Gangguan disosiatif menurut Nevid, Rathus dan Greene (2005) adalah masalah kejiwaan pelaku yang ditandai dengan adanya perubahan perasaan tentang kepribadian, memori, atau kesadaran. Pelaku yang mengalami gangguan ini memperoleh kesulitan untuk mengingat kembali peristiwa-peristiwa penting yang pernah terjadi pada dirinya, melupakan kepribadian yang dalam keadaan normal membuat diri kita menjadi satu kesatuan.
Gangguan disosiatif dibagi atas empat macam gangguan, yaitu amnesia disosiatif, fugue disosiatif, gangguan depersonalia dan gangguan identitas disosiatif atau kepribadian ganda. Berdasarkan pandangan Nevid, Rathus dan Greene, di bawah ini akan dijelaskan secara singkat mengenai keempat macam gangguan disosiatif.
1) Amnesia Disosiatif ( Dissociative Amnesia )
Menurut Maldonado, Butler, dan Speigel (dalam Nevid, Rathus dan Greene, 2005: 206) amnesia disosiatif dipercaya sebagai tipe yang paling umum dari gangguan disosiatif. Amnesia diambil dari akar kata Yunani a-, berarti ‘tanpa’, dan mnasthai, yang berarti ‘untuk mengingat’. Amnesia bukanlah lupa yang biasa, seperti lupa akan nama sesorang atau dimana seseorang meletakkan kunci mobilnya. Kehilangan ingatan dalam amnesia lebih jauh atau luas cangkupannya. Gejala amnesia merupakan gejalah yang umum terjadi pada amnesia disosiatif, fugue disosiatif, dan gangguan identitas disosiatif. Diagnosa amnesia disosiatif tepat apabila diberikan pada gangguan disosiatif yang hanya menunjukkan gejala amnesia saja. Individu yang mengalami amnesia disosiatif dapat secara mendadak kehilangan kemampuan untuk mengingat kembali informasi tentang dirinya sendiri ataupun berbagai informasi yang sebelumnya telah ada dalam memori pelaku. Biasanya hal ini terjadi setelah peristiwa yang menekan misalnya menyaksikan kematian seseorang yang dicintai.
2) Gangguan Identitas Disosiatif
Menurut Kartono (1981) gangguan identitas disosiatif adalah masalah kejiwaan yang ditandai dengan adanya perubahan perasaan pelaku tentang kepribadian, memori, atau kesadaran. Pelaku yang mengalami gangguan disosiatif memperoleh kesulitan untuk mengingat peristiwa-peristiwa penting yang pernah terjadi pada diri pelaku, melupakan kepribadian diri bahkan membentuk kepribadian baru.
3) Fugue Disosiatif ( Dissociative Fugue )
Bentuk ketiga dari gangguan disosiatif ialah fugue disosiatif. Nevid, Rathus dan Greene (2005: 207) menyatakan bahwa Fugue berasal dari bahasa latin Fugere, yang berati melarikan diri. Kata fugitive (pelarian/buronan) memiliki asal kata yang sama. Pada fugue disosiatif, memori yang hilang jauh lebih luas daripada amnesia disosiatif. Pelaku tidak hanya kehilangan seluruh ingatannya (misalnya nama, keluarga, atau pekerjaanya), mereka juga secara mendadak meninggalkan rumah dan pekerjan mereka serta memiliki kepribadian yang baru. Pelaku dengan gangguan ini secara tiba-tiba dapat memiliki nama yang baru, rumah serta pekerjaan baru, bahkan membentuk karakteristik kepribadian yang baru.
4) Gangguan Depersonalisasi
Bentuk terakhir dari gangguan disosiatif adalah gangguan depersonalisasi Nevid, Rathus dan Greene (2005) menyebutkan jika gangguan ini ditandai dengan adanya perubahan persepsi yang terjadi secara berulang atau menetap tentang diri sendiri, mereka untuk sementara waktu merasakan hilangnya keyakinan bahwa mereka merupakan individu yang nyata.
Davison dkk (2006) juga menjelaskan jika derealisasi suatu perasaan tidak nyata mengenai dunia luar yang mencangkup perubahan-perubahan yang aneh dalam persepsi mengenai lingkungan sekitar, atau dalam perasaan mengenai periode waktu juga dapat muncul. Pelaku dan objek juga dapat tampak berubah ukuran atau bentuk dan dapat pula mengeluarkan suara yang berbeda. Semua perasaan ini dapat diasosiasikan dengan kecemasan, termasuk pusing dan ketakutan akan menjadi gila atau dengan depresi.