Apa yang dimaksud dengan dzikir ?

Zikir atau Dzikir adalah sebuah aktifitas ibadah dalam umat Muslim untuk mengingat Allah. Di antaranya dengan menyebut dan memuji nama Allah, dan zikir adalah satu kewajiban yang tercantum dalam al-Qur’an.

Bacaan zikir yang paling utama adalah kalimat “Laa Ilaaha Illallaah”, sedangkan doa yang paling utama adalah “Alhamdulillah”.

Seseorang yang melakukan zikir disebut dzaakir.

Secara bahasa zikir memiliki arti “menyebut”, “mengingat” atau “berdoa”, kata zikir juga berarti memori, pengajian. Dalam bahasa agama Islam zikir sering didefinisikan dengan menyebut atau mengingat Allah dengan lisan melalui kalimat-kalimat thayyibah.

Jenis zikir

  • Pertama
    Zikir pertama adalah dengan mengingat nama dan sifat Allah serta memuji, mensucikan Allah dari sesuatu yang tidak layak bagi-Nya.

    Sekedar menyanjung Allah seperti mengucapkan “subhanallah wal hamdulillah wa laa ilaha illallah wallahu akbar”, “subhanallah wa bihamdih”, “laa ilaha illallah wahdahu laa syarika lah lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa ‘ala kulli syai-in qodiir”.

    Menyebut konsekuensi dari nama dan sifat Allah atau sekedar menceritakan tentang Allah. Contohnya adalah seperti mengatakan, “Allah Maha Mendengar segala yang diucapkan hamba-Nya”, “Allah Maha Melihat segala gerakan hamba-Nya, “tidak mungkin perbuatan hamba yang samar dari penglihatan Allah”, “Allah Maha menyayangi hamba-Nya”, “Allah kuasa atas segala sesuatu”, “Allah sangat bahagia dengan taubat hamba-Nya.”

  • Kedua
    Zikir kedua dengan mengingat perintah, larangan dan hukum Allah. Zikir jenis ini ada dua macam:

    • Mengingat perintah dan larangan Allah, apa yang Allah cintai dan apa yang Allah murkai.
    • Mengingat perintah Allah lantas segera menjalankannya dan mengingat larangan-Nya lantas segera menjauh darinya.
  • Ketiga
    Zikir ketiga adalah dengan mengingat berbagai nikmat dan kebaikan yang Allah beri.

Apa yang dimaksud dengan dzikir secara lebih mendalam?

Dzikir

Dzikir ditinjau dari segi bahasa (lughatan) adalah mengingat, sedangkan dzikir secara istilah adalah membasahi lidah dengan ucapan-ucapan pujian kepada Allah.

Secara etimologi dzikir berasal dari kata “zakara” berarti menyebut, mensucikan, menggabungkan, menjaga, mengerti, mempelajari, memberi dan nasehat. Oleh karena itu dzikir berarti mensucikan dan mengagungkan, juga dapat diartikan menyebut dan mengucapkan nama Allah atau menjaga dalam ingatan (mengingat).

Dzikir merupakan ibadah hati dan lisan yang tidak mengenal batasan waktu. Bahkan Allah menyifati ulil albab, adalah mereka-mereka yang senantiasa menyebut Rabnya, baik dalam keadaan berdiri, duduk bahkan juga berbaring.

Dzikir bukan hanya ibadah yang bersifat lisaniyah, namun juga qalbiyah.

Imam Nawawi menyatakan bahwa yang afdhal adalah dilakukan bersamaan di lisan dan di hati. jika harus salah satunya, maka dzikir hatilah yang lebih di utama. Meskipun demikian, menghadirkan maknanya dalam hati, memahami maksudnya merupakan suatu hal yang harus diupayakan dalam dzikir.

Dzikir bila dikaji secara mendalam termasuk “Tauhid Uluhiyah” atau “Tauhid Ibadah”, bila ditinjau dari ilmu tasawuf, dzikir termasuk dalam aliran atau madzhab tasawuf amali. Madzhab tasawuf ini adalah madzhab untuk mencapai ma’rifatullah dengan pendekatan melalui dzikir.

Pada hakikatnya, orang yang sedang berdzikir adalah orang yang sedang berhubungan dengan Allah.

Seseorang yang senantiasa mengajak orang lain untuk kembali kepada Allah akan memerlukan dan melakukan dzikir yang lebih dari seorang muslim biasa. Karena pada dasarnya, ia ingin menghidupkan kembali hati mereka yang mati, akan tetapi jika ia tidak menghidupkan hatinya lebih dulu, keinginan atau kehendaknya untuk menghidupkan hati yang lain tidak akan mampu dilakukan.

Dzikir dalam al-Qur’an


Di dalam al-Qur’an kata dzikir disebut sebanyak 267 kali dengan berbagai bentuk kata. Diantaranya bermakna mengingat Allah dalam arti menghadirkan dalam hati.

Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah salat untuk mengingat Aku. (QS. Thaaha ayat 14).

Ayat lain menyebutkan bahwa orang-orang yang berdzikir akan mendapatkan ketentraman dalam hati seperti dalam ayat berikut ini:

(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. al-Qur’an surat ar- Ra’d ayat 28

Kata tenang dalam ayat diatas bukan tidak memiliki arti apa-apa, namun kata tenang tersebut memiliki dimensi yang sangat luas, yaitu mencakup kebahagiaan dunia dan akhirat, kebahagiaan sempurna yang di inginkan setiap manusia. Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik, berdzikir dan yang menginfakkan hartanya.

Allah memuji orang yang selalu berdzikir dalam setiap keadaan. Bahkan ketika kita mencari anugerah Allah, bekerja mencari nafkah. al-Qur’an menyebutkan:

orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.(QS. Ali Imran: 191).

Perintah dzikir yang lain disebutkan dalam al-Qur’an Al-Baqarah, 152:

Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku dan janganlah kamu mengingkari (ni’mat)Ku.

Perintah Allah agar berdzikir sebanyak-banyaknya termaktub dalam ayat berikut ini :

Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya.” (Qs al-Ahzab, 41).

Allah juga menjanjikan ampunan dan surga bagi orang-orang yang membiasakan berdzikir. Dalam al-Qur’an disebutkan:

Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mu’min, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyu’, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki- laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut nama Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” (QS. Al-Ahzab, 35).

Allah juga memperingatkan kerugian bagi orang-orang yang melupakannya. Dalam firman-Nya:

Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barang siapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang rugi.” (QS. Al-Munafiqun ayat 9).

Ayat lain yang menegaskan tentang larangan melupakan dzikir termaktub dalam al-Qur’an:

Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri, mereka itulah orang-orang yang fasik. (QS. Al-Hasyr ayat 19).

Orang-orang yang membiasakan dzikir adalah orang-orang yang mengambil manfaat ayat-ayat tentangnya, dan mereka adalah Ulil Albab, yakni orang-orang yang mau berfikir. Seperti firman Allah:

Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalatmu, ingatlah Allah diwaktu berdiri, diwaktu duduk dan waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu. Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman. (QS. An-Nisa’ Ayat 103)

Dzikir dalam Hadits


Perintah dzikir juga terdapat dalam beberapa hadist Nabi. Dalam Hadist Qudsi Allah SWT berfirman:

“Aku akan menyertai hamba-Ku ketika berdzikir kepada-Ku dan ketika bibirnya menyebut nama-Ku”.

Pada hadist lain Rasulullah bersabda:

“barang siapa yang ingin selalu berjalan-jalan ditaman surga, hendaklah dia memperbanyak dzikir kepada Allah azza wa jalla”.

Pada lain kesempatan Rasulullah bersabda tentang keutamaan orang yang melakukan dzikir secara bersama-sama. Rasulullah SAW bersabda:

“Allah ta’ala berfirman: apabila hamba-Ku berdzikir kepada-Ku sendirian, Akupun akan menyebut namanya sendirian. Apabila hamba-Ku menyebut nama-Ku dalam satu kumpulan, Akupun akan menyebut namanya dalam kumpulan yang lebih utama dari kumpulan dia, dan apabila dia mendekati- Ku satu hasta, Aku akan mendekatinya satu siku. Apabila dia mendekatiku sambil berjalan, Aku akan mendekatkan diri kepadanya sambil berlari”.

Hadist diatas menyatakan bolehnya dzikir yang dilakukan secara bersama- sama atau berjamaah. Hadist nabi menyebutkan bahwa orang-orang yang berdzikir akan dapat memperbaiki amal dan meninggikan derajat. Dalam hadist nabi disebutkan:

“Tidakkah kamu ingin aku sampaikan kepadamu tentang sesuatu yang dapat memperbaiki amalmu, mensucikan amalmu di hadapan Tuhanmu, dan meninggikan pada kedudukanmu, yang lebih baik bagimu dari pada bertemu dengan musuh kemudian kamu menebas lehernya atau sebaliknya mereka menebas lehermu?”

Para sahabat menjawab, “Ya, tentu wahai Rasulullah.” “Dzikir kepada Allah” kata beliau.”(HR. Tirmidzi)

Rasulullah SAW juga pernah menggambarkan perumpamaan orang yang berdzikir kepada Allah seperti orang yang hidup, sementara orang yang tidak berdzikir kepada Allah sebagai orang yang mati:

“Perumpamaan orang yang berdzikir kepada Allah dan orang yang tidak berdzikir, adalah seumpama orang yang hidup dan mati.” (HR. Bukhari)

Dzikir dapat dilakukan dalam suatu waktu-waktu tertentu misalnya pagi dan sore, Hadist nabi menyebutkan:

Rasulullah bersabda, Barang siapa diwaktu pagi membaca:

Tiada Tuhan selain Allah yang tiada sekutu bagi-Nya, Dia memiliki segala kekuasaan dan bagi-Nya segala pujian, dan Dia Maha kuasa atas segala sesuatu

Maka sama dengan membebaskan seorang budak keturunan Nabi Ismail as, ditulis baginya sepuluh kebagusan, dihapus darinya sepuluh kejelekan, ditinggikan untuknya sepuluh derajat serta ia senantiasa mendapat perlindungan dari godaan setan hingga sore harinya. Sedang apabila ia mengucap diwaktu sore, maka baginya seperti itu hingga pagi hari” (HR. Abu Dawud).

Dengan adanya hadist diatas tidak mengartikan dzikir harus dilakukan dalam waktu-waktu tertentu. Karena amal yang tidak dibatasi adalah berdzikir. Dalam Islam, seluruh amal ada batas-batasnya. Misalnya puasa, kita hanya diwajibkan untuk berpuasa pada saat bulan Ramadlan.

Demikian pula haji, kita dibatasi waktu untuk melakukannya. Dalam al-Qur’an mengatakan :

“Berdzikirlah kamu kepada Allah dengan sebanyak-banyaknya (QS. Al- Ahzab: 41).

Kita dianjurkan untuk berdzikir sebanyak-banyaknya, maka tidak ada batasan waktu untuk berdzikir.27

Sebuah hadist Nabi menyebutkan bahwa:

“Tidaklah segolongan orang mengingat Allah, melainkan para malaikat menghormati mereka, rahmat menyelubungi mereka, ketenangan turun kepada mereka dan Allah mengingat mereka bersama orang-orang yang ada di sisi-Nya” (HR Muslim dan At-Tirmidzi).

Allah SWT berulang-ulang memerintahkan kepada Rasulullah, makhluk yang paling dikasihi untuk memelihara dzikirnya. Perintah dzikir kepada Rasulullah SAW juga merupakan perintah dzikir kepada umat Rasulullah.

Berikut ini merupakan hadist tentang keutamaan majelis dzikir. Rasulullah SAW bersabda:

“Jika suatu kaum duduk dalam satu majelis dan bersama-sama berdzikir kepada Allah, para malaikat akan mengiringi mereka dan mencurahkan kepada mereka rahmat Allah SWT “.
Dalam hadist lain yang diriwayatkan oleh Muslim dengan sanad yang shahih dari Abu Hurairah,

Rasulullah bersabda, “Jika satu kaum berkumpul berdzikir kepada Allah dan mereka hanya mengharapkan keridlaan Allah, para malaikat akan berseru dari langit: berdirilah kalian dengan ampunan Allah kepada kalian dan seluruh keburukan kalian telah Allah ganti dengan kebaikan. “

Hadist lain yang diriwayatkan oleh Al-Turmudzi dengan sanad yang hasan,

Rasulullah SAW bersabda:
“Jika satu kaum duduk dalam suatu majelis, tetapi selama mereka kumpul itu mereka tidak menyebut asma Allah SWT. Atau shalawat kepada Rasulullah SAW., maka majelis itu akan menjadi penyesalan yang dalam pada hari kiamat nanti.”

Hadist Nabi yang lain memperingatkan bagi orang-orang yang melalaikan dzikir. Sebagaimana hadist-hadist dibawah ini:

“Tidaklah segolongan orang duduk-duduk di suatu majelis, sedang mereka tidak mengingat Allah Azza wajalla dan tidak bershalawat kepada Rasulullah SAW, melainkan majelis itu akan menjadi penyesalan bagi mereka dihari kiamat”(HR. Ahmad dan Ibnu Hibban).

Hadist lain menyebutkan:

“Ahli surga, tiada mereka menyesali atas sesuatu yang telah lalu, melainkan pada saat melalaikan untuk berdzikir kepada Allah SWT.”(HR. At-Thabrani).

Menurut Pendapat Para Ulama


  • Menurut pendapat imam Al-Ghazali, dzikir untuk mendapatkan ilmu ma’rifat didasarkan atas argumentasi peranan dzikir itu sendiri bagi hati. Selanjutnya beliau menjelaskan bahwa hati manusia itu tak ubahnya seperti kolam yang didalamnya mengalir bermacam-macam air. Dzikir kepada Allah adalah sebuah hiasan bagi kaum sufi yang merupakan syarat utama bagi orang yang menempuh jalan Allah. Dzikir dapat menembus alam malakut, yakni dengan datangnya malaikat. Dzikir merupakan pembuka alam gaib, penarik kebaikan dan bermanfaat untuk membersihkan hati.

  • Imam Athaillah Al-Iskandary mengatakan bahwa dzikir menurut ajaran tarekat harus dilakukan menurut penglihatan hati atau batin dan timbul dari pemikiran yang paling dalam. Dan selanjutnya dikatakan tidak akan terjadi dhikir kecuali timbul dari pemikiran dan penglihatan batin.

  • Pendapat lain juga diungkapkan oleh Ibn Qadamah mengatakan bahwa tidak ada ibadah yang lebih utama bagi lidah setelah membaca al-Qur’an selain dari dzikrullah atau mengingat Allah dengan dzikir dan menyampaikan segala kebutuhan melalui doa yang tulus kepada Allah.

Dzikir bisa diklasifikasikan berdasarkan pada apa yang kita baca. Menurut Abu Atha’ Al-Sukandari, dzikir dapat dikelompokkan menjadi dzikir yang berisi pujian kepada Allah SWT., misalnya, Subhanallah (maha suci Allah), alhamdulillah (segala puji bagi Allah), laa ilaaha illallah (tiada tuhan selain Allah), tetapi ada juga dzikir yang berisi doa kepada Allah. Serta ada juga dzikir yang berisi percakapan kita dengan Allah.

Dalam dzikir tersebut hanya terdapat ungkapan perasaan kita kepada Allah. Dzikir seperti itu disebut munajat, dan munajat biasanya dilakukan oleh seseorang yang telah mencapai maqam tertentu.

Allah memberikan tambahan nikmat bagi orang yang ahli bersyukur dan ahli berdzikir. Sebagian ulama berkata;

“Ingatlah Aku (Allah) ketika dimuka bumi, maka aku akan mengingat kalian ketika berada di perut bumi.”

Hal ini sebagaimana yang dinyatakan bahwa ketika jenazah telah dikebumikan didalam kubur dan para pengantar jenazah telah pulang kembali kerumahnya, maka Allah berfirman:

“Wahai malaikat-Ku, sungguh mengherankan para ahli keluarga mayat tersebut telah menangisi kematiannya, namun mereka telah menguburkan mayat tersebut sendirian. Mayat ini semasa hidup di dunia adalah seorang yang ahli dzikir.”

Kemudian Allah berfirman,

“Wahai hamba-Ku, mereka ahli keluarga yang menguburmu telah menghinakanmu. Wahai hamba-Ku, mereka telah mengusirmu. Sesungguhnya demi keagungan-Ku, Aku akan menyiramkan rahmat kepadamu.”

Dzikir dengan lidah balasannya adalah dapat melihat Tuhan. Abu Yazid al-Bushtami berkata,

”adalah sudah merupakan ujub (sifat bangga yang dekat dengan takabbur/sombong) jika seseorang berkata “Aku ingat Tuhanku, dan aku telah berusaha untuk melupakan Tuhanku, namun aku tidak mampu untuk melupakan-Nya.”

Kemudian ia bersyair:

Allah maha mengetahui kalau aku tidak berdzikir (mengingat)kepada-Nya
Tapi, bagaimana aku dapat mengingat dzat yang tidak mampu untuk aku lupakan?

Diceritakan bahwa pada suatu hari sekelompok orang mendatangial-Syibili dan bertanya,

“Apa pendapatmu mengenai dzikir?

Kemudian al-Syibili menjawab dengan melantunkan syair:

Aku heran terhadap orang yang berkata,” Aku ingat Tuhanku.”
Apakah boleh dikatakan aku lupa dan kemudian aku ingat pada dzat yang aku selalu bersama-Nya.

Kemudian al-Syibili berkata,

“Dzikir adalah pekerjaan orang yang lupa. Zuhud adalah pekerjaan para penganggur. Apabila hati merasakan rindu kepada orang yang diingatnya, maka lidah akan menyebut orang yang diingat tersebut.”

sungguh baik orang yang telah berkata dalam syairnya:

Aku mengingat-Mu bukan karena aku melupakan-Mu walau sesaat.
Namun, aku mengingat-Mu karena Engkau ada dalam lembah kerinduanku sehingga aku mengucapkan nama-Mu.

Allah telah mewahyukan kepada Nabi yang lama bersedih (Daud AS),

“Wahai Daud, barang siapa yang mengingat-Ku, maka Aku akan mengingatnya. Barang siapa yang bersyukur kepada-Ku, maka Aku akan mencintainya, barang siapa yang mencintai-Ku, maka Aku akan membunuhnya, barang siapa yang mencari-Ku, maka Aku akan mengujinya. Barangsiapa yang mengetahui tentang Aku, maka aku akan membingungkannya. Barangsiapa yang berlari dari-Ku, maka Aku akan menemukannya.”

Yahya bin Mu’adz berkata,

“Allah memiliki tali-tali kendali yang digantungkan kepada arasyi. Tali-tali kendali tersebut jumlahnya sama dengan jumlah hati orang-orang beriman. Dan setiap hati dari hati orang-orang beriman tersebut ada tali kendalinya sendiri. seseorang tidak akan berdzikir kepada Allah sehingga Allah menggerakkan tali kendali hatinya. Oleh karena itu, jika kamu tahu bahwa dzikirmu merupakan pertanda ingatnya Allah kepadamu, maka perbanyaklah dzikirmu kepada Allah.”

Kemudian ia berkata lagi,

”Tatkala seseorang mengingat dunia, maka matilah akhiratnya. Tatkala seseorang mengingat akhirat, maka matilah dunianya. Tatkala seseorang mengingat Tuhan, maka matilah dunia akhiratnya. Oleh karena itu, lakukanlah dzikir kepada Tuhanmu, maka hal itu akan mengantarkanmu pada kedudukan yang tinggi, karena mengingat dunia adalah musibah, mengingat makhluk adalah bencana, sedangkan mengingat akhirat adalah obat, dan mengingat Tuhan adalah kesembuhan.”

Dzikir merupakan salah satu jalan seseorang menuju tasawuf. Jalaluddin Rakhmat menyebutkan bahwa perjalanan tasawuf dilakukan atau dimulai dari pembersihan diri dari prilaku yang tercela. Pembersihan diri tersebut dalam tasawuf disebut sebagai praktik takhliyyah, yang artinya mengosongkan, membersihkan atau menyucikan diri.

Seperti halnya seseorang yang ingin mengisi sebuah botol dengan air mineral yang bermanfaat, maka hal pertama yang harus dilakukan adalah mengosongkan isi botol tersebut terlebih dahulu. Karena akan sia-sia jika memasukkan air bersih kedalam botol sementara botol tersebut dalam keadaan kotor. Salah satu cara seseorang membersihkan atau menyucikan diri adalah dengan berdzikir.

Jalaluddin Rakhmat menceritakan sebuah cerita tentang dzikir.

“Suatu ketika, Imam Ghazali ditanya oleh seseorang, ” katanya setan dapat tersingkir oleh dzikir kita, tapi mengapa saya selalu berdzikir, tetapi setan tidak pernah terusir? ”

Imam Ghazali menjawab,

“Setan itu seperti anjing, jika kita hardik anjing itu akan menyingkir. Tapi jika disekitar kita masih terdapat makanan anjing, maka anjing tersebut akan datang kembali. Bahkan mungkin anjing tu akan mengincar diri kita, dan ketika kita lengah, ia menghampiri kita. begitu pula halnya dengan dzikir, dzikir tidak akan bermanfaat jika di dalam hati kita masih disediakan makanan- makanan setan, setan tidak akan takut digebrak dengan dzikir manapun. Pada kenyataannya, bukan setan yang menggoda kita, melainkan kita yang menggoda setan dengan berbagai penyakit hati yang kita derita.

Dari kisah diatas, dapat disimpulkan bahwa dzikir harus di mulai dengan pembersihan hati kita dari berbagai macam penyakit hati, seperti iri hati, dengki, egoisme dan perbuatan-perbuatan yang sifatnya tercela.

Dzikir

Dzikir adalah senantiasa dan terus menerus mengingat Allah yang bisa melahirkan cinta kepada Allah serta mengosongkan hati dari kecintaan dan ketertarikan pada dunia fana ini.

Dalam kamus tashawuf yang ditulis oleh Solihin dan Rosihin Anwar (2002:36) dijelaskan, dzikir merupakan kata yang digunakan untuk menunjuk setiap bentuk pemusatan pikiran kepada Tuhan. Dzikir merupakan prinsip awal untuk seseorang yang berjalan menuju Tuhan (suluk).

Secara terminologi, dzikir adalah usaha manusia untuk mendekatkan diri pada Allah dengan cara mengingat Allah dengan cara mengingat keagungan-Nya. Adapun realisasi untuk mengingat Allah dengan cara memuji-Nya, membaca fiman-Nya, menuntut ilmu-Nya dan memohon kepada-Nya (Al-Islam, 1987).

Spencer Trimingham (dalam Anshori, 2003), memberikan pengertian dzikir sebagai ingatan atau latihan spiritual yang bertujuan untuk menyatakan kehadiran Tuhan seraya membayangkan wujudnya atau suatu metode yang dipergunakan untuk mencapai konsentrasi spiritual dengan menyebut nama Tuhan secara ritmis dan berulang-ulang.

Menurut Bastaman (2001), dzikir adalah perbuatan mengingat Allah dan keagungan-Nya, yang meliputi hampir semua bentuk ibadah dan perbuatan seperti tasbih, tahmid, shalat, membaca al-Qur’an, berdoa, melakukan perbuatan baik dan menghindarkan diri dari kejahatan.

Menurut Askat (2000), dzikir adalah segala sesuatu atau tindakan dalam rangka mengingat Allah SWT, mengagungkan asma-Nya dengan lafal-lafal tertentu, baik yang dilafalkan dengan lisan atau hanya diucapkan dalam hati saja yang dapat dilakukan di mana saja tidak terbatas pada ruang dan waktu.

Said Ibnu Djubair dan para ulama lainnya menjelaskan, bahwa yang dimaksud dengan dzikir itu adalah semua ketaatan yang diniatkan karena Allah SWT. Hal ini berarti tidak terbatas masalah tasbih, tahlil, tahmid dan takbir, tapi semua aktifitas manusia yang diniatkan kepada Allah SWT.

Aboe Bakar Atjeh (dalam Anshori, 2003) memberikan pengertian, dzikir sebagai ucapan yang dilakukan dengan lidah atau mengingat Tuhan dengan hati, dengan ucapan atau ingatan yang mempersucikan Tuhan dan membersihkannya dari sifat-sifat yang tidak layak, selanjutnya dengan memuji dengan pujian dengan sifat-sifat yang sempuma, sifat-sifat yang menunjukkan kebesaran dan kemurnian.

Sementara Alkalabadzi (dalam Anshori, 2003) memberikan pengertian, bahwa dzikir yang sesungguhnya adalah melupakan semuanya, kecuali yang Esa.

Seperti yang dikatakan oleh al Ghazali: dzikrullah berarti ingatnya seseorang bahwa Allah mengamati seluruh tindakan dan pikirannya. Jadi, dzikir Allah bukan sekedar mengingat suatu peristiwa, namun mengingat Allah dengan sepenuh keyakinan akan kebesaran Tuhan dengan segala sifat-Nya serta menyadari bahwa dirinya berada dalam pengawasan Allah, seraya menyebut nama Allah dalam hati dan lisan.

Ibnu Attaullah Assakandari memberikan pengertian dzikir ialah menjauhkan diri dari kelalaian dengan senantiasa menghadirkan hati bersama Allah. Dalam sufisme penyebutan nama Tuhan (dzikir) adalah menggabungkan lidah, hati dan pikiran dalam kesatuan yang harmonis untuk mengungkapkan pernyataan laa Ilaha illallah (As-Sayuti, 1996).

Sedangkan al-Hasan RA dalam Ghazali (2003) mengkategorikan, dzikir menjadi dua bagian. Pertama, dzikir diantara hamba Allah. Kedua dzikir yang lebih utama dan lebih besar pahalanya adalah mengingat Allah ketika menghadapi sesuatu yang diharamkan-Nya.

Amin Syukur (2006) menjelaskan, bahwa al-Qur’an memberi petunjuk, dzikir bukan hanya ekspresi daya ingat yang ditampilkan dengan komat-kamitnya lidah sambil duduk merenung, tetapi lebih dari itu, dzikir bersifat implementatif dalam berbagai variasi yang aktif dan kreatif.

Bentuk-bentuk Dzikir


Dzikir merupakan pengalaman ruhani yang dapat dinikmati oleh pelakunya. Hal ini yang dimaksud oleh Allah sebagai penentram hati. Menurut Muhammad Zaki, Hakikat Dzikir . (http//www.zikrullah.com, di akses 18 Mei 2006 diakses jam
21.00 wib) pada hakekatnya dzikir dibagi menjadi empat macam :

  1. Dzikir Qalbiyah
    Dzikir Qalbiyah adalah merasakan kehadiran Allah, dalam melakukan apa saja, sehingga hati selalu senang, tanpa ada rasa takut, karena Allah Maha Melihat, tidak ada yang tersembunyi dari pengetahua-Nya. Dzikir Qalbiyah lazim disebut ihsan, yaitu engkau menyembah Allah seolah-olah engkau melihat-Nya sekalipun engkau tidak melihat-Nya sesungguhnya Dia melihatmu.

  2. Dzikir Aqliyah
    Dzikir Aqliyah adalah kemampuan menangkap bahasa Allah dibalik setiap gerak alam semesta, Allah yang menjadi sumber gerak itu. Segala ciptaanya dengan segala proses kejadianya adalah proses pembelajaran bagi manuasia. Segala ciptaanya berupa batu, sungai, gunung, udara, pohon, manusia,hewan dan sebagainya merupakan pena Allah SWT yang mengandung kalam-Nya (sunatullah) yang wajib dibaca.

    Sesungguhnya pertama kali yang diperintahkan iqra’, (membaca), yang wajib dibaca meliputi dua wujud yakni alam semesta (ayat kauniyah) termasuk didalamnya (manusia) dan Al-Quran (ayat Qauliyah). Dengan kesadaran cara berfikir ini, maka setiap melihat ciptaa-Nya pada saat yang sama terlihat keagungan-Nya.

  3. Dzikir Amaliah
    Dzikir Amaliah, yaitu tujuan yang sangat urgen , setelah hati berdzikir, akan berdzikir, lisan berdzikir, maka akan lahirlah pribadi-pribadi yang suci, pribadi- pribadi berakhlak mulia, dari pribadi-pribadi tersebut akan lahir amal-amal soleh yang di ridhai, sehingga terbentuk masyarakat yang bertaqwa.

Sedangkan pembagian dzikir secara garis besar pada umumnya ialah meliputi :

  1. Dzikir lisan dan hati, yakni dengan mengucapkan kalimat-kalimat dzikir, dan merenungkan serta mengingat Allah dengan hati.

  2. Dzikir perbuatan, yakni dengan berbuat kebaikan dan beramal sholeh dengan mengingat kebesaran Allah (Al-Islam, 1987:1988).

Beberapa ahli memberikan penjelasan tentang bentuk-bentuk dzikir yang diterapkan dalam kehidupan tashawuf, para ahli tersebut diantaranya:

Sukamto MM. dalam Anshori (2003:18) membagi dzikir kedalam empat jenis

  1. Dzikir membangkitkan daya ingat,
  1. Dzikir kepada hokum-hukum ilahi.
  2. Dzikir- dzikir mengambil pelajaran atau peringatan.
  3. Dzikir meneliti proses alam.

Menurut Amin Syukur banyak bentuk dzikir yang ditentukan dalam ajaran tashawuf,

  • Pertama dzikir jahr sesuatu perbuatan mengingat Allah dalam bentuk ucapan-ucapan lisan, yang lebih menampakan suara yang jelas untuk menuntun gerak hati.
  • Kedua, dzikir khafi yaitu dzikir yang samar-samar. Dzikir khafi dilakukan secara khusyu’ oleh ingatan baik disertai dzikir lisan atau tidak.
  • Ketiga, dzikir haqiqi, yaitu dzikir yang sebenarnya, jenis terakhir ini dilakukan oleh seluruh jiwa raga baik lahir maupun batin, kapan saja dimana saja. (Syukur, 2006:278).

Amin Syukur disisi yang lain juga menyebutkan bentuk dzikir atau tata cara berdzikir dalam beberapa jenis,

  • Pertama, dzikir qauli atau jahr, yakni membaca lafal tasbih, tahmid, tahlil, dan sebagainya dengan suara keras. Ucapan lisan untuk membimbing hati agar selalu ingat kepada-Nya. Lisan yang biasa berdzikir maka dengan sendirinya hati yang bersangkutan menjadi ingat.

  • Kedua, ingat Tuhan dalam hati tanpa menyebut nama-Nya disebut dengan dzikir qalby atau sirri.
    Pada prinsipnya kedua dzikir tersebut dilaksanakan dalam cara dan kesopanan sesuai dengan prinsip yang ditentukan yakni dilakukan dengan merendahkan diri, penuh takut dan tidak mengeraskan suara, namun apabila dilakukan ditempat yang khusus boleh berdzikir dengan suara yang keras.

  • Ketiga adalah dzikru al-ruh yaitu dzikir dalam arti seluruh jiwa raga tertuju untuk selalu ingat kepada-Nya, dengan berprinsip minallah, lillah, billah, dan ilallah artinya manusia berasal dari Allah, manusia adalah milik Allah, atas bantuan Allah dan kembali kepada Allah.

  • Keempat adalah dzikir fi’li (aktifitas sosial) yakni berdzikir dengan melakukan kegiatan praktis, amal shalih, dan menginfakan sebagian harta untuk kepentingan sosial, melakukan hal yang berguna bagi pembangunan bangsa serta agama. Dzikir sosial merupakan refleksi dari dzikir qauli, dzikir qalby dan dzikir ruh.

Adapun bacaan-bacaan yang dianjurkan dalam dzikir lisan menurut Hawari (2002:199) adalah sebagai berikut :

  1. Membaca tasbih (subhanallah) yang mempunyai arti Maha Suci Allah.

  2. Membaca tahmid (alhamdulillah) yang bermakna segala puji bagi Allah.

  3. Membaca tahlil (la illaha illallah) yang bermakna tiada Tuhan selain Allah.

  4. Membaca takbir (Allahu akbar) yang berarti Allah Maha Besar.

  5. Membaca Hauqalah (la haula wala quwwata illa billah) yang bermakna tiada daya upaya dan kekuatan kecuali Allah.

  6. Membaca Hasballah: Hasbiallahu wani’mal wakil yang berarti cukuplah Allah dan sebaik-baiknya pelindung.

  7. Membaca Istighfar : Astaghfirullahal adzim yang bermakna saya memohon ampun kepada Allah yang maha agung.

  8. Membaca lafadz baqiyatussalihah: subhanllah wal hamdulillah wala illaha illallah Allahu akbar yang bermakna maha suci Allah dan segala puji bagi Allah dan tiada Tuhan selain Allah dan Allah Maha Besar.

Menurut Syekh Abu Ali ad-Daqqaq mengatakan,

”Dzikir adalah tiang penopang yang sangat kuat atas jalan menuju Allah swt. Sungguh dzikir adalah landasan bagi thariqat itu sendiri. Tidak ada seorang pun yang dapat mencapai Allah swt., kecuali mereka yang dengan terus-menerus berdzikir kepada-Nya."

Dzun Nuun al-Mishry menegaskan pula mengenai dzikir bahwa,

“Seseorang yang benar-benar dzikir kepada Allah swt. maka ia akan lupa segala sesuatu selain dzikirnya. Allah swt. akan melindunginya dari segala sesuatu, dan ia akan diberi ganti dari segala sesuatu."

Tidak semua orang yang melantunkan dzikir dengan mulutnya dikatakan berdzikir pada Allah, karena dzikir ada tahapan-tahapannya dan seseorang berbeda tahapan dan kedekatannya dengan Allah sesuai dengan tingkatan zikir yang dilakukannya. Ibnul- Qayyim berkata: zikir yang paling utama adalah dengan hati dan lisan, tingkatan keduanya adalah zikir dengan hati sedangkan tingkatan ketiganya dengan lisan. Maka zikir yang paling utama adalah zikir yang dilakukan dengan hati dan lisan.

Zikir dengan hati lebih utama daripada zikir dengan lisan karena zikir dengan hati bisa membuahkan ma`rifat dan menumbuhkan kecintaan, menumbuhkan rasa malu dan mengajak kepada pengawasan Allah dan mengurangi kelalaian dalam menjalankan kewajiban dan mengurangi kamaksiatan dan keburukan. Sedangkan zikir dengan lisan tidak membuahkan hasil apapun; kalaupun menghasilkan maka hasilnya juga sedikit.

Ketika dua anggota tubuh manusia –hati dan lisan- berpadu dan bersama-sama mengingat Allah, maka inilah zikir yang paling utama. Zikir yang tidak bisa menggetarkan hati dan perasaan, menghidupkan jiwa dan menjadikan pelakunya khusyu` dan rendah hati, maka belum bisa disebut zikir.

Bahkan bisa menjadi perlakuan buruk seorang hamba kepada tuhannya; karena zikir adalah menghadap Allah dengan khusyu`, rendah, takut dan takwa, dan menampakkan kemulian dan keagungan Allah, menampakkan takut akan murka dan siksa Allah, menampakkan harapan dan permohonannya pada Allah, sehingga jiwa manusia menjadi bersih dan suci serta terhubung dengan zat yang memberikan cahaya dalamnya.

Ketika lisan dan hati berpadu, bibir dan ruh berduet maka hendaknya dilakukan dengan suara yang rendah agar tidak mengurangi kekhusyu`an dan kerendahan diri dan dilakukan dengan tenang tidak dengan hentakan-hentakan suara dan lagu-lagu.

Dengan hal ini sampailah hakikat zikir dalam hati seorang mukmin dan tenang serta tenteramlah hatinya dengan mengingat tuhannya, Allah berfirman:

“Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan berzikir (mengingat) Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram” (QS ar-Ra’du:28).

Malik bin Dinar berkata: para penikmat tidak merasakan kenikmatan yang lebih selain dari dzikir kepada Allah. Kalau hati sudah tenang dalam kebenaran, maka ia akan mengarah pada idealisme yang tinggi, dan berusaha menggapainya dengan tanpa menoleh dan menghiraukan godaan hawa nafsu. Dari situlah tampak penting dan urgensi dzikir dalam kehidupan manusia.

Zikir berasal dari kata dzakara – yadzkuru – dzikran yang berarti menyebut, mengingat, memperhatikan, mengenang, menuturkan, menjaga, mengambil pelajaran, mengenal, dan mengerti.

Secara istilah, terdapat beberapa penjelasan seperti dalam kamus Tasawuf kata zikir digunakan untuk menunjukkan setiap bentuk pemusatan pikiran kepada kehadirat Tuhan. Zikir mempunyai hubungan dengan qalb,

Zikir merupakan makanan hati dan menjadi ungkapan-ungkapan yang menunjukkan keakraban manusia dengan Tuhan. Makna zikir dalam arti luas adalah perbuatan lahir atau batin yang tertuju pada Allah semata-mata sesuai dengan perintah Allah dan Rasul-Nya.

Dengan demikian, kajian tentang zikir memiliki arti menyebut sesuatu akan berkembang menjadi mengingat (nama, sifat, perbuatan ataupun peristiwa). Sebagaimana jika seseorang melakukan zikrullah (zikir kepada Allah), maka orang tersebut akan menyebut nama-Nya, mengenal dan mengingat sifat-Nya, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan-Nya, seperti Pahala dan penjagaannya bagi orang-orang yang melakukan zikir.

Dasar-dasar zikir

Dasar zikir dalam al-Qur’an, diantaranya:

Artinya: “ (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram ” (QS. ar- Ra’d: 28)

Artinya: “ (Tidak demikian) bahkan barangsiapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati ”. (al-Baqarah: 112)

Artinya: “Karena itu, ingatlah kamu kepada- Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku ” (QS. Al- Baqarah: 152)

Artinya: “ Berkata Zakariya: "Berilah aku suatu tanda (bahwa isteriku telah mengandung)". Allah berfirman: "Tandanya bagimu, kamu tidak dapat berkata-kata dengan manusia selama tiga hari, kecuali dengan isyarat. Dan sebutlah (nama) Tuhanmu sebanyak-banyaknya serta bertasbihlah di waktu petang dan pagi hari ". (QS. Ali-Imran: 41)

Artinya: “ Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi dan petang ”. (QS. Al-Ahzab: 41- 42)

Dasar zikir dalam Hadist Nabi saw. diantaranya: “ Hendaklah lisanmu basah karena berzikir kepada Allah .” (HR. Ahmad, Tirmidzi, dan Ibnu Majah).

Perumpamaan orang yang berzikir kepada Tuhannya dan orang yang tidak berzikir kepada-Nya adalah seperti perbedaan antara orang yang mati dan orang yang hidup.” (HR. Bukhori dan Muslim)

Dalam Hadits Qudsi, dari Abu Hurairah r.a ., Nabi Muhammad saw. bersabda:

“Barangsiapa yang mengingat-Ku dalam dirinya, niscaya aku balas mengingatnya dalam diri-Ku, dan barangsiapa mengingat- Ku dalam suatu golongan, niscaya Aku balas mengingat-Nya dalam golongan yang lebih baik dari mereka .” (HR . Bukhori dan Muslim).

Bentuk dan cara zikir


Zikir yang diperintahkan AllahSWT dapat dilakukan dengan qauliy , artinya dengan ucapan lisan, seperti tasbih, tahmid, dan sebagainya. Dengan kata lain zikir dengan menyebut nama Allah dan sifatnya. Zikir ini merupakan ucapan lisan untuk membimbing dan menggetarkan hati, agar selalu ingat kepadanya. Setelah ia terbimbing dan tergetar, maka dengan sendirinya ingat. Ingat Tuhan dalam hati merupakan sikap ingat tanpa menyebut atau mengucapkan sesuatu. Zikir ini juga diperintahkan oleh Allah, dalam posisi ini seseorang secara kontinu selalu ingat kepada-Nya (QS. al-Ahzab: 4)

Dalam zikir terdapat berbagai bentuk, diantaranya: kalimat Tasbih ( Subhanallah), Tahmid ( Alhamdulillah ), Tahlil ( Laa ilaha Illa Allah ), Takbir ( Allahu Akbar), Istighfar ( Astaghfirullah ), hauqalah ( La haula wala quwwata illa billah ), Ihtisab ( Hasbunallah wanikmal wakil ), Shalawat ( Shalla Allah ‘ala Muhammad ).

Dalam penjelasan lain, zikir tidak hanya terbatas pada tahmid, dan menyebut asma husna-Nya. lebih dari itu, mencakup segala sesuatu yang mengikat seorang mukmin dangan Rabb-Nya dengan ikatan ketaatan. Allah tidak mewajibkan amalan-amalan ketaatan, tetapi Allah memerintahkan kepada kita untuk berzikir mengingat-Nya dan bersyukur kepada-Nya. Dengan demikian, orang yang shalat, puasa, haji, membaca quran maupun membaca shawalat atas nabi, yang mendalami hukum syari’at, memikirkan ciptaan Allah, dan berupaya mendamaikan perselisihan antara manusia termasuk dalam zikir . Pernyataan Siraj mendapat pengukuhan dari Jubair:

Ketahuilah bahwa fadhilah zikir tidak hanya terbatas pada tasbih, tahlil, tahmid, dan lainnya. Akan tetapi, setiap orang yang melakukan ketaatan kepada Allah berarti ia adalah yang berzikir kepada Allah” .

Adapun penjelasan tentang bentuk zikir diantaranya khafi, jahr, dan Af’al :

  • Zikir Khafi

    Merupakan zikir yang dilakukan dengan hati, zikir samar, ataupun zikir rahasia. Dengan melakukan zikir khafi diharapkan setiap saat ia selalu ingat kepada Allah, merasa kehadiran-Nya, dan selalu sadar akan pengawasan-Nya. menjelaskan seorang yang telah mencapai tingkat zikir ini akan memperoleh manfaat, diantaranya hati akan selalu bersih, dan apapun yang kita kerjakan akan menajadi ibadah, serta memperoleh nilai tambah dalam hidup, yakni keridhaan Allah.

  • Zikr Jahr

    Merupakan zikir yang dilakukan dengan suara keras. Hal ini, disebut juga dengan zikir lisan.

  • Zikir Af’al (perbuatan),

    Merupakan refleksi dari zikir lisan dan hati. Mempunyai sifat aktif dan berdimensi sosial, dan merupakan wujud dari kehidupan sehari-hari, seperti menginfakkan sebagian harta untuk kepentingan sosial, perbaikan tempat ibadah, jalan umum, ataupun hal-hal yang berguna bagi pembangunan bangsa dan negara serta agama.

Cara zikir


Pada prinsipnya zikir dilaksanakan dalam beberapa cara dan kesopanan tertentu sesuai dengan prinsip-prinsip yang ditentukan oleh al-Quran dan dicontohkan oleh Rasulullah, yakni dengan merendahkan diri, dan penuh takut, tidak mengeraskan suara (QS. al- ‘Araf: 205). Namun, dalam tempat khusus, seperti di rumah, atau tempat lain yang sekiranya tidak mengganggu orang lain, kita diperintahkan untuk berzikir dengan suara keras, sebagaimana dalam surat an-Nur ayat 36:

Artinya: “ Bertasbih kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang.” (QS. an-Nur: 36)

Untuk memahami bagaimana cara berzikir, dapat merujuk dari berberapa pengertian dan bentuk zikir. Melalui pengertiannya, zikir memiliki arti menyebut sesuatu akan berkembang menjadi mengingat, yaitu dalam mengingat nama, sifat, perbuatan ataupun peristiwa. Sebagaimana jika seseorang melakukan zikrullah (zikir kepada Allah), maka orang tersebut akan menyebut nama-Nya, mengenal dan mengingat sifat- Nya, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan-Nya, seperti Pahala dan penjagaannya bagi orang-orang yang melakukan zikir.

Selain itu, zikir yang diartikan sebagai doa, maka ada beberapa adab yang perlu diperhatikan, Menurut, diantaranya: didahului dengan taubat, menghadap kiblat, membaca ta’awudz, membaca basmalah, membaca hamdalah, dan shalawat atas Nabi saw. setelah selesai hendaknya membaca shalawat lagi dan memuji Allah. Selain itu, dilakukan dengan khusuk, penuh harap, dan keyakinan, serta dengan suara yang rendah.

Sedangkan cara zikir yang merujuk pada bentuk zikir, maka caranya dapat dilakukan secara individu atau kelompok dengan suara hati (sirr, qalbi, ruh), dan lisan (jahr: keras), sedangkan zikir af’al (perbuatan) dengan cara bakti sosial baik individu maupun kelompok (golongan), lanjutnya, dalam melaksanakan terbagi atas zikir mutlak (tidak terikat dengan waktu), dan zikir muqayyad (terikat dengan waktu). Adapun penjelasan zikir tersebut, zikir lisan sudah dijelaskan sebelumnya, untuk zikir sirr atau qalbi, yaitu berzikir tanpa suara, hanya difokuskan pada dada sebelah kiri (kalbu), misal merasakan ismu zat “Allah”, dengan cara menempelkan dilangit-langit mulut, mata terpejam, dagu agak menunduk kekiri, pusatkan pikiran dan perasaan kedada sebelah kiri, dua jari di bawah dada. Selain itu, ada zikir ar-ruh, yaitu zikir berprinsip jiwa raganya tertuju selalu ingat kepada-Nya. Zikir ini merupakan zikir yang berprinsip minallah, lillah, dan illah (dari, milik, dengan bantuan dan kepada Allah) .

Gambarannya sederhana, keteladanan kita dan segala sesuatu yang kita miliki ini pada dasarnya berasal dari-Nya. semua yang kita miliki adalah milik-Nya. karena izin dapat memilikinya, atas bantuan-Nya kita dapat menggunakannya. Karena dari Allah semua akan kembali pada-Nya. oleh karena itu, ketika kita selalu menjadikan zikir ini sebagai prinsip hidup, niscaya kehidupan kita akan tenang dan damai. Harta, dan jiwa, serta raga yang kita punya berasal dari, merupakan milik, atas izin, dan akan kembali kepada Allah. Ketika roh merasakan demikian, maka itu dinamakan zikir ruhiy.

Adapun zikir fi’liy (aktifitas sosial), yaitu zikir dengan melakukan kegiatan praktis, amal saleh, dan menginfakkan sebagian harta untuk kepentingan sosial, melakukan hal-hal yang berguna bagi pembangunan bangsa dan negara serta agama. Zikir ini merupakan refleksi dari zikir qauli, qalbi, dan ruhiy . Manfaatnya bersifat sosial , mempunyai kepedulian, dan kepekaan sosial kemasyarakatan. Selanjutnya zikir afirmasi, yaitu zikir denganmengucapkan kata-kata positif. Dilaksanakan di pagi dan petang, sebelum matahari terbit dan sebelum matahari terbenam. Caranya yaitu: pikiran, perasaan dan tubuh direlakan, mengucapkan kata-kata positif dalam hati, perasaan selama 10 menit, misal aku sehat, aku kuat, aku normal, Insya Allah selama empat puluh hari ada perubaha dalam diri.

Zikir pernafasan atau pernafasan zikhrullah, dimana zikir ini dan zikir-zikir sebelumnya memiliki manfaat bagi kesehatan seseorang terutama dalam kondisi kehidupan modern. Krisis eksistensi diri salah satu persoalan yang dihadapi masyarakat modern. Krisis eksistensi diri akan dapat dihadapi mana kala manusia sebagai hamba mau memahami sang pencipta dan keterbatasannya.

Secara etimologi dzikir berasal dari kata dzakara artinya mengingat, memperhatikan, mengenang, mengambil pelajaran, mengenal atau mengerti dan mengingat. Berikut adalah pengertian dzikir menurut beberapa ahli dan ulama :

  • Menurut Chodjim (2003), dzikir mempunyai arti mengingat, mengisi atau menuangi, artinya, bagi orang yang berdzikir berarti mencoba mengisi dan menuangi pikiran dan hatinya dengan kata-kata suci.

  • Menurut Hasbi Assidiqi (1982), dzikir adalah menyebut nama Allah SWT, dengan membaca tasbih (subhanallah), tahlil (la ilaha illahu), tahmid (Alhamdu), basmallah (bismillahirahmanirrahim) dan membaca al-Qur’an serta membaca do’a-do’a yang diterima dari Nabi Muhammad SAW.

  • Menurut Mir Valuddin (2000), dzikir adalah senantiasa dan terus menerus mengingat Allah yang bisa melahirkan cinta kepada Allah serta mengosongkan hati dari kecintaan dan ketertarikan pada dunia fana ini.

  • Dalam kamus tashawuf yang ditulis oleh Solihin dan Rosihin Anwar (2002) dijelaskan, dzikir merupakan kata yang digunakan untuk menunjuk setiap bentuk pemusatan pikiran kepada Tuhan. Dzikir merupakan prinsip awal untuk seseorang yang berjalan menuju Tuhan (suluk).

  • Secara terminologi, dzikir adalah usaha manusia untuk mendekatkan diri pada Allah dengan cara mengingat Allah dengan cara mengingat keagungan-Nya. Adapun realisasi untuk mengingat Allah dengan cara memuji-Nya, membaca fiman-Nya, menuntut ilmu-Nya dan memohon kepada-Nya (Al-Islam, 1987).

  • Spencer Trimingham, memberikan pengertian dzikir sebagai ingatan atau latihan spiritual yang bertujuan untuk menyatakan kehadiran Tuhan seraya membayangkan wujudnya atau suatu metode yang dipergunakan untuk mencapai konsentrasi spiritual dengan menyebut nama Tuhan secara ritmis dan berulang-ulang.

  • Menurut Bastaman (2001), dzikir adalah perbuatan mengingat Allah dan keagungan-Nya, yang meliputi hampir semua bentuk ibadah dan perbuatan seperti tasbih, tahmid, shalat, membaca al-Qur’an, berdoa, melakukan perbuatan baik dan menghindarkan diri dari kejahatan.

  • Menurut Askat (2000), dzikir adalah segala sesuatu atau tindakan dalam rangka mengingat Allah SWT, mengagungkan asma-Nya dengan lafal-lafal tertentu, baik yang dilafalkan dengan lisan atau hanya diucapkan dalam hati saja yang dapat dilakukan di mana saja tidak terbatas pada ruang dan waktu.

  • Said Ibnu Djubair dan para ulama lainnya menjelaskan, bahwa yang dimaksud dengan dzikir itu adalah semua ketaatan yang diniatkan karena Allah SWT. Hal ini berarti tidak terbatas masalah tasbih, tahlil, tahmid dan takbir, tapi semua aktifitas manusia yang diniatkan kepada Allah SWT.

  • Aboe Bakar Atjeh memberikan pengertian dzikir sebagai ucapan yang dilakukan dengan lidah atau mengingat Tuhan dengan hati, dengan ucapan atau ingatan yang mempersucikan Tuhan dan membersihkannya dari sifat-sifat yang tidak layak, selanjutnya dengan memuji dengan pujian dengan sifat-sifat yang sempuma, sifat-sifat yang menunjukkan kebesaran dan kemurnian.

  • Alkalabadzi memberikan pengertian, bahwa dzikir yang sesungguhnya adalah melupakan semuanya, kecuali yang Esa.

  • Hasan al-Bana, seorang tokoh Ikhwanul muslimin dari Mesir, menyatakan bahwa apa saja yang mendekatkan diri kepada Allah dan semua ingatan yang menjadikan diri dekat dengan Tuhan adalah dzikir. Dari pengertian tadi agaknya dzikir baru merupakan bentuk komunikasi sepihak antara mahluk dan Khalik saja, tetapi lebih dari itu dzikir Allah bersifat aktif dan kreatif, karena komunikasi tersebut bukan hanya sepihak melainkan bersifat timbal balik.

  • Seperti yang dikatakan oleh al Ghazali: dzikrullah berarti ingatnya seseorang bahwa Allah mengamati seluruh tindakan dan pikirannya. Jadi, dzikir Allah bukan sekedar mengingat suatu peristiwa, namun mengingat Allah dengan sepenuh keyakinan akan kebesaran Tuhan dengan segala sifat-Nya serta menyadari bahwa dirinya berada dalam pengawasan Allah, seraya menyebut nama Allah dalam hati dan lisan.

  • Ibnu Attaullah Assakandari memberikan pengertian dzikir ialah menjauhkan diri dari kelalaian dengan senantiasa menghadirkan hati bersama Allah. Dalam sufisme penyebutan nama Tuhan (dzikir) adalah menggabungkan lidah, hati dan pikiran dalam kesatuan yang harmonis untuk mengungkapkan pernyataan laa Ilaha illallah (As-Sayuti, 1996).

  • al-Hasan RA mengkategorikan, dzikir menjadi dua bagian. Pertama, dzikir diantara hamba Allah. Kedua dzikir yang lebih utama dan lebih besar pahalanya adalah mengingat Allah ketika menghadapi sesuatu yang diharamkan-Nya.

  • Amin Syukur (2006) menjelaskan, bahwa al-Qur’an memberi petunjuk, dzikir bukan hanya ekspresi daya ingat yang ditampilkan dengan komat-kamitnya lidah sambil duduk merenung, tetapi lebih dari itu, dzikir bersifat implementatif dalam berbagai variasi yang aktif dan kreatif.

Al-Quran merupakan perdoman hidup bagi manusia yang sangat komprehensif, termasuk didalamnya terkandung anjuran-anjuran untuk berdzikir.

Ayat Al-Quran tentang dzikir

Ayat Al-Quran yang berkenaan dengan dzikir terdapat dalam beberapa surat sebagai berikut :

1. Surat Ali Imran ayat 191

Artinya : yaitu orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri duduk dan dalam keadaan berbaring (QS.Ali Imran: 191)

2. Surat al-Jum’ah ayat 10

Artinya : Dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung

3. Surat al-Baqarah ayat 152

Artinya : Karena itu ingatlah kalian kepada-Ku niscaya Aku ingat kepada kalian.

4. Surat al-Ahzab ayat 41-42

Artinya : Hai orang-orang yang beriman berdzikirlah (dengan menyebut nama Allah) dzikir yang sebanyak-banyaknya Dan bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi dan petang

5. Surat an-Nisa’ ayat 103

Artinya : Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman

Kata dzikir secara etimologis (tinjauan bahasa) berasal dari kata: dzikr yang berarti menyebut atau mengingat. Ensiklopedia Islam menjelaskan bahwa dzikir bermakna antara lain: menyebut, menuturkan, mengingat, menjaga atau mengerti perbuatan baik.

Secara etimologis, definisi dzikir banyak sekali. Ensiklopedia Nasional Indonesia menjelaskan, dzikir adalah ingat kepada Allah dengan menghayati kehadiran-Nya, ke-Maha Sucian-Nya, ke-Maha Terpuji-Nya dan ke-Maha Besaran-Nya. Dzikir merupakan sikap batin yang bisa diungkapkan melalui ucapan tahlil (la ilaha illa Allah), tasbih (subhana Allah), tahmid (alhamdulillah) dan takbir (Allahu Akbar).

Sedangkan yang dimaksud dzikir sebagaimana yang biasa dilakukan kalangan ahli sufi dan thariqat, yang merupakan bagian dari aktivitas mereka. Bagi para sufi dzikir merupakan aktivitas religius penting untuk mengembangkan diri agar berada sedekat mungkin dengan Allah SWT. Selain itu, dzikir di dalam thariqat maksudnya mengingat kepada Tuhan dengan bermacam-macam ucapan, yang menyebut nama Allah atau sifat-sifat-Nya, atau kata-kata yang mengingatkan mereka kepada Tuhan.

Ahli-ahli thariqat berkeyakinan, jika seorang manusia atau hamba Allah telah yakin, bahwa lahir dan batinnya dilihat Allah dan segala pekerjaannya diawasi-Nya, segala perkataannya didengar-Nya dan segala cita-cita dan niatnya diketahui Allah, maka hamba Allah itu akan menjadi seorang manusia yang benar, karena ia selalu ada dalam keadaan memperhambakan dirinya kepada Allah (Dawamul Ubudiyah).
Adapun cara melakukan dzikir dalam setiap thariqat itu berbeda-beda sesuai dengan guru (Mursyid) masing-masing, namun kesemuanya itu tujuan sama yaitu menghambakan diri kepada Allah.

  1. Menurut Sayyid Muhammad Muhyiddin Abdul Qodir Al-Jaelani sebagaimana diajarkan dalam thareqatnya mendefinisikan dzikir sebagai usaha memurnikan tauhid kepada Allah SWT, meng-Esakan dzat, sifat dan af’alnya serta senantiasa sadar pada maqam ubudiyah (pengabdian hamba kepada Allah).

  2. Imam Baha’udin Naqsyabandi, sebagaimana diyakini dalam thareqatnya bahwa waktu luang seseorang itu sangatlah berharga dan bernilai serta tidak boleh dibiarkan berlalu sia-sia, waktu luang ini mestilah digunakan untuk melantunkan dzikir la ilaha illa allah. Salah satu dzikir yang dimaksud adalah dzikir al-itsbat al-mujarrad atau dzikir berupa penegasan saja.

  3. Dzunun al Mishry menegaskan, seseorang yang benar-benar dzikir kepada Allah akan lupa segala sesuatu selain dzikirnya. Allah akan melindunginya dari segala sesuatu itu, dan ia beri ganti dari segala sesuatu.

Dzikir adalah mengingat dan menyebut Allah SWT yang dilakukan dengan lisan maupun hati, meliputi nama-nama-Nya, sifat-sifat-Nya dan mensucikan-Nya, mendorong seseorang untuk selalu ingat kepada Allah SWT agar selamat dari kelupaan mengingat Allah SWT, serta segala aktivitasnya teratur dan terkondisi dengan baik, karena dalam hatinya selalu ada Allah SWT yang mengawasinya.

Manfaat Dzikir

Dzikirullah akan senantiasa memiliki manfaat yang terefleksikan dalam kehidupan seorang mudzakir, antara lain adalah:

  1. Menghindarkan diri dari perbuatan jahat
    Al-Ghazali mengatakan “dzikrullah berarti ingatnya seseorang bahwa Allah mengamati seluruh tindakan dan pikirannya. Hal ini membawa pengaruh terhadap jiwa dan perilaku kehidupan sehari-hari. Ia akan semakin berhati-hati dalam segala tindakannya, karena merasa bahwa dirinya selalu diawasi oleh Tuhan.

  2. Menjadikan diri gemar melakukan kebaikan
    Dzikir mempunyai pengaruh yang signifikan dalam tertanamnya nilai ketuhanan secara kukuh dalam kalbu yang memancarkan kesadaran tentang nilai kemanusiaan. Dzikir yang berarti mencintai Tuhan. Sedangkan mencintai Tuhan secara benar ditandai dengan mengimbasnya cinta itu pada makhluk-Nya. Sebaliknya, orang yang mencurahkan cintanya kepada makhluk Tuhan tidak akan mengimbas kepada cinta Tuhan. Sebab, mencintai yang sejajar atau lebih rendah dari manusia terlampau berat untuk mengimbaskan cinta kepada yang lebih tinggi, Allah SWT.

    Dengan berdzikir menjadikan diri orang yang berdzikir gemar dan melakukan perbuatan-perbuatan yang baik dengan harapan mendapat ampunan serta ridho-Nya. Merupakan suatu bentuk kewajaran dari seorang yang berusaha dekat dan mencintai seseorang yang lain, yaitu ia senantiasa berbuat baik. Demikian pula kiranya sikap seseorang yang berusaha dekat dengan Tuhannya, selalu merasa bahwa Allah senantiasa melihatnya. Maka ia akan selalu bertaqwa kepada Allah dimanapun berada.

    Perbuatan baik yang terefleksikan dari dzikrullah tersebut tidak hanya terbatas pada pelaksanaan ibadah kepada Allah, tetapi juga bersifat horizontal berupa berbuat baik kepada sesama manusia. Pada saat beribadah kepada Allah tidak dilaksanakan secara langsung, melainkan dengan menempuh jalan hidup untuk secara aktif dan kreatif melaksanakan tugas dan kewajiban manusia sesuai dengan kehendak Tuhan.

  3. Meneguhkan Iman dan Menentramkan Batin
    Kondisi keimanan seseorang itu tidak selamanya berjalan konstan. Ia senantiasa bergerak bagaikan sebuah grafik, yang kadangkadang menunjukkan kurva menaik dan kadang menurun. Manusia dalam kehidupan sehari-hari menghadapi situasi dan kondisi yang memberi peluang terjebak ke jalan syaitan.

    Salah satu cara untuk menjaga konstanitas, atau bahkan menambahkan keimanannya itu, menurut kalangan sufi, adalah dengan melanggengkan dzikir, mulazamatu fi al-dzikir. Apabila iman telah teguh tertanam dalam dada seorang muslim, maka tidak sedikitpun wujud keraguan dan kebimbangan mampu bersemayam dalam hati, bahkan disebabkan orang yang telah memiliki keyakinan seperti demikian takkan mampu didekati oleh syaitan.

    Dzikir juga dapat menjadikan bathin seseorang menjadi tenteram, karena ia merasa dekat dengan Tuhan, sehingga segala problema hidup disandarkan kepada Allah dan bukan kepada selain Allah. Hanya kepada Allahlah tempat mengadu dan tempat ia menggantungkan harapan.

Bentuk dan Macam-macam Dzikir

Mengenai bentuk dan macam-macam dzikir, para ulama berbedabeda pendapat sebagaimana pendapat Sayyid Muhammad Muhyiddin Abdul Qodir Jilani membagi dzikir ke dalam dua bentuk dzikir yaitu dzikir jali (dzikir keras) dan dzikir khafi (dzikir diam). Sedangkan menurut Imam Bahauddin Naqsyabandy, membagi dzikir ke dalam 2 bentuk, yaitu dzikir ismu-aldzat, mengingat nama Yang Haqiqi dan dzikir tauhid, terdiri atas bacaan perlahan disertai dengan pengaturan nafas kalimah la ilaha illallah yang dibayangkan seperti menggambar jalan (garis) melalui tubuh.
Menurut M. Arifin Ilham, mengelompokkan dzikir menjadi 4 bentuk, yaitu:

  1. Dzikir Qalbiyah
    Dzikir qalbiyah, dzikir hati adalah merasakan kehadiran Allah SWT jika akan melakukan suatu tindakan atau perbuatan selalu tertanam dalam hatinya bahwa Allah SWT senantiasa bersamanya. Sadar bahwa Allah SWT selalu melihatnya.

  2. Dzikir Aqliyah
    Dzikir aqliyah, adalah kemampuan menangkap bahasa Allah SWT di balik setiap gerak di alam semesta ini. Menyadari bahwa semua gerak alam, Allah SWT-lah yang menjadi sumber gerak dan yang menggerakkannya. Berarti Dia senantiasa hadir dan terlibat dalam setiap peristiwa kejadian-kejadian alam, setiap peristiwa sejarah dan dalam setiap tindakan seseorang.

  3. Dzikir Lisani
    Dzikir lisani, ini adalah buah dzikir hati dan akal. Setelah melakukan dzikir hati dan akal, barulah lisan berfungsi untuk senantiasa berdzikir, memahasucikan Allah SWT dan mengagungkanNya. Selanjutnya, lisan berdo’a dan berkata-kata dengan benar, jujur, baik dan bermanfaat. Seperti membaca basmalah, Al-Qur’an, tahlil, tasbih, tahmid, takbir, talbiyah, istighfar, asma’ul husna, shalawat dan do’a.

  4. Dzikir Amali
    Dzikir Amali, sebenarnya ini hasil akhir yang ingin capai dari dzikir. Yaitu taqwa dan akhlaq yang mulia, yakni hilangnya sifat-sifat syaithaniyah dan digantikan dengan tegaknya nilai-nilai kemanusiaan dan ketuhanan dalam kehidupan manusia di muka bumi. Seperti menjaga lisan, mencegah kemungkaran, ibadah haji, shadaqah.

Sedangkan menurut Teungku Muhammad Hasbi AshShiddieqy, dzikir boleh dilakukan dengan dua macam. Pertama, dengan hati saja yakni dengan sebutan itu dilakukan dengan sebutan hati atau mengingat di hati. Kedua, dengan lidah yakni lidah menyebut, hati mengingat dan mengenang akan apa yang disebut lidah.