Apa yang anda ketahui tentang Anemia defisiensi besi pada anak?

Anemia adalah berkurangnya jumlah eritrosit (sel darah merah) dan kadar Hb (Hemoglobin) dalam setip millimeter kubik darah. Hampir semua gangguan pada system peredaran darah disertai dengan anemia yang ditandai warna kepucatan pada tubuh terutama ekstremitas.

Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang diakibatkan oleh kurangnya besi yang diperlukan untuk sintesis hemoglobin

Etiologi

Beberapa penyebab anemia defisiensi besi menurut umur :

1. Bayi di bawah umur 1 tahun

  • Persediaan besi yang kurang, antara lain karena bayi berat badan lahir rendah atau lahir kembar, susu formula rendah besi, pertumbuhan cepat, anemia selama kehamilan.

2. Anak umur 1-2 tahun

  • Masukkan besi kurang karena tidak mendapat makanan tambahan (hanya minum ASI).

  • Kebutuhan meningkat karena infeksi berulang/ menahun.

  • Malabsorpsi.

3. Anak berumur 2-5 tahun

  • Masukan besi kurang karena jenis makanan kurang mengandung Fe-heme.

  • Kebutuhan meningkat karena infeksi berulang/ menahun.

  • Kehilangan berlebihan karena perdarahan antara lain karena divertikulum Meckel.

4. Anak berumur 5 tahun-masa remaja

  • Kehilangan besi karena perdarahan antara lain karena infestasi parasit dan poliposis.

5. Usia remaja-dewasa

  • Pada wanita antara lain karena menstruasi berlebihan.

Patofisologi

Anemia defisiensi besi merupakan hasil akhir keseimbangan negatif besi yang berlangsung lama. Tahapan defisiensi besi dibagi menjadi:

  1. Tahap deplesi besi ditandai dengan berkurangnya besi atau tidak adanya cadangan besi.

  2. Tahap defisiensi besi didapatkan suplai besi yang tidak
    cukup untuk menunjang eritropoesis.

  3. Tahap anemia defisiensi besi, yaitu keadaan yang terjadi saat besi yang menuju eritroid sumsum tulang tidak cukup sehingga menyebabkan penurunan kadar Hb. Pada darah tepi didapatkan mikrositosis dan hipokromik yang progresif.

Gambaran Klinis


  1. Pucat yang berlangsung lama tanpa manifestasi perdarahan.

  2. Mudah lelah, lemas, mudah marah, tidak ada nafsu makan, daya tahan tubuh terhadap infeksi menurun, serta gangguan perilaku dan prestasi belajar.

  3. Gemar memakan makanan yang tidak biasa (pica) seperti es batu, kertas, tanah, rambut.

  4. Memakan bahan makanan yang kurang mengandung zat besi, bahan makanan yang menghambat penyerapan zat besi seperti kalsium dan fitat (beras, gandum, serta konsumsi susu sebagai sumber energi utama sejak bayi sampai usia 2 tahun).

  5. Infeksi malaria, infestasi parasit seperti ankilostoma, dan schistosoma

Kriteria Diagnosis menurut WHO :

  1. Kadar Hb kurang dari normal menurut usia.
  2. Konsentrasi Hb eritrosit rata-rata 31% (N: 32-35%).
  3. Kadar Fe serum <50 ug/dL (N: 80-180ug/dL).
  4. Saturasi transferin < 15% (N: 20-50%).

Kriteria ini harus dipenuhi paling sedikit kriteria nomer 1, 3, dan 4 . Tes yang paling efisien untuk mengukur cadangan besi tubuh yaitu : feritin serum (<12 ng/mL).

Bila sarana terbatas, diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan:

  1. Anemia tanpa perdarahan.

  2. Tanpa organomegali.

  3. Gambaran darah tepi: mikrositik, hipokromik, anisositosis, sel target.

  4. Respon terhadap pemberian terapi besi :

    Respons pemberian preparat besi dengan dosis 3 mg/kg/ hari, ditandai dengan kenaikan jumlah retikulosit antara 5-10 hari diikuti kenaikan kadar hemoglobin 1g/dL atau hematokrit 3% setelah 1 bulan menyokong diagnosis anemia defisiensi besi. Kira-kira 6 bulan setelah terapi, hematokrit dinilai kembali untuk menilai keberhasilan terapi.

Tatalaksana


  1. Mengetahui faktor penyebab: riwayat nutrisi dan kelahiran, adanya perdarahan yang abnormal, pasca pembedahan.

  2. Preparat besi
    Preparat besi yang tersedia ferosus sulfat, ferous glukonat, ferous fumarat, dan ferous suksinat. Dosis elemental besi 4-6 mg/kgBB/hari. Respon terapi dengan menilai kenaikan kadar Hb/Ht setelah satu bulan yaitu kenaikan Hb sebesar 2 g/dL atau lebih.

    Bila ditemukan respon, terapi dilanjutkan sampai 2-3 bulan.

    Komposisi besi elemental:

    • Ferous fumarat: 33% merupakan besi elemental
    • Ferous glukonas: 11,6% merupakan besi elemental
    • Ferous sulfat: 20% merupakan besi elemental

    Pemberian parenteral dilakukan bila dengan pemberian oral gagal. Pemberian parenteral tidak disukai karena dapat menyebabkan syok anafilaktik.

  3. Transfusi darah
    J arang diperlukan, hanya diberi pada keadaan anemia yang sangat berat dengan kadar Hb <4 g/dL. Komponen darah yang diberi adalah PRC.

Pencegahan


1. Pencegahan primer

  • Mempertahankan ASI eksklusif hingga 6 bulan.

  • Menunda pemakaian susu sapi sampai usia 1 tahun.

  • Menggunakan sereal/makanan tambahan yang difortifikasi tepat pada waktunya sejak usia 6 bulan sampai dengan 1 tahun.

  • Pemberian vitamin C seperti jeruk, apel pada waktu makan dan minum preparat besi untuk meningkatkan absorbsi besi, serta menghindari bahan yang menghambat absorbsi besi seperti teh, fosfat, dan fitat pada makanan.

  • Menghindari minum susu yang berlebihan dan meningkatkan makanan yang mengandung kadar besi yang berasal dari hewani.

  • Pendidikan kebersihan lingkungan.

2. Pencegahan sekunder

  • Skrining ADB

    1. Skrining ADB dilakukan dengan pemeriksaan Hb atau Ht, waktunya disesuaikan dengan berat badan lahir dan usia bayi. Waktu yang tepat masih kontroversial. American Academy of Pediatrics (AAP) menganjurkan antara usia 9-12 bulan, 6 bulan kemudian, dan usia 24 bulan. Pada daerah dengan risiko tinggi dilakukan tiap tahun sejak usia 1 tahun sampai 5 tahun.

    2. Skrining dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan MCV, RDW, feritin serum, dan trial terapi besi. Skrining dilakukan sampai usia remaja.

    3. Nilai MCV yang rendah dengan RDW yang lebar merupakan salah satu alat skrining ADB.

    4. Skriningyang paling sensitif, mudah, dandianjurkan yaitu zinc erythrocyte protoporphyrin (ZEP).

    5. Bila bayi dan anak diberi susu sapi sebagai menu utama dan berlebihan sebaiknya dipikirkan melakukan skrining untuk deteksi ADB dan segera memberi terapi.

  • Suplementasi zat besi

    1. Merupakan cara yang paling tepat untuk mencegah terjadinya ADB di daerah dengan prevalensi tinggi. Dosis besi elemental yang dianjurkan:

    2. Bayi berat lahir normal dimulai sejak usia 6 bulan dianjurkan 1 mg/kgBB/hari.

    3. Bayi 1,5-2,0 kg: 2 mg/kgBB/hari, diberikan sejak usia 2 minggu.

    4. Bayi 1,0-1,5 kg: 3 mg/kgBB/hari, diberikan sejak usia 2 minggu.

    5. Bayi <1 kg: 4 mg/kgBB/hari, diberikan sejak usia 2 minggu.

  • Bahan makanan yang sudah difortifikasi seperti susu formula untuk bayi dan makanan pendamping ASI sereal.

Komplikasi


  1. Penyakit jantung anemia
  2. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan

Konseling dan Edukasi


  1. Memberikan pengertian kepada pasien dan keluarga tentang perjalanan penyakit dan tata laksananya, sehingga meningkatkan kesadaran dan kepatuhan dalam berobat serta meningkatkan kualitas hidup pasien.

  2. Pasien diinformasikan mengenai efek samping obat berupa mual, muntah, heartburn, konstipasi, diare, serta BAB kehitaman.

  3. Bila terdapat efek samping obat maka segera ke pelayanan kesehatan.

Prognosis


Prognosis baik bila penyebab anemianya hanya karena kekurangan besi saja dan diketahui penyebabnya serta kemudian dilakukan penanganan yang adekuat. Gejala anemia dan manifestasi klinis lainnya akan membaik dengan pemberian preparat besi.

Sumber : Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Ilmu kesehatan anak : Buku panduan belajar koas, Udayana University Press

Referensi :

  1. Lanzkowsky P. Manual of Pediatrics Hematology and Oncology. Edisi ke-4. Elsevier Academic Press; 2005. h.31-44.
  2. Will AM. Disorders of Iron Metabolism: Iron Deficiency, Iron Overload, and Sideroblastic Anemias. Dalam: Arceci RJ, Hann IM, Smith OP, penyunting. Pediatric Hematology. Edisi ke-
  3. New York: Blackwell; 2006. h.79-104.
  4. Raspati H, Reniarti L, Susanah S. Anemia defisiensi besi. Dalam: Permono B, Sutaryo, Ugrasena IDG, Windiastuti E, Abdulsalam M, penyunting. Buku Ajar Hemato-Onkologi Anak. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2005, h.30-43.
  5. Bridges KR, Pearson HA. Anemias and other red cell disorders. New York: McGraw Hill; 2008. h.97-131.
  6. Sandoval C, Jayabose S, Eden AN. Trends in diagnosis and management of iron deficiency during infancy and early childhood. Hematol Oncol Clin N Am. 2004;18:1423-38.
  7. Wu AC, Lesperance L, Bernstein H. Screening for iron
    deficiency. Pediatrics. 2002;23:171-8.
  8. Kazal LA. Prevention of iron deficiency in infants and toddlers. AM Fam Physician. 2002;66:1217-27.
  9. SKRT SUSENAS. BALITBANGKES Departemen Kesehatan RI, 1992.
  10. AngelesIT,SchultinkWJ,MatulessiP,GrossR,Sastroamidjojo
    S. Decreased rate of stunting among anemic Indonesian preschool children through iron supplementation. Am J Clin Butr. 1993;58:339-42.