Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyebabkan penyakit AIDS yang termasuk kelompok retrovirus. Seseorang yang terinfeksi HIV, akan mengalami infeksi seumur hidup. Kebanyakan orang dengan HIV/AIDS (ODHA) tetap asimtomatik (tanpa tanda dan gejala dari suatu penyakit) untuk jangka waktu lama. Meski demikian, sebetulnya mereka telah dapat menulari orang lain (Permenkes, 2013).
AIDS adalah singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome. “Acquired” artinya tidak diturunkan, tetapi didapat; “Immune” adalah sistem daya tangkal atau kekebalan tubuh terhadap penyakit; “Deficiency” artinya tidak cukup atau kurang; dan “Syndrome” adalah kumpulan tanda dan gejala penyakit. AIDS adalah bentuk lanjut dari infeksi HIV, yang merupakan kumpulan gejala menurunnya sistem kekebalan tubuh. Infeksi HIV berjalan sangat progresif merusak sistem kekebalan tubuh, sehingga penderita tidak dapat menahan serangan infeksi jamur, bakteri atau virus (Permenkes, 2013).
Cara Penularan HIV
Human immunodeficiency virus (HIV) dapat masuk ke tubuh melalui tiga cara, yaitu melalui
- hubungan seksual,
- penggunaan jarum yang tidak steril atau terkontaminasi HIV, dan
- penularan HIV dari ibu yang terinfeksi HIV ke janin dalam kandungannya, yang dikenal sebagai Penularan HIV dari Ibu ke Anak (PPIA).
1. Hubungan seksual.
Penularan melalui hubungan seksual adalah cara yang paling dominan dari semua cara penularan. Penularan melalui hubungan seksual dapat terjadi selama sanggama laki- laki dengan perempuan atau laki-laki dengan laki-laki. Sanggama berarti kontak seksual dengan penetrasi vaginal, anal, atau oral antara dua individu.
Risiko tertinggi adalah penetrasi vaginal atau anal yang tak terlindung dari individu yang terinfeksi HIV. Kontak seksual oral langsung (mulut ke penis atau mulut ke vagina) termasuk dalam kategori risiko rendah tertular HIV. Tingkatan risiko tergantung pada jumlah virus yang ke luar dan masuk ke dalam tubuh seseorang, seperti pada luka sayat/gores dalam mulut, perdarahan gusi, dan atau penyakit gigi mulut atau pada alat genital.
2. Pajanan oleh darah, produk darah, atau organ dan jaringan yang terinfeksi.
Penularan dari darah dapat terjadi jika darah donor tidak ditapis (uji saring) untuk pemeriksaan HIV, penggunaan ulang jarum dan semprit suntikan, atau penggunaan alat medik lainnya yang dapat menembus kulit. Kejadian di atas dapat terjadi pada semua pelayanan kesehatan, seperti rumah sakit, poliklinik, pengobatan tradisional melalui alat penusuk/jarum, juga pada pengguna napza suntik (penasun). Pajanan HIV pada organ dapat juga terjadi pada proses transplantasi jaringan/organ di fasilitas pelayanan kesehatan.
3. Penularan dari ibu ke anak.
Lebih dari 90% anak yang terinfeksi HIV didapat dari ibunya. Virus dapat ditularkan dari ibu yang terinfeksi HIV kepada anaknya selama hamil, saat persalinan dan menyusui. Tanpa pengobatan yang tepat dan dini, setengah dari anak yang terinfeksi tersebut akan meninggal sebelum ulang tahun kedua.
Patofisiologi
Sesudah HIV memasuki tubuh seseorang, maka tubuh akan terinfeksi dan virus mulai mereplikasi diri dalam sel orang tersebut (terutama sel limfosit T CD4 dan makrofag). Virus HIV akan mempengaruhi sistem kekebalan tubuh dengan menghasilkan antibodi untuk HIV. Masa antara masuknya infeksi dan terbentuknya antibodi yang dapat dideteksi melalui pemeriksaan laboratorium adalah selama 2-12 minggu dan disebut masa jendela (window period).
Selama masa jendela, pasien sangat infeksius, mudah menularkan kepada orang lain, meski hasil pemeriksaan laboratoriumnya masih negatif. Hampir 30-50% orang mengalami masa infeksi akut pada masa infeksius ini, di mana gejala dan tanda yang biasanya timbul adalah: demam, pembesaran kelenjar getah bening, keringat malam, ruam kulit, sakit kepala dan batuk.
Orang yang terinfeksi HIV dapat tetap tanpa gejala dan tanda (asimtomatik) untuk jangka waktu cukup panjang bahkan sampai 10 tahun atau lebih. Namun orang tersebut dapat menularkan infeksinya kepada orang lain. Kita hanya dapat mengetahui bahwa orang tersebut terinfeksi HIV dari pemeriksaan laboratorium antibodi HIV serum.
Sesudah jangka waktu tertentu, yang bervariasi dari orang ke orang, virus memperbanyak diri secara cepat dan diikuti dengan perusakan sel limfosit T CD4 dan sel kekebalan lainnya sehingga terjadilah gejala berkurangnya daya tahan tubuh yang progresif. Progresivitas tergantung pada beberapa faktor seperti: usia kurang dari 5 tahun atau di atas 40 tahun, infeksi lainnya, dan faktor genetik.
“HIV tidak ditularkan melalui bersalaman, berpelukan, bersentuhan atau berciuman; penggunaan toilet umum, kolam renang, alat makan atau minum secara bersama; ataupun gigitan serangga, seperti nyamuk”.
Faktor yang berperan dalam penularan HIV dari ibu ke anak
Ada tiga faktor utama yang berpengaruh pada penularan HIV dari ibu ke anak, yaitu faktor ibu, bayi/anak, dan tindakan obstetrik.
-
Faktor Ibu
-
Jumlah virus (viral load)
Jumlah virus HIV dalam darah ibu saat menjelang atau saat persalinan dan jumlah virus dalam air susu ibu ketika ibu menyusui bayinya sangat mempengaruhi penularan HIV dari ibu ke anak. Risiko penularan HIV menjadi sangat kecil jika kadar HIV rendah (kurang dari 1.000 kopi/ml) dan sebaliknya jika kadar HIV di atas 100.000 kopi/ml.
-
Jumlah sel CD4
Ibu dengan jumlah sel CD4 rendah lebih berisiko menularkan HIV ke bayinya. Semakin rendah jumlah sel CD4 risiko penularan HIV semakin besar.
-
Status gizi selama hamil
Berat badan rendah serta kekurangan vitamin dan mineral selama hamil meningkatkan risiko ibu untuk menderita penyakit infeksi yang dapat meningkatkan jumlah virus dan risiko penularan HIV ke bayi.
-
Penyakit infeksi selama hamil
Penyakit infeksi seperti sifilis, Infeksi Menular Seksual, infeksi saluran reproduksi lainnya, malaria, dan tuberkulosis, berisiko meningkatkan jumlah virus dan risiko penularan HIV ke bayi.
-
Gangguan pada payudara
Gangguan pada payudara ibu dan penyakit lain, seperti mastitis, abses, dan luka di puting payudara dapat meningkatkan risiko penularan HIV melalui ASI.
-
Faktor Bayi
-
Usia kehamilan dan berat badan bayi saat lahir
Bayi lahir prematur dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) lebih rentan tertular HIV karena sistem organ dan sistem kekebalan tubuhnya belum berkembang dengan baik.
-
Periode pemberian ASI
Semakin lama ibu menyusui, risiko penularan HIV ke bayi akan semakin besar.
-
Adanya luka di mulut bayi
Bayi dengan luka di mulutnya lebih berisiko tertular HIV ketika diberikan ASI.
-
Faktor obstetrik
Pada saat persalinan, bayi terpapar darah dan lendir ibu di jalan lahir. Faktor obstetrik yang dapat meningkatkan risiko penularan HIV dari ibu ke anak selama persalinan adalah :
-
Jenis persalinan
Risiko penularan persalinan per vaginam lebih besar daripada persalinan melalui bedah sesar (sectio caesaria).
-
Lama persalinan
Semakin lama proses persalinan berlangsung, risiko penularan HIV dari ibu ke anak semakin tinggi, karena semakin lama terjadinya kontak antara bayi dengan darah dan lendir ibu.
-
Ketuban pecah lebih dari 4 jam sebelum persalinan meningkatkan risiko penularan hingga dua kali lipat dibandingkan jika ketuban pecah kurang dari 4 jam.
-
Tindakan episiotomi, ekstraksi vakum dan forseps meningkatkan risiko penularan HIV karena berpotensi melukai ibu atau bayi. (Permenkes, 2013).
Tes dan Diagnosis infeksi HIV pada anak
Menurut Depkes (2008) diagnosis infeksi HIV pada bayi yang terpajan pada masa perinatal dan pada anak kecil sangat sulit karena antibody maternal terhadap HIV yang didapat secara pasif mungkin masih ada pada darah anak sampai umur 12 bulan. Sebagian besar anak akan kehilangan antibodi HIV pada umur 9-18 bulan. Tes yang dilakukan adalah:
-
Tes Antibodi (Ab) HIV (ELISA atau rapid test)
Test cepat makin tersedia dan aman, efektif, sensitif dan dapat dipercaya untuk mendiagnosa infeksi HIV pada anak mulai umur 18 bulan. Untuk anak berumur < 18 bulan, tes cepat antibodi merupakan cara yang sensitif, dapat dipercaya untuk mendeteksi bayi yang terpajan HIV dan untuk menyingkirkan infeksi HIV pada anak yang tidak mendapat ASI. Metode PCR (Polymerase Chain Reaction). Digunakan untuk tes HIV pada bayi, menetapkan status infeksi individu yang seronrgative pada kelompok resiko tinggi.
-
Tes Virologi
Tes virology untuk RNA atau DNA yang spesifik HIV merupakan metode yang paling dipercaya intuk mendiagnosa infeksi HIV pada anak umur < 18 bulan. Jika anak pernah mendapatkan pencegahan dengan zidovudine (ZDV) selama atau sesudah persalinan maka tes virology tidak dianjurkan sampai 4-8 minggu setelah lahir karena akan mempengaruhi tingkat kepercayaan tes. Jika bayi muda masih mendapat ASI dan tes virology RNA negatif, maka perlu diulang 6 minggu setelah anak benar-benar disapih untuk memastikan bahwa anak tidak terinfeksi HIV
Tabel Skenario Pemeriksaan HIV
Pengobatan Antiretroviral
Pegobatan ARV tidak untuk menyembuhkan HIV tetapi dapat menurunkan kesakitan dan kematian secara dramatis serta memperbaiki kualitas hidup pada orang dewasa maupun anak-anak. Pengobatan secara dini (walaupun dalam kondisi terbatas) pada masa infeksi primer pada bayi mungkin bisa memperbaiki perjalanan penyakit. Pengobatan obat ARV untuk anak di fasilitas dengan sumber daya terbatas, berikut di bawah ini:
-
Nucleosida analogue reverse trancriptase inhibitor (NRT)
- Zidovudin ZDT (ZT)
- Lamivudin 3TC
- Stavudine d4T
- Didanosine ddl
- Abacavir ABC
-
Non-nucleotida reverse trancriptase Inhibitor (NNRT)
- Nevirapine NVP
- Efavirenz EFV
-
Orotease inhibitor (PI)
- Nelfinavir NFV
- Lapinavir LPV/r
- Saquinavir SQV
Pemulangan dari rumah sakit
Anak dengan infeksi HIV mungkin memberikan respons lambat atau tidak lengkap terhadap pengobatan yang biasa. Anak mungkin menderita demam yang persisten, diare persisten atau batu kronik. Apabila keadaan umumnya baik maka tidak perlu perawatan di rumah sakit, tetapi dapat diperiksa secara teratur sebagai pasien rawat jalan.
Perawatan paliatif dan fase terminal
Pada anak dengan infeksi HIV sering merasa tidak nyaman sehingga perawatan menjadi sangat penting. Buatlah semua keputusan bersama ibunya dan komunikasikan secara jelas kepada petugas yang lain. Pertimbangkan perawatn paliatif di rumah, beberapa pengobatan untuk mengatasi rasa nyeri dan menghilangkan kondisi sulit